Selamat sore para hadirin sekalian. Bertemu kembali dengan Rinko Kurochiki.
Ini adalah hasil karya Raiko, Cuma karena dia gak mungkin lagi melanjutkan fic ini jadi saya yang melanjutkan. Gak apa-apa kan?
Oke.. Ini persembahan dari Raiko Kurochiki untuk kalian semua. #walaupun saya yang ngetik#
The Great Baby Sitter By Rin 'n' Rai Kurochiki.
Disclaimer: Dengan mengucap Bismillah, saya sah kan BLEACH sebagai milik TITE KUBO.
#Oke.. saya tahu kalo saya lagi gak waras#
Warning: AU, OOC-ness, Absolutly absurd, Siapin tabung oksigen supaya asma gak kumat, dan lagi-lagi gak bosen kami ngomong Don't like, Don't Read. Gampang tho.
.
.
#Rin_Rai Kurochiki#
.
.
Kurosaki Mansion... Rumah bergaya arsitektur Eropa abad pertengahan ini terlihat berdiri megah di pinggir kota Tokyo. Halaman mansion yang hampir menyamai lapangan sepak bola itu ditanami bermacam-macam bunga yang benar-benar indah. Hampir semua jenis bunga ada disini. Termasuk bunga langka.
Sebuah mobil sport lamborghini berwarna merah maroon terlihat baru saja masuk ke area halaman mansion tersebut. Di depan pintu utama, telah berbaris para maid baik laki-laki maupun perempuan. Mereka siap menyambut seseorang yang mengendarai mobil sport itu.
Begitu mobil itu sampai, seorang pengawal berlari cepat demi membuka pintu mobil itu. Saat pintu mobil terbuka, dari dalam muncullah seorang laki-laki berperawakan tinggi dan gagah. Dengan jas yang Ia sampirkan dibahunya dan kemeja yang telah terbuka dua kancing atasnya, siapa sangka jika laki-laki ini adalah seorang CEO dari perusahan terkenal dan hampir memiliki semua saham diwilayah Eropa.
Para maid segera membungkuk hormat pada laki-laki itu.
''Selamat datang, Kurosaki-sama.''
Laki-laki dengan tampilan elegan dan rambut orange mencoloknya itu melangkahkan kaki masuk ke dalam mansion megahnya itu. Sama dengan yang ada diluar ruangan, para maid yang ada didalam rumahnya pun membungkuk hormat padanya. Inilah tata cara dalam menyambut kedatangan tuan besar mereka. Dimanapun para maid itu bertemu dengan tuan besarnya, maka mereka harus membungkuk hormat padanya. Etika dari zaman ke zaman memang harus tetap berlaku bukan?
Seorang pelayan berjas menyambut kedatangannya. Sama seperti maid yang lain, Ia pun juga ikut menunduk.
''Okaerinasai, Kurosaki-sama.''
''Ada dimana istriku, Shizuku?'' Tanya Ichigo seraya memberikan jasnya pada kepala pelayan itu.
''Beliau ada dikamar Raiko-sama, Kurosaki-sama.''
Laki-laki bernama Kurosaki Ichigo itu mengangguk paham. Ditepuknya pelan pundak Shizuku dan segera menaiki tangga menuju kamar putranya yang terletak dilantai 2.
.
.
#Rin 'n' Rai_Kurochiki#
.
.
Didalam kamar bernuansa biru laut dengan dinding bergambarkan tokoh kartun Disney, seorang wanita tengah menggendong seorang bayi laki-laki berusia kira-kira 9 bulan. Kurosaki Rukia, tengah mencarikan buku bacaan dirak buku milik putranya ini. Ia tampak bingung mencari buku mana yang akan Ia bacakan untuk anaknya.
''Hem.. yang mana ya? Ibu bingung.'' Gumam Rukia masih mencari buku yang tepat.
Rukia meraba dan menunjuk buku mana yang akan Ia pilih. Senyumnya terkembang ketika menemukan buku bacaaan yang tepat untuk putranya. Diambilnya buku tipis berjudul ''Chappy Save The Princess''.
''Ah. Ini saja ya. Cerita tentang Chappy yang menyelamatkan putri.''
Putranya hanya tersenyum lucu ketika Rukia memperlihatkan buku pilihan Ibunya. Bayi berusia 9 bulan itu terus menerus menepuk-nepuk buku yang tengah Rukia bawa.
Sama seperti ibunya yang menggemari kelinci bernama Chappy itu, Raiko sepertinya juga ketularan demam gila Chappy sekarang. Padahal jarang sekali –bahkan tidak ada- anak laki-laki yang menyukai karakter ini. Kebanyakan karakter inikan disukai oleh anak perempuan. Hal Ini disebebkan karena sejak Raiko masih dalam kandungan, Rukia sering sekali membacakan buku cerita tentang Chappy. Jadi, tidak heran jika sekarang bayi laki-laki berambut orange ini menyukai Chappy. Bisa dibilang Like Mother, Like Son mungkin.
Berulang kali bayi kecil itu terlonjak-lonjak karena tidak sabar dengan buku itu. Melihat tingkah lucu putranya, Rukia tersenyum simpul.
''Iya, iya sayang. Ibu akan bacakan ini untukmu.''
Rukia segera duduk dikursi goyang yang terletak disamping ranjang bayi milik putranya. Raiko terduduk manis dipangkuan ibunya. Matanya terlihat begitu antusias ketika melihat buku itu.
''Baik. Ibu akan mulai membacanya. Dengarkan ya sayang.''
Rukia memulai ceritanya. ''Zaman dahulu kala, hidup seorang kelinci bernama Michael. Dia adalah seekor kelinci yang kuat dan hebat.''
Rukia tersenyum lembut menatap putranya yang terlihat begitu intens menatap dirinya. Dilanjutkannya cerita itu.
''Suatu ketika, Ia mendapatkan kabar bahwa Putri dari kerajaan Andeles bernama Aurora diculik oleh seorang penyihir wanita yang jahat. Penyihir itu menginginkan kecantikan dari putri itu.''
Seakan paham dengan gambar dibuku itu, Raiko menunjuk sang penyihir berbaju hitam berwajah seram. Rukia terkekeh pelan.
''Benar sayang. Itu adalah penyihirnya.'' Jelas Rukia pada putranya.
Rukia membuka halaman selanjutnya dari buku itu. Namun saat Rukia akan melanjutkan ceritanya, seseorang mengetuk pintu kamar putranya.
''Masuklah.''
Dari balik pintu, muncullah Kurosaki Ichigo. Pria berambut orange itu baru saja pulang dari kantor. Walaupun penampilannya tidak mencerminkan seseorang yang baru saja pulang dari kantor.
Senyum simpul terukir dari ayah berumur 22 tahun itu.
''Tadaima.''
''Okaerinasai, Ichi. Lihat sayang, siapa yang sudah pulang?''
Raiko terlonjak girang ketika melihat sang ayah telah kembali dari kantor. Ichigo segera menggendong putra kesayangannya itu.
