KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI
Characters : Karma Akabane, Okuda Manami, dan chara lainnya
Disclaimer : Ansatsu Kyoushitsu © Yuusei Matsui
Warning : Abal, aneh, kayaknya ada typo, mungkin OOC, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf bila ada kesamaan ide.
A/N : Hola minasan! Ini fanfic ketiga saya, sekaligus fanfic pertama saya di fandom ini, selaku Author newbie. Sekaligus cerita ber-genre romance pertama saya. Pasangan yang saya pilih adalah Akabane Karma dan Okuda Manami. Kenapa? Soalnya, bagi saya pasangan ini unik. Karma yang bengal dan Okuda yang lugu. Sepertinya, mereka akan jadi pasangan dengan trending topic yang lumayan seru juga. Hahahaha~ Ya, selamat membaca!
Summary : Tidak selamanya cinta berasal dari mata turun ke hati. Tidak selamanya cinta berasal dari ledekan teman sekelas. Tidak selamanya cinta berasal dari keakraban. Tidak selamanya cinta datang karena perjodohan. Cinta bisa saja datang saat menolong teman yang kecelakaan lalu lintas. Kenapa? Karena cinta datang tanpa permisi.
DON'T LIKE DON'T READ
Okuda Manami menghembuskan napas berat. Gadis berkacamata itu melangkahkan kakinya dengan malas. Kalau bukan karena SMS dari sang Ibu yang menyatakan dirinya dan sang Ayah akan lembur –hingga rumah pastinya kosong- maka gadis dengan helaian ungu itu lebih ikhlas menghabiskan waktu lebih lama lagi bersama Koro-sensei demi mempelajari IPA sampai ke akar-akarnya kalau perlu sampai ke rambut-rambut akarnya juga.
Okuda merenggangkan kepala saat manik ungunya menangkap gambar seorang Akabane Karma yang masih memakai seragam baru saja keluar dari Supermarket seberang jalan. Hal yang sangat tabu bagi Okuda melihat pemandangan barusan. Sang peringkat satu dengan nilai paling berkilauan di kelas sekaligus pembuat onar kelas wahid pergi berbelanja –bukan camilan, malah Okuda melihat siluet kentang dan wortel dari tas belanjaan Supermarket itu. Nampaknya, Karma juga menyadari adanya Okuda, karena saat menyeberangi jalan, tampak pemuda bersurai merah itu agak mempercepat jalannya.
"Hai, Okuda-san. Baru pulang?" sapanya.
"Hai juga, Karma-kun. Ya, aku baru pulang," balas Okuda kemudian melirik tas belanjaan di tangan kiri Karma, "Habis belanja?"
Karma mengangguk dan mengacungkan tas belanjaan itu di depan wajahnya sendiri, "Ya. Ibuku ada lembur hari ini dan kulkas di rumah kosong. Jadi, aku harus belanja dan menyiapkan makan malam. Ayahku juga sedang dinas di luar kota."
"Hee, tak kusangka. Karma-kun bisa masak rupanya."
"Ah, tidak juga. Aku hanya melakukannya jika orangtuaku pulang larut," tas belanjaan itu dia pikul di belakang tubuhnya, "Ohya, kau pulang lebih cepat hari ini. Tumben."
"Ayah dan Ibuku juga pulang larut hari ini. Rumah kosong. Jadi, aku harus pulang cepat. Soal urusan keamanan, orangtuaku memang terlalu parno," jelas Okuda.
"Begitu."
Okuda hanya mengangguk kecil mengiyakan.
Setelah itu, tidak ada lagi percakapan diantara dua siswa kelas 3-E SMP Kunugigaoka itu. Yah, keduanya memang tidak akrab satu sama lain. Memang, mereka pernah sekelompok saat darmawisata sekolah ke Kyoto, mereka juga pernah manjadi pasangan dalam eksplorasi gua bawah air saat liburan musim panas pembunuhan mereka di Okinawa tempo hari, juga, beberapa kali berada dalam kelompok belajar yang sama. Tapi, di luar itu semua, mereka hampir tidak pernah saling birsua satu sama lain.
Sampai pada suatu persimpangan, Karma menghentikan langkahnya.
"Aku ke arah sini," ucapnya sambil menunjuk sebuah jalan ke arah yang lain, "Bagaimana denganmu?"
"Aku lurus di jalan ini. Nanti baru berbelok ke perumahan tempat tinggalku," jelas Okuda.
Karma melejitkan alisnya, "Kalau begitu, aku akan menunggu sampai lampu merah dulu. Sampai bertemu besok. Jaa."
"Uhn. Aku duluan. Sampai bertemu besok."
Selesai. Hanya seperti itu saja pembicaraan diantara mereka. Tidak ada sesuatu yang mendalam seperti 'mau mampir ke rumahku?' atau sejenisnya.
Okuda meneruskan langkahnya dengan malas. Sebenarnya, dia cukup senang ada teman selama perjalanan. Setidaknya, dia tidak sendirian berjalan. Tidak peduli mau itu Karma, Okajima, Kayano, Kanzaki atau bahkan Terasaka dan gengnya sekalipun. Toh, Okuda bukan tipe pilih-pilih teman.
Beberapa saat kemudian, Okuda memutuskan untuk membeli sekaleng minuman dari mesin penjual otomatis di pinggir jalan. Segera saja tangan halusnya merogoh tas demi mencari sang dompet tersayang. Setelah memasukkan beberapa koin ke dalam lubang mesin, akhirnya Okuda bisa melegakan tenggorokannya.
CKIIIIIT! BRUAAAAAK!
