Naruto hanya milik Kishimoto-sensei!

"AGAPANTHUS"

By CrimsonEmerald

CANON, OOC, Miss Typo(s), WARNING LEMON (IMPLIST), etc.

Haruno Sakura X Uchiha Sasuke

For challenge #3PATW SasuSaku

Begin, Sky, Flower.

.

.

.

.

.

.

Untuk SasuSaku dan S-Saver yang tercinta~ 333

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


Aku melihatmu,

Kau yang berdiri di sebrangku. Perlahan melangkah mendekatiku. Mematut pandangan hanya padaku. Mengenakan hakama hitam di hari sakral-kita berdua.

Kau melihatku,

Aku yang memaku pandangan hanya padamu. Aku yang perlahan berjalan menuju dirimu. Aku yang tersenyum hanya untukmu, menantimu, mengenakan shiromuku bertudung di hadapanmu.

Ini adalah akhir,

Akhir dari penantianku-untuk dirimu. Akhir dari air mata, duka dan lara akibat menunggumu yang terlalu lama. Akhir dari penantian panjang-atas jalan naik, turun dan berliku yang kulewati demi dirimu. Akhir dari kegelapanmu-atas kesalah pahaman, dendam dan ego masa lalumu. Akhir dari pengejaran yang begitu melelahkan. Akhirnya,

-ah, kita bisa berbahagia.

Kau yang berdiri di hadapanku.

Tampak tampan, menawan, dan menghanyutkan-seperti dahulu kala. Kau yang mendebarkan jantungku, kau yang mendesirkan darahku, kau yang menggelitik isi perutku. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang meledak dalam jiwaku.

Jatuh cinta.

Aku pasti akan jatuh cinta-lagi dan lagi hanya dengan menatap onyxmu. Seperti rentang jemari yang kupunya. Tahun-tahun yang terlewat kuhabiskan untuk mencinta-mencinta dan menanti. Hingga berakhirlah penantian ini.

Kita menjadi satu.

Di dalam kuil ini, di hadapan ratusan penduduk desa yang menyaksikan janji suci kita. Kita menjadi satu. Saling membutuhkan, saling melengkapi, dan tak akan ada kesalahpahaman-lagi. Aku tersenyum. Mataku tak kuasa untuk tak berkaca-kaca. Menatap kabur tangan besarmu yang menggenggam erat tangan kecilku. Menikah,

-kini kau adalah suamiku.

Akhir penantian, awal kebersamaan.

Ini akhir dari tahun-tahun suram-sarat penantian dan pengejaran. Namun ini adalah awal. Awal untuk masa depan kita berdua. Hari awal di mana aku akan setia. Menemanimu sepanjang usia. Mendungkungmu dalam suka dan bahagia. Awal kita membangun bahtera rumah tangga.

Janji suci, pernikahan kita. Awal dari segalanya-tolak balik kehidupan kita berdua.

Ketika kita berdiri berdampingan, menghadap undangan yang bertepuk tangan. Aku mendekat, sedikit berjinjit untuk mencapai telingamu dan berbisik pelan.

"Tolong jaga aku mulai hari ini, Sasuke-kun."

Dan kau tersenyum tipis-tipis sekali. Senyum pertama di awal kehidupan kita bersama.

-ah, senyummu mendebarkan hatiku.


Seringkali, dalam benak aku bertanya.

"Apa alasanmu melamarku?"

Seringkali, pun aku menjawabnya.

"Apa karena aku satu-satunya wanita yang dekat dengamu."

Barangkali, pertanyaan itu melintas dalam benakku karena

-kau agak mengabaikanku.

Sungguh, ini bukan sore pertama seperti yang kuharapkan.

'Apa aku terlalu tinggi berharap?'

"Sasuke-kun, malam ini mau makan apa? Biar kumasakkan sekang juga." Aku tersenyum sembari menoleh dan bertanya. Melirikmu yang duduk di atas sofa kediaman Uchiha. Rumahmu-dan kini rumah kita berdua. Acara pernikahan selesai pada siang hari, karena itu kami bisa kembali pada sore hari. Dan malam ini, aku berencana untuk membuat makam malam sendiri-untuk kami berdua.

Karena ini, akan jadi makan malam kami yang pertama.

Kau menoleh, onyxmu sejenak menatapku. Sebelum kau kembali menatap ke arah lain dan beranjak dari kursimu.

