CHAPTER 1

D

.

.

"Terimakasih! Datang kembali ya.." Hakyeon tersenyum kepada seorang wanita yang sudah membeli sebuket bunga di tokonya. Pandangannya belum lepas dari wanita itu sampai sepeda yang dikendarainya sudah berbelok arah.

Hari sudah mulai sore, sudah saatnya Hakyeon beres-beres dan menutup tokonya. Dengan segera ia membersihkan meja dari potongan tangkai-tangkai bunga yang berserakan. Tangannya yang semula tadi bekerja seketika terhenti ketika sepasang matanya menemukan sebuah buku hitam berukuran sedang, seperti buku diary.

"Milik siapa ini? Aku tidak yakin punya buku seperti ini." Hakyeon berusaha mengingat-ingat jika saja ada seorang pelanggan yang meninggalkan bukunya disini.

"Sanghyuk.. mungkin ini miliknya, Sanghyuk-ah! Kemarilah sebentar." Panggil Hakyeon.

"Ne hyung..?" Sanghyuk menghampiri Hakyeon sedikit terburu-buru.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Apakah buku ini milikmu?" Tanya Hakyeon sembari menunjukkan buku yang ia temukan tadi.

"Ah aku tidak punya buku yang seperti itu hyung.." Jawab Sanghyuk.

Hakyeon hanya mengangguk, "mungkin saja tadi ada pelanggan yang tidak sengaja meninggalkan bukunya hyung.." Tambah Sanghyuk.

"Iya.. aku juga berfikir seperti itu, baiklah kita tunggu besok saja. Kalau dia memang pelanggan disini ia pasti akan datang kemari untuk mengambilnya. Simpan ini, aku akan menghitung sisa bunga di belakang." Sanghyuk pun mengangguk mengerti, "Ne hyung.."

.

.

D

.

.

Waktu itu Hakyeon masih berusia 16 tahun dan Sanghyuk masih berusia 10 tahun. Hakyeon kecil baru pulang sekolah, ia bergegas masuk ke rumah ketika kekacauan mulai terlihat di ruang tamu. Ia berteriak memanggil Ibu dan Ayahnya, namun nihil tidak ada yang menyahut. Hakyeon kecil berlari mengelilingi rumah besarnya. tempat terakhir.. saat ia berpijak di depan kamar orang tuanya dirinya seketika lemas dan tak berdaya, bahkan ia tidak bisa merasakan detak jantungnya sendiri. Dengan segala tekadnya ia menuntun sang adik yang juga baru pulang dari kursus belajarnya keluar dari rumah sebelum masuk ke dalam kamar orang tuanya, walaupun tangannya berkeringat dan tubuhnya bergetar ketakutan, ia terus menuntun sang adik yang tidak berhenti bertanya akan sikap anehnya.

Hingga akhirnya mereka sampai di kantor polisi yang dekat dengan kawasan rumah megah keluarga Cha.

"Siapapun.. tolong aku.. hiks pak polisi tolong! Ibu dan ayahku hiks.."

"Hahhh.. Hahhh.." Hakyeon terbangun dengan keringat yang membasahi keningnya. Mimpi itu datang lagi, sebuah kenangan yang tidak ingin ia ingat dan ia kenang. Hakyeon hanya ingin membayangkan wajah mereka yang tersenyum bahagia di alam sana.

Ia pun bangkit dari ranjangnya dan berjalan menuju dapur, mengambil segelas air putih untuk menenangkan pikirannya sejenak.

"Sanghyuk.. kau belum tidur?" Tanya Hakyeon saat melihat Sanghyuk di ruang tengah yang masih bermain dengan puffy, seekor anak anjing berbulu putih yang mereka pelihara.

"Aku hanya tidak bisa tidur hyung.." Hakyeon hanya mengendikan bahunya dan meneruskan langkahnya ke dapur.

"Lalu kenapa hyung terbangun?" Hakyeon tersenyum ke arah Sanghyuk dan menggeleng pelan. "Kerongkongan ku kering sekali, aku butuh minum."

.

.

D

.

.

"Aku berangkat hyung.." Sanghyuk berpamitan pada Hakyeon yang mulai mempersiapkan toko bunganya.

