A Naruto Fanfiction
All Character Naruto belong to Masashi Kishimoto
Genre : Mystery, Romance, Horror
Rated : M [for Violence]
Warning : AU, OOCNESS, DEATH CHARA, TYPO'S, Diksi yang gak ada bagus-bagusnya
.
.
.
Nyan Himeko collab with Vanille Yacchan and Eun bling-bling
Proudly presents
BLOODY 19th
.
.
.
[Story 1 : Beginning of that nightmare...]
...
...
Venice, 1940
Seorang gadis muda tengah berlari disebuah labirin gelap. Napasnya terengah-engah, keringat mengalir dipelipisnya. Rambutnya yang pirang, agak berantakan dan mata birunya memancarkan ketakutan yang amat sangat. Dengan cepat, gadis itu masuk kesalah satu pintu tua yang didapatkannya disekitar situ, menutupnya lalu menahan pintu itu dengan kekuatan yang masih tersisa ditubuhnya. Gadis itu, menangis ketakutan saat pintu itu berusaha didobrak dari luar, hampir saja terbuka, untunglah gadis itu masih kuat menahannya. Beberapa menit berlalu, sepertinya sesuatu yang mendobrak itu sudah berlalu entah kemana, gadis itu melongsor kelantai dan menangis sambil memeleluk kakinya.
"Your Afraid, Honey"
"Huh?" Gadis itu langsung mendongak kearah suara tersebut, Pupilnya membesar, bibirnya gemetaran. Sosok bertudung hitam dan membawa sabit ditangan kanannya itu semakin mendekat kearah gadis itu. Gadis muda itu, dengan cepat segera berdiri dan berusaha membuka pintu yang sekuat tenaga dia tahan tadi, tapi sayang pintu itu terkunci, digedor-gedornya tapi tetap saja tidak ada hasil.
"You can't go from this place" Sosok itu semakin mendekat dan bersiap mengayunkan sabitnya kearah gadis muda itu.
"KYAAAAAAAAAA..." Teriakan gadis muda itu membahana diseluruh labirin gelap, darah segar berhamburan diruangan itu, sosok bertudung itu berjalan mengambil potongan kepala gadis muda itu mengangkatnya dengan tangan kirinya dan kembali berjalan menghadap ketubuh gadis itu. Diayunkannya sabitnya kelengan kanan gadis itu, dan langsung terputus lalu jatuh kelantai yang dingin dan keras. Sosok itu tersenyum sinis, matanya menatap tajam lengan kanan gadis itu, lebih tepatnya menatap tajam sebuah tattoo yang terdapat disana.
...
...
Tokyo, 2012
"Oi...ra... Sakura..." Teriak Ino sambil mengarahkan telunjuknya kepipi Sakura, dengan sukses mengenai Sakura saat dia memalingkan wajahnya kearah Ino. Sakura mengaduh dan memasang wajah ketus kearah Ino lalu berpaling lagi.
"Sakura... Kau marah ya?" Rengek Ino sambil menggoncang-goncang lengan Sakura. Sakura memalingkan wajahnya kearah Ino dan berkata dengan ketus sambil melipat tangan didadanya.
"Bercandamu sama sekali tidak lucu tahu."
"Sakura~" Ino memanyunkan bibirnya, Sakura melirik kearah Ino.
"Kena kau sekarang Ino-chan... Hehehe..." Ucap Sakura memasang pose piece.
"Ah~ Sakura... kau mengerjaiku!" Ino menggelitiki tubuh Sakura tanpa ampun.
"Hey!" Sapa seorang pemuda, Ino dan Sakura langsung mendongak, menatap pemuda bersurai merah bata dan bertampang imut.
"Sasoriiiiiii." Ucap mereka serempak, sementara Sasori tersenyum, lalu menarik kursi dan duduk didepan kedua gadis itu.
"Seminggu lagi ulang tahunmu yang ke-19 kan Sakura?" Tanya Sasori, pemuda itu tanpa babibu meneguk minuman yang terpampang didepan Sakura, Sakura langsung menjitak kepala Sasori dan mengambil minumannya dari genggaman Sasori.
"Errgh... Sasori, tanya sih tanya, tapi jangan asal meminum-minuman milik orang lain tahu!" Ucap Sakura ketus.
"Huh, dasar gadis pelit." Sasori mengelus kepalanya yang sakit sambil memanyunkan bibirnya, Ino tertawa terbahak-bahak, sementara Sakura menjulurkan lidahnya kearah Sasori.
Ino yang melihat siluet seorang pemuda yang kini marak-maraknya diperbincangkan seantero kampusnya, tiba-tiba menghentikan tawanya.
"Eh~ Itu Sasuke senpai bukan?" Ino menunjuk kearah seorang pemuda tinggi yang mempunyai tatapan tajam dengan rambut bermodelkan pantat ayam yang sedang berjalan kearah mereka sekarang. Sasori dan Sakura meluruskan pandangan mereka dengan telunjuk Ino dan benar saja apa yang diucapkan Ino.
"Kyaa… Tampan sekali." Bisik Ino pada Sakura, tapi hal itu masih bisa didengar oleh Sasori.
"Apaan sih, imutan juga aku." Sahut Sasori sewot. Lain halnya dengan Sakura yang menelan ludahnya, gugup. Ia membeku. Jangan kesini... jangan kesini. Ia terus saja mengucapkan hal itu berulang-ulang.
"Oh My! Sakura... Sasuke senpai berjalan kearah sini. Apa yang akan kulakukan?" Ino berpaling dan mengeluarkan cermin kecil dari dalam tasnya. Mata Sakura melebar. Oh! Hell! Hancur sudah rahasia yang beberapa hari ini ia tutupi kepada Ino dan semua para umat penduduk di Universitas ini.
"Sakura, kau sudah selesai? Mau kuantar pulang?" Tawar Sasuke yang sudah berada tepat didepan mereka, Sasuke memamerkan senyum terbaiknya, sempat membuat wajah Sakura merona karena malu.
"Sudah ikut saja" Celetuk Sasori yang menyadari ekspresi panik diwajah Sakura. Sasori mencomot pancake Ino lalu memasukannya kemulutnya. Sementara Ino—yang sudah lepas dari kegiatan bercerminnya—satu alisnya terangkat, memandang heran kearah semuanya.
"Ikou, kita pulang" Sasuke menggandeng tangan Sakura dan membawanya menjauh dari Ino dan Sasori.
Ino yang masih memandang punggung Sakura dan Sasuke segera tersadar. Ia dengan segera menoleh kearah Sasori yang masih mengunyah sandwich.
"Sasoriiii." Rengek Ino.
"Apa?" Ucap Sasori santai, ia menelan kunyahannya dan segera menyikat habis seluruh pancake dan sandwich yang ada dimeja itu dan meminum minuman Sakura yang tadi sempat diminumnya.
"Apa yang terjadi dengan Sakura dan Sasuke senpai? Kau pasti tahu sesuatu, katakan padaku Sasori." Ino menunjuk punggung Sakura dan Sasuke yang kini telah menjauh dari jangkauan mata mereka.
Sasori menghela nafasnya perlahan. "Mereka Jadian."
Sontak membuat mata Ino membulat. Ia nyaris menghempaskan cermin kecil yang berada ditangannya kelantai semen.