Baru saja Okuda hendak menenggak minumannya kembali, sebelum suara keras itu ditangkap gendang telinganya. Okuda berjengit kaget sejenak, sebelum melihat beberapa orang berlari ke suatu arah yang sama. Sejenak jantungnya berpacu dengan cepat tatkala tahu kemana arah orang-orang itu.
Arah yang diambil Karma untuk pulang.
Bergegas dipacunya kaki jenjang itu untuk memastikan bukan teman sekelasnya itu yang menjadi korban. Disalipnya orang-orang yang juga punya rasa penasaran yang sama akan apa yang sudah terjadi dan siapa yang menjadi korban.
"Ya ampun, ada kecelakaan lalu lintas!"
"Supir truk mabuk menerobos jalan katanya."
"Ada tiga orang yang menjadi korban kali ini."
"Salah satu korbannya masih anak sekolahan."
Bulu kuduk Okuda meremang tatkala mendengar kalimat 'masih anak sekolahan'. Karena tubuhnya yang pendek, dia tidak bisa melihat apa yang terjadi di depan sana. Maka dengan sekuat tenaga dia menerobos kerumunan orang di depannya.
Ketika gadis berkacamata itu melihat apa yang terjadi, hal yang pertama dilihatnya adalah warna merah yang menghiasi jalan. Darah.
Tapi, bukan merah itu yang membuat Okuda mematung di pinggir jalan. Melainkan warna merah dari surai milik seseorang yang beberapa menit lalu berjalan bersamanya dan kini tergeletak di tengah jalan berhiaskan pecahan kaca dan darah bersama dengan dua orang lainnya yang keadaannya sama dengannya plus sang supir truk yang katanya mabuk dan kini terjepit di dalam truknya. Kalimat 'masih anak sekolahan' kembali terngiang-ngiang di dalam benaknya.
Ya, yang dimaksud 'masih anak sekolahan' itu tidak lain dan tidak bukan adalah Akabane Karma sendiri.
"KARMA-KUUUN!"
Okuda berlari menghampiri Karma. Diperiksanya tanda-tanda kehidupan milik anak laki-laki tersebut, berharap tidak mati.
"Karma-kun, sadarlah. Karma-kun."
Digoyangkannya tubuh Karma, "Karma-kun," Okuda memandang sekeliling, "Siapa saja, tolong panggilkan ambulans!"
Pucuk dicita, ulam pun tiba. Beberapa menit kemudian, dua unit ambulans dan sebuah mobil polisi datang ke tempat kejadian.
- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -
"Anoo, kamu temannya Karma? Okuda Manami-chan?" tanya seorang wanita bersurai merah pada Okuda di depan ruang tunggu operasi.
Okuda mengangguk, "Hai. Saya Okuda Manami, teman sekelas Karma-kun."
Wanita itu tersenyum lembut, walau matanya menyiratkan kekhawatiran saat melihat seragam Okuda yang belepotan darah, "Kau tidak apa-apa? Bajumu penuh darah."
Okuda mengangguk, "Ya, saya tidak apa. Ini bukan darah saya. Ini ... darah Karma-kun," ucapnya pelan.
Meski tersenyum, bibir wanita yang diketahui sebagai Ibu Karma tersebut terlihat sedikit bergetar. Memikirkan apa yang sudah terjadi pada putranya, "Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Maaf, saya tidak begitu tahu apa yang terjadi. Saya sempat berpapasan dengan Karma-kun yang pulang berbelanja sepulang sekolah tadi. Kami hanya sebentar bersama-sama sebelum berpisah arah. Tidak lama setelah itu, saya mendengar ada benturan keras. Saat saya hampiri, Karma-kun sudah tergeletak di jalan. Kata orang-orang sekitar, Karma-kun tertabrak truk yang pengemudinya mabuk dan menerobos jalan," jelas Okuda.
Ibu Karma –kita sebut saja Nyonya Akabane- mengangguk, "Souka. Terima kasih sudah menunggui Karma, etto, Manami-chan," ucap Nyonya Akabane, "Bagaimana keadaan Karma?"
Okuda menggeleng pelan, "Maaf, saya juga tidak tahu. Begitu sampai kemari, Karma-kun langsung dibawa kemari. Dokter juga tidak bilang apa-apa. Jadi, saya menghubungi keluarga Karma-kun. Maafkan karena saya memakai ponsel anak Akabane-san. Ah, saya juga sudah menghubungi Koro-sensei. Mungkin sebentar lagi datang," jawab Okuda sambil menyerahkan ponsel milik Karma.
Kembali Nyonya Akabane mengangguk, tangannya membelai lembut kepala Okuda, "Tak apa-apa, Bibi mengerti. Terima kasih. Maaf ya, sudah membuatmu cemas dan khawatir pada anakku."
Okuda mengangguk pelan.
Tidak lama kemudian, Koro-sensei (yang sudah menyamar, tentunya) bersama dengan Karasuma-sensei dan Bitch-sensei datang. Mereka menyalami Nyonya Akabane dan berbicara sebentar.
"Okuda-san," panggil Koro-sensei, "Apa yang sudah terjadi?"
Okuda kembali menjelaskan hal yang sama dengan yang ia katakan pada Nyonya Akabane. Koro-sensei mengangguk-angguk.
"Kau sudah melakukan hal yang benar," Koro-sensei mengelus kepala Okuda dengan salah satu tentakel lembutnya tatkala melihat anak walinya itu mulai berkaca-kaca, "Semoga Karma-kun tidak apa-apa."
"A-aku takut sekali, