a/n: Cerita baru terliris lagi~ Miss16Silent baru pertama membuat fic vocaloid^^ tapi semoga cerita ini dapat disukai para readers! Fic ini tidak akan terlalu panjang, tapi kalau kepepet sih.. gatau juga ya^^Tak perlu banyak bicara lagi ya -_-, mari lanjut dengan ceritanya~ (Sebelumnya maaf bila ada misstypo^^ )
Selamat membaca~
Disclaimer: Vocaloid © Yamaha, Crypton
Losing my smile © Miss16Silent
Warning:
Misstypo! OOC! Gaje!
.
.
.
Tampaknya sebuah cafe di pinggir kota besar terlihat begitu menarik perhatian orang-orang sekitar. Sudah cukup lama cafe tersebut dibuka dan kini pengunjungnya pun tidak kalah banyak dengan cafe lainnya yang sudah lama dibuka sebelum cafe tersebut. Diantara pengunjung-pengunjung yang datang, terlihat seorang gadis berambut honey blonde sampai bahuya, berpakaian tebal, memakai kacamata konyol dan terlihat seperti kutu buku, karena membawa sebuah map berisi kertas-kertas. Ia sedang berdiri di depan cafe tersebut, memperhatikan rintik-rintik hujan yang kini kian menderas. Tampaknya ia sedang menunggu hujan berhenti, dan itu pun menjadi kesempatannya untuk membuka alat komunikasinya atau yang lebih sering disebut "Handphone" atau ponsel miliknya.
Lama ia memperhatikan layar handphone itu, terlihat ekspresi wajahnya yang begitu kacau, dengan segera ia menutup layar handphonennya, dan masuk ke dalam cafe.
.
.
Kling! Kling!
Bel diatas pintu pun berbunyi pada saat gadis itu memasuki cafe tersebut. Yang paling mengejutkan, gadis itu langsung saja di sambut oleh seorang pelayan yang bisa dibilang lumayan tampan. Ia tersenyum pada gadis itu dan menunjukkan meja yang kosong untuknya. Tanpa basa-basi lagi gadis itu pun mengikutinya dan duduk di meja yang ia tunjukkan.
"Bila anda ingin memesan, anda bisa memanggil salah satu dari kami di sini," ujarnya sembari sedikit membungkuk kemudian pergi meninggalkan gadis itu untuk memilih pesanannya.
Tentu saja gadis itu segera melihat-lihat menu yang telah disediakan. Namun sepertinya gadis itu sedang tidak mood untuk memesan apapun, dan akhirnya gadis itu mengurungkan niatnya untuk memesan. Setelah ia meletakkan menu pesanan di hadapannya, kemudian ia mengeluarkan kembali handphone dari tas kecil yang ia bawa.
Pertama ia menghidupkan handphonenya, lalu mengotak-atik handphone itu dengan cepat, tapi entah apa yang sedang ia lakukan, karena wajahnya sangat terlihat kesal dan frustasi.
"Agh! Handphone ini kenapa sih!" gadis itu menggerutu sendiri dan membuat para pengunjung lain memperhatikannya. Namun gadis itu tidak mempedulikan tatapan orang-orang sekitar dan tetap mengotak-atik handphonenya itu dengan kesal.
Tak lama setelah ia menggerutu kesal, sepertinya itu membuat salah satu pelayan menghampirinya. Terlihat pengunjung lain berbisik-bisik pada saat pelayan itu melewati mereka, entah apa yang mereka bicarakan, namun mereka sembari memperhatikan pelayan yang sedang menghampiri gadis itu, dengan wajah sedikit bersemu merah.
Wajar saja, karena seorang pelayan tampan sedang menghampiri seorang gadis dengan penampilan kupernya. Sampai di hadapan gadis itu, dengan segera gadis itu menatap pelayan yang sudah siap mencatat pesanannya.
"Maaf nona, ada yang bisa saya bantu? Mungkin anda ingin meminta bantuan saya dengan handphone anda?" tanya seorang pelayan pria muda yang tidak bisa dipungkiri lagi ketampanannya. Bila dilihat dengan seksama, pemuda ini terlihat seperti musisi terkenal, rambut blonde yang hampir sama dengan sang gadis terikat ponytail, mata safir yang meghipnotis, dan wajah tampannya tentu saja.
Sekejap wajah gadis itu sedikit merona melihat sang pelayan. Tingkahnya kini terlihat ragu-ragu, mengerjapkan mata tidak jelas sembari mencari pemandangan lain, atau lebih tepatnya memalingkan wajahnya dari pelayan itu. Gugup, itulah yang ia rasakan sekarang.