"Kita makan malam di luar saja, Sakura." Jawabmu-agak dingin kurasa.

Aku terhenyak, menatapmu yang melangkah ke kamar-kita berdua. Setelah pintu tergeser menutup, aku terkulai lemas. Menahan diri dengan dua tangan menapak lantai. Dalam hati aku bertanya-tanya,

Apa kau tak ingin makan masakan istrimu sendiri?

Pikiran itu membuatku sakit hati. Merasa terluka dengan asumsiku sendiri. Aku benar-benar bodoh. Seharusnya aku tak boleh menyimpulkan dengan seenaknya. Tapi sikapmu padaku, membuat batinku leluasa membuat hipotesa.

Sadarlah, dia tak mencintaimu.

-begitu yang diteriakkannya.


Sepanjang jalan,aku menatapmu.

Sepanjang jalan, aku melangkah di belakangmu.

Sepanjang jalan, aku mengawasi jemarimu.

Yang hanya terkulai lemas di sisi tubuhmu, sementara yang satu dijejal ke dalam saku celanamu.

Disaat pasangan lain bergandengan tangan-kita tidak melakukannya. Disaat suami istri harusnya saling berlaku mesra-kita kebalikannya. Disaat dua orang yang mencinta seharusnya berjalan bersama-kita berjalan sendirian. Dengan kau di depan, memimpin jalan. Dan aku di belakang, menatap sedih pada punggung bidangmu yang menjulang.

Gelisah dan resah.

Apa ini normal? Padahal kita baru menikah. Mengucap janji suci. Baru pagi tadi. Dan sikapmu masih sama saat kita genin dulu. Saat kita belum terikat oleh satu hubungan apapun. Ini seperti tak ada bedanya.

Seharusnya, barang kau menggandeng tanganku saja. Tak perlu mengucapkan apa-apa, tak perlu melakukan hal yang susah payah. Hanya tangan yang saling bertautan, itu sudah lebih dari cukup bagiku.

Namun kau tak melakukan apa-apa, maka aku pun enggan mengganggumu.

Aku hanya bisa pasrah dan pasrah.

Sampai mana pernikahan ini akan bertahan? Padahal kapal baru saja bertolak dari dermaga.

Ah, lelah dan lelah. Sikapmu sama sekali belum berubah.

Ini awal yang mengecewakan-benakku kembali berhipotesa.


Kedai Ichiraku, kau membawaku makan malam disana.

-ah, nostalgia.

Tempat ini penuh dengan kenangan kita bersama-tim tujuh tentu saja. Kedai Ichiraku tampak ramai dari luar. Kau masuk duluan, dan aku menyusul di belakang. Kita tiba, menemukan Naruto dan Hinata yang juga makan di sana.

"Oh, Teme! Sakura-chan! Kalian sudah datang?" Naruto berseru girang, Hinata tersenyum manis, menyambut kedatangan-kita berdua. Kau tampak paham, sementara aku tak mengerti. Ini seperti kalian berencana reuni-namun aku tak mengetahui.

Tanya, tanya. Dalam hati aku bertanya.

Kenapa kau tak memberitahu sebelumnya?

Namun aku hanya diam, membalas dengan senyuman. Berusaha terlihat baik-baik saja. Melirik padamu dan Naruto yang terlibat obrolan bersama.

"Sakura-san?" Hinata yang duduk di sebelahku bertanya. Aku menoleh padanya.

"Kau baik-baik saja?" Ah, wanita memang peka.

"Daijobu. Tenang saja, aku hanya sedikit kelelahan setelah siang tadi." Secercah tawa kutambah di ujung jawab. Mengalihkan pembicaraan, aku tak ingin orang lain seperti Hinata mencemaskanku. Ini adalah masalahku-masalah rumah tangga kita. Baru beberapa jam kita bersama, tapi aku rasa kau tak berbeda. Kau sama saja. Sama dinginnya dengan Sasuke yang kukejar di masa lalu.

Sakit, sakit.

Mengingat memori lama membuatku sakit. Mengenang masa ketika kau tiada membuatku perih. Mungkin kau tak tahu, sudah berapa banyak air mata yang kugunakan untuk menangisimu. Mungkin kau tak tahu, berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk mengejarmu. Mungkin kau tak tahu, dan tak akan pernah tahu.

Ini seperti hanya aku yang terlalu tinggi berharap-berharap malam kita akan semanis coklat hangat.

