Fanfic pertamaku di sini! Dan Rin sebagai pemeran utama.

Rin : Yeah! Aku pemeran utama!

Me : Jangan senang dulu. Pemeran utama gak enak loh... *Smirk*

Rin ; Beneren?! Gak mau ah.

Len : Gak papa Rin. Ada aku juga kok...

Rin : *Blush* I-iya... Asalkan ada Len aku tak masalah...

Me : Kita lanjutin aja. Biarkan mereka bermesrahan di sana.

Rin & Len : Kami tidak!

Disclaimer : Vocaloid bukan milik gua. Kalau aku pemiliknya, bakalan aku buat banyak anime dari Vocaloid. Plot-nya dalah milikku seorang. Bukan milik orang lain. Itu saja...

All : Read and review!


"Mau kemana?" tanya seorang anak. Umurnya tidak lebih dari 5 tahun. Rambut pirang keemasan nya yang sebahu dengan poni panjang sebelah, berantakan tertiup angin. Mata birunya menampakkan kebingungan. Kemana mereka akan membawanya? Dia juga kedinginan. Pakaian yang dia pakai hanya berupa kaus putih lengan pendek dengan celana hitam pendek, dan tidak beralasan kaki.

Butuh waktu lama untuk orang yang membawa anak itu pergi menjawab. Suara tersebut serak seakan habis menangis dan/atau berteriak terus. "Kesuatu tempat yang menyenangkan," Di cengkraman tangan anak itu lebih kuat, seperti dia akan pergi kalau di lepaskan.

Mata anak itu membesar mendengarnya. Dia mulai membayangkan kemana dia akan pergi. Mungkin ke Disneyland atau ke karnival? Dia selalu ingin ke sana. Dari dulu dia dikurung di kamar terus, tidak boleh keluar. "Benar?!" Tanyanya lagi polos.

Dia benar-benar berpikir kalau yang di bilang oleh pembawanya itu benar. Sebagai anak kecil, dia memang polos. Jauh dari dunia orang dewasa yang jahat. Dunia miliknya hanya berwarna putih dan hitam. Hanya ada baik dan jahat. Dan orang di depannya adalah orang baik.

Tapi yang tidak dia ketahui adalah orang yang bersama dia tidaklah baik. Bukan Disneyland ataupun karnival tempat yang mereka tuju. Mereka sekarang berada di atas bukit di dalam hutan. Tidak ada apa-apa di sana selain tumbuhan hijau.

Anak itu, walaupun polos tidaklah bodoh. "Ini di mana? Kenapa ke dalam hutan?" Dia melihat ke segala arah, mencari tempat menyenangkan yang tadi di sebutkan.

"Memang tidak ada tempat menyenangkan di sini," Anak itu kaget mendengarnya. Suara orang itu tidak ramah lagi di telinganya. Hanya ada ke pahitan di dalam suaranya dan itu membuatnya takut. Dia mencoba lari dari orang itu. Tapi dia lupa bahwa tangannya di cengkram oleh orang tersebut, membuatnya tidak bisa kabur.

"Sekarang tidurlah..." Belum sempat dia berteriak kesakitan saat leher belakangnya di hantam oleh sesuatu yang keras, dia pingsan. Tapi dia berhasil mendengar orang tersebut bicara dengan seseorang.

"Lapor. Anak itu sudah di tanganku. Tinggal di bawa ke sana kan? Oke,"

Dan semuanya menjadi hitam.


"in-san!" Seseorang memanggil namaku. Aku tidak merespon. Aku masih mau tidur lebih lama. 5 menit lagi lah.

"Rin-san!" Suara yang sama lagi. Berisik eh... Enggak lihat kalau aku masih mau tidur. Lagi nyenyak nih. Matahari lagi tidak terlalu panas dan suhunya nyaman.

"Kagamine Rin! Bangun dari tidurmu sekarang juga!" Suara pukulan di sampingku mengejutkan ku. Aku cepat-cepat bangun dan melihat asal suara.