"HA? Sejak kapan? Siapa yang menyatakannya terlebih dahulu? Kenapa aku tidak tahu sama sekali?" Tanya Ino bertubi-tubi.
"Sejak dua hari yang lalu." Ino dapat melihat sekilas wajah Sasori menampakkan ekspresi terganggu. "Siapa yang menyatakannya terlebih dahulu? Jawabannya adalah senpaimu yang kau anggap tampan itu." Ucapnya menghentikan ritual makannya.
Mata Ino membulat sempurna. "Bohong!" Serunya. Alis Sasori tertarik keatas seolah bertanya 'kenapa?'
"Setahuku Sasuke senpaitidak akan pernah menyatakan cintanya dengan gadis." Tambah Ino, ia menyentuh dagunya dengan jari telunjuknya, berpikir.
Sasori menggelengkan kepalanya perlahan. "Ino ba~ka! Mungkin saja dia tergila-gila dengan Sakura kita." Ucap Sasori tertawa tertahan. Ino hanya mengembungkan pipinya, ia kesal.
"Tapi... kan~ seharusnya Sakura menceritakannya kepadaku. Aku ini sahabat terbaiknya! Masa hanya kau saja yang diberitahu." Ucap Ino menampakkan wajah kecewa. Sasori yang melihat tampang cemberut sahabat kuningnya yang sama sekali tidak enak dipandang itu, segera menjitak kepalanya perlahan.
"Pasti Sakura mempunyai alasan, kenapa ia tidak memberitahumu."
Ino mengaduh pelan dan menatap tajam kearah Sasori yang kini melanjutkan ritual makannya yang hampir selesai. "Sasori BAKA! Sakit tahu! Memangnya apa alasan Sakura tidak memberitahuku?" Ino mengelus kepalanya yang agak terasa sakit, sedangkan Sasori dengan cueknya masih menyomot makanan yang berada diatas meja. "Pikirkan saja sendiri." Ucap Sasori seraya menghendikkan bahunya.
Ino berpikir sebentar. Ia mengangguk singkat setelah mengambil sebuah keputusan. Ino menoleh kearah Sasori. "Sasori…" Panggilnya.
"Apa lagi, Ino?" Sasori menoleh kearah Ino. Kedua alisnya bertautan.
"Kau tahu kan Sasuke senpai sudah bersama Sakura..."
"Lalu?" Tanya Sasori, kerutan dikeningnya makin mendalam.
"Kita jadian yah." Pekik Ino penuh harap, tangannya menyambar lengan Sasori.
"Memangnya aku mau?" Ucap Sasori sambil meneguk minuman terakhirnya dan meletakan gelas kosong itu didepannya dengan cepat.
"Harus!" Ucap Ino cepat, tangannya masih setia memegang lengan Sasori.
"Ah... aku lupa! Aku ada paper!" Sasori menepuk jidadnya dengan tangan kanannya yang bebas dari genggaman Ino. "Waah! Sebentar lagi aku masuk kelas. Gomen Ino." Ucap Sasori seraya menatap jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. Ia menarik lengannya dari gengaman Ino lalu segera berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu.
Sedangkan Ino hanya dapat menganga melihat ulah pemuda bersurai merah bata yang baru saja meninggalkannya. "Ah~ Dasar... Siapa juga yang mau denganmu! Dasar Sasori Jelek!" Ucap Ino cemberut.
...
...
Seorang gadis muda tengah berlari didalam hutan, Napasnya tersengal-sengal. Hanboknya robek disana sini. Gadis itu terus berlari dan tidak sengaja kakinya tersandung akar pepohonan. Kepala gadis itu membentur batang pohon besar, hingga mengeluarkan darah didahinya. Gadis itu meringis kesakitan, dilihatnya telapak kakinya yang berdarah-darah akibat berlari dengan kaki telanjang.
Gadis itu dikejutkan oleh suara dari semak-semak, diraihnya batu sebesar genggaman tangannya dan dilemparkan kearah semak-semak itu. Ternyata hanya seekor kelinci hutan, gadis itu memusut dadanya perlahan, menarik napas lega. Belum sempat ia merasa tenang, pohon dibelakang tubuhnya terbelah jadi dua, cepat-cepat gadis itu berpindah tempat. Sesosok orang bertudung hitam dengan sabit ditangan kanannya mendekat kearah gadis itu.
"An…dwe" Ucap Gadis muda itu ketakutan, wajahnya memucat.
"Mianata..." Sabit itu membelah tubuh gadis itu jadi dua bagian, memamerkan segala isi perutnya, darah mengalir deras membasahi rerumputan kering dihutan itu.
"KYAAAAAAAAA..." Sakura terbangun dari mimpi buruknya, napasnya tersengal-sengal, keringat dingin mengalir deras dipelipisnya. Ia mengatur nafasnya perlahan dan menyambar jam beker yang terletak diatas meja buffet berlaci disebelah tempat tidurnya, dilihatnya masih jam 2 pagi. Sakura menyeka keringat dipelipisnya, sebenarnya ia terlalu takut untuk melanjutkan tidurnya, yang dapat ia lakukan hanya mendekap tubuhnya dan menangis diatas tempat tidurnya sampai pagi.
Suara alaram jam bekernya berbunyi menembus alat pendengarannya, dengan malas diraihnya jam beker itu lalu mematikan bunyinya. Sakura bangkit dari tempat tidurnya sembari mengucek-ngucek matanya yang agak perih. Pasti efek karena menangis sampai pagi. Ia menyambar handuk dan berjalan kearah kamar mandi kamarnya. Sakura memutar kenop pintunya dan masuk kedalam, dilihatnya sekilas bayangannya dikaca wastafel.
"Kau terlihat seperti Infanteri, Sakura." Ucapnya pada dirinya sendiri dan segera berlalu dari kaca wastafel itu, ia memasuki bathup yang sebelumnya telah ia isi dengan air beraroma Jasmine guna menenangkan pikirannya yang kacau.
Sakura berjalan keluar dari kamar mandi, handuk masih melilit ditubuhnya yang mungil. Ia melangkahkan kaki jenjangnya kearah lemari pakaian, dengan kedua tangannya ia membuka lemari kayu itu. Tangannya dengan perlahan mengambil celana jeans bermodel skinny, baju kain tanpa lengan berwarna cream, dan sepatu bertali model androgini dari rak sepatunya. Setelah selesai, Sakura berjalan kearah meja riasnya sambil menenteng sepatunya dan meletakannya di dekat pintu. Sakura mematut dirinya dicermin, pandangannya tiba-tiba terfokus pada lengan kanannya.
"Apa ini? Kenapa ada disini? Sejak kapan?" Ucap Sakura bingung, tangan kirinya memegang lengan kanannya. Sakura berusaha menghilangkan sesuatu yang menempel dilengan kanannya tapi tidak bisa.
"Benda ini benar-benar menggangu..." Desahnya. Ia kemudian berjalan lagi kearah lemari pakaiannya dan mengeluarkan turtle neck berwarna plum dari lemarinya dan bergegas mengganti pakaiannya itu. Setidaknya ini bisa menutupi tanda berbentuk garis horizontal yang tiba-tiba muncul dilengan kanannya itu, pikir Sakura. Segera disambarnya sepatu androgini yang diletakannya didekat pintu, dipakaikannya ke kakinya dan Sakura segera keluar dari kamarnya sambil menenteng tas.
