.

Kobayashi Kenya memiliki kemampuan untuk mengulang kembali waktu. Setelah suatu insiden, dia tiba-tiba kembali ke lima belas tahun yang lalu, ke hari dimana sahabatnya, Fujinuma Satoru, meninggal karena tenggelam di sungai.

.

.

.

Bukan insiden itu yang penting. Kejadian setelahnya lah yang mengandung banyak arti.

Memang benar, Kenya sangat menyayangi Kimi. Melihat mayatnya membuatnya sangat shock.

Tapi, kemudian langit dan bumi seperti bertukar tempat, kepalanya terasa sakit, dan dia harus memejamkan mata untuk menenangkan pikirannya kembali.

"Hey, Kenya, kau tidak apa-apa?"

Kenya sama sekali tidak menyangka akan mendengar suara kekanak-kanakan itu memanggil namanya.

"Hiromi?"

Ketika dia membuka mata, dunia sudah berubah. Lebih tepatnya, berputar kembali.

Otaknya yang cerdas langsung memahami apa yang terjadi.

Ini bukan pertama kalinya hal ini terjadi, meskipun baru kali ini dia bisa kembali ke masa kecilnya.

Kenya menyebutnya [Time Travel], kekuatan untuk memutar waktu yang hanya bisa dia gunakan pada kondisi tertentu.

"Hiromi..."

"Ya?" Hiromi kecil memiringkan kepalanya, tampak khawatir. Kenya lupa betapa feminimnya dirinya yang dulu.

"Tanggal berapa sekarang?"

Setelah mendengar jawabannya meluncul keluar dari mulut Hiromi, Kenya langsung melesat pergi.

.

.

.

Lima belas tahun lalu, dengan kata lain tiga minggu dari sekarang, mayat seorang anak laki-laki ditemukan mengambang di sungai. Polisi menduga anak laki-laki itu tidak sengaja jatuh ke sungai, terbawa arus, lalu mati tenggelam. Orang-orang dewasa berpikir itu adalah kecelakaan.

Itu bukan kecelakaan. Kenya bisa tau karena Satoru telah menceritakan teorinya tentang pembunuh yang mengincar anak-anak dengan wajah serius.

Satoru tau akan ada pembunuhan di kota ini. Dan pembunuh itu tau hal ini.

Karena itulah, hari ini Satoru akan menghilang. Mayatnya akan ditemukan tiga minggu lagi.

Kenya akan mengubah hal itu. Dia akan mengubah masa depan.

.

Semuanya terasa dingin. Ini gawat. Ini benar-benar gawat.

Sensasi dingin itu begitu kuat sampai dia merasa mati rasa.

Kesadarannya terombang-ambing bersama aliran air. Dia tidak bisa mempertahankannya lebih lama lagi.

Kalau begini dia bisa mati. Ini sama sekali tidak lucu.

Dia belum boleh mati. Dia tidak mau mati disini.

.

.

.