Namun nyatanya kau tetap sosok yang sama-sosok dingin yang pahit. Seperti aku tak pernah mengenalnya.

"Ini ramen untuk Nyonya Uchiha!" Kudengar paman menyebut girang, membawa semangkuk ramen pesanan. Ia tersenyum lebar, meski tak kuasa. Kupaksakan untuk balas tersenyum padanya. Pura-pura senang mendengarnya.

Aku memang senang-tentu saja. Tapi sikapmu-Sasuke. Membuatku bingung, gelisah dan resah.

-ini seperti pernikahan yang tak nyata-betapa bodohnya.

"Asin." Gumamku pelan menyeka sudut mata. Setetes air mata menjatuhi mangkuk ramen. Aku melirikmu, yang tengah menikmati ramenmu dalam diam. Aku tersenyum tipis-ah, betapa khas mu sekali. Kau selalu makan dalam diam, bukan? Berbeda dengan sahabatmu-bahkan istrimu yang kau bilang berisik dan menyebalkan.

Menyebalkan, menyebalkan.

Aku benci pada benakku yang terluka hanya karena sikap dinginmu. Mana Haruno Sakura yang berulang kali jatuh dan bangkit lagi saat ditinggalkan Uchiha Sasuke? Ini seperti-aku jadi lebih rapuh setelah janji yang kau ikrarkan pagi tadi.

Ah, hatinya mulai lagi-menerka-nerka apakah kau mencintai.


Selesai sudah.

Usai menandaskan ramen dan mengobrol sejenak, kau meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja. Naruto melambai semangat, sembari tersenyum riang. Hinata pun mengucap 'oyasumi' pada kita berdua.

Langit malam yang pekat, menyambut kita ketika keluar.

Langit malam yang pekat, aku meliriknya dalam segaris kurva sendu.

Langit malam yang pekat, aku melirik lambang Uchiha di punggung bajumu.

Langit malam yang pekat, seakan tahu aku seperti bermimpi menjadi istrimu. Ini seperti tidak nyata. Pagi tadi aku resmi menjadi Nyonya Uchiha. Namun malamnya? Kau bersikap sama. Ini seperti kau hanya menjadi rekan satu tim-bukannya seorang suami.

Langit malam yang pekat, seakan membalut hatiku yang gundah.

Bagaimana ini? Apa yang terjadi?

Hatiku tak bisa memungkiri. Kecewa, kecewa. Sejujurnya aku kecewa pada sikapmu yang sama sekali tak ada manis-manisnya. Ah, aku jadi melankolis. Seharusnya Uchiha Sasuke memang tak pernah bersikap manis, bukan? Tapi setidaknya-harapanku sebagai seorang istrinya. Ia bisa menunjukkan sikap hangat. Barang sedikit saja. Tak perlu berlebihan, namun cukup hangat untuk dirasakan ada cinta yang-memang benar adanya terselip di sana.

Ingin rasanya aku bertanya,

Apa kau mencintaiku, Sasuke-kun?

Seharusnya sudah jelas jawabannya. Hn, ya. Itulah jawaban yang seharusnya kau berikan ketika aku bertanya. Karena kita sudah menikah. Jelas-jelas terikat dalam hubungan suami istri. Tak ada alasan bagimu untuk tak mencintai setelah kau melamarku. Tapi tetap saja. Sikapmu seakan kau tak pernah mencintai. Sakit memang, tapi benakku membuat hipotesa.

Ini seperti kau hanya ingin membangun klan Uchiha. Hanya membangun, dengan bantuanku tanpa dasar cinta.

Miris, miris. Aku tak ingin hipotesa benakku benar adanya.

Tapi terkadang, wanita tak sesabar kelihatannya. Aku mungkin dengan sabar menanti, dengan sabar mengejar. Namun saat kami sudah jelas terikat oleh hubungan suami istri, ini tak semudah kelihatannya. Aku mencintainya, karena itu aku menerima lamarannya. Tapi dia melamarku-apa karena mencintaiku?

Pertanyaan itu berulang kali berputar. Bolak-balik keluar. Mengacaukan pertahanan hati yang kubangun bertahun-tahun lamanya. Kacau, kacau. Hatiku kacau lagi-karena Uchiha Sasuke.

Langit malam yang pekat, tahu kau melangkah di depan. Memimpin jalan.