"A-ah ano, a-aku hanya tidak bisa mengirim.. e-mail,"
Jawab gadis itu tersendat-sendat. Masih dengan wajah merona merah, ia tetap berusaha untuk tidak menatap sang pelayan.
Tentu saja setelah pelayan itu mendengar jawaban dari pengunjungnya, ia sedikit menahan tawa.
"Pfft.. A-apa? Kau tidak bisa mengirim e-mail?! Puh-ahahaha,"
Akhirnya tawa itu tidak bisa terbendung lagi, namun tidak sampai menarik perhatian pengunjung lain. Wajah gadis itu pun semakin merona bunga mawar merah karena malu dengan perkatannya sendiri. Ia sedikit mendengus kesal dan menggerutu pada pelayan itu,
"Hey! Seharusnya kau membantuku! Bukan menertawakanku!" gerutunya. Sedangkan pelayan itu masih saja menahan tawanya, namun akhirnya bisa mengontrol diri dan kembali bersikap seperti pelayan, sekilas masih bisa dilihat wajahnya yang sedang menahan tawa.
"Pfft.. B-baiklah, maafkan saya nona. Lalu apa yang saya bisa bantu? Pfft.. hihi," tanyanya sekali lagi, masih dengan menahan tawa.
Gadis itu pun mendengus kesal kembali dan menatap pelayan itu dengan sedikit kesal.
"B-bisa dibilang, aku ini g-gaptek dengan handphone yang baru kubeli kemarin ini," ujarnya sembari menunduk menyembunyikan wajahnya yang merah karena malu.
Pelayan itu hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan pengunjungnya itu. Kemudian ia memasukkan kembali note dan pulpennya itu kembali ke sakunya, dan duduk di meja yang sama dengan gadis itu. Tentu saja itu membuat sang gadis terkejut, karena pelayan cafe ini berani untuk melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pelayan, yaitu duduk di bangku pengunjung yang datang.
"E-eh? Apa yang kau lakukan? Bukannya kau hanya pelaya—"
"Bukannya kau sendiri yang memintaku untuk membantumu 'mengirim e-mail'? Itu berarti aku harus menuruti permintaanmu bukan? Ah iya, lagi pula tipe handphoneku sama dengan punyamu, jadi aku bisa membantumu," ujar pelayan itu sembari memampangkan senyuman khasnya.
Gadis itu tersipu kembali dengan senyumannya.
"B-baiklah. Bantu aku," ujarnya dengan nada sedikit kesal.
Pelayan itu hanya bisa tersenyum, tersenyum kemenangan tentunya.
"Bisa pinjam sebentar handphonemu?" tanya pelayan itu, lantas gadis itu memberikan handphone miliknya dan membiarkan sang pelayan mengotak-atik handphonenya.
"..."
Lama mereka tidak saling berbicara, suatu kalimat keluar dari pelayan tersebut memecah keheningan diantara mereka.
.
"Hey... Kau.. belum membuat alamat e-mailmu sendiri ya?"
.
"Ng?..."
"..."
"W-WHA! Iya benar juga! Aku lupa! Ahh bodohnya diriku!" pekik gadis itu dengan wajah yang konyol sembari menggebrak meja pelan, dan itu berhasil membuat sang pelayan tertawa kecil.
"Hahaha, baiklah, akan kubuatkan agar kau tidak pusing. Hmm, pertama aku harus tahu namamu," tanya pelayan itu sembari menatap layar handphone milik gadis itu.
"Kaga— Eh- Kagome Rin, panggil saja Rin," jawab gadis yang mengaku dirinya bernama Kagome Rin itu dengan tersendat-sendat.
Pelayan itu sedikit tercengang pada saat mendengar namanya.
"Kagome Rin? Kenapa aku merasa tidak asing dengan nama itu, ya? Ah iya, aku pernah mendengar nama musisi seperti namamu, Kagami Rin, benar kan? " ucap pelayan itu sembari mengingat-ingat nama itu pernah ia dengar dimana, namun Rin sendiri hanya bisa terkejut.
"Ah- haha iya, namaku sering di sangka Kagami Rin, padahal namaku Kagome Rin. Tidak mungkin kan aku seperti musisi tersebut, aku ini hanya gadis kuper," dengan kalimatnya yang cukup panjang dan lebar itu Rin menatap ke langit-langit dan menopang dagunya di atas meja.
"Hmm sepertinya benar juga. Ah baiklah, bagaimana dengan alamat e-mailmu? Lalu passwordnya?" tanyanya pada Rin melanjutkan masalah e-mail mereka.
Rin diam sejenak memikirkan nama alamat e-mailnya dan tak lama kemudian sepertinya ide melintas dibenaknya.