''Halo jagoan ayah. Bagaimana kabarmu hari ini, hem?''Ujar Ichigo pada putra kecilnya.
Ikatan Ichigo antara putranya memang kuat. Walaupun kesibukan yang padat di perusahaan memaksa Ichigo untuk jarang bertemu putranya, tetapi Ichigo masih menyempatkan dirinya untuk memantau perkembangan putranya lewat internet. Di zaman globalisasi seperti ini, apapun bisa dilakukan. Dengan memanfaatkan teknologi canggih, segala sesuatu yang dulunya mustahil sekarang bisa. Itulah yang dimanfaatkan Ichigo.
''Kenapa kau selalu pulang dengan tampilan seperti ini, Ichi?''
Ichigo menolehkan kepalanya kearah istrinya. Ia memandangi dirinya sendiri.
''Ada apa dengan kemeja ini? Tidak jelek kan.''
Rukia menggelengkan kepala pelan. Inilah tingkah konyol Ichigo. Selalu ingin tampil bebas dan apa adanya saat Ia telah kembali dari kantornya. Tapi coba lihat, mana ada seorang eksekutif berpakaian ala preman seperti ini. Baju yang dikeluarkan. Kemeja dengan 2 kancing atas yang terbuka.
Memang sejak SMA dulu, Ichigo suka sekali berpenampilan ala preman. Tapi memang dasar sifatnya saat itu seperti preman, jadi Rukia memakluminya saja. Itu karena dulu Ichigo bersikap seperti itu untuk melindungi dirinya. Oh astaga...
''Bukankah seharusnya seorang presdir berpakaian rapi dan sopan, hah?'' Gerutu Rukia sembari meletakkan kembali buku bacaan kesedia kala.
Ichigo menyerahkan putranya pada baby sitter yang selalu sedia disini. Begitu Raiko dibawa pergi oleh baby sitternya, Ichigo dengan santai mendekati dan memeluk tubuh istrinya dari belakang. Wangi lavender menguar dari tubuh Rukia.
''Apa kau tidak suka jika penampilanku seksi seperti ini, hem?'' Ichigo mencoba menggoda Rukia..
Berulang kali Ichigo menghembuskan nafasnya yang menggelitik di telinga Rukia. Rukia tahu dengan hal suaminya agar dirinya dapat mendesah karena perlakuannya yang begini manja. Tetapi, Ia sudah bosan. Setiap kali Ichigo pulang pasti akan seperti ini.
Ichigo kembali menghembuskan nafas menggelitiknya ditelinga Rukia. Sesekali Ia akan mencium leher putih istrinya ini.
''Bisakah.. aku mendapatkannya, nyonya Kurosaki?''
Oh tidak. Jangan lagi. Rukia sedang benar-benar tidak mood hari ini. Dan lagi dia memiliki urusan. Jika tidak mencegahnya, dipastikan kamar sebelah – tepatnya kamar mereka berdua- akan menjadi tempat yang nyaman untuk melakukan itu.
Dengan sigap Rukia membalikan badanya. Lihat saja wajah Kurosaki Ichigo. Terlihat sekali hasrat yang membara yang terpampang jelas diwajah suaminya untuk melakukan hal itu. Rukia sempat terkikik pelan.
''Maaf Kurosaki Ichigo. Sepertinya kau harus menahan hasratmu itu.'' Ujar Rukia sambil bersedekap dada.
Mulut Ichigo menganga lebar mendengarkan pernyataan Rukia. Raut wajah kecewa terlihatdi wajah ayah satu putra ini sekarang.
''Kenapa harus begitu?'' Ichigo menggerutu.
Sepertinya Ia tidak terima bila kesenangannya terusik.
''Besok aku akan pergi ke Korea untuk 3 hari kedepan. Aku dan istri CEO lainnya akan mengadakan amal untuk anak putus sekolah.'' Jelas Rukia seraya membenahi kemeja suaminya.
''Apa? Korea? Kenapa kau tidak mengatakannya? Seharusnya ada pemberitahuan untukku kan.''
Rukia memutar bola matanya bosan. Sudah Ia duga kalau suaminya ini akan melupakan hal ini.
''Hah.. kau ini lupa atau memang tidak tanggap sih. Bukankah Kira-san sudah memberitahukan ini sekitar 1 minggu yang lalu?''
Ichigo kembali mengingat-ingat tentang hal itu. Seingatnya ada 1 dokumen dengan map kuning tergeletak dimejanya. Kira bilang itu adalah proposal tentang acara amal yang diadakan oleh para istri CEO. Ichigo merasa tidak perlu menanyakan lebih jauh pada asistennya itu. Tanpa membacanya, Ichigo langsung saja menandatangani dokumen astaga..
Ichigo menepuk keningnya pelan. ''Jadi, itu adalah proposal milikmu Rukia?''
''Tentu saja. Dan dikertas itu juga terbubuhi dengan tanda tanganku. Apa kau tidak membacanya, Ichi?''
Ichigo menggeleng pelan. Jujur saja Ia benar-benar tidak tahu soal proposal itu. Seketika raut kekecewaan yang dalam terlihat jelas diwajah ayah muda itu. Oh astaga, Ichigo terlihat seperti akan ditinggalkan istrinya selama 10 tahun saja. Dan Rukia jarang sekali melihat hal ini.
''Tenang saja. Kan hanya 3 hari. Aku bukan pergi untuk bertahun-tahun kan?'' kekeh Rukia pada suami jeruknya ini.
''Tapi tetap saja. Jika aku tahu, maka tidak akan kuberikan tanda tanganku.''
Ichigo menggerutu sambil mengerucutkan bibirnya.
''Tidak bisa begitu kan. Ini adalah acara amal. Aku akan memberikan apa yang kau inginkan saat aku telah kembali dari Korea nanti.''
Mendengar kata-kata itu, mata Ichigo berbinar-binar bagaikan melihat harta emas selama penantian panjangnya. Kesempatan untuk Ichigo meminta lebih nanti.
''Tetapi...''
Oh great. Kata ''tetapi'' bukankah itu berarti sebuah pengecualian.
''Jika kau mau mengasuh Raiko selama 3 hari itu. Bagaimana?'' Rukia tersenyum manis pada suaminya.
Mulut Ichigo kembali menganga lebar sekarang. Oh god, Menjaga Raiko?
''Kenapa aku? Bukankah ada baby sitter dan para maid yang akan selalu menjaganya?'' Ungkap Ichigo masih tidak percaya.
Rukia menggeleng pelan. '' Kau tahu kan kalau aku sangat protektif dalam merawat Raiko. Aku akan mengasuh Raiko seorang diri meskipun itu tidak mudah. Nah, saat aku pergi kau harus mengasuhnya. Itupun jika kau mau. Jika tidak juga tidak apa-apa. Tapi...''
''Tapi?''
''Maka katakan selamat tinggal untuk hadiahmu dan tidur bersamaku selama 1 bulan.'' Ucap Rukia dengan entengnya sambil tersenyum manis.