Langit malam yang pekat, tahu aku hanya mengiringi di belakang, sembari menenangkan hati yang berhipotesa.

"Sasuke-kun?" Namamu meluncur begitu saja dari bibirku. Kau berhenti, melirikku di belakang yang tertegun kemudian. Tak ada jalan mundur. Panggilan tak dapat ditarik setelah meluncur. Karena itu aku lanjut bertanya, dengan wajah mendongak mematri ekspresimu yang datar seperti biasa-aku takut saat melihatmu. Ini tidak biasa.

"K-Kau... Apa kau benar-benar mencintaiku?" Pertanyaan itu akhirnya melompat dari lidahku. Mengawang di udara, naik ke langit malam yang pekat di atas sana. Aku tahu kau mendengarkan, tapi kau tak kunjung buka suara.

Bingung, bingung. Aku sudah bertanya, tapi kau enggan menjawab. Jadi harus bagaimana? Aku tak tahu jalan selain ini. Aku bukan seorang peramal yang bisa menebak perasaanmu padaku. Yang bisa kulakukan hanyalah mendengarkan hatiku berbicara. Seperti bisikan dari seorang yang ada dalam diriku. Membuat jawaban-jawaban yang mengacaukan hatiku.

Aku memang kacau-kurasa.

"Sakura, apa maksudmu?" Kau balas bertanya dengan nada dingin-seperti biasa. Aku tersentak, melirik pada wajahmu yang samar mengerutkan alis.

Mungkin ini saatnya, saatnya memberitahu semua yang mengacaukan perasaanku sejak sore tadi.

"Aku bersedia menjadi istrimu, karena aku mencintaimu Sasuke-kun. Tapi bagaimana denganmu? Apa kau melamarku atas dasar cinta? Karena...Karena, bahkan sampai saat ini kau masih dingin padaku. Menolak makan malam buatanku, menolak berjalan di sampingku, dan kau bahkan tak ingin menggandengku. Apa itu normal? Kau tahu, Sasuke-kun. Aku selalu mencintaimu, kau tahu itu. Tapi melihatmu yang seperti itu, membuatku...membu-gomen"

Aku tak kuasa melanjutkan kalimat, lantas meminta maaf dan segera berlari. Meninggalkanmu yang masih berdiri. Lampu jalan berkedip lemah. Saat aku melewatinya menuju distrik Uchiha. Tak sekalipun kulirik belakang, untuk memastikan apakah kau mengejarku atau tidak. Karena aku sudah tahu jawabannya, kau pasti tak akan mengejarku.

Menyebalkan, menyebalkan. Aku menangis dan bersikap menyebalkan-lagi dihadapanmu lagi dan lagi. Kau pasti tak akan suka. Dan aku sudah tak peduli lagi, aku yakin-aku sudah mengacaukan semuanya. Mungkin aku harus segera siap mengucapkan kalimat sayonara. Kau pasti tak membutuhkan gadis cengeng sepertiku. Gadis yang mudah menangis karena pikirannya sendiri. Hipotesa-hipotesa yang datang tiada henti, mengacaukan perasaan dan hati. Menggoyahkan kepercayaanku padamu yang kubangun selama ini. Aku benar-benar mengacaukannya-yang ini benar-benar mengacau dan tak kuketahui bagaimana cara memperbaikinya.

Langit malam yang pekat, ah kau menjadi saksi bisu pertengkaran kami yang pertama.

Ne, aku mengacaukannya, bukan? Bahkan kulihat kau-langit. Menertawaiku dari atas sana.

Bodoh, bodoh.


Distrik Uchiha, aku sampai di sana.

Tak ada lampu terang yang menyambutku di sana-tentu saja. Karena hunian itu sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya. Kegelapan menjalar di mana-mana. Suara kayu berderit mencekam suasana, namun aku mengabaikannya. Sebersit angin bertiup di sekitar leher. Menggoyangkan surai soft pink sebahuku yang tergerai begitu saja.

Tap... tap... tap...

Langkahku terdengar seorang diri di sana.

Hampa, sendirian, terasa begitu menyesakkan. Apa bertahun-tahun lamanya kau terjebak dalam perasaan sepi seperti ini? Mengerikan, mengerikan. Aku tak bisa bayangkan jika aku yang berada di posisimu. Mungkin hal ini lah yang membentuk kepribadianmu, menjadi sedingin es. Kau datar. Mampu menyimpan emosimu dengan baik. Hingga aku terus bertanya-tanya apa yang kau rasakan saat ini-saking pandai kau menyembunyikannya.

