Fict ini terinspirasi dari komik berjudul "Langit, Bumi, Samudra" karya a.k.a (terbitan Koloni). Entah kenapa saya gregetan pengen bikin cerita komik itu versi Sasuke dan Naruto. Ada yang udah pernah baca? Sejauh ini (menurut saya) itu adalah komik lokal terbagus yang pernah saya baca (dr segi gambar maupun cerita). Jadi, buat yang blm baca, cpt2 baca ya. Jd promosi gini saya. :p
Fict ini hampir gak ada bedanya sama komik aslinya, karena kalau dirubah-rubah lg saya bingung mau bikin plot-nya kayak gmn, dan takut ceritanya jd terkesan maksa. Mungkin terkesan plagiat ya? Mohon maaf, tapi saya ngebet bgt pengen bikin versi SasuNaru-nya. (_ _) Eh, tapi ini kayaknya bakal jd NaruSasu, hehe.
Kalau ada yg gak suka silakan flame, tapi saya buka lowongan flame bukan utk pair-nya, melainkan untuk kekurangan2 fict ini.
Happy Reading!
Langit, Bumi, Samudra © a.k.a
Naruto © Sasuke © Naruto © Masashi Kishimoto *Ok, siklus(?) disclaim-nya kepanjangan /plak*
AU, OOC, Typos, Deskripsi kurang, etc.
NaruSasu – Friendship – T – Naruto's POV
Italic : Someone Voice + Flashback
Don't like? Don't read!
Chap 1: Sky
Terdengar suara kepakan sayap, kubuka kedua mataku perlahan, dan melintaslah beberapa bulu putih di depan mataku. Saat mataku benar-benar terbuka, ternyata ada banyak burung di sekitarku.
Ini… Dimana?
Aku melihat ke bawah, ada pohon, sungai, laut, bangunan-bangunan kecil. Tu-Tunggu…
"EEEH? AKU TERBANG? MUSTAHIL! Tapi… Ini serius?"
Kenapa bisa? Bagaimana?
Aku terus menatap ke bawah. Pikiranku melayang entah kemana.
"Nilai apa ini! Rata-rata enam! Kau mengecewakanku!"
"Masa' anak dokter prestasinya cuma segini?"
"Payah! Apa benar ayahmu dokter?"
"Anak dokter kok bodoh?"
Ah… Kenapa tiba-tiba aku mengingat semua itu? Mengingat semua celaan yang diberikan teman-teman, juga mengingat kekecewaan ayah.
Daripada memikirkan itu, lebih baik aku mencari tahu bagaimana aku bisa sampai di sini.
Sebelumnya aku… Oh iya, aku sedang naik pesawat bersama teman-teman dan para guru untuk wisata ke Suna.
.
.
"Apaan sih sekolah kita ini? Masa' wisata sekolah ke Suna segala," ujar salah seorang temanku—Kiba.
"Tau! Bukannya ke tempat lain aja!" ujar temanku yang lain lagi—Tenten.
"Ehm! Kalian berani ya ngomong begitu di depan guru?
"Tapi, sensei! Sekolah elit kayak kita gak mutu banget wisata ke Suna!"
"Iya! Gak ada bagus-bagusnya!"
"Kalian ini…"
Huft… Teman-temanku itu ada-ada saja.
"Berisik! Terima saja kenapa?"
"Ah, ketua kelas pelajar teladan mana mengerti perasaan kita?"
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, kau itu sok!"
"Apa?"
Hhh~ Kiba iseng sekali memancing emosi Gaara—ya, itulah nama ketua kelas kami—daripada melihat mereka bertengkar, lebih baik aku lanjut mencari tempat dudukku.
Aku berjalan menelusuri pesawat.
Ah, ini dia.
"Kursi temanku!" ujar orang yang duduk di sebelah tempat dudukku tiba-tiba.
"Eh? Tapi nomornya…"
"Cari kursi lain aja kenapa sih?"
"…Ah, iya," Aku tersenyum.
Aku pun berjalan meninggalkannya. Lalu mencari kursi kosong yang bisa kutempati—karena kursiku yang sebenarnya sudah diclaim oleh orang lain.
Setiap kutanyai teman-teman yang kursi sebelahnya kosong, mereka selalu menolak untuk duduk denganku.
Kulihat Neji menghampiriku, "Lebih baik kau duduk di kursi pojok belakang sana, karena tidak ada yang mau duduk dengan orang bodoh sepertimu," katanya.
Aku hanya diam dan menatapnya tanpa ekspresi, aku sudah biasa menerima omongan-omongan semacam itu. Lalu aku berjalan menuju tempat yang tadi dikatakan temanku ini.
Saat sampai, kulihat seorang anak kecil berambut raven sedang duduk sendiri di sana, mungkin umurnya sekitar sepuluh tahun.
"Maaf, ini tempat duduk orangtua-mu ya?" tanyaku.
Anak itu tidak langsung menjawab, dia terus menatapi wajahku untuk beberapa saat. Apa ada yang aneh ya di wajahku?
Dia menggeleng dan tersenyum, "Enggak, aku terbang sendiri kok,"
Aku tersenyum dan duduk di sebelahnya.
Beberapa saat kemudian, pesawat pun take off.
Di dalam pesawat anak ini aktif sekali, berjalan ke sana kemari, bercanda bersama orang yang tak dikenalnya, dan…
Ya ampun! Dia menggoda orang yang sedang berpacaran.
