Saya tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun.

Warning: AU, OOC, typo(s).

"Menunggu lama?" Temari memasang senyum lebarnya dengan tas karton cokelat tua di tangannya.

Shikamaru melirik sekilas, "Tidak."

Temari tersenyum lagi, "Bagus kalau begitu. Anyway, aku membelikanmu Americano. Nih," Ia menyodorkan satu gelas karton berwarna putih ke hadapannya.

"Pegang dulu. Aku harus menyetir." Shikamaru menukas tanpa menatap Temari yang serta-merta raut wajahnya berubah jengkel.

"Ya sudah," Ia menarik kembali gelas karton dan menempatkannya di antara kedua pahanya.

Bahkan, kopi ini terasa jauh lebih hangat daripada suara kering nan dalam Shikamaru.

Mobil melaju dengan kecepatan konstan, di dalamnya terdapat dua sejoli yang saling enggan. Temari enggan berbicaraㅡkarena pasti Shikamaru hanya menggumam kering atau menanggapi seadanya. Pun Shikamaru yang enggan membuka suaraㅡdan hanya membiarkan lagu-lagu romantis di radio mengisi keheningan di antara mereka berdua. Gadis berkuncir empat itu menatap lurus ke depan, dan alisnya berkerut dalam. Ini jelas bukan jalan ke rumahnya ataupun ke kantor Shikamaru.

Temari membersihkan tenggorokannya yang terasa kering, "Mau kemana? Jalan ke rumahku sudah terlewat lima belas kilometer jauhnya." ketusnya.

Laki-laki berambut hitam itu menilik raut wajah kekasihnya, "Rumahku."

"Kenapa ke rumahmu?" tanya Temari heran. Rumah Shikamaru jelas jauh sekali dari Suna.

"Tidak ada alasan spesifik,"

Temari mendengus, "Baiklah. Terserah kau saja." Gadis itu mengalihkan perhatiannya ke jalanan yang sepi. Hanya dua atau tiga kendaraan yang lewat. Selebihnya hanya ada suara angin dan debur ombak menubruk batuan karang di bawah sana. Ia mengalihkan kembali pandangannya. Kali ini ia memperhatikan Shikamaru. Laki-laki acuh itu sedang menyalakan rokok.

"Aku sudah pernah bilang tentang merokok sambil menyetir, Shikamaru."

Laki-laki itu mendengus, "Lagipula, jalanan ini tak padat kendaraan. Tak apa-apa, kalau begitu." tukasnya acuh.

Dan Temari tak menyanggah lagi. Fokusnya kini terpusat pada tangan Shikamaru yang besar dengan urat-urat yang terlihat yang sedang memegang kemudi. Dan tangannya yang lain sedang berkolaborasi menahan satu puntung rokok di sela-sela jemarinya. Temari mengagumi bagaimana cara jemari telunjuk dan tengah Shikamaru bekerja sama menciptakan kesinambungan sedemikian rupa. (Dan ia penasaran, bagaimana reaksi jemari itu ketika bertemu jemari tangannya).

"Kenapa kau terus-terusan menatap tanganku?" tanya Shikamaru heran. Meskipun bibirnya mati-matian menahan seringai geli.

Rona merah jambu tipis menghiasi pipinya, "B-Bukan apa-apa."

Shikamaru menghisap kembali rokoknya dalam-dalam sebelum akhirnya melemparkannya ke jalan. Tangan kanannya kembali mengambil alih kemudi seraya menghembuskan asap rokoknya.

Laki-laki itu menarik tangan kanan Temari dengan tangan kirinya. Dan sepersekian detik setelahnya, jemari mereka menciptakan sebuah kesinambungan yang baru. Bagaimana jari-jari itu bertaut erat kepada jemarinya? Temari tidak tahu, tetapi ia menikmatinya. Seolah-olah tangan Shikamaru yang besar dan kasar itu hanya tercipta untuknya.

Rona-rona tipis kembali mengintip di kedua belah pipinya disertai kupu-kupu di dalam rongga perutnya. Tangan Shikamaru hangat, jauh lebih hangat daripada Americano yang berada di kedua belah pahanya maupun kedua belah pipinya yang memerah. [ ]

Fin

ㅡ ㅡ ㅡ

author's note:

saya tau ini klise sekali :") bak percintaan anak SMA yang super labil :")