Hiyama sensei berada di depanku. Mata coklatnya melotot ke aku. Sebuah penggaris kayu terdapat di tangannya, siap memukul siapapun yang berani mencari masalah. Dan yang mencari masalah itu aku. Aku ketahuan tidur di kelas lagi.

"Sudah selesai mimpi indahnya?" Suara Hiyama sensei yang di taburi oleh gula membuat bulu kudukku merinding. "Iya sensei... Apa aku kena hukuman?" tanya ku manis. Mungkin bisa mengurangi amarah nya sedikit.

Dan salah. Hiyama sensei tambah marah karena aku pura-pura polos. "Tidak..." Aku hampir mengeluarkan nafas lega, "Tentu saja! Sekarang keluar dan menghadap KepSek di kantor saat pulang nanti!"

"Baik.. baik.." Aku meregangkan tangan ku yang pegal akibat tidur di atas meja. Aku dengan senang hati keluar kelas ketimbang mendengar ceramah tak jelas Hiyama sensei. Aku menghiraukan bisikan yang di lemparkan padaku. Toh, aku sudah biasa dengan perlakuan itu.

Dengan santainya, aku keluar kelas. Anak penurut aku ini, aku berdiri di depan pintu. Sekali-kali, aku mengintip ke dalam. Hiyama sensei sedang menjelaskan tentang pelajaran apa pun itu dan aku juga tidak peduli.

Merasa aman dengan situasi di sekitar kelas, aku memutuskan untuk jalan-jalan. Gak mungkin kan aku tunggu di luar sampai pelajaran selesai. Kakiku bakalan kram duluan. Keliling sekolah saja, lebih bauk dari tunggu di sana.

Selagi jalan mengelilingi sekolah, aku memikirkan mimpiku tadi. Sudah ke sekian kali aku bermimpi tentang anak itu. Setiap mimpi tidak sama, mungkin berlanjut. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa bermimpi tentang itu.

Seumur hidupku, aku tidak pernah bertemu dengan anak itu. Walaupun penampilannya mirip dengan seseorang di sekolah ini. Dan aku Kagamine Rin, tidak pernah bertemu dengan anak seperti itu. Pakaiannya saja seperti anak jalanan. Rasanya aneh bermimpi seperti itu setiap kali aku tidur.

Oh ya, Aku belum memperkenalkan diriku. Seperti yang kalian baca/dengar apalah, namaku Kagamine Rin. 15 tahun. Mempunyai rambut pirang sebahu yang selalu ku uraikan. Dan selalu memakai pita putih besar, yang selalu bergoyang setiap kali aku jalan, dan tidak lupa 4 jepit rambut putih untuk mencegah poniku menghalangi pandanganku. Dan aku sangat suka dengan buah berwarna orange berbentuk bulat dan rasanya manis, yaitu jeruk! Aku sangat suka jeruk. Dan orang bilang aku sangat terobsesi dengan buah itu.

Aku adalah anak dari Kagamine Rinto dan Lenka. Yang merupakan Mage terkuat di Magia. Karena aku adalah anak mereka, aku mewarisi sihir yang mereka gunakan. Yaitu sihir elemen air dan api. Air dari ibuku yang selalu tenang tapi seram kalau marah dan api dari ayahku yang temperamen tapi nyaman ketika sedang baik.

Asal kalian tahu, dunia ini di penuhi oleh kekuatan sihir. Para pengguna sihir di sebut Mage. Bisa dibilang semua orang di sini adalah Mage. Setiap orang terlahir dengan kekuatan sihir, kuat ataupun lemah. Jadi...ya! Semuanya bisa menggunakan sihir. Kecuali satu orang yang ku tahu. Dia sama sekali tidak mempunyai kekuatan sihir di dalamnya. Oke, lupakan soal orang itu. Kita lanjutkan tentang Mage ini.