Walau sendirian, tapi anak ini tetap bisa tersenyum. Seharusnya aku yang lebih dewasa bisa bersikap seperti itu juga walau sendirian. Hhh~
Kulihat ada pramugari yang sedang menawarkan minuman. Eh… Dorongan minumannya bergetar.
Lalu menyusullah guncangan kecil pada pesawat.
"Penumpang yang terhormat, getaran ini hanyalah turbulensi biasa, silakan menikmati perjalanan," Terdengar suara pramugari yang sedang berbicara menggunakan speaker.
Anak itu menatapku dengan raut khawatir dan takut, dia segera duduk dan memasang seatbell-nya dengan tergesa-gesa. Aku hanya tersenyum maklum melihatnya, "Tidak usah takut, turbulensi di pesawat itu biasa kok,"
Lagi-lagi dia menatapku untuk beberapa saat, lalu mengangguk sambil tersenyum.
GRUDUK! GREK! GREK! GRUK!
Ah, guncangan di pesawat semakin terasa, aku melirik anak di sebelahku, raut wajahnya terlihat takut, bahkan sudah mau menangis, badannya pun mulai gemetar, aku khawatir melihatnya.
Aku memeluknya, "Tenang saja, tidak apa-apa,"
DUARRR!
.
.
Aku hanya ingat sampai situ, suara keras itu apa ya? Aku tidak sempat lihat, waktu membuka mata sudah terbang begini.
Masa' gara-gara suara keras itu aku jadi punya kekuatan super dan bisa terbang?
Mana mungkin? Orang tiba-tiba punya kekuatan super? Itu hanya ada dalam komik, mana ada di dunia nyata hal seperti itu.
Aku harus berpikir tenang dan rasional, tapi kenapa aku bisa terbang?
Aku melihat siluet hitam di kejauhan sana. Aku memicingkan mata, apa itu burung? Sepertinya bukan. Atau pesawat? Ah, bentuk pesawat tidak seperti itu. Lalu apa?
Siluet itu semakin jelas terlihat.
Ah… Dia pramugari pesawatku 'kan? Tapi kenapa dia bisa terbang juga? Lebih baik kutanyakan langsung padanya, apa yang telah terjadi pada kami berdua?
Eh…? Dia… Menangis?
Lho? Dia terbang ke atas?
EH? Kenapa di sekelilingku jadi banyak orang? Mereka semua juga terbang ke atas seperti pramugari itu.
Aku terkejut melihat itu semua, sebenarnya apa yang…
"TIDAK! AKU BELUM MATI! BELUM!" Kudengar seseorang berteriak.
Ma…Ti…?
.
.
DUARRR!
Saat mendengar suara keras itu, aku langsung memeluk erat anak di sebelahku.
Panas… Sakit… Punggungku…
.
.
Oh iya, waktu itu pesawatku meledak.
Aku… Sudah… Mati…
Akhirnya… Sampai mati pun aku tetap tak berguna…
Aku merasakan sesuatu mengalir di pipiku, yang kuyakin itu adalah air mata.
Anak itu… Bagaimana keadaannya?
Waktu itu aku refleks berusaha melindunginya, tapi tetap saja anak itu… Usahaku melindunginya sia-sia…
Pada akhirnya, seluruh hidupku hanya sia-sia…
"Dia selamat."
Eh? Siapa yang berbicara itu? Aku memperhatikan sekitarku, tapi tidak ada tanda-tanda satu orang pun yang berbicara.
"Dia selamat."
"Siapa… Yang selamat?"
"Anak kecil yang duduk di sebelahmu itu selamat."
Aku tertegun mendengarnya, benarkah?
"Karena kau memeluknya erat, dia terlindung dari ledakan."
.
.
"Kak! Kakak! Bangun, kak!" Anak itu mengguncang-guncang tubuh orang yang tadi memeluknya. Air mata mulai mengalir dari mata onyx-nya.
GREK.
Kursi yang ia duduki sudah tidak bisa 'bertahan' lagi di pesawat.
"KAKAAAK!" Anak itu berteriak saat dirinya terjatuh dari ketinggian.
GRUSUK!
Tubuh kecilnya terjatuh di pepohonan.
.
.
"Dia terluka, tapi tidak parah, dia akan selamat. Berkat dirimu, dia tertolong, kau telah menyelamatkan hidupnya. Kau… Telah berguna."
Aku menunduk, lalu tersenyum, "Ternyata ada juga, waktu dimana aku bisa berguna untuk orang lain, dan ironisnya, aku bisa berguna hanya dalam sedetik saja dari seluruh enam belas tahun hidupku."
"Tapi satu detikmu itu telah memberi entah berapa detik kehidupan bagi anak itu. Apa kau masih merasa tak puas dengan itu?"
Aku menatap langit, "Sebaliknya, aku sangat puas," Senyuman semakin terlihat di wajahku.
"Siapapun dirimu, kuucapkan terima kasih. Kau memberitahu semua itu agar aku dapat mati dengan tenang 'kan? Sekali lagi, terima kasih."
Aku pun mengikuti yang lainnya, terbang ke atas.
To Be Continued
Oke, this is the chap one. :)
Ada beberapa dialog dan POV yang saya ilangin, atau dirubah kata-katanya, hehe.
Pas baca scene waktu si chara utama ngelindungin anak kecil itu dari ledakan, entah kenapa pikiran saya langsung tertuju ke N.S, kalau dibayangin pemerannya mereka, ternyata jatuhnya 'manis' juga. :p
Thanks for reading!