Aku mendekati sebuah rumah yang lampu depannya menyala. Lambang Uchiha bertengger gagah di atasnya. Rumahmu-rumahku juga. Rumah kita seharusnya.

Aku melepas sandal ninja, menggeser pintu rumah dan masuk ke dalamnya. Menjejak lantai kayu yang asing. Asing tentu saja-sebab belum terbiasa. Aku baru tinggal di sini-baru sore tadi. Tapi ini sudah menjadi rumahku-rumah kita bersama. Sejak pagi tadi kau resmi menjadikanku sebagai Nyonya Uchiha. Jadi aku berhak untuk tinggal di sini-tentu saja.

Aku segera masuk ke kamar-kamar mu. Sebab hanya itu satu-satunya kamar yang kuketahui di rumah ini. Menggelar futon untukku dan untukmu yang nampaknya belum datang juga. Futon terpisah-tentu saja. Mana mungkin aku sanggup menggelar futon bersama setelah aku mengacaukan semuanya. Aku tak yakin bisa tidur tenang dengan punggung bersentuhan setelah yang kukatakan tadi-setelah aku bersikap menyebalkan di depanmu. Aku tak sanggup dan kau pun pasti tak akan mau, bukan?

Ah, aku membuat hipotesa dengan seenaknya lagi. Tak sadar hal itu akan mengacaukan perasaanku lagi.

Tidur, tidur.

Kututup kedua kelopak mata. Kucoba untuk tidur sekarang juga. Namun tidak bisa. Bagaimanapun aku mencobanya tetap tak bisa. Aku tidak bisa tidur dengan kepala berjejal penuh pemikiran. Pikiran-pikiran tentang bagaimana nasib pernikahanku ke depan. Atau bagaimana perasaanmu yang sebenarnya. Benar-benar membuat sakit kepala. Namun aku enggan melupakannya.

GREP

Hangat. Sepasang lengan kokoh memelukku erat. Aku tersentak, segera membuka mata. Emeraldku melirikmu yang tiba-tiba berbaring di belakangku.

Tiba-tiba.

Kau datang tanpa suara.

Dan berbaring di belakangku segera.

Aku sama sekali tak menyadarinya.

Ini terlalu tiba-tiba.

"Maaf." Kau bergumam di belakang telingaku. Aku menahan nafas. Mendengarkanmu yang lanjut bergumam.

"Maafkan aku Sakura... Aku sama sekali tidak bermaksud menolak makan malammu. Aku hanya...tak ingin kau kelelahan, makanya kuajak kau makan di luar. Dan kebetulan Naruto juga membawa Hinata makan malam di sana. Kupikir kau akan senang, karena ada Hinata yang menemanimu. Aku bingung, aku tak pernah dekat dengan orang lain sebelumnya. Maafkan aku jika aku seperti mengabaikanmu. Aku takut akan menyakitimu." Katamu parau, tampak putus asa. Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah kau katakan padaku.

Dan setelah itu kau membalikkan badanku. Aku menghadapmu. Emeraldku bersirobok dengan onyx tajam mu.

Hangat, hangat.

Bibirmu yang hangat mengecup lembut bibirku.

Menyapu hingga ke garis rahangku.

Memberi tanda di sepanjang leherku.

Mengerang, mendesah, aku lemas.

Kecupanmu memanjakan kulitku.

Aku terengah.

"S-Sasuke-kun? Aku tidak menyangka kau ja-"

Telunjukmu mengepit kedua bibirku. Gelap, gelap. Aku tak bisa melihat ekspresi yang tertera di wajahmu. Kegelapan di kamar, hanya ada cahaya remang di bawah pintu kamar. Sepasang onyx tajam yang berkilau, itu yang kutemukan ketika mendongak mencari-cari dalam kegelapan. Kedua tanganmu menaut tanganku. Aku balas menggenggamnya. Erat, erat. Aku tak ingin melepaskan tautan tangan kita.

Kau mendekat, nafasmu meniup hangat belakang telingaku. Hidungmu mengelus kulit pipiku. Aku menggeliat. Masih terengah. Suasana kamar tiba-tiba terasa panas. Sebelum memulai, kau berbisik.