"Ah bagaimana bila dengan nama kucingku saja?! Boleh kan?!" tanya Rin dengan mata berbinar-binar membuat sang pelayan tersenyum tipis melihat pengunjungnya yang bersemangat seperti itu.
"Selalu bisa untuk gadis sepertimu," ujar sang pelayan tampan itu sedikit menggodanya.
Wajah Rin terlihat tersipu malu, ia langsung saja menutui wajahnya dengan map yang berada di hadapannya itu. Sedangkan pelayan itu hanya tersenyum licik karena sudah mengetahui kelemahannya.
"Hey! Jangan menggodaku sembarangan, aku tidak mudah terpaut oleh pemuda sepertimu tahu!" jawab Rin dengan menjulurkan lidahnya mengejek. Sang pelayan hanya terkekeh dan kembali menayakan hal yang harus ia masukkan untuk mendaftarkan email milik pengunjungnya itu, dan akhirnya saling berbincang-bincang cukup lama. Sampai pelayan itu dipanggil oleh manajer cafe tersebut, barulah mereka sadar bahwa sebenarnya pelayan itu malah asik mengobrol dengan salah satu pengunjung cafe ini.
"Ah sepertinya kau sudah dipanggil oleh manajermu, aku juga sudah harus pergi. Baiklah, terimakasih atas semuanya ya! Senang berjumpa denganmu!" ujar Rin sembari membereskan barang-barangnya. Pelayan itu pun segera beranjak dan mengantar pengunjung istimewanya ke pintu keluar cafe.
Kling Kling
Pintu cafe itu pun dibukakan oleh sang pelayan, namun terhenti sampai setengah jalan, karena Rin menghentikkannya dengan menatap sang pelayan dengan ragu.
"Um, b-boleh kutahu namamu? S-Sejak tadi aku belum mengetahui n-namamu," ujar Rin. Tampaknya wajah Rin kini menjadi kepiting rebus, merah padam! Entah karena udara dingin dari luar, atau karena hal lain.
Pelayan itu hanya tersenyum tipis, dan itu berhasil membuat wajah Rin kian bersemu merah. Dengan segera Rin memalingkan wajahnya, menutupi wajahnya yang kini merona merah dibuatnya. Pelayan itu kembali terkekeh melihat tingkah Rin. Lantas ia membisikkan sesuatu.
"Kau bisa mengetahuinya bila kau datang kemari esok hari,"
.
Setelah mendengar bisikkan merdu sang pelayan pun ia tersenyum lantas Rin dengan segera pergi dari cafe itu entah kemana. Sang pelayan sendiri masih saja menatap tubuh Rin yang kini mulai menghilang ditelan jarak mereka yang mulai menjauh. Kemudian ia kembali pada pekerjaannya, ia berjalan menuju temannya yang berada di ruang khusus pekerja. Saat masuk pun ia langsung saja dilontarkan berbagai macam pertanyaan dari para pekerja yang lain.
"Siapa yang tadi kau ajak bicara itu?" "Apa dia kenalanmu?" "Apa kau tidak dimarahi oleh manajer?" seperti itulah pertanyaan yang terlontar padanya. Namun ia menghiraukan semua pertanyaan itu, sampai seseorang yang merupakan manajernya masuk ke ruangan itu, dan memanggilnya.
"Ada apa manajer?" tanya sang pelayan tampan itu pada manajernya yang merupakan pemuda tinggi berambut hijau tosca dan kesukaan yang uniknya. Manajernya sendiri hanya bisa menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu mengambil nafas panjang.
"Hahh, siapa gadis itu? Kenalanmu? Aku terkejut kalau tipemu ini berubah drastis. Ayolah, jangan mentang-mentang kau adalah pemilik cafe ini dan termasuk orang terkenal, kau bisa seenaknya saja menggaet gadis lain, sudah lagi gadis itu pengunjung kita. Jangan berkata bahwa kau ingin mengolok-oloknya seperti yang kau lakukan pada teman satu karirmu itu?" ujar manajernya itu sembari memijat dahinya merasa pusing dengan tingkah pelayan sekaligus pemilik cafe itu.
Sang pelayan itu hanya tertawa mendengar nasihat dari manajernya. Lantas ia tersenyum, senyum kemenangan, entah apa yang membuatnya tersenyum seperti itu.
"Hey, jangan mengingatkanku tentang dia, kau tahu aku sudah menyesal karena telah mengolok-oloknya dulu, tapi aku tidak bermaksud untuk mengolok-oloknya, aku hanya iri, karena dia selalu bisa tersenyum dalam keadaan apapun,"ujar sang pelayan tampan itu sembari membenarkan pakaiannya yang terlihat masih rapih tersebut.