...
...
Sakura menuruni tangga rumahnya dengan perlahan. Atensinya menuju meja makan yang kini ditempati oleh kedua orang tuanya yang sedang menyantap sarapan pagi. Dengan segera ia melangkahkan kakinya menuju ruang makan yang terhubung dengan ruang tengah itu.
"Hai, Saku-chan... Bagaimana tidurmu?" Sapa ibunya, nyonya Haruno itu menampakkan senyuman diwajahnya yang masih dibilang terlihat muda. Sakura membalas senyuman ibunya.
"Sangat nyenyak Kaa-san!" Ujarnya seraya menarik kursi yang berada diseberang ibunya dan tak lama menghenyakkan pantatnya dikursi besi aluminium hitam yang mengkilat.
Tentu saja ia berbohong. Tadi malam ia bahkan tak bisa tidur sama sekali. Mimpi aneh itu terus menghantui pikirannya. Ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir dengan keadaannya.
"Baguslah kalau begitu." Nyonya Haruno itu tersenyum dan mengangsurkan sepiring sandwich kearah Sakura yang menerimanya dengan ekpresi ringisan. "Aku tidak suka benda aneh ini!" Ia dengan cepat menyingkirkan benda berwarna hijau—selada—didalam sandwichnya. Ibunya hanya cemberut melihat kelakuan putrinya yang semata wayang itu.
"Sakura—"
Teet... Teet…
Sebuah suara klakson menginterupsi pembicaraan kepala keluarga Haruno yang kini mencari sumber dari biang keributan dirumahnya. Sakura berjengit, ia dapat melihat ekspresi wajah ayahnya yang menahan amarah. Sakura menepuk jidadnya agak keras.
"Waah! Sepertinya aku hampir telat!" Ucapnya pura-pura melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. "Waktunya aku berangkat kekampus!" Imbuhnya sambil mengecup pipi ibunya dan ayahnya, dan segera berlalu meninggalkan mereka.
"Gomen sudah lama menunggu, senpai!" Sasuke agak kaget, atensinya menuju Sakura yang kini mengetuk kaca mobilnya yang sedikit terbuka. Dengan perlahan ia membuka pintu mobil Lamborghini hitamnya.
"Aa! Daijobu!" Ucap Sasuke tersenyum tipis.
Suara deru halus mesin mobil membuat Sakura dan Sasuke menoleh. Ia mendapati Ino yang keluar dari mobil Mazda birunya. Tak lama mata Ino membulat. Ia agak kaget mendapati Sasuke ada didepan rumah Sakura.
"Ha-hai! Sakura!" Ucap Ino agak canggung seraya melambai kearahnya.
Sakura membalas melambai kearah Ino. "Hai! Ino!" Serunya. Sakura menoleh kearah Sasuke, sedangkan Sasuke menampakkan raut wajah terganggu akan kehadiran gadis berambut pirang dihadapannya. Mungkin saja dia salah satu fangirlsnya yang gemar memata-matainya itu.
"Tunggu sebentar." Bisik Sakura kepada Sasuke. Sasuke hanya mengangguk singkat. Ia berjalan kearah Ino yang kini menunjukkan senyuman kecil diparas cantiknya.
"Ya ampun Ino! Aku lupa mengirimimu pesan. Seharusnya kau tidak usah menjemputku." Ucap Sakura sambil menepuk jidadnya. Senyum kecil Ino kini memudar. Ia memasang tampang cemberut.
"Baiklah! Bersenang-senanglah dengan pacar barumu! Dan lupakan teman baikmu ini!" Ucap Ino dengan cepat memasuki mobilnya. Sakura yang melihat ulah sahabatnya yang tiba-tiba marah itu mencoba mengetuk kaca mobil Ino.
"Ino! Buka! Aku tidak bermaksud melupakanmu." Ucap Sakura masih setia mengetuk kaca mobil Ino agak keras. Ino mengacuhkan Sakura dan dengan segera menstater mobilnya. Mobil Mazda biru itu berlalu meninggalkan Sakura yang kini pucat pasi.
"Bagus! Aku dapat satu masalah lagi!" Sakura mendecih, Sasuke yang paham akan situasi yang baru saja dialami kekasihnya itu berjalan menghampirinya.
"Hei! Kenapa gadis pirang itu tiba-tiba marah padamu?" Sasuke menyentuh pundak Sakura. Sakura memalingkan wajahnya dan mendongak menatap Sasuke. Ia menggelengkan kepalanya. Sasuke yang tidak tahan melihat tampang cemberut Sakura dengan gemas mencubit kedua pipi Sakura yang sedikit chubby itu. Sakura meringis. Ia menepis tangan Sasuke dari pipinya.
"Aku ini perempuan Sasuke. Tenagamu itu luar biasa kuat sekali." Ucap Sakura mengelus pipinya yang sedikit memerah. Sasuke hanya tertawa melihat ulah Sakura yang menggembungkan pipinya. Malahan ia terlihat lebih err... kawaii.
Sakura yang melihat Sasuke tertawa hanya mendengus dan melengos pergi meninggalkan Sasuke. Sasuke yang tersadar dihadapannya Sakura telah menghilang, dengan segera ia berlari kecil dan menyamai langkahnya dengan Sakura. "Aku hanya bercanda! Kau itu lucu sekali kalau cemberut." Ucap Sasuke dan efeknya Sakura masih saja tak mau menghentikan langkahnya.
Sasuke yang memang orangnya tidak suka diacuhkan, ia langsung menyambar lengan Sakura dan membalikkan tubuh Sakura kehadapannya. Kedua tangannya memegang bahu Sakura dengan lembut. Sakura mendongakkan wajahnya menatap Sasuke yang kini memejamkan matanya sesaat.
"Ternyata kalau kau sedang marah, sama sekali tidak bisa membedakan antara candaan dan fakta." Sasuke menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan.
Sakura membuang wajahnya kesamping. "Tentu saja! Itu kuanggap sebagai penghinaan!" Ucap Sakura menggembungkan pipinya-lagi.
"Aku harus bagaimana agar membuatmu tak marah lagi?" Tanya Sasuke menggerakkan tangan kanannya, menyentuh rambut model pantat ayamnya dan mengacak rambutnya frustasi.
Sakura memalingkan wajahnya, ia mendongak menatap Sasuke. Sebuah suara tawa menembus alat pendengaran Sasuke. Ia dapat melihat Sakura tertawa terbahak-bahak. Karena Jengkel, dengan gesit ia merangkum wajah Sakura dengan kedua tangannya. Sasuke menunduk, dan membungkam bibir merah muda Sakura yang kini terbuka lebar. Karena tak ingin menghilangkan kesempatan. Lidahnya masuk menerobos tanpa izin kedalam hangatnya mulut Sakura.
Sakura yang kaget, memelototkan matanya. Ciuman pertamanya, telah diambil oleh seorang Uchiha Sasuke. Betapa bangganya ia. Baru dua hari yang lalu Sasuke menyatakan pernyataan cintanya, sekarang ia sudah mendapat ciuman gratis dari si womanizer yang telah resmi menjadi kekasihnya itu.