"Maaf, membuatmu salah paham tadi." Bisikmu parau, agak bergetar dan serak di telingaku. Suara itu menggetarkan jiwaku, membangunkan gejolak aneh dalam tubuhku. Secepatnya kurengkuh tubuhmu, dan balas berbisik dengan mata berkaca-kaca.

"Maaf sudah bersikap menyebalkan, Sasuke-kun."

Panas, panas. Suasana memanas.

Angin yang bertiup dari jendela yang terbuka, tak mampu menyejukkan suasana di antara kita.

Hangat, hangat.

Rengkuhanmu semakin erat, kecupan basahmu semakin dalam.

Tangan kita saling bertaut, bibir kita saling memagut.

Indah, indah.

Ini malam pertama seindah yang kubayangkan.

Rengkuh aku, kecup diriku, tandai aku, sentuh tubuhku.

Aku hanya milikmu, wahai suamiku.

Langit malam yang pekat, aku meliriknya dari jendela yang terbuka.

Langit malam yang pekat, kau bergerak, aku bergerak, kita saling menyambut.

Langit malam yang pekat, nafasmu memberat, nafasku terengah, kita berpagut dalam satu desah.

Langit malam yang pekat, menjadi saksi bisu atas penyatuan kita.

Langit malam yang pekat, ah kau menjadi saksi atas geram penuh nikmat kami berdua.

Langit malam yang pekat, biar kau simpan dalam diam bagaimana indahnya malam pertama kami bersama.


Mentari pagi menerangi melalui jendela kamar yang tersingkap. Aku mengerjap. Segera duduk di atas futon tidurku-bersamamu malam tadi. Menoleh ke kanan dan ke kiri, tak kutemukan kau di mana-mana. Karena itu aku yakin kau bangun lebih dulu dari padaku. Mengenakan pakaikanku kembali, aku merapikan futon.

Peristiwa malam tadi kembali teringat, pipiku menghangat. Menggeleng dengan keras, tetap tak mampu menyembunyikan rona merah yang menjalar di sepanjang pipiku. Sebelum keluar kamar, kutemukan sebuah kertas terlipat, tergeletak di atas meja. Meja kecil di sisi jendela. aku mendekatinya, kemudian membuka isinya.

Setangkai bunga jatuh. Aku memungutnya.

Mengamati kelopaknya yang berwarna biru. Biru berkilauan ketika tertimpa cahaya mentari.

Bunga Agapanthus.

Aku mengenalnya sebagai bunga lambang cinta, begitu yang pernah Ino jelaskan padaku.

Siapa pengirimnya?

Aku bertanya-tanya, berdebar, kubuka kertas yang tersampir bersama sang bunga dengan hati-hati

Untuk: Nyonya Uchiha-begitu yang tertera di atas kertas sebelum aku lanjut membacanya.

Selamat pagi. Karena aku tak tahu ingin menuliskan apa, karena itu langsung ke intinya saja. Aku menunggumu disana. Aku yakin kau tahu maksudku di mana.

Sampai bertemu disana, dan aku mecintaimu Uchiha Sakura.

Dari: Suamimu yang tercinta-kutemukan coretan di kata yang tercinta. Itu seperti kau ragu dan malu untuk menuliskannya. Aku tertawa geli, membayangkan bagaimana kiranya ekspresimu ketika menuliskan surat ini.

Benar-benar tak kusangka. Uchiha Sasuke-suamiku. Yang terkenal dingin dan pelit bicara. Bisa menuliskan surat seperti ini. Aku tersenyum tipis. Pipiku kembali merona. Ah, bahagia sekali rasanya. Ketika kutahu kau juga mencintaiku.

Kau mencintaiku. Rasanya kalimat itu ingin kuulang ratusan kali, atau bahkan ribuan kali.

Berdebar, kupandangi kelopak bunga Agapanthus yang masih segar. Warna birunya memanjakan mata. Melambangkan cinta-begitu yang Ino katakan padaku. Sekarang aku curiga, pasti kau membeli bunga ini di toko Yamanaka-toko sahabatku. Kurasa bersikap romantis memang kelemahanmu.

Memandang kelopak sang bunga, aku menerka-nerka. Warna biru kelopak Agapanthus seakan memberi tahuku tempat kau tengah menungguku. Aku tersenyum, kemudian mengepit tangkainya di tangan kananku.

"Aku tahu tempat yang kau maksud, Sasuke-kun."