"Hati-hati.. Jangan pulang terlalu larut, jika ada suatu hal yang terjadi cepat hubungi aku.." Sanghyuk terkekeh pelan mendengarnya, "Iya..iya hyung, jaga dirimu juga." Hakyeon hanya mengangguk lalu masuk ke dalam toko. Sanghyuk tahu betul betapa cemasnya sang kakak semenjak kepergian orangtua nya. Yah.. ia pun sama khawatirnya pada Hakyeon, pada inseden yang menimpa kedua orangtua nya lima tahun lalu belum juga ditemukan sang pelakunya. Maka dari itu ia dan Hakyeon harus berhati-hati layaknya di awasi oleh seseorang.

Tak terasa Sanghyuk sudah sampai di halte bus, karena masih pagi belum terlalu banyak orang yang berlalu lalang di sekitar jalanan.

"Hey.." Sanghyuk yang mendapat tepukan di bahunya sontak berjengit kaget.

"Aish saekki-ya.. kau tahu? Aku hampir saja kehilangan nyawaku.." Ujar Sanghyuk berlebihan. Itu teman satu sekolahnya, Sungjae.

"You're so mean Hyuk-ah.. Ya! sepulang sekolah kau akan menemaniku ke tempat perkelahian anjing kan?" Tanya Sungjae sambil membenahi jas almamaternya.

"A-aku harus pulang cepat, hyung-ku..."

"Ah.. bilang saja kalau kita ada kelas tambahan, bagaimana?" Mohon Sungjae dengan memotong pembicaraan Sanghyuk.

"Hahh.. baiklah, tapi aku hanya akan menonton babak pertama saja ya." Mata Sungjae pun berbinar senang.

"Tidak masalah.. Ah itu bis nya.."

.

.

D

.

.

"Ini pesananmu kemarin, semoga kau menyukai desain nya." Hakyeon tersenyum ramah kepada wanita paruh baya yang merupakan pelanggannya.

"Kau begitu handal dalam merangkai bunga.." Wanita itu mencari-cari keberadaan nametag di baju Hakyeon. "Hakyeon.. namaku Cha Hakyeon" Ujar Hakyeon memperkenalkan dirinya

"Ah.. Hakyeon-ah terimakasih ya, aku akan lebih sering datang kesini." Sekali lagi Hakyeon tersenyum dan membungkuk formal pada wanita paruh baya itu.

Sepeninggal wanita paruh baya itu datanglah seorang pria dengan jas yang terlihat mewah dan mahal. "Selamat siang, selamat datang di toko kami.. Ada yang bisa kulakukan untukmu tuan..?" Sapa Hakyeon.

"Aku butuh sebuket bunga mawar merah." Ujarnya seadanya, karena matanya masih fokus pada gadget di tangannya.

"Baiklah, tunggu sebentar. Kau bisa menunggu dulu di kursi depan, aku akan mengerjakannya dalam waktu-" Pria berjas itu sedikit kesal karena Hakyeon terlalu banyak basa basi, ia pun memotong ucapannya dan melirik sinis ke arah sang florist.

"-Bisakah kau tidak banyak bica..ra.. Hakyeon?! Kau benarkan Cha Hakyeon?!" Pria itu terkejut berkebalikan dengan Hakyeon yang mengeryit heran.

"Maaf.. kau mengenaliku?" Tanya Hakyeon hati-hati.

"Tentu saja! Bagaimana aku bisa melupakan mu? Kau tidak ingat jika aku yang mengurus kasus.. mm.. maaf kematian orang tuamu?" Jelas seorang pria berjas tersebut. Hakyeon berusaha mengenali pria itu, namun ia tidak ingat sama sekali.

"Maaf, aku-" Pikirannya seakan kosong saat ini.

"Aku Jung Yunho.. aku pengacara ayahmu." Pria bernama Yunho itu memperkenalkan dirinya.