Sakura perlahan menutup kedua matanya menikmati lidah Sasuke yang menginvasi didalam mulutnya. Ia melingkarkan kedua tangannya disekitar leher Sasuke. Sasuke yang menyadari Sakura yang kini menikmati ciumannya, bersorak girang dalam hati, tentunya. Apa jadinya seorang Uchiha Sasuke dengan tampang keren berteriak girang dipinggir jalan?
Sakura yang menyadari lidah Sasuke telah meninggalkan mulutnya, kini ia mencoba menggoda Sasuke dengan menjilat bibirnya perlahan. Karena tanpa sengaja sepatu converse Sasuke menginjak kaki Sakura yang berbalut sepatu androgini. Tak ayal membuat Sakura membuka mulutnya, menjerit. Sebentar lagi lidah Sasuke menerobos masuk kedalam mulut Sakura. Kegiatan mereka diinterupsi oleh sebuah suara gonggongan anjing dan dehaman seseorang yang berada dibelakang mereka. Sontak kedua pasangan yang tengah dimabuk nafsu itu memisahkan diri mereka. Wajah mereka merona merah.
Seseorang yang mereka ketahui sebagai pria itu menggelengkan kepalanya. Pria itu melengos pergi seraya menarik tali yang terikat dikalung anjingnya dan meninggalkan Sakura dan Sasuke yang kini diliputi dengan aura kecanggungan.
"Eetooo... ki-kita lebih baik berang-kat saja Sasuke." Bagus! Sekarang Sakura tertular penyakit gagap mahasiswi bernama Hinata yang memiliki ayah sebagai dekan dikampusnya itu.
Sasuke hanya merespon dengan anggukan. Ia perlahan melangkahkan kakinya menuju mobilnya. Membukakan pintu mobil penumpang untuk Sakura. Setelah Sakura masuk. Ia berjalan memutari mobilnya, dan membuka pintu mobil pengemudi. Sasuke menstater mobilnya, ia mengatur perseneling dan menginjak pedal gas mobilnya perlahan. Mobil Lamborghini itu melesat menuju tempat mereka biasanya menuntut ilmu, Universitas Sapporo.
...
...
"Aku ke kelasku dulu." Ucap Sakura yang kini hendak membuka kenop pintu mobil.
Dengan segera Sasuke menyambar pergelangan tangan Sakura. "Tunggu!" Sakura menoleh, satu alisnya terangkat. Ia mendapati kekasihnya yang tengah memerah bak tomat busuk. Sakura yang menyadari hal itu, dengan refleks ia menggerakan tangan kanannya guna menyentuh dahi Sasuke.
"Sasuke apa kau sakit?" Tanya Sakura. Yang ditanya hanya membuang wajahnya kesamping. Sasuke memalingkan wajahnya, ia menatap Sakura intens tentu saja sebelumnya ia telah menyamarkan rona merah yang menjalar dipipinya yang putih itu.
"Aku tidak sakit Sakura." Tangan Sasuke bergerak keatas, mengambil tangan Sakura yang masih setia menyentuh dahinya. Ia menggenggam tangan gadisnya itu dengan lembut.
"Gomen, soal yang tadi. Aku tidak tahu kenapa sampai tiba-tiba berbuat seperti itu dipinggir jalan."
Sakura melayangkan pikirannya disaat kejadian beberapa jam yang lalu. Rona merah menjalar dipipi mulusnya. Ia membalas genggaman tangan Sasuke. "Daijobu! Aku sebagai pacarmu tidak berhak marah!" Ucapnya sambil menunduk karena malu.
Lama keheningan tercipta. Entah kenapa setelah kejadian itu mereka berdua agak canggung. Sakura segera tersadar. Ia melepas genggaman tangan Sasuke perlahan. "Sasuke aku harus kekelas dulu. Sebentar lagi Shizune sensei masuk kelas. Sampai jumpa!" Ucap Sakura membuka kenop pintu mobil kemudian menutupnya perlahan. Ia melengos pergi meninggalkan mobil Lamborghini Sasuke yang terparkir ditempat biasanya.
Sakura bergegas menuju kelasnya, sebelumnya ia mengambil tumpukan buku yang ia pinjam dari Hinata. Sakura membawa tumpukan buku yang begitu berat itu menuju kelasnya. Tak sengaja atensinya mendapati siluet sahabat kuningnya, Ino berjalan tergesa-gesa di koridor kampus. Ia bertekad untuk menemui Ino dan menjelaskan segala sesuatu yang belum diketahuinya.
"Ino… Ino-chaaan!" Teriaknya seraya melambai-lambaikan tangannya.
Tapi Ino tetap tidak menoleh kearahnya. Sakura menghela nafasnya dalam, apa Ino sebegitu marahnya padanya? Sakura tahu ia memang salah, tidak menceritakan perihal ia sudah menjalin hubungan dengan Sasuke. Ino sama seperti fangirls Sasuke lainnya, ia mengagumi sosok Sasuke yang tampan itu. Sakura berasumsi Ino akan marah karena ia menjalin hubungan dengan Sasuke, makanya ia belum berani menceritakan hal itu. Tapi takdir berkata lain, sesuatu yang akan disembunyikan dengan perlahan akan terungkap juga, bukan?
"Hey! Perlu bantuan?" Sebuah suara khas laki-laki menembus alat pendengaran Sakura. Sakura berjengit, ia kaget.
Sakura memalingkan wajahnya menatap orang yang menyapanya. "Sasori!" Jeritnya. Sasori nyengir, menambah kesan imut yang memang wajahnya sudah tercetak(?) imut dari sananya.
"Sasori! Kau mengagetkanku, tahu!" Ucap Sakura seraya menyodok perutnya Sasori pelan.
"Ittai! Sakit tahu!" Jerit Sasori seraya pura-pura mengelus perutnya yang sakit. Tak lama atensinya mengarah pada Ino yang kini sedang mengobrol dengan teman-teman sepergosipannya. Sasori menatap Sakura yang menatap Ino dengan pandangan nanar. Kening Sasori mengerut dalam. 'Pasti ada sesuatu diantara mereka.'
"Ada apa? Kau punya masalah dengan Ino?" Tanya Sasori yang kini membuka mulutnya.
Sakura mendongak menatap Sasori. Ia hanya mengangguk lemah.
Dengan seenak jidadnya ia merangkul Sakura dan menepuk puncak kepala Sakura perlahan."Wah! Wah! Kalian itu masih seperti anak kecil saja, bertengkar."
Sakura menggembungkan pipinya, ia dengan kasar menyingkirkan tangan Sasori dari bahunya dan menatap tajam Sasori. "Apanya yang anak kecil? Aku yang salah Sasori. Seharusnya sebelum aku menerima Sasuke aku memberitahu Ino. Ia pasti sangat marah padaku." Ucap Sakura menghela nafas pasrah.
Sasori yang sedari tadi belum menganalisa permasalahan apa yang terjadi diantara mereka, kini ia mengangguk singkat. 'Ternyata masalah seorang pemuda, sepele sekali. Dasar gadis-gadis sekarang, bikin repot saja!' Batinnya.
"Aku yakin, kalian nanti akan berbaikan juga." Ucap Sasori menampakkan senyuman tiga jarinya. "Lebih baik kita ke kelas saja!" Tambahnya.
