You Know That
.
.
Warning : Incest, alur lambat dan membosankan.
.
.
Now Playlist : Yesung - Really Miss You ( The Awl Ost )
.
.
.
.
Kau tahu itu...
Bahkan kau tahu tanpa aku mengatakannya terlebih dahulu padamu...
Ketika aku telah kembali untukmu lagi...
Kau tahu alasannya...
.
.
.
.
Eunhyuk terdiam, dengan kedua matanya yang melebar sempurna tatkala mendapati sesosok pria yang sudah lama tidak ia lihat secara nyata selama hampir 10 tahun terakhir, kini telah berdiri tepat dihadapannya dengan surai hitam yang tampak basah karena hujan salju yang sedang terjadi diluar sana.
"Hm, hai... Bisakah aku masuk? Diluar dingin sekali." Seru orang itu, mencoba membuka percakapan canggung diantara mereka berdua. Pria itu mengusak-usak surainya yang basah dengan jemarinya, dan menatap Eunhyuk yang tak kunjung bergeming jua dari depan pintu rumah itu.
"Eun..."
"Ah, mian." Sahut Eunhyuk lirih. Ia segera menggeser tubuhnya, memberikan sedikit ruang untuk membiarkan pria bermata teduh itu memasuki rumah bibinya itu.
Dengan mantel mahal yang telah sedikit basah, pria yang jauh lebih tinggi dari Eunhyuk itu segera memasuki rumah sederhana yang selalu ia ingat sebagai kampung halamannya itu. Dan setelah sekian lama ia meninggalkan tempat ini, akhirnya ia dapat kembali kerumah ini hanya untuk melihat sang adik yang telah tumbuh menjadi pemuda sehat dan siap menyongsong masa depan tanpa campur tangan dari usahanya sebagai seorang kakak yang seharusnya menafkahi adiknya itu, semejak kepergian orang tuanya yang telah lama meninggal.
Ini semua karena ia telah memilih jalan yang membuatnya terpaksa meninggalkan adiknya selama 10 tahun terakhir dirumah bibinya yang beberapa hari lalu telah meninggalkan adiknya seorang diri. Dan selama itu ia hanya memberikan adiknya uang melalui rekening bank milik adiknya saja, tanpa bisa menjenguk kondisi adiknya hingga kabar meninggalnya sang bibi membuatnya harus membatalkan semua jadwal kegiatannya untuk melihat keadaan Eunhyuk dan membawanya menuju Seoul saat ini juga.
Ia membalikan tubuh tegapnya saat mendengar suara pintu yang telah ditutup pelan oleh adiknya yang bernama Eunhyuk itu. Senyum simpul tak pernah lepas dari paras tampannya tatkala melihat sosok adiknya yang begitu ia rindukan benar-benar telah berada dihadapannya. Bukan didalam mimpinya, ataupun didalam lamunannya. Ia benar-benar dapat menyentuhnya sekarang.
"Apa kau sehat? Bagaimana kabarmu hm?" Tanya pria itu, seraya melepaskan mantelnya yang terasa tidak nyaman lagi untuk dikenakannya karena basah terguyur oleh hujan salju saat ia melewati pemukiman padat penduduk untuk menjangkau rumah bibinya ini.
Tatapan sendunya tak pernah lepas dari setiap gerak-gerik yang di tunjukan pada sosok pemuda bersurai hitam legam dihadapannya. Sorot mata lugu dan juga datar itu, membalas tatapannya dengan bibir yang terbungkam seribu bahasa. Tak ada teriakan rindu, ataupun kemarahan dari sosok adiknya itu. Hanya ada keheningan dan tatapan datar yang sebenarnya tersembunyi kerinduan yang sangat membuncang dihati adiknya itu.
"Aku... Sehat... Dan, baik?" Jawab Eunhyuk seadanya, seraya menggaruk pipinya yang terasa tidak gatal. Mencoba menghilangkan kecanggungan dan perasaan aneh yang menyelimuti rumah kecil ini. Mata sipitnya melirik ragu pria dewasa yang masih berdiri dihadapannya, dengan senyum simpul menghiasi wajah rupawan yang selalu ia lihat ditelevisi dan selalu menjadi perbincangan hangat teman-teman wanitanya di sekolahnya dulu. Bagaikan mimpi, ia tidak pernah menyangka sang kakak akan kembali kesini untuk menemuinya.