Untuk melatih kekuatan sihir mereka, maka di buatlah sekolah khusus untuk mempelajari sihir. Salah satunya adalah sekolah ini. Magic Academy! (A/N Nama jelek aku tahu. Tapi duli amat!) Sekolah terbaik untuk mempelajari sihir bagi pemula di seluruh Magia. Atau itulah yang sering dikatakan orang lain tentang sekolah ini. Walaupun aku rasa tidak sampai segitunya. Lanjut lagi! Jadi ini adalah salah satu sekolah terbaik di sini. Kami tidak hanya mempelajari sihir saja, juga ada program bertarung menggunakan sihir. Walaupun pelajaran biasa juga ada. Seperti sejarah, Matematika, biologi, ini itu apalah.

Sudah cukup dengan pengenalan diri dan penjelesan tentang sekolah ini.

Aku berhenti berjalan ketika menabrak sesuatu atau seseorang dan terjatuh dengan posisi jatuh biasa. Bukan seperti di anime-anime shojo itu ya. "H-Hei! Liat jalan dong!" Aku meneriaki orang yang menabrakku itu. Aku cepat-cepat berdiri dan memberi dia death glare.

Sementara itu, aku memperhatikan orang yang menabrakku. Seorang cowok seusiaku. Dengan rambut pirang keemasan sebahu yang di ikat ponytail tinggi, sementara poninya yang panjang sebelah di biarkan dan sebelahnya di jepit. Dia memakai seragam sekolah yang berarti dia merupakan murid sini.

"Woi! Dengar orang bicara gak sih?!" Aku membentaknya. Tapi dia tidak juga membalas. Dari tadi hanya memandang ke lantai. Ada apa dengan lantainya sih? Aku mengembungkan pipiku kesal. Aku mungkin terlihat seperti anak kecil, tapi orang ini membuatku kesal. Cowok itu tiba-tiba berdiri. Tetap tidak mengatakan apa-apa.

"Len! Kau di mana Len?" dari kejauhan, aku dapat mendengar suara cewek memanggil orang dengan nama Len. Dan dari mana dia datang, tiba-tiba dia sudah berada di hadapan cowok itu. Dia memegang tangannya. "Kemana saja sih Len? Aku jadi panik tahu!"

Aku langsung mengenal cewek itu. Hatsune Miku, bisa dibilang putri di sekolah ini. Bukan putri asli, hanya sangat populer. Dan salah satu Mage terkuat di sekolah sebagai pengguna elemen angin dan petir. Rambut tealnya yang sepanjang lututnya di ikat pigtails, kesannya seperti kekanak-kanakan. Tidak seperti denganku, cowok itu, Len kalau tidak salah, langsung menjawabnya. "Jalan-jalan,"

"Lain kali beri tahu," Dengan itu dia menarik Len pergi. Tidak menyadari aku yang berdiri di hadapannya "Oh ya Kagamine-san. Jangan dekat-dekat dengan Len," Dia mengatakan itu tanpa berbalik menghadapku. paling tidak dia menyadari aku di sini. Tapi... Dia mengancamku untuk tidak dekat-dekat dengan dia. Memang dia siapanya. Lagipula, dia yang menabrakku, bukan seperti aku ingin dekat-dekat dengan orang macam tu.

Sebelum mereka menghilang di balik lorong, Len membalikkan badannya dan melambai kepadaku. "Bye bye..." ujarnya pelan. Aku ikut melambaikan tangan dengan canggung. Aneh...

Aku memeriksa jam tanganku yang berhiasan stiker jeruk. "Oh tidak..." gumamku panik. Sebentar lagi pelajaran Hiyama sensei akan berakhir. Aku harus cepat-cepat kembali ke depan pintu kelas sebelum ketahuan. Aku tidak mau menambah hukuman karena tidak mengikuti peraturan untuk tidak jalan-jalan waktu pelajaran.

Cowok itu, Len... Dia juga jalan-jalan. Dan Miku bersama dengan dia. Itu sangat aneh, mengingat bahwa Miku jarang berteman dengan anak cowok.

Kring! Kring!