"Hah, kau itu aneh. Bila aku menjadi dirimu pada saat itu, aku tidak akan mengejeknya, sudah lagi dia gadis yang manis, apalagi saat ini, ia sudah menjadi artis besar, kupikir kau itu sangatlah bodoh karena caramu menarik perhatiannya adalah salah besar." Dengan akhir kata darinya, pelayan itu pun hanya bisa diam, merenungkan kalimat itu dalam benaknya.
"Aku tahu aku salah dan aku menyesal . Tapi dia.. sudah lama tidak menjadi gadis yang tersenyum indah, dan itu semua karena ulahku,"
.
.
Malamnya di kediaman keluarga Kagami. Baru saja gadis manis penghuni rumah yang berpakaian indah itu berlalu ke kamarnya. Gadis yang bernama lengkap Kagami Rin itu dengan segera menghempaskan tubuhnya yang ringan pada kasur empuk, meraih handphone miliknya yang tergeletak di sampingnya, dan mengaktifkan layar handphonenya. Di sela asiknya mengotak-atik handphonenya itu, tiba-tiba saja handphonenya berbunyi, Rin pikir itu adalah temannya. Namun ternyata,
"Eh? Siapa ini?"
Nama pengirim itu tidak Rin kenal. Penasaran dengan e-mail itu, Rin segera membacanya.
From: Your prince's
Hey! Bagaimana dengan handphonemu? Sudah bisa mengirim email? Aku orang yang tadi membantumu membuat email,
Salam kenal *smile*
Blush!
Tidak perlu waktu lama wajah Rin pun merona merah. Tidak ia sangka, ternyata yang mengirim email adalah pelayan tampan yang sudah membantunya membuat email. Karena begitu bahagianya, ia pun sampai melompat-lompat kegirangan di kamarnya, menjerit dalam hatinya senang, membuat kucing yang sedang tertidur di kamarnya itu pun terbangunkan oleh Rin.
"Kya! Baru kali ini aku bisa merasa senang seperti ini! Ada apa denganku! Kitty! Kitty! Bagaimana ini?! Kenapa aku tidak bisa berhenti tersenyum?! Apa yang terjadi denganku! Kyaa!" Rin berteriak histeris pada kucingnya yang terdiam memperhatikan majikannya yang masih menebar senyum. Tentu saja seekor kucing yang tidak mengerti maksud majikannya hanya bisa diam dan melakukan kebiasaannya menjilati tangan atau tubuhnya.
'EH tunggu sebentar, sejak kapan aku bisa tersenyum-senyum seperti ini kembali? Agh! Aku tidak cocok untuk tersenyum! Dasar bodoh kau Rin!'
Dengan sekejap senyumannya hilang, ia bisa mengingat kejadian yang membuatnya sedikit trauma. Kejadian saat bersekolah dengan seseorang yang kini merupakan orang yang ia benci. Camkan itu baik-baik, yang ia benci. Rin turun dari ranjangnya dan menghadap pada kaca yang ada di kamarnya tersebut. Ia melihat cerminan dirinya yang kini sedang memakai pakaian gaun indah sampai selutut dan make up yang membuat wajahnya terlihat lebih manis, lantas ia mencoba menyunggingkan senyum pada dirinya yang berada di cermin tersebut, namun perlahan senyuman itu hilang.
"Hahh.. Wajar saja dia mengejekku, karena kau itu tidak pernah tersenyum indah, Rin."
Rin membalikkan tubuhnya dan kembali menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk. Tanpa segan-segan Rin kini membalas emailnya dan segera mengirimkannya dengan cepat. Tidak lama setelah ia menjawab e-mailnya, balasan pun datang kembali dan kini Rin menanggapi pesan itu tanpa histeris maupun senyuman, sudah cukup baginya menyadari bahwa senyuman miliknya itu sangat buruk.
Ia membuka handphonenya dan membaca balasan email itu.
From: Your prince's
Baiklah. Kalau begitu bila kau ingin mengetahui namaku, jangan lupa kau harus, datang ke cafe lagi esok hari, aku akan menunggumu.
Hatinya berdegup kencang, perasaan yang baru ia rasakan membuatnya tidak berhenti untuk salah tingkah. Namun yang paling ingin ia rasakan saat ini adalah sebuah senyuman yang bisa terpampang di wajahnya esok hari. Menggengam erat handphonenya yang baru saja ia beli, dan membayangkan apa yang akan terjadi esok hari pada dirinya. Ia memejamkan matanya, berharap sesuatu yang baik akan terjadi pada esok hari.
