Another Life
Disclamer :
Naruto just belong to Mashi Kishimoto
Genre :
Romance, Drama, Canon, Fantasy.
Pair :
SasuFemNaru
Warn :
GS(Gender Switch), Alternative Universe, Alternative Reality, World Swithcer, EYD berantakan, typo(s), Newbi.
Fushigina Ashita Presented
New Fict Project
.
.
Another Life
Summary:
Di umurnya yang ke tujuh belas, Naruto mendapatkan kenyataan bahwa dirinya bukanlah salah satu anggota keluarga Akasuna. Ia hanyalah seorang anak angkat, dan pada saat itu juga ia di berikan sebuah liontin yang menemaninya di wktu kecil. Tapi aiapa sangka liontin itulah yang mengubah hidupnya, mengantarkan takdir untuknya, juga...
Pengalih dunianya.
...
...
..
.
.
Another life
Chapter : 1
.
.
.
Suasana ramai salah satu sekolah di kota Tokyo begitu kentara. Meskipun saat ini tengah berada di jam pulang, namun aktivitas saat ini relatif sama dengan saat saat proses belajar mengajar berlangsung.
Seperti saat ini. Disebuah lapangan basket, terlihat siswa-siswi anggota club basket sedang melaksanakan latihan rutin, mulai dari teknik, teori sampai strategi.
'Pritttt'
"Baik, istirahat lima menit! Setelah itu kalian akan ku tandingkan." Suara instruksi sang pelatih terdengar menggema di lapang indoor itu, kali ini ia cukup puas terhadap perkembangan murid didoknya yang cukup signifikan.
"Hai Sensei!" Mereka berseru serentak bersamaan menjawab instruksi pelatih, dan bergegas menuju tepian lapang untuk mengistirahatkan tubuh letih mereka yang sekarang dipenuhi oleh tetesan peluh.
Sementara itu, disisi lain ada seorang gadis berambut pirang sedang duduk memperhatikan jalannya latihan. Gadis itu mengenakan coat berwarna cokelat yang panjangnya hampir menyamai rok sekolah yang saat ini di kenakannya.
Mata biru sewarna musim panas milik gadis itu, memandang sendu teman-temannya yang kini kembali berlatih.
Dulu, ia ikut bergabung dalam club basket itu. Bermain, berlatih, bertanding, juga bersama sama memperebutkan gelar juara. Dulu, ialah yang berlari menggiring bola, menyerang dan mengecoh lawan. Dulu juga, ialah yang bergerak lincah mencetak poin untuk mengumpulkan pundi pundi kemenangan.
Tapi sekarang?
Lihatlah dirinya.
Tubuh rapuh yang makin hari meringkih. Ia merasa semakin hari energi dalam tubuhnya kian menguap.
Tak ada lagi.
Ya, tak ada lagi, masa-masa indah bersama kawan-kawannya.
Tak ada lagi tubuh mungilnya yang bergerak menjalankan strategi demi tercapainya kemenangan.
Huh, jangankan seperti itu. Untuk berada di sini saja ia harus merengek minta kepada ibunya. Bahkan di penghujung musim panas ini ia harus mengenakan pakaian tebal berlapis.
Naruto, nama gadis itu. Ia mengambil smart phone yang berada dalam sakunya. Naruto hanya menatap datar pada pesan yang dikirimkan untuknya.
From: Saso Niisan.
To : Naruto.
Naru, niisan akan menjemputmu di tempat biasa.
'Hufft' ia menghela nafas sesaat untuk mengurangi rasa yang kian membucah dalam dadanya.
Berjalan menuju taman yang hanya berjarak sekitar lima puluh meter dari lapang indoor tempat bermain basket.
Saat ia sudah sampai di taman, hal pertama yang ia lakukan adalah duduk memandangi jejeran tanaman yang di susun rapih mengitari taman itu. Hijau dan indah, itulah yang ia lihat. Bunga bunga sebagai penghias mekar dengan sempurna, diantara hijaunya daun yang memberikan keasrian. Ia juga dapat melihat sebagian tata letak gedung utama sekolah ini.
Naruto berdiri, ia menunduk memandangi sebuah benda yang tersemat indah menghiasi leher jenjangnya.
Benda itu begitu indah, berwarna biru jernih sejernih bola matanya. Saat melihat benda itu, ja teringat pada perkataan kaasannya, oh atau mungkin bisa ia sebut kaasan angkatnya.
"Kami sebenarnya tak ingin kau mengetahui ini. Tapi kami juga tidak bisa beraikap egois dengan tidak memberi tahu hal terpenting dalam hidup mu." Ia merasa ada yang janggal saat ibunya berkata seperti itu. Terlebih lagi saat ibu yang paling ia sayangi hanya memandang sendu kearahnya dengan memberikan sebuah kotak ke dalam genggamannya. Oke. Prasangka buruk yang ia buang jauh jauh, kini mulai menelusup masuk kedalam hatinya.
"Bukalah nak" Naruto hanya menuruti apa yang di perintahkan kaasannya. Lalu memandang sang kaasan bingung saat mendapati sebuah liontin indah berbandul permata pipih berwarna biru.
"Sebenarnya, kau bukanlah anak kandung kami." Naruto hanya terperangah mendengarnya. Ia tak mampu berkata-kata, ia beranggapan bahwa mungkin kaasannya sedang bermain main dengan dirinya. Tapi ia kian tertohok, saat sorot serius dan kesedihanlah yang ia lihat dari sosok kaasannya.