Donghae yang mendengar jawaban Eunhyuk hanya terkekeh pelan, sebelum ia mendudukan dirinya di atas sebuah karpet berwarna cream yang melapisi lantai kayu di tengah rumah itu dan juga sebuah meja kecil yang dipenuhi oleh beberapa makanan dengan porsi satu orang saja.
"Kau sedang makan? Apa kau yang memasak ini sendiri?" Tanya Donghae lagi. Maniknya mengamati setiap masakan sederhana yang diletakkan adiknya diatas meja, mengagumi betapa pandainya sang adik dalam hal memasak untuk ia santap sebagai makan malamnya sendiri. Adiknya sudah mandiri rupanya.
"Hm... Te, tentu... Aku yang memasak. A, apa... Apa kau juga ingin makan?" Sahut Eunhyuk. Masih tak bergeming dari tempatnya berdiri, ia terlalu gugup untuk sekedar kembali akrab pada sang kakak. 10 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk membuatnya merasa seperti dibuang oleh kakaknya sendiri, saat itu ia terlalu kecil untuk tahu kemana kakaknya akan pergi meninggalkannya setelah kepergian orang tuanya yang telah menjadi korban tanah longsor di rumahnya dulu. Ia tidak pernah punya waktu banyak untuk sekedar saling mengenal dan memahami kehadiran seorang kakak dalam hidupnya. Ia merasa asing akan kehadiran sosok dihadapannya yang tengah menyicipi masakannya diatas meja makan.
Orang ini seperti bukan kakak yang selama ini ia kenal. Orang ini adalah sosok menawan yang selalu ia lihat dan perhatikan di layar televisi. Orang ini yang selalu ada dicover-cover majalah yang selalu teman-teman wanita disekolahnya bawa untuk sekedar dibicarakan akan prestasi dan ketampanan dari sosok pria itu.
Ia tak pernah menyangka. Sosok yang terlihat begitu sempurna itu adalah benar kakak laki-lakinya. Kakaknya yang terlihat asing baginya.
"Wae? Kau melamun?" Pertanyaan Donghae dengan mulut yang sedang mengunyah kimchi lobak buatan Eunhyuk. Sontak membuat Eunhyuk terkejut, ia memang sempat melamun tadi dan itu malah dipergoki oleh kakaknya itu.
"A, aniya."
"Lantas mengapa kau berdiri terus disana? Kemarilah!" Titah Donghae. Membuat Eunhyuk segera menghampiri sosok itu dan menempatkan dirinya untuk duduk dihadapan pria bertubuh tegap itu.
"Kau sudah besar ya? Sekarang kau kelas berapa?" Tanya Donghae antusias. Ia menatap Eunhyuk penuh kelembutan, tatapan yang jarang ia perlihatkan pada orang lain. Hatinya terlalu senang, karena ia masih diberi kesempatan untuk berjumpa dengan adik satu-satunya yang telah ia tinggalkan bersama dengan sang bibi. Ia meninggalkan adiknya bukan karena tanpa alasan yang jelas, ia hanya ingin membuat adiknya bahagia di masa yang akan datang. Memberikan apapun dengan hasil usahanya, hanya untuk membuat sang adik bahadia. Ia tidak ingin masa depan Eunhyuk hancur karena kepergian orang tua mereka dulu. Ia berjanji saat itu, apapun yang terjadi... Ia akan membuat Eunhyuk tak menderita seperti dirinya.
"A, aku sudah lulus sekolah... Hm..."
"Donghae hyung. Kau ingat aku kan?" Perkataan Donghae yang tiba-tiba, sontak membuat Eunhyuk mendongak. Ia menatap mata teduh itu dengan tatapan yang sulit dimengerti oleh Donghae.
Eunhyuk menggigit bibir bawahnya, sebelum menganggukan kepalanya beberapa kali. Hingga tanpa ia sadari, airmata telah menetes membasahi pipinya yang merona.
"Te, tentu. Tentu saja aku ingat. Do, Donghae hyung... A, aku ingat."
.
.
.
.
.
Eunhyuk menerjapkan matanya beberapa kali, ketika melihat pemandangan yang begitu menakjubkan. Menyambut kedatangannya pada sebuah apartemen mewah yang tampak luas dihadapannya. Ia bahkan tak menyadari kedua belah bibirnya yang terbuka, seakan yang kini berada dihadapannya hanyalah sebuah mimpi disiang bolong.
Ia memalingkan wajah meronanya, ketika mendengar suara kekehan samar yang keluar dari bibir tipis seorang pria yang baru saja membawanya ke Seoul. Pria itu tengah menertawainya dengan bibirnya yang ia tutupi dengan tangan besarnya itu.
