Semua berawal dari pertemuan yang tak pernah dibayangkannya.

Pertemuan yang hanya tuhan yang tahu.

Pertemuan yang mengubah cara pandangnya pada dunia yang kejam ini.

Dan pertemuan yang menyiksa diri.

..

Bleach © Tite Kubo

Salve et Vale © B-Rabbit Aito

Pair : Grimmichi (Grimmjow x Ichigo)

Warning(s)! : AU! Typos bertebaran, OOC, BL Story (Boy x Boy), Multichapters

Genre: fantasy/hurt/comfort

[Dedicated to Sempaks Swap Idea's Challange (Vannila Thunder) ]

...


Pagi itu seharusnya Ichigo bangun seperti biasanya. Bangun dari ranjang singlenya, berangkat kuliah, belajar, dan kerja paruh waktu.

Tapi, tampaknya hari ini semuanya sedikit berbeda. Ichigo memang bangun dari ranjang singlenya, Tapi ia tidak sendiri— seorang pemuda berambut biru muda tidur di atas ranjang singlenya. Lebih tepatnya tidur disamping dirinya.

Ichigo terkejut, danlangsung menendang tubuh kekar makhluk tersebut sampai terjungkal ke lantai. Dan objek yang mengalami penendangan, langsung tersungkur mencumbu lantai yang dingin.

Morning Kiss yang mengerikan.

"Apa-apaan kau berry!" Ichigo tidak percaya dengan apa yang didengarnya. –berry? Makhluk biru dibawah sana memanggilnya berry? For the goat sake! Someone please slap him now.

"—Berry? Seharusnya disini aku yang bertanya, Tuan berambut-biru-urak-urakan-! Siapa Kau?!"

Ichigo bangun dari ranjangnya, bersedekap, dan memandang rendah makhluk dibawahnya.

"You damn fucking shitty brat, Kau tidak ingat denganku, Berry?!"

Ichigo berkedip, seraya sang objek korban penendangan bangkit dari cumbuan mesranya.

"Huh? Siapa kau?"

Ichigo mengenyritkan dahinya lebih dalam dari biasanya. Mencoba berpikir, mengingat siapa objek didepannya ini.

Grimmjow Jaegerjaeques, you can call me that—

Tersentak, lalu berkedip. Ichigo menjatuhkan pandangannya pada makhluk surai biru didepannya dengan intens.

"Grimm—"

"Finnally remember about me, huh?"

Seringai panas terpasang apik di wajah makhluk bersurai biru itu. Ichigo lagi-lagi mengenyritkan alisnya bingung.

"Tidak. Aku tidak ingat apapun. Kecuali sebuah nama. –siapa kau?"

Kini gantian objek yang bernama Grimmjow Jaegerjaques tersebut yang mengenyritkan alisnya bingung.

"Kau sama sekali tidak ingat?"

"Tidak."

Jawaban dari Ichigo membungkam seluruh kata yang ingin dikeluarkan oleh Grimmjow.

"Kalau begitu, Bagus. Aku mau mandi dulu."

Grimmjow beranjak dari posisinya menuju kamar mandi. Ichigo hanya bisa bungkam, terduduk diam dipinggir ranjangnya, dan mulai memproses otaknya untuk mengingat apa yang telah terjadi.

"—Jangan terlalu keras pada otakmu, berry."

Suara teriakan dari dalam kamar mandi menyentak tubuh Ichigo untuk langsung berpaling ke arah pintu kamar mandi yang tertutup.

"—Your brain's gonna blown up soon."

Grimmjow terkekeh ringan didalam sana saat mendengar dentuman benda keras pada pintu kamar mandinya. –Ichigo baru saja melemparkan sesuatu diluar sana.

...

Beberapa menit berselang, Grimmjow keluar dengan hanya mengenakan celana jeans panjang bewarna hitam. Ia berjalan keluar kamar, dan langsung menuju dapur saat mendengar suara wajan yang di oseng dan aroma bumbu masakan yang menyeruak memenuhi ruangan. Grimmjow terus melangkahkan kakinya hingga sampai didepan meja makan.

"Aku tidak tahu kalau kau bisa masak, Berry."

Grimmjow menarik salah satu kursi disana, dan langsung duduk menghadap Ichigo yang membelakanginya.

"Dan aku tidak tahu siapa kau."

Tangan Ichigo tetap terus bergerak memotong, dan mengaduk bahan-bahan masakannya tanpa harus menoleh kebelakang untuk menanggapi omongan Grimmjow.

"Oh, oke. Perkenalkan, aku Grimmjow Jaegerjaques. Sekarang kau tahu siapa aku, berry."

"Lalu kau berasal darimana, Huh?"

Ichigo masih terus fokus pada apa yanag sedang dikerjakannya.