'glek'
Oh Kami-samaaaa... Bagi Ichigo, Senyuman istrinya saat ini adalah senyuman yang manis tapi mengandung arti yang mistis. Rukia selalu seperti itu saat dirinya mengancam Ichigo. Ini Rukia pelajari ketika Ia berkenalan dengan istri dari Jushirou Ukitake, Unohana Ukitake saat pesta relasi tahun lalu. Astaga... Ichigo pernah menentang permintaan Rukia dan mendapat ancaman seperti ini. Hasilnya... say hello to lonely. Rukia dengan tega membiarkannya tidur dikamar tamu seorang diri selama seminggu. Jika merengek pada Rukia untuk memohon ampun pun bukanlah perkara mudah. Bayangkan saja, Ichigo harus rela berpetualang dihalaman rumahnya demi menanam bunga anggrek bulan sebanyak 2 hektar. Dan itu Ichigo lakukan seorang diri tanpa bantuan 5 tukang kebunnya atau 20 maidnya. The best Ichigo harus mengalami mimpi buruk lagi, lebih baik Ia menyerah saja.
Dengan setengah hati, Ichigo mengangguk-anggukan kepala setuju. Pasrah sekali sepertinya.
''Oh bagus jika kau mau.'' Lonjak Rukia senang. ''Aku sudah membuatkan hal-hal apa saja yang harus kau lakukan untuk mengasuh Raiko. Sebentar ya.''
Dengan langkah riangnya, Rukia segera keluar dari kamar putranya menuju kamarnya untuk mengambil kertas yang ada di kamarnya. Sedangkan Ichigo? Dengan indahnya, Ia terduduk merengek-rengek di lantai.
''Kenapa harus akuuuu...''
.
.
#Rin_Rai Kurochiki#
.
.
Hari ini, Kurosaki Rukia akan berangkat ke Korea untuk sebuah acara. Seluruh bawaannya pun sudah diletakkan ke dalam mobil oleh para maidnya. Ia akan berangkat ke bandara 10 menit lagi. Tampak saat ini Rukia tengah merapikan baju yang Ia kenakan. Raiko, bayi mungilnya terlihat begitu asyik memainkan mainannya diranjang. Sedangkan Ichigo, Ia sedang mandi.
''Yosh.. sudah selesai. Ayo sayang kita turun kebawah.''
Rukia menggendong putranya dan akan turun kebawah untuk memberikan sebuah pengumuman kepada 20 maidnya. Tapi sebelumnya Ia mengatakan pada Ichigo dulu.
''Ichi, aku akan turun kebawah. Kau cepat ya?'' Rukia berteriak dari luar kamar mandi.
''Baiklah'' Ichigo menyahunyat dari dalam kamar mandi.
Rukia segera keluar kamarnya didampingi oleh pelayan pribadinya, Homura dan baby sitter yang sudah menanti di depan kamarnya. Begitu Rukia telah sampai dibawah, para maid segera membungkuk homat menyambutnya.
''Ohayou Gozaimasu, Rukia-sama.'' Semua maid mengucapkannya serempak.
''Ohayou, minna. Aku ada pengumuman untuk kalian.''
Semua maid saling menatap bingung satu sama lain. Ini bukan hal yang biasa majikan mereka lakukan jika memang tidak mendesak. Rukia melanjutkan perkataannya.
''Aku akan pergi ke Korea selama 3 hari untuk sebuah acara. Dan aku meninggalkan Raiko bersama dengan ayahnya. Selama Raiko dengan ayahnya, aku ingin jangan ada satupun yang membantu Ichigo untuk mengasuh putranya. Kecuali jika Ichigo membutuhkan perlengkapan Raiko, kalian boleh membantuya. Kalian paham.'' Ucap Rukia panjang lebar.
Semua maid menunduk hormat menjawab majikan mereka.
''Kami mengerti, Rukia-sama.''
Rukia tersenyum simpul. ''Ara, terima kasih sebelumnya.''
Beralih ke Kurosaki Ichigo. Dengan telanjang dada dan celana panjang yang Ia kenakan sehabis mandi, Ichigo terlihat sibuk berbicara lewat ponsel dengan seseorang sambil mencari baju yang tepat.
''Iya babon. Aku tidak diperbolehkan ke kantor sekarang.''
'Lalu, bagaimana dengan rapat kali ini. Apa kau berniat agar aku yang memimpin?'
''Tentu saja.''
'Hah.. lagi pula kenapa istrimu memiliki ide gila itu.'
''Jangan tanyakan padaku. Sudah lakukan saja tugasmu. Jika ada apa-apa kau boleh hubungi aku.''
'Ya.. ya.. ya.. baiklah. Tapi ingat, ini ada bayaran mahalnya. Kau paham kan, jeruk.'
''Aku tahu. Akan kukirimkan beberapa wanita cantik di apartementmu.'' Ujar Ichigo santai sambil memakai bajunya.
'KAU GILA YA!' Ichigo menjauhkan ponselnya dari telinganya. Suara Renji benar-benar mampu membuat telinganya berdengung.
' Kau mau membunuhku, hah. Tatsuki bisa tahu nanti.' Lanjut Renji memaki sahabat karibnya itu.
''Lalu kau mau apa?''
' Berikan saja aku tiket pertandingan sepak bola ke Spanyol. Aku akan lebih menghargainya.'
''Oke.. oke... baiklah. Sudah. Aku akan mengantar Rukia dulu.''
'Ya sudah sana.'
Ichigo menutup sambungan teleponnya. Setelah beres dengan penampilannya, Ichigo segera turun ke bawah untuk mengantar istrinya. Mulutnya terus menggerutu tak jelas sekarang.
''Kenapa juga harus aku yang menjaga Raiko. Oh shit.''
Adakalanya orang yang sudah terlampau pusing atau stress akan menggerutu sepanjang hari. Memusingkan masalah itu hingga keakar-akarnya. Ya... but it's life.
.
.
.
Kita kembali ke Rukia. Terlihat Ia masih memberi pengarahan pada kepala pelayan laki-laki, kepala pelayan perempuan, dan baby sitternya.
''Homura, Shizuku, dan Sayaka-san, pengumuman tadi berlaku juga untuk kalian. Aku akan memantau Ichigo dengan kamera cctv yang sudah kusambungkan dengan internet. Jadi, aku bisa tahu apa yang dilakukan Ichigo. Kalian juga harus memantau mereka. Paham kan?''
''Kami mengerti, Rukia-sama.'' Ucap mereka seraya membungkukan badan.
''Aku percayakan pada kalian.''
''Kenapa kalian ada disini semua?''
Ichigo muncul dari lantai atas mengagetkan semuanya. Melihat kedatangan Ichigo, para maid segera membungkuk hormat seraya menyapa tuan besar mereka. Rukia menggeleng pelan.
''Tidak ada. Ayo, aku sudah hampir terlambat.''
''Baik, baik.''
Rukia berjalan ke pintu utama didampingi Ichigo, kepala pelayan laki-laki dan perempuan, serta Raiko yang ada digendongannya.