"Kenapa tertawa?!"
"Ah, aniya. Hanya saja, kau begitu lucu. Apa kau suka?" Sahut Donghae, setelah mampu mengendalikan tawanya karena Eunhyuk tadi menatapnya dengan tatapan kesal yang sangat menggemaskan. Pria dengan mata teduhnya itu, segera meraih jemari Eunhyuk dan membawanya menuju lantai dua di apartemen mewahnya itu. Mengajak sang adik untuk melihat kamar tidur Eunhyuk yang telah ia desain sendiri sesuai umur adiknya yang baru berusia 17 tahun.
"Tara! Selamat datang dikamar milikmu~" Seru Donghae semangat. Ia membuka pintu kaca hitam otomatis yang berada dikamar milik adiknya itu, dan memperlihatkan interior kamar itu kepada Eunhyuk yang hanya mampu menerjapkan kedua matanya karena terkejut.
"Mulai sekarang ini adalah kamarmu. Kau akan melanjutkan studymu di Seoul, dan tinggal diapartemen ini bersama hyung. Kka, beristirahatlah. Besok hyung tidak ada jadwal, jadi kita akan bicarakan tentang universitas barumu nanti." Ucap Donghae, seraya membimbing Eunhyuk untuk memasuki kamar dengan nuansa serba putih itu. Menghantarkan tubuh itu untuk menduduki ranjang empuk yang berlapiskan seprai dengan corak garis-garis biru muda.
Eunhyuk hanya dapat menuruti setiap perbuatan yang Donghae lakukan padanya. Pikirannya terlalu terkejut akan kejutan yang diberikan oleh kakaknya itu. Ia seperti bermimpi ketika seorang malaikat membawanya pergi menuju keindahan surga, membawanya pada kebahagiaan yang tiada tara dalam hidupnya.
Eunhyuk terduduk diatas ranjang, mengamati setiap gerak-gerik Donghae yang tengah membereskan ranjangnya untuk siap ia baringkan nanti. Pikirannya terlalu larut, hingga tanpa sadar wajah sang kakak telah berada begitu dekat dengan wajahnya.
"Kenapa melamun lagi? Apa kau tidak suka?" Donghae tersenyum simpul, mengamati setiap jengkal raut wajah halus sang adik yang sudah lama tidak ia lihat sedekat ini. Wajah manis itu tak pernah berubah, mata bulat bagaikan permata itu benar-benar telah dapat ia lihat secara nyata. Ini bukan ilusi lagi, Eunhyuk benar-benar berada dihadapannya.
"Apa kau tidak suka aku membawamu ke apartemenku?" Tanya Donghae lagi. Memastikan bagaimana sebenarnya perasaan Eunhyuk saat ini. Ia harus tahu apa yang sebenarnya sedang Eunhyuk pikirkan tentang dirinya dan juga keputusannya untuk membawa Eunhyuk ke apartemennya.
Eunhyuk yang sejak tadi terdiam, kini membalas tatapan lembut sang kakak yang begitu menyejukan hatinya.
"Aku hanya tidak percaya. Aku... Masih memilikimu, hyung." Hanya jawaban sederhana yang terlontar dari bibir ranum itu, hingga membuat Donghae segera menarik tubuh mungil itu kedalam pelukannya.
Menghantarkan kerinduan yang membuncang tiada tara diantara kedua sosok saudara itu. Menyalurkan kasih sayang yang begitu besar, hingga selama ini telah membuat seseorang diantara mereka harus mengalami penderitaan selama bertahun-tahun.
Akhirnya...
Akhirnya ia bisa memilikinya.
Hanya dirinya.
.
.
.
.
.
"Astaga, kau benar-benar membawanya ke apartemenmu?! Demi Tuhan Lee Donghae, reputasimu bisa hancur jika publik tahu apa yang telah kau lakukan!" Pekik seorang pria dari sebrang telepon yang membuat telinga Donghae berdengung sakit. Pria tampan itu sempat menjauhkan ponsel miliknya dari telinganya yang segera ia usap dengan tangan kirinya, kemudian meletakan kembali ponsel berwarna hitam itu di telinganya.
"Apa?! Reputasi apa hyung?! Untuk apa aku harus memikirkan hal itu?! Adikku sendirian, dan aku tidak mungkin diam saja seperti sebelumnya!" Sahut Donghae frustasi kepada pria yang notabenenya adalah manajernya itu. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, sebelum mendudukan dirinya diatas sofa.