"Kau yakin ingin tahu darimana aku berasal, Berry?"

Ichigo terdiam sejenak. semenit kemudian tangannya kembali bergerak mematikan kompor, melepas celemeknya, lalu memalingkan tubuhnya menghadap Grimmjow.

"Kalau kau keberatan memberitahukannya, kau bisa simpan itu untuk nanti."

Tangan Ichigo kembali bekerja untuk mengambil beberapa piring sebagai tempat penyajian terakhir.

"Aku cuma bisa menyediakan ini."

Ichigo meletakkan piring-piring yang sudah terisi dengan olahan bahan makanan segar dari kulkasnya ke hadapan Grimmjow. Grimmjow tampak sedikit bingung dengan sajian didepannya.

"Kau sebut ini makanan, berry?"

Ichigo berdecak sebal. Menggebrak meja dengan kedua tangannya.

"Kalau kau keberatan, kau bisa cari makanan lain diluar sana, Jaegerjaques."

Perempatan muncul di urat-urat leher Grimmjow.

"Fine,berry! Akan ku makan ini."

Grimmjow mulai menarik piring di hadapannya semakin mendekat. Menyendok isinya, lalu di masukan langsung ke dalam mulutnya. Ichigo menunggu reaksi Grimmjow terhadap masakannya.

"Tidak buruk."

Dua kata yang keluar dari gumaman Grimmjow, sukses membuat Ichigo sedikit tersenyum dengan bangga. Ichigo menarik kursi yang berhadapan dengan Grimmjow, duduk, dan langsung ikut menemani Grimmjow makan dengan hidangan yang tersedia di piring satunya lagi. karena terlalu sibuk mengunyah dan meresapi tiap rasa yang masuk pada rongga mulutnya, Ichigo sampai lupa kalau waktu sudah sampai pukul sembilan tepat. itu artinya—

dia terlambat kuliah.

Ichigo bergegas menghabiskan makanannya saat jam dindingnya berdentang di pukul sembilan tepat. Meletakkan piring bekas makannya di bak pencuci piring, dan lari ke kamarnya untuk mengambil tas punggung kuliahnya.

"Aku pergi dulu!"

Ichigo buru-buru memakai sepatu, dan keluar dengan membanting pintu. Tapi beberapa detik kemudian ia kembali masuk dan berlari ke arah dapur untuk menemui Grimmjow

"—Ini kunci cadangannya. Kalau kau mau keluar, jangan lupa kunci pintunya. Kau mengerti? Disekitar sini sering terjadi pencurian."

Ichigo menjelaskan dengan nafas memburu. –tercekat. Yang hanya dibalas dengan anggukan malas dan lambaian ringan dari Grimmjow

"Ya, ya. Kau tidak harus repot berlari masuk kembali kesini hanya untuk ini, berry."

Lemparan sebuah koran pagi telak mengenai surai biru Grimmjow tanpa ampun.

"Damn you, Berry!"

...


Sudah dua jam kelas berlangsung, dan Ichigo masih tidak fokus. Terlalu banyak yang masuk kedalam otaknya yang berkapasitas sedikit diatas rata-rata itu.

Mulai dari rumus trigonometri, limit, batas atas dan batas bwah, curhatan temannya tadi pagi, kekehan teman sebelah bangkunya, PR musim panasnya, Grimmjow yang sendirian dirumah— Tunggu, Grimmjow? Kenapa dia harus memikirkan Grimmjow?

Ichigo menggeleng kuat kepalanya guna menghilang delusi ekspresi Grimmjow yang mengenaskan ditinggal sendiri seperti kelinci hitam yang kesepian. –mengerikan.

Dentingan bel istirahat jam pertama menyadarkan Ichigo dari delusi mengerikan itu. membawa jemari-jemarinya merapikan buku-buku dan alat tulis dari mejanya. Ichigo hendak beranjak dari bangkunya, sampai suatu tepukan di pundak menghentikannya.

"Yo, kurosaki, Aku senang kau sudah sehat."

Ichigo mengenyritkan dahinya dalam. Menolehkan pandangannya pada objek penepuk pundak.

"Aku turut menyesal karena kau harus kehilangan dia."

Ichigo kembali mengenyritkan dahinya lebih dalam. sehat? Setahunya, dia tidak pernah sakit. Terkecuali waktu dia masih bocah dulu. Dan itu sudah lama sekali.

"Oh, Iya. Tak apa—"

Ichigo hanya membalas sekedarnya. Bukan ia sombong atau malas mengobrol dengan teman sekelasnya ini. (oke, yang terakhir memang benar adanya) Tapi, Ichigo harus mencerna ekstra tiap perkataan yang teman sekelasnya itu katakan tadi. tentang kesehatannya dan kehilangan seseorang.