"Semoga aku bisa menebar senyum esok hari, semoga senyumanku indah, semoga aku bisa membuat orang lain bahagia dengan senyumku, semoga senyumanku ini tidak diejek kembali, dan semoga... aku tidak bertemu dengan orang yang mengejekku itu lagi,"
.
Hari esok telah tiba. Sungguh hari yang berbeda dengan hari kemarin. Langit cerah dengan matahari bersinar terang. Meski begitu Rin selalu mempersiapkan payung kecil bila berpergian karena saat ini adalah musim penghujan. Selesai bersiap-siap dengan mengenakan pakaian seperti kemarin, yaitu memakai pakaian dobel, dan ia menutupi pakaian aslinya di balik blazer yang menutupi tubuhnya sampai lutut, lalu rambutnya yang ia ikat menjadi ponytail tinggi, kacamata super uncoolnya, tas selendang yang cukup modis, dan tidak lupa ia memasukkan high heelsnya di tas tersebut. Rin bergegas menuju cafe kemarin yang ia kunjungi, hanya untuk mengetahui nama sang pelayan ia harus rela datang ke cafe itu dengan meninggalkan kepentingan lainnya yang sudah terjadwal. Sudah lagi sebenarnya jadwal hari ini adalah jadwal penting bagi Rin, namun ia mengacuhkannya, dan pergi ke cafe.
Sampai di depan cafe itu, Rin pun mencoba tersenyum saat ia melihat sang pelayan sedang meladeni pengunjung-pengunjung di dalam cafe tersebut. Namun senyuman itu tidak berlangsung lama, karena suatu alasan di lubuk hatinya yang mengatakan bahwa senyumannya itu tidak indah, ia mengurungkan niatnya untuk tersenyum.
Lantas dengan segera ia masuk. Seperti biasa, lonceng di atas pintu cafe tersebut berbunyi pada saat Rin membuka pintu.
"Selamat datang, meja untuk berapa orang, nona?" tanya salah satu pelayan pada Rin, yang sudah pasti dia bukanlah pelayan yang kemarin berbicara dengan Rin.
"Emh, untuk dua orang saja," jawab Rin sembari melihat-lihat ke dalam cafe tersebut. Lalu pelayan itu menunjukkan meja untuk Rin dan mempersilahkan Rin utuk memesan, namun Rin menolaknya.
"Ah maaf, aku pesan nanti saja," pelayan itu sedikit terlihat bingung, namun akhirnya ia membungkukkan badannya dan pergi meninggalkan Rin. Rin sendiri bergegas mencari sosok sang pelayan tampan itu dengan menjelajahi setiap yang ia lihat dari cafe tersebut, dan akhirnya ia temukan sosok itu yang sedang berjalan ke arahnya.
"Maaf membuatmu menunggu, ada perlu apa lagi kemari?" suara baritone yang familiar di telinga Rin membuatnya mengalihkan pandangan dari hal lain. Ia menatap lurus pada sang pelayan yang kini sedang tersenyum kepadanya. Namun karena ia bertanya, Rin pun kembali kebingungan.
"Ah jangan bilang kalau kau lupa untuk apa aku kemari?" tanya Rin dengan wajah terkejutnya seakan ia tidak percaya. Namun terdengar cekikikkan dari arah depan Rin dan ternyata pelayan itu tertawa kecil.
"Hahaha, iya iya, aku ingat. Aku hanya ingin melihat ekspresi wajahmu itu saja, hihi maaf," ia masih terkekeh melihat wajah Rin yang sekarang sedang malu karena di tertawai.
"Kau itu sangat menyebalkan ya! Sudah hentikan tawamu itu!" Rin mendengus kesal seperti anak kecil dan itu membuat sang pelayan menahan tawanya.
"Oke, sudah sudah. Baiklah, kau ini serius ingin tahu namaku?" tanyanya dengan sedikit melontarkan senyum liciknya. Dengan gugup Rin hanya mengangguk malu mengiyakan. Lantas dengan sekejap sang pelayan duduk di hadapan Rin dan mengeluarkan secarik kertas dengan pulpen yang berada di sakunya. Dengan gerakan cepat ia menuliskan sesuatu pada kertas putih itu dan menyodorkannya pada Rin. Tentu saja Rin memperhatikan kertas itu secara seksama, ia mendapatkan tulisan sambung yang indah, rapih dengan tinta hitam, dan jawaban itu pun tampak membuat Rin terperanjat dari kursinya.
