with the dead

Rozen91

Harry Joker © P. T. Rowling

.

.

.

'


"...sebenarnya aku selalu sendirian."


...o0o...

Aku berdiri di samping ibuku. Saat mendongak, maka ibu akan melepas tatapannya dan melirikku. Senyum lembut terulas dan iapun membelai rambut berombak di kepalaku.

"Orphe." Salah seorang pamanku mendekat dan memelukku. Aku ingat kehangatan di suatu musim dengan cahaya matahari yang panasnya sangat menyengat. Air mataku keluar saking tak tahannya. Lalu, ibu mengeluarkan tongkat sihirnya dan menggumamkan mantra tanpa suara. Sontak suhu tubuhku turun, tidak dingin dan tidak juga panas. Kehangatan yang sama di musim yang berbeda. Paman Ron berbisik dengan nada gemetar, "kami semua ada untukmu."

Banyak hal yang terjadi menimpa ayah. Kini ayah merasa sangat bersedih. Tapi, ibu memegang bahuku, membiarkan ayah sendirian memandang kuburan yang masih basah. Aku tahu seseorang yang sangat penting bagi ayah sudah meninggal. Aku pikir tidak seharusnya bertanya karena ibu juga terlihat ingin menangis. Aku tidak beranjak dari sisi ibu tapi orang-orang yang mulai melangah pergi mengucapkan belasungkawa dan melemparkan tatapan iba padaku. Aku tidak mengerti kenapa mereka melakukannya. Tapi, ibu berjongkok dan berbisik di telingaku. "Sahabat dekat ayah sudah pergi jauh. Mereka turut berduka cita untuk ayah. Kau anak baik, 'kan? Jawab mereka dan bilang terima kasih."

Aku mengangguk. Melakukan perintah ibuku. Lalu seorang wanita berambut putih dengan semburat keemasan tersenyum padaku. "Kamu anak yang tegar, ya, Orpheus."

Ibu tersenyum ke arah wanita itu—bibi Luna, seraya mengatakan, "itu pujian untukmu. Ucapkan terima kasih." Ibu selalu melakukan ini. Mengajarkan apa yang harus aku lakukan mengenai tata krama dan lain-lain. Ibu bilang hal ini akan sangat berguna. Orang-orang suka dengan anak yang sopan. Mereka akan bersimpati dan membantumu serta memberikan kepercayaan padamu.

"Orpheus." Bibi Ginny membungkuk, menyejajarkan wajah denganku. "Aku membawa minuman hangat. Kau mau meminumnya dengan James?"

"Ikut bibimu, James," kata ibu, "aku akan berbicara pada ayahmu."

Aku mengangguk, menggenggam tangan bibi Ginny. Mataku mengikuti punggung yang menjauh. Berdiri di samping ayah, menyelipkan lengannya ke lengan ayah, dan kemudian berbicara. Mungkin ibu sedang menghibur ayah. Lama kemudian ayah membalikkan badannya, berjalan pelan dengan kepala tertunduk. Sementara ibu masih tinggal di sana. Seperti ayah sebelumnya, berdiri di depan kuburan itu.

Sekarang ibu yang bersedih.

Mungkinkah sahabat ayah adalah sahabat ibu juga?

...o0o...

Umurku 16 tahun saat untuk kedua kalinya aku berjalan menyusuri bunga-bunga liar yang tumbuh di belakang pekarangan manor. Makam sahabat dekat ayah dan ibu ada di seberang sungai kecil setelah jalan setapak ini. Makam itu di kelilingi oleh pagar besi yang ramping dan cantik. Berwarna hitam serta di hiasi tanaman-tanaman menjalar. Ayah selalu datang untuk merawat makam ini. Ibu senang dan selalu ikut membantu. Ia menggulung rambut coklatnya yang ikal dan memanggilku untuk menaruh rumput-rumput liar yang sudah dibersihkan ayah ke plastik bening.

Umurku 16 tahun saat makam kedua ada di sana. Teman-teman ayah dan ibu datang dan tak bisa meredam kesedihan. Aku mendekati dan berlutut di samping grandma, memeluknya dan mengelap air mata yang mengalir di pipinya yang berkerut. Grandpa menarik nafas dalam-dalam dan aku melingkarkan lengan di tubuhnya yang tidak lagi muda. "Semua akan baik-baik saja."

Aku percaya itu. Karena, ayahpun mengatakannya dengan senyum sedih. Berdiri di sampingku dan meremas bahuku. "Son, semua akan baik-baik saja." Ibu memelukku dan mengecup keningku. "Jangan khawatir."

"Orphe." Paman Harry dengan mata yang memerah awalnya menepuk-nepuk pundakku, tapi kemudian memelukku erat. "Kami semua ada untukmu. Kalau kau butuh sesuatu, jangan sungkan untuk bilang pada kami."

"Terima kasih, uncle Harry/Harry." Mataku melirik ke samping, ayah dan ibu serta diriku membagi senyum. Tak menyangka bahwa akan mengucapkannya bersamaan.

Hari itu salju terakhir menghujani kami semua. "Kakek dan nenekmu harus dihibur dulu. Pergilah, temani para tamu."