Ichigo beranjak dari tempatnya, dan berjalan menuju kantin sekolah—Ah, dia lupa membawa bekal. Dan Ichigo hanya mampu menghela nafas lelah, Terlalu banyak yang harus dipikirkannya sejak tadi pagi.

...

.

...

Pemandangan di atap kala itu indah seperti biasa. Hembusan angin yang menggelitik kulit, terpaan sinar matahari yang tidak terlalu terik, dan warna langit yang tampak lebih cerah seperti biasanya. –begitu biru dan menggoda.

"Oi Ichigo, sampai kapan kau akan terus melamun?"

Interupsi suara perempuan mengalihkan pandangannya. Membawa iris cinnamon-nya jatuh pada iris violet terang nan redup milik teman sekelasnya,—Rukia Kuchiki.

"Kau harus merelakannya, Ichigo."

Lagi-lagi Ichigo dibingungkan oleh perkataan tiap orang yang mengenalnya dengan bahasan yang seperti ini.

"Kau harus bisa melupakannya, Ichigo."

'Siapa?'

"Kau baik-baik saja, Ichigo?"

"Ah, Iya, aku baik-baik saja."

Ichigo tersenyum seadanya pada perempuan ini. keadaan disekitarnya mulai terasa sedikit asing. Terlebih, tentang semua pertanyaan-pertanyaan yang sama sekali tidak masuk akal. Sepertinya pulang nanti ia butuh istirahat total.

Ichigo hendak bangun dari tempat ia duduk saat sebuah tangan menyentuh pipi dan menghentikan gerak Ichigo secara tiba-tiba.

"Kau harus melupakannya, Ichigo."

Ichigo hanya diam seribu bahasa. Ini sudah kali kesekian orang-orang yang ditemuinya selalu membahas tentang 'seseorang' –yang bahkan ia tidak tahu siapa itu.

Ichigo menurunkan sebuah tangan yang masih menempel pada di pipi kirinya. Memandang perempuan didepannya dengan senyuman tulus.

"Aku tidak mengerti kau bicara tentang apa, Rukia."

Ichigo berbalik dan meninggalkan perempuan yang mematung dengan ekspresi kentara di wajahnya. Mmenjauh dari tempat perempuan tersebut, dan kembali ke kelasnya.


Hari ini terlalu melelahkan bagi Ichigo. Terlalu banyak pertanyaan yang tak ia mengerti, dan terlalu banyak tatapan simpati yang ditujukan padanya, –itu membuatnya muak. Ichigo hanya ingin pulang, berendam di bak mandi dengan air hangat, lalu tidur untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

Ya, itu adalah rencana sempurna yang sudah dirancang didalam otaknya di saat sebelum ia membuka pintu rumahnya, dan melihat seongok sempak—celana dalam biru muda—terkapar indah di atas lantai.

You're gonna die! Jaegerjaques! Die!

Ichigo memungut butiran sempak tersebut dan menjatuhkannya kedalam ember tumpukan pakaian kotor. For the goat sake! Ichigo akan benar benar membunuh Grimmjow karena seenaknya memakai –Sempak—celana dalam favoritnya.

"Oh, kau sudah pulang, Berry?"

Grimmjow yang baru saja hadir dan bersandar ganteng dihadapan dinding, kini harus rela jatuh tersungkur karena hempasan ember terbang yang dilayangkan oleh Ichigo.

"Damn it! Berry! What's wrong with ya?!"

Ichigo bersiap untuk melempar ember kedua saat nyeri di kepalanya membuatnya menjatuhkan ember tersebut tepat dihadapnnya. Grimmjow yang melihat itu, sedikit tersentak dan bergegas menopang tubuh Ichigo yang terlihat akan rubuh kapan saja.

"Hey Berry! Kau baik-baik saja?"

Grimmjow menyandarkan tubuh Ichigo pada dirinya.

"Oi Berry!"

"Berisik! Aku tidak apa-apa. Berhentilah berteriak, Grimmjow!"

Grimmjow bernafas lega, tapi sedetik kemudian urat-urat kekesalan menonjol di leher dan kepalanya.

"Seharusnya kau berterima kasih karena kepala dan tubuhmu tidak lecet mencumbu lantai."

Grimmjow berkata sinis, dan Ichigo baru sadar kalau tubuhnya kini bersandar pada tubuh bidang atletisnya Grimmjow.

"Ah, Maaf, Grimm."

Ichigo memisahkan diri dari Grimmjow, dan langsung beranjak ke kamarnya, meninggalkan Grimmjow yang terdiam dengan ekspresi bersalah.

'—Berry'


—To be continue—


….

Mind to RnR?

..

.