"K-Kagamine LEN? Tapi— Ah kau itu jangan bercanda denganku! Kagamine Len itu orang terkenal. Memang benar wajah kalian mirip, tapi apa mungkin seorang musisi terkenal sepertinya berada di cafe ini? Aku tidak mungkin salah melihat orang karena aku merupakan termasuk orang yang memperhatikan musisi seperti dirinya," dengan berlagak Rin menjelaskan hobinya yaitu memperhatikan informasi tentang Kagamine Len pada sang pelayan yang belum diketahu namanya itu.
Tentu saja orang normal pasti akan tertawa mendengar hobinya yang cukup unik kalau bisa dibilang, sang pelayan pun tertawa kecil melihat salah satu pengunjungnya itu berlagak dengan bangganya mempunyai hobi unik tadi. "Ya itu terserah padamu mau percaya atau tidak, yang penting aku sudah memberikan jawabanku. Jadi kau itu salah satu fansnya Kagamine Len, hm?"
"Bukannya aku mengagumi dirinya, tapi aku sangat TIDAK SUKA dengan DIA!" ujar Rin membenarkan perkataannya tadi, namun bantahan Rin tadi hanya di respon dengan senyum terpampang pada wajah sang pelayan, kemudian berdiri, membungkukkan badannya, dan pergi meninggalkan Rin terpaku diam menatapnya. Hanya itu? HANYA ITU?
"..."
Tidak lama Rin hanya termangu menatapnya pergi memasuki mini bar cafe tersebut, ia sadar bahwa ia sudah ditinggalkan olehnya, lantas karena marah ditinggalkan olehnya, Rin bergegas menyusul pelayan itu ke meja bar cafe yang berada di hadapannya kini. Terlihat seorang pelayan dengan pakaian yang sedikit berbeda, dan ternyata ia adalah manajer dari cafe tersebut.
"Ada yang bisa saya bantu, nona?" pertanyaan itu terlontarkan begitu saja pada Rin yang memang benar sedang memerlukan bantuan.
"Iya, aku harus bicara dengan pelayan yang baru saja masuk tadi, bisa tolong panggilkan dia untukku, tuan?" pinta Rin dengan masih dengan rasa kesal menyelimutinya. Namun yang jawaban yang ia dapatkan tidaklah sesuai harapannya. "Maaf nona, tapi pelayan yang baru saja masuk sudah habis waktu kerjanya, mungkin anda bisa datang lain kali," jawabnya dengan memampangkan senyuman khas seorang manajer. Senyuman untuk menarik pelanggan.
Meskipun Rin mendapat jawaban seperti itu, ia tetap bersikeras untuk bertemu dengan pelayan tadi dengan memaksa manajer tersebut. Ia meminta pada sang manajer untuk memperbolehkannya masuk dan memanggil pelayan itu sendiri, namun hasilnya nihil. Ia tetap tidak diperbolehkan.
"Agh! Tapi aku harus bicara dengannya!" gerutu Rin pada manajer di hadapannya. Sedangkan sang manajer hanya bisa tersenyum masam.
Pada saat yang bersamaan, terdengar bel pintu cafe berdenting menandakan pelanggan masuk, dan tampaknya itu membuat perhatian sang manajer teralihkan pada pelanggan tersebut. Rin yang merasa diacuhkan oleh manajer tersebut langsung melirik siapa yang baru saja masuk dan mengganggu pembicaraannya yang penting itu. Ternyata seorang gadis manis dengan pakaian modis yang membuatnya terlihat lebih cantik mengalihkan perhatian sang manajer. Rin yang terpana dengan kemilau gadis itu hanya bisa terdiam dan memperhatikannya yang mulai mendatangi tempatnya berada kini.
"Ah maaf nona manis, bila anda tidak keberatan bolehkah saya memintamu untuk sedikit bergeser? Saya harus masuk ke dalam," karisma gadis tersebut tersalurkan pada setiap kata yang ia ucapkan membuat Rin terkesima. Namun ia segera meminta maaf karena ia sudah menghalangi jalannya.
"M-Maafkan saya juga sudah menghalangi jalan," Rin sedikit membungkuk meminta maaf namun terhenti karena gadis itu.
"Tidak apa-apa, karena anda pelanggan kami, seharusnya saya yang meminta maaf," ujarnya sekali lagi membuat Rin terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Lantas setelah Rin bergeser, ia melihat gadis itu tersenyum dengan manis.
"Wahh, manis sekali," tidak terasa kalimat itu terucapkan begitu saja oleh Rin, dan tampaknya sang manajer yang sedari tadi memperhatikan adegan Rin-terksima-oleh-pelayan-tadi mendengarnya dan terkekeh.
Tentu saja Rin mendengar suara kikikkan di sampingnya itu. "Hey, jangan menertawaiku seperti itu! Aku ini pelanggan!" Rin menggerutu kembali pada manajer cafe tersebut.