"Astaganaga!" Dan aku pas-pasan berhenti tepat di depan kelas ketka Hiyama sensei keluar. "Oh bagus, tidak kemana-mana. Masuk sana,"


Jam menunjukkan pukul 2 siang. Sekarang sudah waktunya untuk pulang ke rumah masing-masing. Kecuali untukku yang di tahan dan harus bertemu dengan KepSek. Aku hanya bisa menghela nafas, apa hariku bisa bertambah membosankan?

Aku berjalan menuju kantor KepSek dengan langkah malas. Staf yang mengatur orang untuk mengatur pertemuan hanya bisa menatapku bosan. "Lagi?" Menggangguk saja, malas bicara. Dia mempersihlakan aku untuk masuk ke dalam.

Aku mengira hanya aku yang berada di ruangan ini. Ternyata salah. Yang mengejutkan adalah anak cowok yang ku tabrak tadi juga ada di sini. Dengan santainya duduk sambil mendengar lagu lewat headsetnya. Di sampingnya, guru sihir kami, Yowane Haku sedang berbicara dengan KepSek. KepSek kami, Yuuma, hanya mendengarkan saja.

Jarang sekali aku bisa melihat Yuuma sensei. Terakhir aku melihatnya adalah saat upacara penerimaan siswa baru. itupun sudah hampir setahun yang lalu. Tapi waktu menemukannya, semua orang pasti mengenalnya. Rambut pinknya memang sangat mencolok. Mungkin itu salah satu alasan dia selalu mengenakan topi.

Matanya menangkap pergerakanku. Dia menyuruh Haku-san, Haku sendiri yang menyuruh semua orang memanggilnya begitu, berhenti berbicara. Sementara Len masih berada di dalam dunianya sendiri. "Silahkan duduk Kagamine-san,"

Aku ragu-ragu duduk di samping Len, hanya itu kursi yang ada. Menghadap Yuuma sensei adalah petanda buruk. Hampi tidak ada yang selamat ketika keluar dari kantornya. Bukan mati, biasanya semua keluar dari sekolah dengan muka hancur lebur seperti di bantai.

"Kalau takut mukamu hancur lebur jangan takut. Aku tidak sejahat itu," Yuuma sensei yang memulai pembicaraan. Bagaimana dia bisa mengetahui isi pikiranku? Gampang saja, dia bisa membaca pikiran orang lain. Paling tidak aku sedikit lebih aman mendengarnya.

"Langsung ke intinya saja. Hiyama-san selalu mengomel tentang kamu yang menggangu pelajaran di kelasnya. Tidur di kelas, main HP terus, melamun, bercanda dengan teman di sebelah... dan seterusnya. Jadi akan ku beri kau hukuman." dia menjelaskan.

Sudah pasti Hiyama sensei akan melaporkan aku ke KepSek. "Beri apa saja asalkan jangan yang aneh-aneh,"

Yuuma sensei memberikan senyum aneh. "Gak aneh kok," Senyum itu tidak menenagkanku. Malah aku rasa hukumanku akan sangat aneh dan tak akan aku suka. Yuuma sensei mengalihkan pandangaannya ke Len yang masih santai mendengar lagu. "Len-kun,"

Seketika saja Len langsung merespon. "Iya?" tanyanya polos. Dia dari tadi tidak mendengar kami berbicara apa? Dia melepaskan headset dan memperhatikan gerak-gerik pemanggilnya.

"Tidak masalahkan kalau bersama dengan Kagamine-san untuk sementara?" tanya Yuuma sensei. Memang kenapa dengan Len sampai suruh aku bersama dengan dia? Aku rasa Len juga bukan pembuat onar atau apapun itu. Dia kelihatan seperti anak baik-baik.

"Len mau," setelah menunggu cukup lama, akhirnya Len menjawab juga. Dia memasang senyum polosnya dan mengangguk terus. Haku-san tampak tidak nyaman dengan ide Len bersamaku ini sementara Yuuma sensei malah tampak senang. "Sudah kubilang pasti dia mau," ujarnya dengan penuh kemenangan.