Disinilah mereka berada, di depan pintu utama mengantar Rukia yang akan pergi ke negara tetangga. Dengan para maid laki-laki yang berjejer rapi di kanan-kirinya, Rukia mencoba untuk berpamitan pada bayi mungilnya.
''Nah sayang, ibu pergi dulu ya. Baik-baik dengan ayah dan jangan nakal. Ibu mencintaimu.''
Rukia mengecup kening dan pipi chubby putranya. Terlihat jika Raiko ingin menangis. Mungkin Ia tahu jika Rukia akan pergi. Dengan segera baby sitter membawa Raiko kedalam agar bayi ini tidak menangis. Oh sekarang giliran Rukia yang ingin menangis. Ia pasti akan rindu dengan bayi kecilnya.
Rukia beralih menatap suaminya yang terlihat akan merasa kesepian sekali. Tentunya kalian tahu kesepian karena apa bukan? Di rabanya dada bidang suaminya itu.
''Ingat dengan apa yang aku katakan kemarin kan, Ichi?''
Ichigo mendesah pelan. Tentu saja dia ingat. Sebuah ancaman yang mengerikan.
''Iya aku ingat sayang. Tidak perlu khawatir, aku akan menjaga Raiko dengan baik.''
Rukia tersenyum bahagia mendengar penuturan suaminya. Dipeluknya Ichigo dengan erat.
''Bagus. Aku akan saangat merindukanmu.'' Ungkap Rukia jujur. Ichigo membalas pelukan istrinya seraya mengecup leher putih Rukia.
''Aku juga.''
Ichigo melepaskan pelukannya. Rukia menatap intens mata hazel suaminya. Perlahan tapi pasti Rukia mendekatkan wajahnya sedikit demi sedikit. Ichigo tentu saja tahu apa yang akan dilakukan Rukia dan pastinya Ia tidak akan menolaknya. Dengan gesitnya Ichigo berhasil menyentuh bibir sensual istrinya. Kecupan-kecupan lembut terus Ichigo lakukan demi memuaskan istri dan tentu saja batinnya yang harus rela berpuasa selama 3 hari.
Ichigo terlihat tersenyum menyeringai ketika istrinya begitu menikmati apa yang Ia lakukan. Bahkan sekarang tangan Rukia ikut menyisir lembut rambut orange miliknya. Yang lebih membuat ini menjadi ''wah'' adalah lebih dari 20 maid menyaksikan hal ini dengan gratis. Homura dan Shizuku terlihat memblushing malu melihat Tuan dan Nyonya mereka tengah melakukan adegan ini. Oh astaga Ichigo... betapa pintarnya dirimu membuat lebih dari 20 orang tidak bisa tidur karena hal ini.
.
.
#Rin_Rai Kurochiki#
.
.
Dan disinilah Kurosaki Ichigo, tugas pertama yangharus Ia emban adalah memandikan putranya. Bagi seorang business man seperti Ichigo, memandikan seorang bayi merupakan hal yang sulit dilakukan. Ini diibaratkan berperang demi mendapatkan tender milyaran dolar di negeri antah berantah.
Ichigo terpaku menatap bak mandi di kamar mandi anaknya. Kamar mandi setara rumah flat ini dipenuhi dengan berbagai macam perlengkapan mandi yang -bisa dibilang- cukup banyak bagi bayi berumur 9 bulan ini. Belum lagi dengan segala macam mainan yang beragam bentuk terjejer rapi di rak sudut kamar mandi.
Ichigo menoleh kepada anaknya.
''Apa ini semua milikmu, Raiko?''
Seakan mengerti dengan perkataan ayahnya, Raiko tertawa dan mencondongkan badannya kedepan. Mengajak ayahnya untuk segera mandi dan menyegarkan terkekeh pelan.
''Baik, baik. Ayo kita mandi.''
Hal yang pertama Kurosaki Ichigo lakukan adalah menyiram pelan rambut orange putranya. Dengan asal Ichigo menyiram rambut putranya. Terlihat sekali bayi itu mengucek matanya karena perih. Rengekan kecil terus keluar dari mulutnya.
''Hiks.. hiks...''
''Oh kenapa sayang? Apa perih?''
Ichigo mengusap pelan mata putranya. Oh lihat sekarang, matanya berubah merah karena perbuatan Ichigo tadi.
''Astaga Ichigo. Kenapa kau ceroboh sekali. Lihat matanya jadi merah.''
Putra kecilnya masih setia mengusap kedua matanya. Membuat dirinya merasa bersalah sekarang.''Maafkan ayah ya.'' Ichigo menggumam seraya mengusap rambut orange putranya..
Setelah selesai memberi shampo dan menyabuni tubuh putranya, dengan perlahan Ia membilas semuanya. Perlahan tapi pasti, Ia tidak ingin membuat kesalahan lagi.
''Oke selesai. Sekarang waktunya berendam.''
Ichigo menggendong putranya menuju bath tub yang ada disebelahnya. Air di bath tub sengaja Ichigo buat meluber agar putranya merasa senang. Begitu tubuh Raiko dimasukan, tawa riang bayi 9 bulan itu memenuhi kamar mandi.
''Kau suka? Apa sangat menyenangkan, hem?''
Ichigo tersenyum senang melihat tingkah lucu putra semata wayangnya itu. Layaknya bayi yang sangat menyukai air, Raiko juga begitu. Tawa lucu terus terlontar dari mulut mungilnya. Melihat ini, siapa orang yang tidak akan tersenyum. Namun, senyum Ichigo berubah saat dengan jahilnya tangan kecil itu memukul-mukul air.
''Hey Raiko, ayah basah. Hey.''
Bayi mungil itu masih terus memukul-mukul air itu dengan gerakan lincahnya. Baju Ichigo basah karena ulah putranya.
''Hah... celana dan baju ayah basah kan. Tapi tunggu... sepertinya ada sesuatu di kantong celanaku.''
Ichigo berdiri dan merogoh sakunya. Matanya membelalak lebar ketika dilihatnya cek sejumlah 10 juta pemberian dari Renji karena kalah bertaruh, basah karena ulah putranya.
''Cek ku! Astaga cek ku pemberian dari babon, sekarang basah. Padahal aku kan sudah susah payah bertaruh dengannya.''Rengek Ichigo menatap miris ceknya.
Mungkin bagi seorang Kurosaki Ichigo uang 10 juta bukanlah uang yang banyak. Terlalu mudah untuknya mendapat uang 10 juta. Yang menjadikan ini berharga adalah perjuangannya bertaruh memenangkan lomba minum alkohollah yang menjadikannya sulit dan berharga. Saat itu, Ichigo harus dengan rela tidur sendiri selama 3 minggu tanpa pelukan istrinya. Ia terlihat mengenaskan pada saat itu.
''Rukia, lihatlah apa yang sudah dilakukan putramu. Oh astaga, cek ku yang berharga.''
See? Kelebaian inilah yang tercipta jika Ichigo kehilangan barang kesayangannya. Ichigo akan terus menatap miris ceknya yang menurutnya berharga itu. Sedangkan Raiko, Ia malah terlihat masih asyik bermain air. Memang dasar bayi.