"Ha'i! Ha'i! Tapi, sebelumnya bawakan ini untukku!" Sakura menyerahkan semua tumpukan buku-bukunya kepada Sasori. Sasori dengan reflek mendekap tumpukan buku Sakura yang hampir jatuh kelantai.
"Oi! Ini tidak adil!" Protes Sasori.
"Kau juga tidak adil apabila membiarkanku kencing dicelana, hehehe..." Ucap Sakura tertawa tertahan, kadang meringis menahan panggilan alamnya.
"Aaah... ya sudahlah! Sana!" Desah Sasori. Sakura mengangguk singkat dan melengos pergi menuju toilet wanita yang tepat bersebelahan dengan ruangan kelas yang tidak pernah dipakai. Ia memasuki toilet, tak lama kemudian sebuah suara gadis menjerit mengagetkannya.
"Hiks… INI SUNGGUH TIDAK ADIL! KENAPA IA YANG MENDAPATKAN SASUKE-SAMA? Hiks!"
Sakura menelan ludahya. Bukan timing yang tepat, pikirnya. Ia kenal suara gadis itu, tidak lain adalah suara Kin. Fangirls Sasuke nomor satu yang selalu saja berteriak paling nyaring apabila ia melihat Sasuke dengan bebas berkeliaran dikoridor kampus. Apa boleh buat karena tak tahan lagi ia perlahan memasuki bilik toilet. Sakura berharap Kin yang mengamuk itu tidak menyadari keberadaannya dan mendobrak bilik toiletnya kemudian menyiksanya sampai mati seperti yang sering ia lihat di drama, tokoh antagonis yang membullying tokoh protagonis.
Sakura membuka penutup westafelnya, dan duduk diatasnya. Sebelumnya ia membuka belt, kancing dan zipper skiny jeansnya. Setelah ia sudah menyelesaikan panggilan alamnya, ia masih bergeming di dalam bilik toilet itu. Tentu saja ia sudah menutup zipper dan mengancing skinny jeansnya lalu memasang beltnya, kembali. Kin yang berada disebelahnya masih saja berteriak-teriak tak karuan. Ia meluruskan kakinya yang agak penat. Matanya mulai agak berat, dan melelahkan. Kemarin malam ia hanya tidur beberapa jam saja. Sesekali ia menguap. Teriakan Kin nampak mengabur dari pendengarannya. Tiba-tiba suasana menjadi gelap.
Gadis muda berambut kecoklatan dengan mata teduh dan kulit putih, berlari menaiki undakan tangga sebuah Mercusuar. Ia terus berlari, napasnya kepayahan.
DBUKK
Gadis itu terjatuh dan badannya sukses menggelincir ditangga itu, untunglah tangan gadis muda itu bisa memegang sesuatu yang kuat sehingga tubuhnya berhenti menggelincir. Dilihatnya kebawah, sosok bertudung hitam itu sudah berada didekatnya dan ia membawa sabit ditangan kanannya. Tangannya yang bebas meraih ujung kaki gadis malang itu dan berusaha menariknya. Gadis itu meronta dan dengan cepat dilepasnya sepatunya dari kakinya, gadis itu segera berdiri dan berlari lagi menaiki undakan tangga itu. Dilihatnya pintu besi putih, segera ia membuka pintu itu dan betapa kagetnya ia melihat sosok bertudung hitam itu sudah ada didepannya, Gadis itu hendak melarikan diri lagi, tapi dengan cepat tangannya dicengkram oleh sosok itu, Ia melemparkan gadis itu tepat dipagar pembatasnya. Gadis itu terbatuk, mengeluarkan darah segar dari dalam mulutnya, kemudian ia mendongak dan menatap sosok bertudung hitam itu yang sekarang berjalan mendekatinya sambil mengangkat sabitnya dengan tatapan nanar. Merasa usahanya sia-sia, gadis itu mencoba bangkit, dengan langkah pasti dinaikinya pagar pembatas Mercusuar itu, tapi sayang... sabit sosok bertudung hitam itu, sudah lebih dahulu membelah tubuhnya secara horizontal, potongan sebelah kiri gadis itu, terjun bebas ketebing pantai, membentur batu. Jantung, ginjal, paru-paru kiri serta usus-ususnya tercerai berai. Sosok bertudung hitam itu mengamati sisa tubuh sebelah kanan gadis itu.
"KYAAAAAAAAAAAAAAAAA!" Teriak Sakura dan satu semburan air ternyata bisa membangunkannya. Ia membuka kelopak matanya dengan cepat. Nafasnya tersengal-sengal.
"Anoo… Sakura, daijobu?" Tanya sebuah suara feminin yang nampak canggung. Sakura mendongak menatap seorang gadis berambut pirang yang kini memasang wajah cemas.
Sakura membelalakan matanya, ia tak percaya apa yang telah dilihatnya. "Ino, kenapa kau ada disini?" Tanya Sakura seraya menyeka wajahnya yang basah.
"Eeeeto... Aku tak sengaja mendengar seseorang sedang berteriak, ketika aku berada dibilik toilet disebelah." Telunjuk Ino menunjuk bilik toilet disebelah kirinya. Sakura sempat berpikir untung saja yang membangunkannya adalah Ino bukan Kin. Apa jadinya nanti Kin menemukannya sedang tertidur dibilik toilet dan berteriak-teriak tidak jelas. Mungkin ia akan mengatakan Sakura tidak waras atau hobi menghabiskan waktunya dibilik toilet, dan menyebarkan gosip fitnah itu. Ia bergidik memikirkan gosip murahan itu menyebar. Seumur hidupnya ia tidak pernah ditimpa gosip miring tentang dirinya, kecuali gosip mengenai dirinya yang dikira menggoda Sasuke, hingga Sasuke mau menjadi kekasihnya itu. Sudah cukup, satu gosip murahan itu saja yang tersebar. Ia tidak mau mendengar yang lainnya. Maklum saja, Sakura gadis yang bertekad selalu menjaga catatan bersih didalam hidupnya. Entah kenapa ia tidak menyukai menjadi pusat perhatian orang-orang.
Ino yang sadar dengan keaadaan Sakura yang dibilang tak enak dipandang itu—bajunya serta surainya yang berwarna merah muda pucat itu basah—kini membuka mulutnya. "Gomen Sakura, aku tidak tahu lagi bagaimana caranya membangunkanmu. Jadi... kusiram saja dengan air." Ucap Ino seraya tersenyum prihatin. Sakura hanya nyengir lebar. Ia tahu Ino merasa tidak enak dengannya, karena kejadian beberapa jam yang lalu.
"Tak apa-apa Ino. Eetoo..."
"Gomenasai Sakura!" Ino tiba-tiba berojigi dihadapannya.
Alis Sakura bertautan. "Hah?" Tanyanya bingung.
"Gomen, karena tadi pagi aku marah-marah tak jelas padamu. Aku hanya kesal karena kukira kau tak peduli lagi padaku. Aku sama sekali tak mau mendengar penjelasanmu, waktu itu. Aku benar-benar sahabat egois. Gomen."
Sakura bangkit dari duduknya dan perlahan melangkahkan kakinya menuju kearah Ino. Ia menggerakan tangan kanannya menyentuh bahu Ino. Ino meluruskan tubuhnya dan mendongak menatap Sakura.