"Belum tentu Rin-san mau. Menjaganya bukan... hal yang mudah. Aku saja kewalahan," bantah Haku-san. Yuuma sensei tentu tidak menyerah. Dia juga membalas, "Tentu saja dia mau. Ini hukumannya dan harus di terima. Mau tidak mau!"

Sudah ku tebak itu pasti hukuman untukku. Mendengar dari arah pembicaraan dan Len yang dari awal sedang di dalam kantor, tidak susah menebak itu hukuman dari Yuuma sensei. KArena itu aku tidak terkejut mendengarnya. Aku tidak bodoh kalek. Sementara pasangan itu sedang bertengkar, dan namaku di lempar sana-sini, aku memutuskan untuk berbicara dengan Len saja.

Len sepertinya fokus mendengarkan pertengkaran mereka. Sebab dia tidak menyadari aku yang sudah berada di sampingnya. "Woi," Percobaan pertama. Gagal. "Hei!" Gagal juga. "Dengar gak?!" Gagal juga. "Len-san!" Len langsung bereaksi saat aku memanggil namanya.

Dia mengirimkan wajah bertanya nya. "Ayo keluar saja," Aku berdiri dan mengulurkan tangan ke arahnya. Aku juga tidak tahu mengapa aku melakukannya. Dia kan bisa berdiri sendiri tanpa bantuan. Meskipun begitu, dia tetap menerima uluran tanganku.

Bersama-sama, kami keluar dari kantor. Aku mengajaknya menuju taman yang berada di samping sekolah. Kebanyakan siswa sudah pulang jadi taman ini agak sepi. Aku memutuskan untuk membeli satu es krim rasa jeruk dan duduk di ayunan. Peduli amat orang melihatku seperti anak kecil.

Aku cepat-cepat menghabiskan es krim ku sebelum meleleh. Gara-gara tidak ada kerjaan, Len main dengan anak kucing yang datang entah dari mana. "Meaw..."

Setelah menghabiskan es krim ku, aku tidak tahu mau apa. Mau bicara dengan Len, dia tidak mendengarku lagi. Aku sudah menyerah untuk memulai percakapan dengan anak itu. Dan seketika itu, aku menyadari sesuatu.

"Bodoh!" Aku memukul kepalaku terus. Kenapa aku harus mengajak Len keluar ke taman tanpa memberitahu Yuuma sensei. Dan sekarang aku terjebak di situasi canggung yang aku sendiri tidak tahu cara menghilangkanya. "Gimana nih..." gumamku lirih memandang Len yang masih serunya bermain dengan anak kucing.


Sementara itu di dalam kantor KepSek...

"Yuuma sensei..." Haku berhenti bicara. Dia baru menyadari kalau Rin dan Len sudah tidak ada di kursi mereka. "Apa?!"

"Mereka sudah pergi," Yuuma tidak sadar kalau Rin dan Len sudah pergi sampai Haku menunjuk ke arah tempat mereka duduk tadi. "Oh..." Yuuma hanya bisa menghela nafas. Tidak bisakah mereka duduk diam dan tidak pergi kemana-mana? Dalam pikiran terdalamnya, dia tahu mereka tidak mau. Siapa mau nonton 2 guru sedang bertengkar tentang hal sepele.

"Mau ku panggil mereka?" tawar Haku. Yuuma menggeleng, "Gak usah. Nanti ku kirin pesan aja," Dia mengambil HP miliknya dan mulai mengetik dengan cepat.

Yo, Rin! Ada pesan untuk mu. Len aku titip padamu. Kasih dia tinggal di rumahmu saja. Jaga dia ya!

P.S. harus panggil dia dengan namanya baru dia merespon

"Udah. Tinggal liat perkembangannya saja," ujar Yuuma santai. Haku tidak sesantai itu. Dia tetap cemas walaupun Yuuma bilang semua akan baik-baik saja. "Semoga saja Kagamine-san bisa mengubahnya agar bisa seperti dulu,"

"Semoga saja," kata Haku. "Bisa perbaiki kesalahan kita..." gumam Haku untuk dirinya sendiri.