"Kau lupa apa yang pernah kau katakan kepada publik?! Saat setelah kau debut, apa kau lupa tentang fakta dimana kau mengelak bahwa kau tidak mempunyai siapapun selain dirimu sendiri?! Pikirkan itu Lee Donghae! Kau telah menipu publik, dan kau masih tidak memikirkan reputasimu sebagai seorang aktor terkenal?! Ingat perjuanganmu untuk dapat sampai sejauh ini! Apa kau mau menyia-nyiakan semuanya?!" Dengus sang manajer gusar. Pria tambun dengan kacamata tebal yang membingkai kedua matanya, perlahan memijit keningnya yang mulai terasa pening akibat memikirkan tindakan Donghae yang kini telah diluar batas.
Donghae yang mendengar jelas penuturan dari manajernya itu hanya menutup matanya dengan telapak tangan kanannya yang bergetar. Ia mengingat sangat jelas akan setiap perkataannya kepada para wartawan ketika ia baru saja debut di dunia akting, ia telah mengatakan kepada publik bahwa dirinya tidak memiliki keluarga dan hidup sebatang kara. Ia berjuang sendiri untuk merintis karirnya sebagai seorang aktor dengan jerih payahnya sendiri dan itu sukses membuatnya menjadi bintang reality show selama berbulan-bulan karena masa lalunya yang mampu memotivasi orang lain. Hingga kini ia telah sukses menjadi aktor papan atas dengan fans yang selalu memuja-muja kebaikannya dan juga bakatnya yang luar biasa. Tak bisa ia pungkiri, segala macam yang telah ia terima sekarang adalah karena kisah bohong yang telah ia ciptakan sendiri untuk membuatnya menjadi yang teratas dan juga untuk melupakan masa lalunya yang selalu ia kubur dalam-dalam, tanpa satu orangpun yang mengetahuinya, bahkan manajernya sendiri.
"Lalu aku harus bagaimana? Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri, hyung." Ucap Donghae lirih. Ia memandang sejenak sebuah kamar yang terletak dilantai dua apartemennya, dan mendapati kamar itu masih tertutup rapat dengan seseorang yang sedang terlelap didalam sana. Berharap sang penghuni kamar itu, tidak keluar dari kamar itu barang sedetikpun.
"Aku yakin kau tidak akan bisa mengusirnya lagi dari apartemenmu kan?"
"Hyung!"
"Baiklah, kau jangan biarkan orang lain tahu bahwa kau memiliki seorang adik! Jangan membiarkannya keluar dari apartemenmu barang sekejap pun! Ini adalah satu-satunya cara agar publik maupun wartawan tidak melihat adanya orang lain didalam apartemenmu! Aku berharap sebelum kau membawanya ke apartemenmu, tidak ada seorang pun yang melihatnya memasuki apartemenmu. Ingat Donghae! Jika semua orang tahu habislah karirmu!" Tutur manajer Donghae dengan nada tajam. Membuat Donghae hanya mampu mendesah nafas berat.
"A, aku sudah menjanjikannya untuk melanjutkan studynya ke universitas di Seoul hyung. A, apa tidak bisa ia diberikan kelonggaran untuk keluar apartemen hanya saat ia kuliah nanti?" Cicit Donghae pelan. Ia meremas lututnya dengan gusar, berharap sang manajer memberikan jalan keluar untuk keputusannya yang terlalu tanpa pikir panjang itu.
"Astaga Lee Donghae! Kau membuatku sakit kepala! Sekarang apa kau sudah mendaftarkannya ke universitas?!"
"Be, belum. A, aku akan membicarakannya besok dengan adikku."
"Sebelum kau lakukan itu, biar aku saja yang melakukan registrasinya atas nama orang tua ku. Aku akan mengatakan bahwa dia adalah adik angkatku dan segala yang bersangkutan dengan adikmu, itu atas tanggung jawabku! Kau tak usah cemaskan itu! Sekarang sebaiknya kau segera istirahat, ah tidak! Tapi aku yang butuh istirahat sekarang! Kita bicarakan lagi nanti!" Dengus manajer Donghae, sebelum menutup sambungan ponselnya dengan Donghae. Meninggalkan Donghae yang menghempaskan ponselnya pada sisi ranjang dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa miliknya, seraya memejamkan kedua matanya.