''Hatchii!''
''Ada apa, Rukia-chan?''
Ujar sahabat Rukia, Rangiku Ichimaru saat pesawat mereka telah take off menuju Seoul.
''Seperti ada yang membicarakanku.''
''Mungkin suamimu. Ya aku akui untuk menjaga seorang bayi itu tidak mudah. Gin saja mempelajarinya dengan mengikuti kursus mengasuh bayi. Dan sekarang, dia sudah pintar mengasuh putranya.'' Rangiku tersenyum simpul menatap Rukia.
''Hah... kau sangat beruntung. Ichigo tidak mau saat kuminta untuk mengikuti kursus seperti itu. Dia mengatakan bahwa tugas mengasuh bayi adalah untuk baby sitter. Hahhh.''
Rukia menghela nafas menepuk pelan bahu sahabatnya ini. Mencoba memberi support pada Rukia.
''Tenanglah. Aku yakin suamimu akan jauh lebih hebat mengasuh putramu. Percayalah.''
''Semoga saja. Aku khawatir pada Raiko.''
Oekkkk... oekkkk...
''Oh Raiko. Ayah mohon diam mohon.''
Ichigo mencoba menenangkan putranya yang menangis tidak karuan setelah dirinya selesai memakaikan baju untuk putranya. Putranya bisa menangis hebat juga karena ulah Ichigo. Ia begitu lambat dan kurang cekatan dalam mengurus putranya. Bayangkan saja, memakaikan baju untuk putranya saja membutuhkan waktu kurang dari setengah jam. Belum lagi Ichigo selalu salah dalam memasangkan popok bayi pada putranya. Salahkan Ichigo yang memiliki pengetahuan yang kurang untuk mengasuh putranya.
Oekkk.. oekkkk...
''Bagaimana ini?''
Ichigo menggaruk kepalanya. Astaga... situasi bertambah sulit sekarang. Ichigo memandang sekeliling demi mencari mainan apa yang dapat membuat putranya berhenti menangis. Matanya tertuju pada kereta Thomas kesukaan putranya. Ichigo segera meraih mainan berbentuk kereta itu.
''Hey coba lihat ayah punya apa? Ini mainan kesukaanmu. Kereta Thomas.''
Ichigo terus berusaha mendiamkan anaknya. Usahanya sia-sia. Tangisan Raiko semakin meledak sekarang.
Tok.. tok...
'Astaga.. apalagi sekarang.' Batin Ichigo geram.
''Masuk.''
''Maaf Kurosaki-sama. Apa anda butuh bantuan?''
Homura, kepala pelayan wanita sekaligus orang kepercayaan Rukia mencoba menawarkan bantuan pada tuan besarnya ini.
''Bagaimana caranya agar Raiko bisa diam, Homura?'' Ichigo terlihat stress sekarang.
''Bukankah sekarang jadwal Raiko-sama untuk meminum susu, Kurosaki-sama?''
Susu? Ichigo membaca kertas yang ada disamping ranjang putranya.
Berikan dia susu setelah selesai mandi. Ia sangat mudah kelaparan.
Ichigo menepuk keningnya pelan. Kenapa Ia bisa begitu bodoh sih? Bayi akan mudah kelaparan setelah dimandikan bukan.
''Bisakah kau buatkan susu untuknya?''
Homura tersenyum simpul. ''Tenang saja, Kurosaki-sama. Sayaka-san sudah menyiapkan susu untuk putra anda.''
Hembusan nafas lega keluar dari mulut Kurosaki sulung ini. Oh Thanks God. Ichigo tidak perlu membuatkan susu untuk putranya. Mukjizat sekali.
Sayaka-san –baby sitter Raiko- memberikan botol susu pada Ichigo.
Oek.. oek...
''Oke.. oke jagoan. Ayah tahu kau lapar. Ini ayah punya susu untukmu.''
Ichigo segera memberikan susu itu pada bayi kecilnya yang terus menerus menangis tidak karuan. Bingo. Tangisannya berhenti. Ternyata memang benar Ia kelaparan. Putranya kelihatan lahap sekali menyedot susu itu.
''Kami permisi Kurosaki-sama.''
''Baiklah. Terima kasih.''
Ichigo masih memegang botol susu putranya. Sepertinya Raiko terlihat mengantuk.
''Tidurlah sayang. Ayah tahu kau ingin tidur, tidurlah.''
Mata indigo putranya perlahan-lahan mengatup. Ichigo ikut membantu dengan membelai lembut rambut orange putranya. Setelah beberapa menit, akhirnya Raiko tertidur juga.
''Yosh. Bagus. Dia sudah tidur. Itu berarti, aku juga bisa istirahat.'' Ichigo berbicara dengan nada lirih.
Oh baginya ini adalah saat-saat menyenangkan dimana dia bisa bersantai sambil membaca koran. Diam, perlahan-lahan Ichigoberjalan dengan berjinjit agar tidak menimbulkan bunyi yang bisa membuat bayinya bangun.
Kringgggg.. kringggggg... Kringggggg...
Dalam hitungan 1,2,3 dan...
Oek... oek...
Oh bagus. Suara tangisan yang membahana, keluar dari mulut kecil putranya. Siapa lagi yang menelepon disaat putranya tengah tertidur. Sekarang lihat, bayinya tengah menangis keras karena tidurnya terganggu.
''Akan kubunuh orang yang sudah berani mengganggu tidur putraku.'' Geram Ichigo bersungut-sungut meraih ponselnya.
''Ada apa? Beraninya kau mengganggu tidur siang putraku.''
'Hey tenang jeruk. Oh astaga kencang sekali suara tangisan putramu.'
''Ini semua karena dirimu, babon. Ada apa kau meneleponku?''
'Ada dokumen soal tender kemarin yang harus kau tanda tangani. Jika kau tidak menanda tangani tender itu sekarang, maka dipastikan akan diambil alih oleh perusahaan sainganmu.'
Ichigo menepuk keningnya. Kenapa disaat ini justru ada hal yang penting sih?
''Oke. Aku akan datang 15 menit lagi. Siapkan dokumennya.''
'Baik, Jeruk.'
Oh tidak, tangisan Raiko semakin menggila sekarang. Jeritannya semakin keras. Ichigo harus segera bertindak sekarang.
''Oh maaf sudah menelantarkanmu jagoan. Oke.. oke.. diam ya.''
Tangisannya mulai mereda ketika Ichigo menggendong dan membelai lembut kepalanya. Sepertinya Ichigo berbakat untuk ini. Tapi tunggu, ada hal yang harus Ia pikirkan kan. Ia harus segera ke kantor. Tapi, apa dia harus membawa Raiko juga?
''Jika aku tidak mengajaknya, Rukia pasti akan marah dan aku pasti akan dihukum.''
Ichigo beralih menatap putranya yang terlihat sudah tenang digendongannya. Sepertinya Ia tidak tega juga meninggalkan putranya sendiri di rumah.