"Maaf maaf, baiklah, namaku Hatsune Mikuo, panggil saja Mikuo, dan gadis yang baru saja dikagumi olehmu adalah pelayan kami, Akita Neru," manajer yang bernama Mikuo itu menjelaskan, namun sayangnya ia tidak menyebut nama sang pelayan yang Rin tadi cari.
"Ohh, Mikuo? Boleh kutahu nama pelayan yang tadi kucari? Pasti kau mengetahui semua nama pelayan disini bukan?" akhirnya Rin bertanya dengan biasa kembali. Mikuo tidak menjawabnya, malah ia mengambil gelas kaca dan mengelapnya. Intiya Mikuo itu mengacuhkan pertanyaan Rin.
"Hey! Kalian itu sudah sekongkol ya?! Huhh! Baiklah, biar aku saja yang tanya langsung," ujar Rin sembari mendengus kesal dan pergi. Mikuo yang masih mengelap gelas kaca itu tidak memperhatikan Rin pergi kemana, tapi setelah beberapa lama Rin pergi, di belakang, dan lebih tepatnya di ruang khusus pekerja terdengar keributan. Mikuo yang mulai menyadarinya pun langsung saja pergi melihat keadaan.
Pertama ia masuk ke dalam ruangan tersebut,
"Ada apa ini?" tanyanya dengan nada sedikit tinggi. Ia pikir ada kericuhan antar pelayan. Tapi sayangnya, ia salah besar. Sekilas ia melihat sosok pelanggannya yang memaksa tadi...
.
Tiba-tiba saja suasana hening, aura di dalam ruangan tersebut menjadi tegang, dan Mikuo bisa melihat peperang diantara mata pelayan disana dengan satu pengunjung yang kini berada di samping Mikuo. Baru saja ia akan memecah keheningan, namun sudah disalip oleh Rin yang berada di sampingnya itu tertawa kecil, namun seram terdengarnya.
"Haha.. Hahaha!"
Semua yang ada di ruangan pun langsung tertuju pada Rin yang kini menundukkan kepalanya dalam-dalam dan menggenggam erat tali tas selendangnya.
"OH, begitu rupanya. Kini, aku mengetahui identitas dirimu yang sebenarnya ya? Tapi sayang sekali, aku tidak cukup senang mendengar kenyataan ini," Rin menundukkan kepalanya dalam-dalam sampai poninya menutup sebagian wajah atasnya. Suara yang asalnya begitu lembut, kini berubah menjadi dingin, tawanya itu tidak berarti karena tawa paksa.
Sang pelayan yang diyakini bernama Kagamine Len itu pun sama-sama terlihat terkejut dengan yang lainnya. Neru yang berada di samping Len berjalan mendekati Rin dengan berlagak.
"Hey, dia sudah memberitahu namanya dan sekarang kau marah padanya?! Helloo~ ada apa denganmu?! Seharusnya kau senang bisa berbicara langsung pada musisi terkenal seperti Kagamine Len!" sentak Neru tepat di wajah Rin, sudah lagi didukung oleh sepatu haknya yang sedikit lebih tinggi dan membuat dirinya lebih tinggi dari Rin, tentunya melihat Rin dengan merendah. Rin sendiri hanya diam menatap bola mata Neru dengan dingin, namun tersirat ketajaman yang menusuk pada tatapannya itu.
Karena Neru tidak bisa melihat jelas mata Rin yang tertutup oleh kacamata, tiba-tiba saja tangan jahilnya tersebut melepas kacamata Rin sembari mendorongnya ke dinding ruangan sampai terdengar suara benturan.
BUGH!
"Heh, kau itu gadis kuper yang tidak tahu diuntung! Lebih baik kau pergi dari—"
Kalimat Neru dengan seketika terhenti karena melihat suatu fakta di depan matanya. Fakta yang mengejutkan. Ternyata pada saat Neru mendorong Rin ke dinding, tanpa sengaja ia membuat kancing blazernya atau jaketnya yang panjang itu terbuka. Kini, dengan kacamata terlepas, rambut yang tidak sengaja tergerai, dan pakaian yang ternyata pakaian modis yang baru-baru ini diterbitkan di majalah ternama, Rin terlihat sangat-sangat cantik, seperti model-model di majalah. Semua kembali terkejutkan dengan penampilan seorang gadis kuper yang kini menjadi super model yang cantik.