"Kenapa dulu kau lakukan itu, bodoh?!" Gumamnya lirih. Ia benar-benar telah melanggar perjanjiannya dengan dirinya sendiri. Semua ia lakukan dahulu hanya untuk melupakan kehidupan kelamnya yang sangat menyakitkan, ia hanya ingin menata kehidupan barunya kembali dan melepaskan masa lalunya dengan cerita bodoh itu. Dan setelah berita kepergian sang bibi terdengar olehnya, ia tak sanggup lagi untuk membiarkan hatinya semakin terluka saat membayangkan Eunhyuk tinggal sebatang kara didunia ini, tanpa kehadiran dirinya sebagai seorang kakak yang seharusnya menjaga dan melindunginya dari kerasnya dunia. Dan kebohongannya dahulu, benar-benar menjadi bumerang baginya sekarang.
Kali ini ia sudah tidak bisa mundur lagi.
Ia harus mempertahankannya.
"Tenang sayang, semua untukmu saat ini. Tidak akan terjadi apapun, semua akan baik-baik saja."
.
.
.
.
.
Donghae bersenandung dengan riang pagi hari ini, seraya meletakan beberapa makanan rumahan yang baru saja ia masak untuk sarapannya pagi ini beserta dengan sang adik yang masih terbaring nyenyak diatas ranjangnya.
Ia tidak peduli bahwa diluar sana matahari masih belum menampakan dirinya di permukaan bumi. Ia terlalu bahagia akan kehadiran adiknya yang telah sekian lama berpisah dengannya, dan kesempatan ini tidak akan pernah ia sia-siakan lagi. Ia akan membuat masakan super spesial untuk menyambut pagi pertama Eunhyuk di apartemennya. Lalu mempersiapkan keperluan Eunhyuk yang akan kuliah beberapa hari lagi, beruntunglah ia punya manajer yang mau membantunya membelikan segala macam perlengkapan kuliah adiknya seperti sepatu, tas, dan lain sebagainya.
"Astaga, ini masih terlalu pagi untuk sekedar menyuruhku membawakan pesananmu kemarin tuan Lee Donghae! Memangnya tidak bisa apa kalau kau menyuruhku datang lebih siang?!" Baru saja Donghae sempat memikirkan kebaikan hati manajernya, dan sekarang orang yang pria tampan itu maksud tiba diapartemennya dengan membawa kardus besar yang ia tahu adalah perlengkapan study adiknya yang baru dipesannya kepada manajernya dini hari tadi.
"Ah hyung! Syukurlah kau datang lebih cepat!" Seru Donghae dengan senyum lebar yang membuat manajer dari pria itu berdecak, sebelum meletakkan kardus besar itu di lantai kayu apartemen milik Donghae.
"Kau ini keterlaluan sekali. Inikan hari liburku, kenapa harus aku yang membeli perlengkapan kuliah adikmu itu?! Ck!" Ujar pria berusia 35tahun itu, seraya menghampiri Donghae yang masih berdiri disamping meja makan yang dipenuhi oleh beberapa menu makanan yang terbilang cukup mewah itu. "Woah, kau memasak sebanyak ini? Boleh aku menyicipinya?"
"Hentikan itu tua bangka! Kau tidak diperkenankan untuk menyicipi masakanku! Karena ini bukan untuk kau nikmati!" Sela Donghae, seraya memukul tangan manajernya yang terulur untuk mencomot masakannya itu. Sang manajer yang menerima perlakuan itu hanya mendengus sebal.
"Jadi ini untuk adikmu saja? Apa tidak ada jatah untukku yang sudah jauh-jauh membeli segala macam keperluan adikmu? Kemana dia, aku ingin melihatnya!"
"Bukan saatnya tuan manajer. Sekarang sebaiknya kau kembali saja kerumahmu, nikmati liburanmu bersama anak-anakmu dan juga istrimu hyung!" Donghae segera mendorong tubuh manajernya menuju pintu apartemennya yang berada di dekat ruang tamu. Mengusir manajernya sesegera mungkin, sebelum ia memergoki Eunhyuk yang berada didalam apartemennya.
"Ya, ya! Ke, kenapa?! Padahal aku baru saja sampai!" Sungut manajer tak terima, ia mencoba memberontak dari dorongan Donghae. Namun kekuatan pria yang lebih muda 8tahun darinya itu, begitu kuat hingga ia tidak mampu melawannya.
"Baiklah hyung! Sampai bertemu besok!" Ucap Donghae ketika telah berhasil membawa manajernya keluar dari apartemennya.
"Tunggu Donghae! Aku lupa untuk mengatakan ini padamu semalam. Kau harus segera menganti password rumahmu, dan jangan sampai aku tahu. Ini untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan." Donghae mengangguk setuju. Ia segera menutup pintu apartemennya, menguncinya, dan mengganti password pintunya seperti apa yang telah dikatakan oleh manajernya itu.