"Baik, mum." Ibu mengecup pipiku dan ayah memelukku lagi. Aku berdiri sebentar di tempatku, tidak segera melaksanakan perintah ibu. Mataku mengikuti punggung kedua orangtuaku yang berjalan di bawah hujan salju ke arah kakek dan nenek. Setelah itu, aku beranjak pergi. Menyusuri bunga-bunga liar yang tertutupi oleh timbunan-timbunan salju. Mungkin mereka tidak tumbuh di musim dingin. Aku tidak tahu. Kakiku berjalan di sepanjang jalan setapak menuju manor. Yang rasanya sangat sepi jika hanya aku sendiri yang melangkah di koridornya yang besar.

...o0o...

Saat liburan musim panas, aku tidak sengaja melihatnya saat berjalan-jalan di rumah kaca. Mendadak aku merasa bodoh, apa aku sudah menginstruksikan agar peri rumah menjaga kebersihan di makam? Aah! Aku tidak ingat!

Cahaya senja membuat bayangan memanjang di padang bunga-bunga liar. Sosok grandma terlihat di jalan setapak. Aku buru-buru berdiri dan membuka pagar makam, menghampiri grandma dengan badan penuh keringat. "Grandma," ucapku memelas, "tidak perlu. Aku tidak mau grandma kelelahan. Bagaimana kalau grandma buatkan kue pai kesukaanku? Aku sangat ingin memakannya setelah menyelesaikan semua ini."

"Baiklah, dear. Kakekmu sebentar lagi pulang. Bersihkan dirimu sebelum makan malam."

"Baik, grandma. Kakek pasti tidak mau melihat cucu kesayangannya ini seperti anak kecil yang suka bermain di lumpur saat hujan." Sebelum pergi aku mencabut beberapa bunga liar untuk ditaruh di vas kaca di atas meja belajarku. Grandma menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata bahwa aku mirip dengan ibu yang mengubah seluruh jendela manor menjadi kebun atau lebih tepatnya toko bunga. Nenek tidak pernah mengatakannya, tapi aku tahu kalau nenek menghabiskan waktu luangnya untuk merawat bunga-bunga itu.

Nenek sama seperti ayah. Ayah tidak pernah membicarakannya, namun seringkali aku melihat kesedihan di sorot mata ayah saat melihat nenek mengganti air atau saat mencabut daun-daun layu di vas-vas bunga itu. Saat ayah pergi, ibu bilang kalau ayah khawatir dan sedih jika grandma kesepian. Oleh karena itu, ketika teman-teman ayah dan ibu membuat rencana untuk pesta kebun, nenek sangat antusias dan berkata bahwa ia sudah berpengalaman untuk membuat pesta kebun, yang muda-muda sebaiknya belajar padanya. Pada akhirnya, pesta kecil-kecilan itu berubah menjadi pesta besar. Paman Ron menelpon orangtuanya dan saudara-saudaranya—nenek tampak tertarik saat melihat benda muggle itu. Karena itu, aku membelinya saat diajak James jalan-jalan ke wilayah muggle. Ayah dan ibu terlihat senang saat melihat grandpa punya teman bicara tentang industri, perdagangan, atau masalah-masalah di kementrian. Ayah bilang bahwa grandpa sedang sibuk mengurusi beberapa hal yang menyangkut masa depanku. Lalu, ibu menambahkan, karena itu kau harus menghormati dan menyayangi mereka, Orphe.

Waktu itu benar-benar sangat menyenangkan. Manor Malfoy yang diam tiba-tiba menjadi penuh tawa dan keributan. Kuharap musim panas ini akan diadakan pesta yang sama meriahnya.

"Orphe."

Aku menoleh ke belakang. Pekerjaanku membersihkan makam tinggal sedikit. Dan ayah dan ibu baru datang untuk memanggilku. Berdiri di ujung jembatan.

"Sedikit lagi!" seruku, buru-buru menyelesaikan pekerjaanku.

Aku merenggangkan badan setelah lama berjongkok dna membungkuk di sana-sini. Bulir keringat mengalir dari sisi wajahku. Cahanya jingga di musim panas itu menyilaukan, karenanya kuangkat lengan di atas mataku. Sedikit kulihat siluet bayangan ayah dengan jas yang selalu ia pakai bergoyang dihembus angin, dan ibu yang mengepang rambut ikalnya.

Berpegangan tangan di tengah-tengah hamparan bunga-bunga liar yang mulai menguncup satu persatu.

Aku merasakan kedutan yang terasa ringan di bibirku.

Tanpa sadar air mataku mengalir.

'...Jangan menghilang tiba-tiba.'

Aku juga ingin berpamitan.

_the end

: ORPHEUS MALFOY_

author corner!

yup,, Orpheus di sini adalah Orpheus Malfoy yang di UNBORN,, tapi tapi fic ini gak ada hubungannya dengan yang UNBORN yaa,, gak ada hubungannya sama sekaliiii,,, XD

Saya ingin membuat fic ini dari 3 POV, Orpheus, Draco, dan Hermione,, yaah begitulah,,, =w= ,, sesekali pengen lagi buat fic yang sulit dimengerti, nggak punya alur, dan lain sebagainya (ini fic apaaan! xD)

yoshaa! thanks for reading!

(ノ^ヮ^)ノ*:・゚✧ yoohoo~

Stay fabulous!