"Tousan menemukanmu tergeletak tak berdaya dengan menggemgam erat lionton itu, ditepian bukit saat ia melakukan penelitian bersama dengan rekannya. Kami yang saat itu sedang dilanda kesedihan, merasa bahwa mungkin kau adalah anugerah dariNya untuk kami." Naruto merasakan kakinya melemas saat itu juga, seolah olah setiap ruas tulang dikakinya tak berfungsi. Ia merasa hancur berkeping-keping atas apa yang dikatakan sang kaasan.
Jadi selama ini, ia bukanlah anggota keluarga yang begitu ia sayangi. Ia hanyalah anak buangan yang beruntung karena mendapatkan rasa iba dari keluarga itu.
"Pada awalnya kami mencoba menghubungi polisi untuk mencari keluargamu. Tapi tak ada satupun orang yang mencarimu. Akhirnya kamipun memutuskan untuk mengadopsi dirimu. Kami sangat menyayangimu. Kau bagaikan mentari, menerangi dan memberikan cahaya untuk kami. Kami menyayangimu, tak perduli siapapun kau. Karena kami sangat menyangimu." Dan saat itu juga Naruto merasakan perasaan yang membucah di dadanya. Ia merasa hal ini terlalu berat untuknya. Entahlah apa yang ia rasakan sebenarnya. Di satu sisi ia merasa bahagia atas keberuntungan yang di berikan untuknya, tapi disidi lain lubang hitam seolah olah menarik dan menjatuhkannya bahwa mungkin ia adalah seseorang yang tak diinginkan dan terbuang. Tubuhnya mulai limbung, dan seketika itu iapun kehilangan kesadarannya.
'Hufft' menghela nafaslah yang Naruto lakukan, saat bayang bayang itu muncul. Selama ini ia selalu bertanya, apakah tuhan menyayanginya? Apakah ia pantas untuk bahagia? Atau, apakah kebahagiaan pantas untuknya?
Tak cukupkah selama ini dengan tubuhnya yang kian lama, kian merapuh? Sejujurnya ia tersiksa dengan hal ini, tapi mengapa jalan hidupnya terasa begitu menyedihkan, dengan ditambah satu kenyataan pait yang sukses mengbancurkan titian hidupnya.
Naruto memperhatikan liontin itu lebih intens. Entahlah, saat melihatnya berbagai emosi kini merayapinya. Ia seakan-akan merasakan kilasan kehangatan.
Ia genggam batu permata itu, menumpukan segalanya pada genggamannya. Ia menerka nerka, seperti apakah orang tuanya. Seperti apakah mereka? Ia mencoba membayangkan, mungkinkah rambut pirang dan mata birunya adalah hadiah dari ayahnya. Atau mungkin jugs ibunya memiliki rambut seperti kebanyakan keluarga Akasuna.
'Deg'
Tiba-tiba, ia merasakan angin datang begitu kencang menerpa tubuhnya. Ia merasakan daun-daun berterbangan bersamaan dengan angin itu. Angin yang berhembus kencang, kini mulai tak wajar. Ia merasa angin itu mulai mengelilingi tubuhnya, dan mulai mengukungnya. Pasokan udara yang ia hirup, kian menipis dan ikut menguap saat ia merasakan tanah tempat ia berpijak mulai berputar dan berputar semakin kencang.
Kesadarannya mulai terenggut bersamaan dengan berhentinya putaran itu. Ia jatuh berlutut, saat rasa lemas menyergapinya.
Ia melihat, samar-samar keadaan di sekitarnya. Tempat itu sama masih hijau, tapi...
Ia sama sekali tak melihat bunga bunga indah, yang di tata apik. Bahkan pohon pohon disini begitu berbeda. Dan hal yang membuat ia panik, di sela sela kesadaran yang di ambang batas adalah ia tak melihat gedung tempat ia menimba ilmu. Semuanya hijau, hanya pohon pohon besarlah yang ada mengelilinginya.
Ia merasakan seseorang datang menghampirinya, menggengam tangannya dan menariknya menuju pangkuaan pemuda itu. Ia tak mrlihat seprti apa rupanya karena hanya tatapan tajam manik hitam layaknya elanglah yang terakhir ia lihat, sebelum kegelapan yang menenggelamkannya.
...
...
..
.
Sasori berjalan memasuki kawasan sekolah adik pirangnya, sebenarnya ia cukup sibuk dengan tugas tugas mata kuliahnya. Tapi ia juga tak mungkin untuk meninggalkan adiknya dalam keadaan seperti ini.
Ia tersenyum saat melihat adiknya yang menunggunya. Tapi senyuman itu lenyap saat mendapati tubuh limbung sang adik. Berlari dan menangkap tubuh tak sadarkan diri tersebut.
"Naru...Naruto, apa yang terjadi... hei.. sadarlah. Naru..." Sasori panik saat adiknya tak menanggapi apapun.
Ia segera bergegas menuju ke tempat mobil yang terparkir di prakiraan utama. Membawa pulang tubuh adiknya yang tak berdaya.
...
..
.
TBC
Oke, saya tahu sudah sekian lama saya menghilang bak di telan bumi datang bukannya bawa kelanjutan cerita, malah membawa ceria baru.
Tapi akan saya usahakan untuk mempublish cerita yang nerd girl dalam waktu dekat ini.
Saya tak akan banyak cuap cuap d sini doakan saja semoga saya di berikan mood yang baik dalam mengetik (menyelesaikan ) Fict yang lain ...
Okey see you!