Donghae menghela nafas panjang, ia mengusap wajahnya, sebelum kembali membalikan tubuhnya menuju dapur apartemennya. Namun betapa terkejutnya ia, ketika tiba-tiba saja ia melihat sosok Eunhyuk yang masih mengenakan piyama tidur sedang berdiri di sisi tangga dengan tatapan yang mengarah padanya penuh tanya.
"Hyuć ”"
"Ah! Ka, kau sudah bangun? Hm... Ba, bagaimana tidurmu? Apakah nyenyak?" Sela Donghae dengan senyum gugup terpantri diwajah rupawannya. Ia segera menghampiri Eunhyuk, meraih bahu sang adik dan kemudian mendorong tubuh mungil itu menuju meja makan yang berada didekat dapur apartemen mewah itu. "Kebetulan kau sudah bangun, sekarang waktunya kita sarapan!" Lanjut Donghae, seraya mendudukan tubuh Eunhyuk di salah satu kursi meja makannya.
Eunhyuk tertegun ketika menatap beberapa makanan yang telah tertata begitu rapi di atas meja makan berwarna putih dihadapannya itu. Ia bahkan belum menggosok gigi, tapi hyungnya ini malah membawanya langsung ke meja makan dan menyuruhnya untuk segera sarapan. Ia menatap Donghae ketika pria itu telah duduk dihadapannya, dengan seulas senyum hangat yang menjadi penyambut hari baru diapartemen pria itu.
"Aku memasak ini khusus untukmu, makanlah selagi panas!" Titah Donghae, ia segera meraih mangkuk kosong yang berada di depan Eunhyuk. Memasukan beberapa sendok nasi kedalam mangkuk milik Eunhyuk, lalu meletakkannya kembali di depan meja sang adik. "Kka, makanlah sepuasnya. Masakan ini aku buat dari berbagai jenis makanan khas dari negara luar, aku harap kau menyukainya."
"H, hyung yang memasak?" Tanya Eunhyuk tak percaya. Ia menatap sang kakak dengan mata bulatnya yang terbelalak. Astaga, pria dihadapannya benar-benar luar biasa. Sulit dipercaya bahwa seseorang yang tengah bersinar itu, adalah benar kakak kandungnya.
"Tentu. Aku belajar memasak juga selama 10tahun ini, karena aku tidak ingin jika adikku nanti kelaparan hanya karena aku tidak bisa memberikanmu makanan yang layak untukmu. Semua makanan yang aku buat, memiliki kandungan gizi yang baik untuk pertumbuhanmu! Sekarang segeralah makan, setelah itu kita akan membicarakan tentang sekolah barumu." Ujar Donghae penuh semangat. Ia memberikan beberapa lauk dan meletakkannya di atas mangkuk yang terdapat nasi untuk Eunhyuk. Ia tak lupa membawa segelas susu strawberry hangat kesukaan Eunhyuk dan meletakkannya di sisi kanan Eunhyuk, membuat Eunhyuk hanya mampu tercenung akan apa yang sedang kakaknya itu lakukan untuknya.
Eunhyuk tak bergeming ketika kakaknya menyuruhnya untuk segera makan. Kedua matanya hanya menatap dalam sosok pria yang kini tengah membalas tatapannya dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajah tampannya.
"Kenapa? Apa... Kau tidak suka?" Tanya Donghae memastikan mengapa Eunhyuk tiba-tiba saja terdiam dengan sorot mata yang begitu dalam mengarah kepadanya.
Eunhyuk tetap tak menjawab pertanyaan Donghae padanya, ia hanya diam dan terus mengamati wajah kakaknya yang diam-diam sangat ia rindukan. Ia masih berharap jika ini bukanlah sebuah mimpi yang akan memudar ketika ia terbangun dari tidurnya.
"Aku masih tidak percaya, jika kau benar-benar adalah hyungku. Aku kira ini hanyalah mimpi, seakan hal ini terlalu mustahil untuk terjadi padaku. Selama 10 tahun aku kehilangan seseorang yang selalu ada untuk menemaniku sejak kepergian abeoji dan eomma, aku merasa di buang begitu saja oleh seseorang yang selalu ku panggil dengan sebutan hyung. 10 tahun lamanya aku hanya melihatmu dalam sebuah drama yang selalu ditonton oleh bibi, aku bahkan tidak peduli akan kehidupanmu sebagai seorang aktor, aku tak pernah mempedulikan obrolan konyol tentangmu dari semua teman sekolahku. Aku seakan tidak ingin tahu betapa suksesnya dirimu, ketika dirimu saja tidak ingin memikirkanku..." Eunhyuk segera menundukan kepalanya, ketika mendapati setetes air mata lolos begitu saja membasahi pipinya tanpa bisa ia cegah. Ia mengusap pipinya sebelum kembali mendongakkan wajahnya, menatap lembut sosok hyungnya yang terdiam dengan sorot mata yang selalu menghangatkan hati Eunhyuk.