Akhirnya Neru bisa melihat jelas mata hijau emerald (kontak lens/penyamaran) milik Rin yang kini tertuju pada dirinya, tatapan yang dingin, tajam, dan menusuk itu mampu membuat Neru bergetar hebat. Rin sendiri beranjak dari tempatnya, ia mengeluarkan high heelsnya dan memakainya segera, membuatnya sejajar dengan tinggi Neru sekarang. Ia berjalan menuju arah Neru, namun pada saat sudah di hadapan Neru, Rin tidak berhenti, malah ia berjalan ke sampingnya, dan berhadapan langsung pada Len yang kini menatap Rin dengan tatapan tidak percaya.
"Kagami Rin," nama Rin begitu saja terlontarkan oleh Len yang sedari tadi terlihat sangat shock. Sampai-sampai ia tidak bisa beranjak dari tempatnya berdiri.
Mereka saling menatap. Dari satu arah, tatapan benci, sedangkan dari arah yang lain, tatapan tidak percaya. Rin menengadahkan kepalanya menatap bola mata safir di hadapannya itu dengan tajam.
"Kau tahu, sejak dulu, kau itu salah seorang yang aku kagumi, kau selalu menjadi peringkat teratas, kau selalu dikelilingi oleh banyak teman, sudah lagi banyak teman perempuanku yang terkagum-kagum oleh ketampananmu, dan saat itu lah aku ingin menjadi seperti dirimu, aku ingin menjadi seperti seorang Kagamine Len."
Mendengar penekanan pada namanya, Len pun berusaha memotong pembicaraan Rin, namun ia terhenti dengan dirinya sendiri, seakan ia tercekik oleh tangannya sendiri.
"R-Rin—"
"Aku tidak akan takut lagi padamu, seperti saat itu.. saat aku berusaha menjadi seperti dirimu.. d-dan kau tahu apa yang terjadi kan?!" suara Rin yang dingin kini mulai bergetar. Tak diduga, Len kini menatap Rin dengan bola mata terbelalak, ia terkejut, ia bisa mengingat semua yang Rin katakan padanya, dan tentu saja, ia tahu apa yang terjadi pada saat itu.
Rin menahan amarahnya dengan sekuat tenaga, ia tidak ingin membludak mengeluarkan amarahnya, jadi ia hanya bisa menggengam tangan kirinya dengan tangan kanannya keras-keras, sampai-sampai kuku panjangnya itu menancap pada punggung telapak tangannya itu.
"R-Rin, aku bisa menjelas—"
"Diam dan dengarkan aku! Kau itu sudah mengubah duniaku! Kau mengubah pandangan orang lain padaku! Mereka menjauhiku! Aku tidak bisa tersenyum seperti dulu kembali! Kau itu membuatku trauma dengan kejadian itu! Apa kau tahu bagaimana perasaanku saat itu? P-Pada saat semua orang menjauhiku?! Kau tahu bagaimana rasanya di bully oleh para fans-fansmu itu?!"
Tes tes..
Rintik air mata kini berjatuhan dari bola mata gadis itu. Pipinya merah merona karena menangis. Tubuhnya bergetar. Tanpa dirinya sadari, ternyata cairan merah mengalir pada tangannya yang ia genggam erat. Ya benar, amarahnya tidak terkendali sampai seperti itu. Orang-orang di sekitarnya pun ikut terkejut dengan bercak merah yang terjatuh di lantai ruangan itu.
Desas-desus seperti 'Ada apa dengannya?' 'Apa masalahnya sih?' 'Siapa dia berani seperti itu pada Kagamine?' di sekelilingnya itu membuat Rin muak, ditambah lagi kalimat yang Len katakan tidak kunjung didengar olehnya.
"R-Rin, aku minta maaf. Aku akan menjelaskan semuanya. Tapi kumohon jangan menangis," ujar Len dengan lembut pada Rin. Tapi sepertinya itu tidak berhasil. Len malah mendapat tatapan dingin, kecewa, dan benci. Lalu senyuman kembali terpampang dengan jelas, mereka yang di ruangan pun bisa melihat jelas senyuman itu senyuman tak berarti, dan tidak tahu apa maksudnya, Rin mengangkat tangannya yang berdarah itu tepat di hadapan Len, tepat sekali di depan matanya ia melihat cairan merah yang menetes.
"Untuk terkahir kalinya aku bertanya. Apa kau tahu rasanya diejek oleh seseorang yang kau sukai, huh?..
Sakit.
Hatiku terluka lebih dari luka ini,"
.
.
.
.
~To be continue~
~Review?~
~Lanjut?~
a/n: Terimakasih sudah membaca fic ini! Ada misstypo? Pertanyaankah? Saran-saran? Lanjut atau tidak nih~? Baiklah cukup sekian saja~(maaf ada sedikit typo di bagian atas, tapi sudah diperbaiki^^)