''Baiklah. Aku akan mengajaknya. Sekali-sekali asyik juga mengajaknya untuk ke kantor.''
Oh mungkin Ichigo butuh persiapan juga untuk keperluan putranya. Bukankah bayi memerlukan banyak perlengkapan? Itu pasti.
''Homura.''
''Iya tuan.''
''Tolong kau siapkan perlengkapan Raiko. Aku akan mengajaknya ke kantor.''
''Baik Kurosaki-sama.''
Oh yeah. Ichigo benar-benaar cerdik. Selain dia bisa mengajak putranya bersenang-senang, Ia juga bisa menghindari hukuman dari istri tercintanya. Yak, itu benar.
.
.
#Rin_Rai Kurochiki#
.
.
''Oh astaga. Coba lihat. Bukankah itu Kurosaki-sama.''
''Kau benar. Wah... tampan sekali bayinya. Sama seperti ayahnya.''
''Kau benar. Rambutnya pun sama. Astaga... dia pasti akan menjadi pria idola nantinya.''
Itulah sepenggal percakapan yang terlontar dari karyawan perusahaan Kurosaki Coorporation. Melihat Ichigo yang masuk ke lobby yang tengah menggendong bayi dan membawa tas berisi perlengkapan bayinya, Membuat semua orang memandangnya tidak percaya sekaligus kagum. Kagum karena ketampanan bayi kecil ini tentunya.
''Hey kau membawa Raiko juga?''
Ichigo mendecih sebal. Renji memang senang sekali menjahili sahabatnya ini.
''Tentu saja, babon. Kau mau melihatku harus menjalani hukuman yang Rukia berikan, hah.'' Gerutu Ichigo.
Renji terkekeh geli. '' Oh aku tahu apa yang kau maksud. Menanam bunga sebanyak 2 hektar itu memang tidak gampang. Iya kan?''
''Berbicara lagi maka akan kupenggal lehermu.''
''Santai saja kawan. Oke baiklah, ayo kita keruanganmu, Presdir.''
''Cih. Tidak usah seperti itu. Aku merinding mendengarnya.''
Dengan langkah santai mereka menuju lift yang terletak diujung lobby. Tapi sebelumnya.
''Bawa tas ini. Setidaknya kau harus membantuku.''
''Baik-baik. Dasar cerewet.''
Ya... yang harus menderita bukan hanya Ichigo juga kan. Ia juga harus ikut menyeret Renji.
Rukia sudah tiba di Seoul 10 menit yang lalu. Setibanya di bandara, Ia menghubungi kediamannya. Ingin memastikan bagaimana keadaan putra kecilnya.
'Kediaman Kurosaki, ada yang bisa saya bantu?'
''Ah Shizuku, ini aku Rukia. Bagaimana keadaan putraku?''
'Semuanya baik-baik saja, Rukia-sama. Putra anda baik-baik saja.'
''Oh syukurlah. Sedang apa Ichigo dan putranya sekarang?''
'Kurosaki-sama mengajak Raiko-sama pergi ke kantor. Tadi sepertinya ada yang menghubungi beliau.'
''Ke kantor? Sejak pukul berapa itu?''
'Sekitar 15 menit yang lalu, Rukia-sama.'
''Oh baiklah kalau begitu. Tetap awasi mereka. Kau mengerti kan, Shizuku?''
'Saya mengerti, Rukia-sama.'
''Terima kasih.''
Rukia menutup sambungan teleponnya. Diam-diam Ia tersenyum kagum mendengar perkataan Shizuku tadi. Suaminya mau mengajak putranya saat Ia harus ke kantor adalah sebuah tanggung jawab yang besar sebagai seorang ayah.
'Kau hebat, sayang.' Batin Rukia kagum.
Tidak salah juga meninggalkan putranya dengan ayahnya.
.
.
#Rin_Rai Kurochiki#
.
.
Ichigo Kurosaki masih berkutat dengan dokumen yang harus Ia tanda tangani. Inipun juga Ia lakukan sambil memangku bayi kecilnya yang tengah asyik memainkan kereta thomas kesukaannya. Sesekali bayi kecil ini akan merengek pelan jika kebosanan akan melandanya. Tapi itu bisa Ichigo atasi dengan sedikit bergurau pada putra kecilnya.
''Selesai. Lihat Raiko, pekerjaan ayah sudah selesai. Sekarang saatnya kita pulang.''
Ichigo menggendong putra kecilnya yang tengah memandanginya. Ichigo bersiap untuk pulang ke kediamannya. Namun tiba-tiba pintu ruangannya di dobrak oleh seseorang.
''I.. Ichigo. Gawat !''
Renji masuk ke ruangan Ichigo dengan wajah paniknya. Ada apa sebenarnya dengan pria berambut merah ini?
''Kenapa wajahmu panik begitu?''
''K.. kyoraku-san datang untuk menemuimu.''
''A-apa? K-kau gila. Bukankah tidak ada jadwal untuk bertemu dengannya hari ini?'' Ichigo memandang Renji horror.
''Aku juga tidak tahu. Pokoknya temui dia di ruang rapat sekarang. Aku akan menjaga Raiko disini.''
''Dasar Renji bodoh.''
Ichigo segera memberikan Raiko pada Renji dan menemui salah satu relasinya. Oh tampak bayi kecil itu akan menangis ketika ayahnya meninggalkan dirinya bersama pamannya. Melihat keponakannya yang ingin menangis, Renji yang sekarang malah kelihatan panik.
''Ke.. kenapa Raiko? Apa... ada yang salah dengan paman?''
Seketika tangisan bayi berusia 9 bulan itu menggema dimana-mana. Ini dikarenakan ketakutan bayi mungil itu saat melihat wajah paman Renjinya. Salahkan Renji yang menggunakan tato dimana-mana.
''Hey... aduh bagaimana ini. KIRA.. KIRA!''
Izuru Kira, asisten Ichigo yang mendengar teriakan sahabatnya itu langsung menghampiri Renji.
''Kenapa berisik sekali. Ada apa Abarai?'' Kira menggerutu pada Renji.
''Kau tahu bagaimana caranya mendiamkan tangisan bayi?'' Ujar Renji masih berusaha mendiamkan tangisan keponakannya yang semakin keras ini.
''Astaga. Aku tidak tahu.'' Kira ikut panik sekarang.
''Oh Kuso.''
Dengan usaha yang sangat amat keras, dua laki-laki berbeda rambut itu mencoba menenangkan tangisan bayi berambut orange itu. Segala cara mereka lakukan demi diamnya anak Kurosaki Ichigo ini. Jika Ichigo tahu, maka tamatlah mereka.
Oekkkk... oekkkkk...
''Astaga ! kenapa berisik sekali? Tangisannya sampai ke ujung koridor.'' Tatsuki, sekertaris Ichigo sekaligus kekasih Renji menghampiri mereka.
''Kau tahu cara menenangkan bayi ini, Tatsuki?''
''Dasar bodoh. Begitu saja tidak bisa. Kemarikan dia.''