"Tapi sepertinya aku salah menilaimu hyung... Sejak kepergian bibi, aku pikir aku akan benar-benar hidup seorang diri. Kemudian ternyata kau datang kembali padaku, dan membawaku pergi bersamamu untuk tinggal... Su, sungguh... Aku merasa seperti mimpi... Te, terima kasih... Terima kasih hyung!" Ucap Eunhyuk dengan suara yang terbata-bata, seraya memberikan senyum terbaiknya untuk seseorang yang tengah mengepalkan kedua tangannya seakan menahan sesuatu yang sedang bergejolak di dalam hatinya. Belum saatnya ia katakan semuanya pada Eunhyuk.
Ia hanya diam, tanpa menanggapi perkataan Eunhyuk yang kini tengah menyantap masakan buatannya dengan sangat lahap. Mulutnya tampak penuh dengan bibir bergetar seakan menahan tangisnya yang bisa meledak kapan saja.
"Pe, pelan-pelan saja." Ucap Donghae pelan. Ia memalingkan wajahnya, enggan menatap Eunhyuk yang sepertinya sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi.
Eunhyuk yang mendengar perkataan Donghae, hanya mengangguk dengan membiarkan airmata mengalir membasahi kedua pipinya yang memerah.
"H, hyung... I, ini enak sekali... Benar-benar enak..."
.
.
.
.
.
Eunhyuk mengikuti setiap gerak-gerik Donghae yang sedang mengeluarkan beberapa perlengkapan kuliahnya dari dalam kardus besar yang sejak pagi tadi tergeletak begitu saja di dekat meja makan.
"Lihat, bagaimana menurutmu? Kau suka?" Tanya Donghae penuh semangat. Ia memberikan sebuah tas slempang berwarna hitam itu kepada Eunhyuk yang sejak tadi hanya diam mengamati dirinya. "Aku berharap kau menyukai pemberianku. Saat kau sudah mulai kuliah,kau harus mengenakannya ya?" Tungkas Donghae, membuat senyuman terpantri di wajah Eunhyuk yang tampak merona. Ia meraih tas yang diberikan Donghae padanya, dan memeluknya seakan itu adalah benda satu-satunya yang paling berharga dalam hidupnya.
"Aku sudah menentukan dimana kau akan melanjutkan studymu disini. Universitas yang bagus untukmu dan sesuai dengan kepintaranmu itu, adalah di SM University. Disana tempatnya para selebriti untuk menunjang pendidikan mereka, akan banyak beasiswa menuju universitas terkenal jika kau ingin melanjutkan S2 mu diluar negeri untuk setiap mahasiswa dari lulusan terbaik universitas itu dan disana telah bekerja sama juga dengan berbagai perusahaan-perusahaan ternama jika kau ingin langsung bekerja setelah lulus. Aku yakin kau pasti bisa menjadi lulusan terbaik dan akan banyak sekali universitas dari luar negeri dan juga perusahaan ternama yang memperebutkan mu untuk bergabung dengan mereka." Ujar Donghae panjang lebar. Ia masih sibuk mengeluarkan berbagai perlengkapan sekolah yang di beli oleh manajernya itu, tanpa memandang Eunhyuk yang kini tengah menatapnya dengan kedua matanya yang membulat sempurna.
"H, hyung... Ka, kau bercanda!" Pekik Eunhyuk tak percaya. Apa kakaknya sudah gila? Bagaimana bisa ia kuliah ditempat yang elit seperti itu? Kali ini kejutan dari Donghae benar-benar sudah tidak lucu lagi!
"Waeyo?" Tanya Donghae heran. Ia menyernyitkan keningnya ketika melihat kegelisahan yang terpancar dari wajah Eunhyuk.