"Tidak apa-apa Ino. Aku mengerti." Ucap Sakura yang diakhiri dengan senyuman tulus. "Aku juga salah, tidak memberitahumu yah... aku telah menjalin hubungan dengan Sasuke, aku takut kau marah padaku—"
"Tidak! Aku tidak marah sama sekali." Balas Ino lantang. "Malahan aku senang akhirnya kau mendapat seseorang yang kau cintai." Tatapan Ino melembut. Ino menggerakan tangannya, mengambil tangan Sakura yang berada dibahunya. Ino menggenggam tangan Sakura. "Kalau dia berbuat macam-macam padamu, katakan saja padaku. Biar kuhajar muka sok kerennya itu." Ucap Ino tertawa terbahak dan melepas genggaman tangannya.
Sakura tersenyum. "Arigatou, Ino."
Ino menghentikan tawanya dan memandangi pakaian yang dikenakan Sakura. "Sakura, kau bawa baju ganti tidak?" Tanyanya.
Sakura menurunkan atensinya mengarah pada baju turtle neck yang dikenakannya. "Aku tidak membawa sama sekali Ino. Bagaimana ini?" Tanyanya seraya memeras air yang menyerap di bajunya.
"Tenang Sakura, aku bawa ganti baju. Tunggu sebentar." Ino merogoh tas berwarna jingganya. Setelah menemukan apa yang ia perlukan. Ino menyodorkan tank top berwarna putih yang dilapisi dengan hem berlengan panjang bermotif kotak-kotak berwarna hitam.
"Ini!" Sakura mengambil dua potong pakaian itu dengan gesit.
"Arigatou! Aku ganti baju dulu!" Ucapnya.
"Kutunggu didepan!" Teriak Ino yang melangkahkan kakinya menuju pintu toilet dan menutup pintu itu perlahan.
Ia melepaskan turtle neck yang kini basah kuyup akibat perbuatan Ino yang menyiramnya dengan segayung air. Sakura mematut dirinya didepan cermin, pandangannya terfokus pada sebuah tanda horizontal yang awal mulanya hanya garis horizontal yang biasa saja. Kini nampak jelas, bertambah panjang dan menghitam. Tanda itu menorehkan angka satu pada lengan kanannya.
'Apa ini?' Batinnya berkecamuk.
Tok… Tok…
Sakura menoleh kearah pintu toilet. "Sakura, apa kau baik-baik saja?" Teriak Ino khawatir.
"Ha'i! Aku baik-baik saja Ino!" Balasnya seraya memasang tank top putih dan melapisinya dengan hem bermotif kotak-kotak berwarna hitam.
...
...
"Kalian semua buka halaman 560, baca dan kemudian jawab pertanyaan yang tertera di buku itu. Saya beri waktu 5 menit untuk membaca, wakatta?" Shizune nama dosen yang mengajar sastra bahasa perancis itu berjalan perlahan menuju tempat duduknya.
"Ha'i!" Jawab semua mahasiswa-mahasiswi itu dengan serempak.
"Oi… Sakura! Tadi kau kemana saja, huh?" Bisik Sasori mencondongkan tubuhnya kearah Sakura yang duduk ditempat duduknya seperti biasa, diantara Sasori dan Ino.
"Sudahlah Sasori!" Ucap Ino menginterupsi.
Alis Sasori tertarik keatas. "Memangnya kenapa?" Tanyanya penasaran.
Ino mencondongkan tubuhnya kearah Sasori. Ia menoleh, menatap wanita berambut hitam yang kini duduk santai membenamkan wajahnya kesebuah buku tebal. Karena merasa timing yang tepat ia memalingkan wajahnya kearah Sasori. "Sakura sedang mengalami hari-hari yang berat." Bisik Ino.
"Ha?" Bisik Sasori agak terkejut.
Sakura yang mulai jengkel dengan ulah kedua temannya yang dengan sengaja mengacaukan konsentrasi membacanya kini mulai angkat bicara. "Hey, kalian! Kalian tidak dengar apa yang dikatakan Shizune sensei barusan?" Sakura menegur Ino dan Sasori yang asyik menggosip tentang dirinya.
"Anoo.. etoooo…"
"Hn! Kami mendengar dengan jelas, nona pinky!" Potong Sasori jengkel, karena Sakura menginterupsi pembicaraannya dengan Ino.
Urat saraf dikepala Sakura mengencang. "Baguslah!" Ujarnya pura-pura kesal dan kembali membaca tulisan yang terpampang dihadapannya.
Wanita berperawakan mungil itu bangkit dari duduknya, ia berjalan perlahan dan memutar tubuhnya menghadap para mahasiswa-mahasiswi yang menatapnya tanda tanya. "Waktu untuk membaca sudah habis. Silahkan jawab pertanyaan tersebut." Ia menunjuk tulisan yang terpampang diatas white board yang berada dibelakangnya. "dan jangan melihat teks yang sudah kalian baca." Tambahnya sambil menyeringai seram.
"Ha-Ha'i!" Jawab mahasiswa-mahasiswi itu gugup.
Sasori dan Ino memposisikan kembali tubuh mereka. Sakura menghela nafasnya pelan. 'Akhirnya mereka tidak menganggu lagi.' Batinnya. Pikirannya melayang ketika ia tanpa sengaja tertidur dibilik toilet. Mimpi aneh itu menghantuinya lagi. Apa maksud dari semua ini?
Shizune yang menyadari Sakura termenung, menyapa gadis bersurai merah muda pucat itu. "Sakura-san, apa kau baik-baik saja?" Tanyanya.
Sapaan dari dosennya itu membuyarkan lamunannya. Ia mendongak menatap dosennya. Tersenyum meyakinkan sang dosen. "Aaa… Tak apa-apa Shizune sensei!"
Shizune mengangguk singkat. "O.K! Lanjutkan menjawab pertanyaannya!" Ia kembali pada rutinitas awalnya membaca buku yang berada dihadapannya.
Sakura tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan kembali menatap tulisan diatas whiteboard. Tangannya dengan lincah menorehkan tinta hitam diatas kertas putih yang dimintanya dari Ino. 'Semoga saja mimpi itu tidak berarti apa-apa.'
"Hey! Sebenarnya ada apa denganmu, Sakura? Apa kau sakit?" Tanya Sasori, kini mereka sedang duduk dibawah pohon tua yang disekitarnya ditumbuhi tanaman clover.
"Iie!" Bantahnya. "Aku hanya merasa kepalaku sangat berat, dan akhir-akhir ini tidurku selalu tidak nyenyak." Ucap Sakura seraya memijat-mijat keningnya perlahan.
Ino yang sedang membaca majalah fashion, atensinya beralih menatap Sakura "Apa kau sudah kedokter?" Tanyanya cemas.
Sakura menggeleng lemah. "Hah~ belum! Tapi sepertinya Insomnia biasa." Sakura menghela nafasnya perlahan. Matanya terpejam sesaat, lalu mendongak menatap langit yang menampilkan untaian kanvas yang kini berubah warna menjadi merah dengan gradasi jingga. Ia tersadar, atensinya mengarah jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. "Ya ampun!" Jeritnya.
Sasori dan Ino yang nampak kaget menoleh kearah Sakura. "Aku berjanji dengan Sasuke senpai pulang bersama. Kenapa aku sempat melupakannya." Sakura bangkit dari duduknya. Ia memperbaiki tank top dan hem berlengan panjang yang terlihat kumal. "Mata nee~" Ia melengos pergi meninggalkan Ino dan Sasori seraya melambai.