Renji segera memberikan Raiko pada Tatsuki. Dengan gerakan menimang-nimang, Tatsuki mencoba mendiamkan tangisan bayi kecil itu.
''Diam ya anak manis. Bibi disini. Diam ya. Uhhh... anak manis.''
Dengan mudahnya tangisan bayi kecil itu mulai mereda sekarang. Digantikan oleh isakan kecil.
''Lihat. Ini mudah kan. Kalian memang bodoh.'' Tatsuki menggerutu sembari menatap Kira dan Renji ketus. Bagaimana tidak jengkel, mendiamkan bayi satu saja sudah seperti mendiamkan bayi 1 panti asuhan.
''Kau kan perempuan. Jadi wajar saja jika bisa. Dasar.'' Kira membela dirinya dan juga sahabat merahnya itu. Maklum saja mereka kan laki-laki. Merekapun juga belum memiliki bayi kan.
''Sudahlah. Sekarang cepat kalian kembali ke pekerjaan kalian. Aku yang akan menjaganya.''
''Baik, baik. Kami akan pergi. Ayo kita pergi Renji.''
Kira mengajak Renji untuk kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Namun sebelumnya Renji mengecup pipi Tatsuki pelan.
''Kau sudah pantas menjadi ibu dari anak-anak kita kelak, Tatsuki-chan.''
'buagh'
''Auw. Kau kasar sekali.''
''Ta-tawake! Sana kembali.''
''Baiklah. Dasar pelit.''
Renji akhirnya keluar dari ruangan itu dan kembali ke pekerjaannya. Sementara Tatsuki menjaga keponakan kecilnya itu.
.
.
.
''Hufft.. selesai juga akhirnya urusan ku dengan Kyoraku-san. Sebaiknya aku bergegas melihat Raiko. Jangan sampai Renji menganiaya putraku.'' Ucap Ichigo sekenanya.
Bayangan aneh itulah yang menghinggapi kepala Ichigo sekarang. Ia selalu beranggapan kalau putranya ditinggalkan bersama Renji, maka bisa dipastikan tangisan yang begitu membahana akan tercipta. Jika melihat wajah Renji, bayi mana yang tidak akan takut. Tatto yang bertebaran dimana-mana akan menambah kesan kengerian untuk putranya.
Ichigo sekarang sudah ada di depan pintu ruangannya. Tapi tunggu. Kenapa ruangannya sepi?
''Apa... terjadi sesuatu pada Raiko? Jangan, jangan...''
Pikiran Ichigo kalut sekarang ini. Jadi dengan terburu-buru, Ichigo membuka pintu ruangannya.
''RAIKO.''
''Ssstttt... jangan berisik!'' Omel Tatsuki lirih.
Ichigo segera membekaap mulutnya. Raiko sedikit gusar di sofa ketika mendengar suara kegaduhan yang dibuat ayahna sendiri. Dengan sigap, Tatsuki segera kembali membuat bayi itu tertidur kembali. Salahkan mulut Ichigo dan kepanikannya yang tidak terbukti benar. Begitu Raiko kembali pulas tertidur, Tatsuki berdiri dan menghampiri Ichigo.
''Apa Kyoraku-san sudah pulang?''
''Ya. Sepertinya proyek yang kita rencanakan dengannya akan segera terwujud.'' Ungkap Ichigo senang.
''Benarkah? Syukurlah kalau begitu.''
''Ah ya. Bagaimana kalau kita makan siang di restoran dekat sini. Aku akan mentraktir.''
''Baiklah. Aku akan mengajak Renji dan Kira.''
Ichigo mengangguk setuju menanggapi usulan sahabatnya itu. Sekali-kali kan Ia ingin mentraktir para sahabatnya. Apalagi ini adalah hari yang membanggakan untuknya. Mungkin berkah si kecil juga.
.
.
#RinRai_Kurochiki#
.
.
Ichigo dan yang lainnya sekarang ini sudah sampai di sebuah restauran Italia. Restauran yang konon sudah dibuka hingga generasi ke 5 ini masih berdiri kokoh dan megah. Ini juga salah satu tempat dimana Ichigo melamar istri tercintanya, Rukia.
''Selamat datang, Kurosaki-sama. Mari siilahkan ikuti saya.''
''Terima kasih, Hanatarou.''
Ichigo dengan mendorong kereta bayi mengikuti pelayan yang bernama Hanatarou itu dengan diikuti oleh sahabat-sahabatnya. Raiko masih setia tertidur pulas di kereta bayi. Sekarang mereka telah duduk dimeja yang sudah Ichigo pesan. Hanatarou memberikan buku menu pada mereka.
''Aku pesan Abacchio al forno. Kau, Tatsuki?''
''Sama denganmu, Renji.''
''Aku Risotto dan kau Kira?''
''Aku Tortellini.''
''Baik. Harap tunggu pesanan anda.''
Hanatarou membungkukan badannya dan meninggalkan tempat itu. Agar tidak bosan, Renji mulai membuka topik pembicaraan.
''Aku sudah yakin jika proyek kali ini akan berjalan lancar. Benarkan?''
''Kau benar. Aku tidak menyanga jika Kyoraku-san, orang yang terkenal sulit itu bisa langsung menyetujui proyek ini.'' Kira menanggapi perkataan Renji.
''Tapi kita masih harus tetap meyakinkannya kalau kita akan melakukannya yang terbaik. Benrkan, Ichigo?''
''Benar. Em sebentar, aku ingin menelepon istriku dulu. Aku titip Raiko sebentar.''
''Baiklah.''
Ichigo beranjak dari kursinya dan pergi ke balkon yang berada disusdt kafe itu. Sementara Renji da yang lainnya menjaga Raiko yang masih tertidur lelap. Angin musim semi berhembus dengan lembut, membuat Ichigo memejamkan matanya sejenak demi menikmati udara yang berhembus di siang hari ini.
''Ah iya, bukankah aku harus menghubungi Rukia. Dasar bodoh.''
Segera diraihnya handpone flip hitamnya. Ia sudah tidak sabar mengetahui reaksi apa yang akan ditunjukan istrinya nanti.
'Ichi.'
''Hai sayang. Bagaimana kabarmu disana?''
'Em baik. Kau sendiri? Kau makan dengan teratur kan?'
''Tentu saja, sayang. Aku ada kabar baik untukmu.''
'Apa itu?'
''Proyek besarku dengan Kyoraku-san berjalan dengan lancar. Mulai besok proyek itu akan dimulai.''
'Benarkah itu?'
''Ya. Kau senang?''
'Tentu saja, sayang. Oh aku tidak sabar untuk bertemu denganmu dan memberikan sebuah pelukan.'
''Hanya pelukan? Aku ingin yang lebih.''
'Iya aku tahu. Jika nanti aku sudah pulang, aku akan memberikannya. Oh ya, dimana Raiko? Aku rindu padanya.'
''Dia sedang tidur. Sepertinya dia juga merindukanmu.''
'Benarkah? Oh aku merindukan putraku.'
''Lebih tepatnya putra kita berdua. Aku merindukanmu. Cepatlah pulang.''