"A, aku tidak ingin kuliah disana hyung!" Protes Eunhyuk. Ia mencengkram tas yang baru saja di belikan Donghae untuknya, ia terlalu takut mengecewakan Donghae yang sudah rela mencarikannya universitas terbaik untuk masa depannya kelak. Akan tetapi ia tidak bisa menerimanya kali ini, ia hanya seorang anak yang lulus di sekolah umum sebelum kakaknya mengajaknya ke Seoul. Ia tidak mau mempermalukan hyungnya, cukup di universitas standar saja ia pasti akan mampu melanjutkan masa depannya tanpa harus menerima bantuan dari kakaknya.
"A, aku ingin belajar di universitas negeri saja."Lanjut Eunhyuk pelan. Ia sontak menundukan wajahnya karena takut melihat kekecewaan terpancar di wajah kakaknya itu.
"Wae? Kau tidak menyukainya?"
Eunhyuk menggeleng cepat. Ia mendongakkan wajahnya dan menatap dalam mata teduh milik Donghae dihadapannya.
"A, aniya! Aniya hyung! Aku tidak ingin kuliah di tempat seelit itu hyung. Ka, kau kan tahu aku bukan seorang selebriti. Aku tidak bisa, kau... Kau tidak mungkinkan harus menanggung malu karena telah membawaku ketempat sehebat itu. Se, sedangkan aku berasal dari lulusan sekolah umum dipinggir desa. Tidak, tidak! Aku bisa menata masa depanku sendiri meskipun hanya dari universitas biasa saja!" Jelas Eunhyuk dengan tatapan memohon kepada Donghae yang tengah menyernyitkan keningnya karena merasa ada yang janggal dari setiap perkataan yang terlontar dari bibir ranum adiknya itu.
Donghae segera meninggalkan kardus yang kini telah kosong, dan mendekatkan dirinya kepada Eunhyuk yang terduduk diatas sofa berwarna cokelat muda itu di dalam ruang tamu apartemennya. Mendudukan tubuhnya tepat disamping Eunhyuk, kemudian menangkupkan tangannya tepat diatas tangan kiri Eunhyuk disisi sofa.
"Jangan katakan hal itu lagi didepanku. Kau mengerti?!" Ucap Donghae. Kedua matanya menatap tajam tepat kedalam iris kelam milik Eunhyuk yang begitu memukau. Ia mengusap pipi merah itu dengan kedua tangannya. "Kau tidak akan pernah membuatku harus menanggung malu. Tidak peduli alasannya, bagiku kau luar biasa. Tapi jika memang keputusanku membuatmu tak nyaman. Baiklah, kau boleh kuliah di universitas yang memang menjadi kemauanmu. Lakukanlah sesukamu, hyung akan membantumu sebisanya." Sambung Donghae dengan memberikan senyum hangatnya kepada Eunhyuk yang kini melebarkan kedua matanya terkejut.
"Se, semudah itukah? Ku kira... Hyung akan menolak permintaanku..." Cicit Eunhyuk tak percaya. Ia meraih telapak tangan Donghae yang masih berada di pipinya dan menurunkannya untuk ia genggam begitu erat.
Donghae terkekeh pelan, tatkala melihat pemandangan yang begitu menggemaskan yang tergambar dari raut wajah adiknya itu.
"Mana mungkin aku memaksakan kehendakku jika membuatmu tak nyaman? Kebahagiaanmu adalah hal yang terutama bagi hyung. Jadi, lakukan apa yang menurutmu senang."
"Te, terima kasih hyung! Terima kasih!"
.
.
.
.
Kau tahu...
Kau amat sangat tahu...
Alasan mengapa, dan untuk apa aku selalu memikirkanmu di sepanjang hidupku...
Kau tahu itu, tanpa perlu aku katakan padamu...
.
.
.
.
Tbc
Entah boleh enggak sebut orangnya disini, namanya akunnya Naehyuk. Kemarin sempat request ff tentang *dirahasiakan* tapi gak bisa janji bakal bikin ff seperti yang dia mau. Dan ini yang eon maksud kemaren Ri. ff yang seperti gambaran eon kemarin, eon ngambil yang bagian donghar jadi seorang aktor. Mian ya, ga bisa sesuai sama requestan kamu. tapi mungkin lain kali, eon coba buat ff request seperti yang kamu mau. Mian ya, eon belum begitu mahir. #Mogaanaknyabaca
dan buat semuanya, ingatkan aku ini hanya twoshoot. Semoga bisa update sesegera mungkin. Ahh terima kasih yang selama ini udah mau baca ffku yang rata-rata belum selesai semua. Tapi aku harap kalian menikmatinya, meskipun ga meninggalkan review di setiap ff yang kalian baca di akun ku.
Baiklah sampai ketemu lagii heheheh