Padang rumput Konoha. Tersembunyi di balik bukit hokage di pinggir desa. Aku melangkah menuju satu-satunya pohon yang tumbuh di tengah-tengahnya. Kutemukan kau bersandari di batangnya. Memejamkan mata. Wajah tampanmu terlelap dalam damai, berbingkai rambut raven yang dilayangkan oleh semilir angin. Tersenyum aku mendekatimu. Meletakkan keranjang anyaman di atas rumput, aku duduk di sebelahmu. Ikut bersandar pada batang pohon, bersentuhan dengan bahumu.

Damai, damai.

Kurasakan indahnya ketenangan saat berdua.

Semilir angin mengelus lembut kulit wajahku, tak kuasa, kupejamkan mata.

Saat hampir terlelap, kurasakan sebelah tanganku di balut oleh kehangatan.

Perlahan kubuka mata, kutemukan tanganmu yang menggenggam erat jemariku.

Aku tersenyum dan kembali memejamkan mata, menyamankan diri di bahu bidangmu.

Tak perlu berkata-kata, hanya dari genggaman tanganmu.

Aku tahu kau mencintaiku.

Aku mencintaimu-juga, kukepit tangkai bunga Agapanthus di tangan lainnya.

Kelopaknya yang biru bergoyang-seperti dirimu.

Agapathus, bunga perlambang cinta.

Talk less, do more. Kurasa itulah dirimu. Tak banyak berkata, hanya dari perlakuanmu padaku. Aku tahu kau mencintaiku. Tapi terkadang aku juga butuh penjelasan-Ne, benarkan suamiku?

Aku juga mencintaimu, Uchiha Sasuke.

.

.

.

.

.

OWARI


Catatan: Bunga Agapanthus sebenernya memang bunga yang melambangkan cinta. Dan ada satu jenis agapanthus yang memiliki kelopak berwarna biru. Kenapa author milih Agapanthus yang kelopaknya biru? Karena tentu saja Sasuke identik dengan warna biru. Selain itu, menurut sumber yang author baca. Bunga yang warnanya biru itu identik dengan para pemimpi, seniman, dan misteri. Kan cocok banget sama Sasuke yang kadang misteri-misteri gimana gituh /plak/ XD Dan seluruh yang author jabarkan tentang Agapanthus di atas author dapat dari berbagai sumber di mbah google, apakah sumber itu benar atau tidak author tidak tahu. Jika benar maka author bersyukur, namun jika salah author harap kalian mampu membetulkannya melalui kotak review /modus/


AKHIRNYA SELESAI JUGA! AKHIRNYA SELESAI JUGA! AKHIRNYAAAAAA~ ~~ /tereak heboh/ditendang warga ffn/ XD

Fuh, akhirnya aku bisa selesain fict untuk event ini :3 /lap keringat/ Susah banget bikin adegan limenya, tangan gemeteran waktu ngetiknya wkwkwk Jadi maaf deh kalau bagian 'itu-itunya' agak aneh ya~~ soalnya itu pengalaman pertama bikin lime, pemirsaaaaa~ /kembali heboh/dibejek berjamaah/

Sebenarnya pengen jaga SasuSaku nya supaya tetap IC, tapi kalian tahu sendirikan kelemahanku itu adalah membuat karakter tetap IC. Apalagi semua fict ku SasuSaku nya emang OOC /hah/ XD Dan setting CANONnya? Jangan ditanya. Fict CANON adalah kelemahanku, coba hitung berapa fict CANON yang pernah kubuat. Dan kalian tahu betapa hancurnya fict CANON ku.

Tapi untuk fict ini, aku berusaha dengan sebaik-baiknya :3 Karena fict ini sangat berarti, soalnya kalau menang kan bisa dapat novel XD wkwkwk /ditimpuk/ Kayaknya kalau menang kejauhan banget ya ngayalnya XDDD /masa bodo/

Yap, maaf untuk curcolan panjangnya, karena author orangnya emang suka curcol panjang /bekep mulut yang suka buka aib/ Terima kasih buat yang sudah membaca~ Dan terakhir jangan lupa,

TINGGALKAN REVIEWNYA~~~~~~~

.

.

.

.

.

CrimsonEmerald

Amuntai, 21/12/2014

Kalau ada yang domisili dari Kalsel, jangan lupa PM ya~ Sekalian kita bisa kenalan sebagai sesama warga banua XD Tapi yang lain juga boleh PM kok, banyak teman kan gak masalah hhehe :3