"Hm, mata nee!" ucap Ino dan Sasori hampir bersamaan membalas lambaiannya.
Ino menoleh kearah Sasori yang masih melihat kepergian Sakura. Sasori yang merasa diperhatikan langsung menoleh ke arah Ino.
Satu alis Sasori terangkat. "Nande?"
Ino langsung memamerkan sederetan gigi-gigi putihnya. "Antar kan aku ya?"
"Tidak mau! Kau 'kan bawa mobil!" Ucap Sasori acuh, ia bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Ino.
"Saso-chan~ Kau tega sekali padaku!" Ucap Ino setengah berteriak. Tapi yang diteriakinya malah acuh tak acuh sambil terus berjalan menjauh darinya.
...
...
Sakura nampak sedang memikirkan mimpi-mimpi yang akhir-akhir ini selalu menganggu tidurnya.
'Ah~ pasti ada sebuah penjelasan! Yah aku yakin!' Batinnya sambil memandang kosong kedepan.
"Sakura! Bagaimana kalau malam ini kita pergi menonton? Aku punya film bagus!" Ucap Sasuke tanpa mengurangi konsentrasi menyetirnya. Yang ditanya malah tidak merespon.
Sasuke menoleh kearah Sakura yang masih memandang kedepan. 'Sepertinya sedang melamun.' Batin Sasuke.
"Sakura! Apa kau baik-baik saja?" Tanya Sasuke seraya menepuk pelan bahu Sakura. Ia sengaja menepikan mobilnya, guna mengetahui keadaan kekasihnya itu.
Tak elak tepukannya itu membuat Sakura tersadar. Ia menoleh kearah Sasuke yang kini memasang tampang cemas. "Eh?" Ucap Sakura seperti baru tersadar dari lamunannya.
"Apa yang sedang kau pikirkan? Sepertinya serius sekali!" Sasuke melepaskan sentuhan tangannya di bahu Sakura.
"Eh? Iie!" Sakura menggelengkan kepalanya. "Hanya seputar tugas-tugas kuliah!" Elaknya. Ia enggan menceritakannya pada Sasuke. Memang apa yang mau ia ceritakan? Seputar mimpi-mimpi horornya? Paling-paling Sasuke akan berkomentar 'Itu hanya mimpi! Tidak usah terlalu dipikirkan!'
"Mau kubantu?" Tawar Sasuke.
"Iie! Aku akan berusaha untuk menyelesaikannya sendiri!"
Sasuke menghela nafasnya perlahan "Begitu?" Ia memalingkan wajahnya kedepan, menstater mobilnya. Mobilnya kembali melesat menuju kediaman Haruno. "Kalau kau perlu bantuanku! Aku akan selalu stand by 24 jam!" Ucap Sasuke ditengah-tengah keheningan yang melanda.
Sakura yang masih memikirkan tentang mimpi anehnya itu, kemudian menoleh menatap Sasuke dan tersenyum. "Ha'i! Arigatou senpai!"
Tak lama deru halus mesin mobil Lamborghini itu berhenti. Sakura yang telah menyadari berada didepan rumahnya, kini menoleh kearah Sasuke. "Kau mau masuk?" Tawar Sakura.
Sasuke hanya meresponnya dengan gelengan singkat. Tentu saja ia agak takut menemui kedua orang tua Sakura. Terlebih dengan kelakuannya dipagi hari tadi, membunyikan klakson dengan seenak jidadnya. Sakura tersenyum. Ia hendak membuka kenop pintu mobil Sasuke. Tapi Sasuke segera menahan tangan Sakura.
"Eh? Ada apa Sasuke?" Tanyanya.
Sasuke memajukan wajahnya. Sakura yang menyadari hal itu, langsung menutup matanya. Apakah Sasuke akan menciumnya lagi? Pikirnya. Tapi tak lama sebuah suara click terdengar. Sakura membuka matanya.
"Saku-chan... kau lupa melepaskan seatbeltnya." Bisik Sasuke, wajahnya berada disamping telinga Sakura. Membuat Sakura melebarkan matanya. Oh! Hell! Sekarang ia nampak bodoh dihadapan Sasuke. Ia menundukan wajahnya karena malu. Sasuke yang menyadari Sakura tak merespon apa-apa, kini ia memundurkan wajahnya, masih menciptakan jarak sekitar tiga puluh senti. Sasuke mengangkat wajah Sakura perlahan dengan jari telunjuknya yang menyentuh dagunya agar ia bisa melihat wajah kekasihnya itu.
"Kau kenapa?" Hembusan nafas Sasuke beraroma mint itu menerpa wajah Sakura, sontak membuat rona merah menjalar dipipinya. Sakura menggelengkan kepalanya perlahan.
"A-aku masuk dulu, Sasuke." Ucap Sakura gugup.
Sasuke mengangguk singkat. Ia memposisikan tubuhnya kembali, duduk bersandar dikursi pengemudi. Sakura membuka kenop pintu mobil Sasuke. Ia keluar dari mobil. Sebelum ia menutup pintu perlahan. Sakura tersenyum, "Sampai jumpa besok, senpai!" Ucapnya.
Sasuke menoleh menatap Sakura, ia membalas senyuman kekasihnya. "Hn!"
BLAM
Pintu mobil itu tertutup. Sebuah seringaian terpatri diwajahnya yang tampan itu. "Dasar gadis lugu." Gumam Sasuke yang masih memandang punggung Sakura yang kini tak terjangkau oleh pandangannya.
...
...
Seorang gadis muda tengah berlari disebuah labirin gelap. Napasnya terengah-engah, keringat mengalir dipelipisnya. Rambutnya yang pirang, agak berantakan dan mata birunya memancarkan ketakutan yang amat sangat. Dengan cepat, gadis itu masuk kesalah satu pintu tua yang didapatkannya disekitar situ, menutupnya lalu menahan pintu itu dengan kekuatan yang masih tersisa ditubuhnya. Gadis itu, menangis ketakutan saat pintu itu berusaha didobrak dari luar, hampir saja terbuka, untunglah gadis itu masih kuat menahannya. Beberapa menit berlalu, sepertinya sesuatu yang mendobrak itu sudah berlalu entah kemana, gadis itu melongsor kelantai dan menangis sambil memeleluk kakinya. Sakura melihat dengan jelas apa yang terjadi dengan gadis itu, dengan takut-takut dihampirinya gadis malang itu, Sakura mengusap rambut pirang gadis itu, berusaha menenangkannya tapi tidak berpengaruh.
"Your Afraid, Honey"
Sakura mendengar sebuah suara, dengan cepat dia membalikan badannya, Sakura ternganga, wajahnya menampakan ketakutan yang amat sangat. Dilihatnya gadis itu juga ketakutan sama sepertinya, dengan cepat tangan gadis itu meraih gagang pintu tua itu, berusaha membukanya tapi tidak bisa, Sakura berusaha membantunya juga, tapi mereka tetap tidak bisa membuka pintu itu
"You can't go from this place" Sosok itu semakin mendekat dan bersiap mengayunkan sabitnya kearah mereka berdua.
"KYAAAAAAAAAAAA..." Gadis itu dan Sakura berteriak sekencang-kencangnya saat sabit itu menyentuh leher mereka berdua.