"Ah.. maaf aku tidak terlalu banyak mengingat saat itu, aku-"

"Tidak.. tidak apa-apa, aku mengerti bagaimana perasaanmu saat itu. Seharusnya aku yang meminta maaf, karena aku baru menunjukkan diriku lagi sekarang." Yunho sungguh merasa bersalah pada Hakyeon ia pun menjelaskan beberapa hal yang belum Hakyeon ketahui,mengenai penyitaan rumah mewahnya dan segala fasilitas yang ada di dalamnya, yang di duga kasus ini bersangkutan dengan insiden kematian orang tua Hakyeon dan Sanghyuk.

Sungguh sekarang ia beruntung karena rumah yang di tempatinya adalah rumah pemberian dari seorang rekan kerja ayahnya, pada saat itu ia datang pada Hakyeon secara diam-diam dan memberikan sertifikat rumah beserta uang tunai yang jumlahnya lumayan banyak. Hakyeon kecil waktu itu belum terlalu mengerti dan sempat menolaknya karena akan kembali ke Canada bersama paman dan bibinya namun pria itu memohon kepadanya sambil menangis dan bersujud.

"Apa? Jadi rumah ini bukan milik keluarga Cha? Lalu sertifikatnya? Dan apakah kau mengingat orang itu..yang memberikanmu sertifikatnya?" Tanya Yunho.

"Rumah ini bersertifikat atas nama Ayah, dan pada saat itu aku belum terlalu mengerti. Mengenai pria itu.. aku pun tidak mengingatnya dengan jelas." Jawab Hakyeon.

"Hakyeon-ah.. begini, ini suatu keajaiban kita bertemu. Dan aku ingin meminta izin padamu." Hakyeon hanya bisa terdiam dengan perasaaan yang campur aduk.

"Apakah kau mengizinkan aku untuk membuka kasus lima tahun ke belakang?" Hakyeon langsung menatap Yunho kaget.

"Maaf jika ini terkesan tiba-tiba, tapi.. biarkan aku membalas semua kebaikan yang diberikan ayahmu kepadaku melalui kau dan adikmu, dan ini merupakan tugasku sebagai pengacara. Tidak seharusnya aku melarikan diri ke Amerika saat itu."

"Maaf beri aku waktu dulu.." Ujar Hakyeon lirih.

Yunho menatap Hakyeon dengan sendu lalu tersenyum kecil, ia bisa memaklumi bagaimana perasaan Hakyeon saat ini, ia pun mengeluarkan sebuah kartu nama dan memberikannya pada Hakyeon. "Ini.. tolong hubungi aku jika kau sudah menyetujuinya. Aku akan menunggu.."

.

.

D

.

.

"Bawa dia pada putra sulung Cha, cari informasi sebanyak-banyaknya. Pastikan keadaannya normal dan terkendali."

"Baik Sajangnim.." Segerumul orang berjas satu persatu mulai keluar dari ruangan tersebut, mematuhi apa yang dikatakan oleh seorang pria muda yang diyakini sebagai kepercayaan dari keluarga Jung.

"Sajangnim.. dia masih belum sadarkan diri. Apa kita tunggu saja sampai-"

"Kubilang bawa dia.. sekarang.. juga.. apa kau tidak mendengar ucapanku?! Kau tuli hah?!"

"Maaf Sajangnim. Saya akan membawanya sekarang."

"Bagus. Pastikan gps masih terpasang dengan baik di lengan kanannya."

"Baik Sajangnim.. Saya permisi.."

'cklek'

"Geurae.. Leo.. sebentar lagi keinginanmu akan tercapai. Hahh.. sungguh anak yang malang Hakyeon-ie.. Sanghyuk-ie" Seringai itu tajam bagaikan pedang yang baru diasah.

Ia pun kembali duduk di sofa sambil menikmati segelas cocktail, lalu menghela nafas "Taekwoon-ah.. sayang sekali nasib mu tak sebaik dingsaengmu.. kau terlalu baik." Ujarnya sambil memandang foto keluarga Jung yang terpajang di ruangannya.

.

.

.

.

To Be Continued

.

.

Annyeong! Ini fanfiction pertama yang aku buat, jika sudah membaca dan kalian menyukai ceritaku mohon saran dan dukungannya lewat review ya :) dan jangan lupa klik fav/follow. Hope you guys like my stories :) Sampai Jumpa di chapter selanjutnya!