Kembali kepada sahabat pirang kita.

Zenzen tsukamenai kimi no koto Zenzen shiranai uchi ni. Lagu Melancholic yang pernah ku nyanyikan tiba-tiba muncul enyat darimana. Butuh beberapa detik untukku menyadari itu ternyata suara HP-ku. Aku lupa kalau aku menyetel dering HP kalau ada pesan yang masuk.

Layar depan menunjukkan kalau pengirim pesan itu dari Yuuma sensei. Palingan soal kenapa aku dan Len pergi atau untuk suruh aku langsung pulang.

Aku melotot ke layar HP, tidak percaya dengan apa yang ku baca. Aku mengucek mataku dan membaca pesannya lagi. "Ini bukan bohongan kan?" tanyaku pada diri sendiri. Tiba-tiba, sebuah pesan masuk. Dari Yuuma sensei lagi.

'Asalkan kau tahu, ini asli. Mau tidak mau terima. Aku sudah beritahu orang tuamu soal itu.

Bersenang-senanglah dengan teman barumu itu.

P.S. Dan jangan buat aneh-aneh dengan Len'

Dia bisa baca pikiranku lewat layar HP?! pekikku dalam hati. Harus hati-hati nih kalau mau kirim pesan dengan dia. Tidak mau pikiranku, tempat palaing aman, di masuki orang seperti dia. Sebuah pesan masuk lagi.

'Aku tidak bisa baca pikiran lewat HP. Aku bisa liat Kagamine-san lewat jendela kantor'

Itu menjelaskan banyak hal. Paling tidak aku aman untuk sekarang. Dan aku harus menyelesaikan masalah yang ada di depan mataku. Aku memandang Len risih. Kenapa Yuuma sensei harus sampai buat Len tinggal denganku, memang dia tidak punya tempat tinggal atau apa, paling tidak cari rumah cowok lain. Masa harus ke rumah cewek.

Di tambah... Orang tuaku sedang tidak ada di sini. Mereka pergi bulan madu dan kapanlah mereka akan pulang lagi. Aku dan Len... Tinggal bersama... Dalam satu rumah... Tanpa ada orang tua... Berdua-an... Dan dia cowok, sementara aku cewek...

Hari ini hari yang sangat sangat aneh dan buruk. Aku menghela nafas kesal. Mau rasanya aku teriak sekeras mungkin. Tapi aku mengurungkan niatku karena ini adalah tempat umum. Lain kali, aku harus menonjok muka Yuuma sensei. Tanganku sudah gatal untuk meninjunya.

"Len..." panggilku malas. Aku sedang tidak ada tenaga untuk bicara. Len berhenti main dengan anak kucing-nya dan memandang ke arah Rin, memiringkan kepalanya. "Nani?"

"Kamu sekarang tinggal di rumahku. Jadi ikut aku, kita akan pulang," Tanpa menunggu jawaban, aku sudah beranjak pergi meninggalkan taman. Len segera berdiri dan mengikuti di belakangku seperti seekor anjing mengikuti majikannya. Atau memang seperti itu? Aku di tugaskan untuk menjaga Len oleh Yuuma sensei. Jadi aku majikan dia anjingnya.

Sepertinya ini akan menarik. Moga-moga saja Len yang tinggal bersamaku tidak akan menimbulakan banyak masalah. Aku sudah punya banyak masalah di tanganku dan aku tidak mau menambahnya lagi.

Tapi, yang tidak ku ketahui... Akan ada banyak masalah baru yang akan ku hadapi. Dan semua ada sangkut pautnya dengan Len. Teman akan menjadi musuh dan musuh akan menjadi teman.

Dan aku menyadarinya tidak lama lagi. Dalam waktu 1 minggu, semuanya akan berubah. Dan masa depan Magia ada di dalam tanganku.


T

B

C