'Bukankah kurang 2 hari lagi? Aku juga merindukanmu, Ichi.'
''Baiklah. Akan kututup. Jaga kesehatanmu, Rukia.''
'Kau juga,Ichi. Aku mencintaimu.'
''Aku juga mencintaimu, sayang''
Ichigo tersenyum senang setelah mendengar suara indah dari istrinya. Rindunya yang besar telah terobati sekarang.
''Hanya mendengar suaramu saja aku sudah senang. Apalagi jika bertemu. Hahhh.. aku merindukanmu, Rukia.''
Mungkin inilah yang disebut sebagai malarindu. Rindu yang benar-benar tak tertahankan, walaupun baru beberapa menit tidak bertemu, tapi rindu yang berat sudah melanda. Berlebihan memang. Tapi inilah adanya. Mungkin kalian juga pernah merasakannya. Benarkan?
.
.
.
Ichigo kembali ke mejanya berada. Dilihatnya Tatsuki yang tengah menggendong putranya.
''Sudah bangun kau rupanya, jagoan.''
''Saat kau menelepon tadi, dia terbangun dan menangis sebentar.''
''Benarkah? Kenapa kau menangis hem?''
Ichigo menggendong putranya dan memeluknya pelan. Romantis sekali ayah dan anak ini. Tapi lihat saja, Raiko begitu menikmati pelukan Tou-sannya ini.
''Permisi. Ini pesanan anda.'' Seorang pelayan meletakkan beberapa makanan yang tadi telah dipesan oleh mereka.
''Terima kasih, Hanatarou.''
''Selamat menikmati makanannya, Kurosaki-sama.''
Ichigo tersenyum menanggapi pelayan tadi. Kemudian, ia kembali duduk di kursinya sembari masih menggendong putranya.
''kalian makan saja dulu. Aku masih menggendong Raiko.''
''Baiklah.''
Selama Raiko belum merasa nyaman setelah bangun tidur, maka inilah yang harus Ichigo lakukan. Menggendong putranya sampai benar-brnar merasa nyaman. Selamat berjuang untukmu Kurosaki-sama.
.
.
#RinRai_Kurochiki#
.
.
Malam menjelang. Dirumah megah milik Kurosaki Ichigo, tampak begitu tenang dan damai. Terang saja begitu, karena Kurosaki junior saat ini tengah tertidur lelap di kamarnya. Ichigo pun juga terlihat begitu tenang dan lelap menyelami mimpi indahnya. Jika dilihat, wajah Kurosaki sulung ini terlihat begitu tampan dan mempesona. Fansgirl akan mengatakan jika wajah ini seperti pangeran yang menunggu putri impiannya datang dan mencium dirinya. Oh.. tentu saja itu yang hanya bisa melakukan itu hanyalah sang istri tercinta, Kurosaki Rukia. Kasihan sekali bagi Ichigo FC yang ingin mendapatkan kesempatan mencium sang pangeran harus pupus karena hal itu.
''Oekkkk.. Oekkkk...''
Ohhh.. sepertinya acara tidur sang pangeran harus gagal karena junior kecilnya menangis kencang karena tidurnya terganggu. Ichigo yang kebetulan berada disamping putra kecilnya, terbangun dan mencoba untuk menenangkannya.
''Ada apa, jagoan? Kau haus?''
Dengan langkah gontai, Ichigo mengambil botol susu yang berada disamping ranjangnya. Tangisan pun terdiam, ketika Ichigo memberikan botol susu itu pada putranya. Terlihat sekali jika putranya ini memang kelaparan. Terbukti susu yang tadinya penuh, sekarang tersisa kurang dari setengahnya. Memang luar biasa. Putranya ini.
''Oke jagoan. Kau harus kembali tidur lagi ya. Hari esok masih menunggu.'' Ujar Ichigo seraya menggendong putranya. Namun seaakan menolak perintah ayahnya, bayi berumur 9 bulan ini menangis tidak mau kembali tidur. Ichigo kewalahan sekarang.
''Hey Raiko, kau tidak mau tidur lagi? Ayolah jagoan, kau harus kembali tidur.'' Ichigo mulai memelas.
Karena terus enerus menangis, Ichigo meletakkan putranya itu di ranjangnya segera diambilnya mainan kesayangannya agar tidak menangis lagi. Dan bingo! Tangisannya berhenti.
''Syukurlah. Akhirnya bisa berhenti juga. Huffttt... kalau begini terus, aku bisa jadi gila.''Ichigo mulai menggaruk kepalanya diteruskan, mungkin rambut orange itu akan menjadi rontok dan ahli nutrisi rambut harus bersiap-siap mulai dari sekarang.
Waktu sekarang menunjukkan pukul 12 malam. Dan tebak apa yang sedang dilakukan putra tunggal Kurosaki Ichigo? Yaa... bayi mungil ini masih setia memainkan mainannya. Tentu saja Ichigo sebagai orang tua yang siaga tidak mungkin membiarkan putranya sendirian. Ketika Ichigo mencoba mengambil mainan putranya dan mengajak untuk kembali tidur, maka putranya akan kembali menangis dengan kerasnya.
Kembali Ichigo mencoba untuk meminta putranya untuk tidur.
''Hey jagoan, ayo kembali tidur. Kau tahu, ayah sudah sangat mengantuk sekarang.''
Hasilnya... masih tetap sama. Si kecil tidak mau dan menangis. Kali ini Ichigo yang malah memelas dan menangis.
''Huweeee.. Rukiaaaa... tolong aku.''
Terdengar seperti jeritan menyayat hati, tapi yakinlah jika ini lucu. Mari doakan agar Raiko berubah pikiran untuk kembali tidur dan mau mengurangi beban ayahnya yang sudah mulai frustasi sekarang. oke selamat berjuang, Ichigo.
.
.
To Be Continued
.
.
#Rin_Kurochiki Room#
Gimana sama ceritanya? Jelek? Gak memuaskan? Harap maklum saja. Ini cerita dari Nii-san saya. Saya hanya bisa meneruskan saja.
Ya ampun readers, percaya gak kalo ini udah saya tunda selama 3 bulan lebih? Ngaret kelewat bates saya. Gomen readers dan Nii-san. Nii-san saya bolak-balik ngamuk ke saya gara-gara gak di publish. Nah Ko, inget udah nikah jangan banyak ngomel-ngomel. Pusing gue kalo denger lu ngomel-ngomel.
Lupakan Raiko.
Saya sengaja mau nyelipin humor karena saya bosen sama yang biasa. Mau yang luar binasa. Hahahahaha #di getok readers#
Yang mau ngasi saran buat chapter 2 juga boleh. Ini Cuma Three shot kok. Sama dengan fic Kaa-san. Jadi, ayo lestarikan fic Kaa-san (apa nyambungnya juga)
Segini dulu ya, takut ntar kebanyakan. Tunggu chapter selanjutnyaaaaa... Rin pergi dulu ya.
(Naik kapal selam)
#Rin_Kurochiki Couw#