JRASSS
Darah segar mengalir membasahi ruangan itu dan juga muka dan tubuh Sakura, Sakura berusaha membuka matanya yang tadi ditutupnya, dan dia hampir kehilangan akal melihat potongan kepala gadis muda itu tergeletak tidak jauh dari Sakura berada, Sakura membekap mulutnya, ia meringis pelan. Dilihatnya sosok bertudung hitam itu mengangkat potongan kepala gadis malang itu dan membawanya dengan tangan kirinya. Sosok itu kini berjalan mendekat kearah Sakura, Sakura semakin gemetar keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya, ingin sekali rasanya dia berlari tapi kakinya sudah tidak sanggup untuk berdiri. Sekarang sosok bertudung hitam itu, mengayunkan sabitnya kearah Sakura dan..
"KYAAAAAAAAA..." Sakura terpelonjak bangun.
"hhh...hhhh...hhhh... mimpi seperti itu lagi!" gumamnya seraya mengelap keringat didahinya dengan punggung tangannya.
Ia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamarnya. Dituruninya tangga menuju lantai bawah dan segera menuju kedapur. Ia membuka salah satu pintu lemari es dua pintu dihadapannya, mengambil sebotol air mineral lalu meneguknya.
Diliriknya jam dinding yang tergantung sempurna diatas pintu, menunjukkan pukul tiga menjelang pagi. Dikembalikannya botol air mineral yang dipegangnya dan berjalan kembali kekamarnya. Ketika kakinya akan melangkah menaiki anak tangga pertama, matanya tertuju pada sebuah cairan berwarna merah pekat tercecer dianak tangga. Disentuhnya cairan itu dan menciumnya.
'Akh! Baunya sangat amis. Tidak salah lagi! ini darah' Batinnya. Diikutinya bercak-bercak darah tadi hingga bercak darah itu menghilang tepat didepan kamarnya.
'Sebenarnya ada apa ini? Mengapa bercak darah ini menuju kamarku?' Batinnya. Dengan ragu dibukanya pintu kamarnya.
"KYAAAAAAAAA!" Ia menjerit histeris. Ketika tiba-tiba sesosok mayat yang ia yakini adalah mayat ayahnya tergantung terbalik dipintu, kepala mayat tersebut kini tepat didepan wajahnya. Ia segera bergerak mundur, matanya terus mengamati tanpa kedip mayat didepannya. Mayat itu hampir tak berbentuk, wajah tampan ayahnya kini telah rusak parah, salah satu matanya hampir terlepas jika tidak ditahan oleh urat matanya, tulang hidungnya remuk hingga darah terus mengalir dari sana.
"Tou...san!" Ucapnya lirih sambil menatap nanar kearah mayat itu. Ia membungkam mulutnya, kakinya lemas, tubuhnya terasa tak bertulang hingga ia tak sanggup menahan bobot tubuhnya dan terjatuh. Air matanya mulai keluar dan tubuhnya bergetar hebat.
'Sebenarnya siapa yang tega melakukan hal ini!' Pikirnya.
Matanya membelalak dan tangisnya bertambah keras saat kepala ayahnya terpotong dan jatuh menggelinding kearahnya. Dilihatnya orang yang menebas kelapa ayahnya, seseorang dengan tudung hitam serta pakaian yang serba hitam dengan sabit panjang ditangannya.
'Dia...dia... dia yang selalu ada dimimpiku! Dia yang telah membunuh gadis-gadis itu dan juga... Tousan!' Pikirnya sambil terus memperhatikan sosok dihadapannya.
"KAU! KENAPA KAU MEMBUNUH OTOO-SANKU?" Teriak Sakura pada sosok itu.
Sosok itu tidak menjawab hanya menyeringai kearahnya. Sosok itu kini mendekat kearahnya dan akan menghujamnya dengan sabit yang digenggamnya. Sakura segera bangkit dan berlari menuruni tangga.
"OKAA-SAN!" Teriak Sakura berharap ibunya dapat mendengar teriakannya. Tapi hanya keheningan yang ia dengar.
Sakura berusaha menuruni tangga dengan cepat. Tujuannya sekarang adalah kamar ibunya. Ia dengan cepat membuka pintu kamar ibunya.
"KYAAAAAAAAAA!" Sakura kembali berteriak histeris saat melihat tubuh ibunya terbelah menjadi beberapa bagian. Kedua kakinya entah kenapa masuk kedalam bak sampah. Tangannya tergantung pada gantungan baju layaknya kaos tangan. Badan bagian atasnya terbelah-belah lagi menjadi bagian-bagian kecil yang berceceran di atas tempat tidur. Badan bagian bawahnya berhamburan dilantai, nasibnya sama seperti tubuh bagian atas. Darah mengalir disetiap potongan-potongan tubuh tersebut. Dan yang paling membuatnya shock, kepala ibunya dengan mata yang masih terbuka tergantung pada lampu hias yang berada dikamar tersebut.
Sakura terduduk lemas. Kepalanya mulai berdenyut tak karuan dan membuat pandangannya berbayang. Ia mulai menangis kembali dengan tangisan yang lebih keras.
"Don't cry, Baby!"
Sakura melihat kearah sumber suara tersebut. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha memperjelas pandangannya. Kini terlihat jelas sosok bertudung hitam dengan sabit ditangannya mendekat kearahnya.
Sakura bergerak kebelakang berusaha menjauh dari sosok mengerikan itu dan sosok itupun semakin mendekat.
"Hey! Don't move! I'll not hurt you! But I want to kill you!" Ucap sosok itu seraya terkekeh.
Sakura terpojok saat tubuhnya menyentuh dinding dibelakangnya. Sosok bertudung hitam itupun kini berdiri tepat didepannya. Sosok itu kemudian berjongkok. Ia memegang dagu Sakura. Hingga Sakura memandang langsung mata sendu sosok didepannya. Mata itu tidak asing baginya. Ia seperti pernah melihat mata itu disuatu tempat entah dimana.
Keringat dingin mulai bercucuran deras membasahi piyama yang melekat pada tubuh Sakura. Ia memandang takut sosok bertudung hitam dihadapannya. Sosok itu menempelkan sabitnya keleher putih jenjang Sakura.
Glek!
Sakura tampak menelan ludahnya saat sosok itu mulai menekan sabitnya. Sosok itu terlihat menyeringai dan sedetik kemudian ia dengan cepat menggerakkan sabitnya.
"KYAAAAAAAAAA..."
.
.
.
To Be Continue...
Haaaaaaaaaii Minna! Saya author pendatang baru di FFn. Saya tidak menyangka akan mempublish ulang dan merombak fic—yang sebenarnya berasal dari fic collab kami dengan karakter berbeda, tentunya kekekeke~
Ide alurnya memang pure dari kami. Maaf kalau ada typo sana sini, ataupun miss typo. Kami sudah sangat berusaha. *sigh* Eetooo... maafkan kami, kami *terutama saya* tidak terlalu lihai membuat deskripsi SasuSaku kissing scene... Aaaaaaaaargh! Pasti sangat aneh! *ojigi*
Yep! Keep or delete?
We want RnR, pleaseeee?
Sign,
Nyan himeko, Vanille Yacchan, and Eun bling-bling...
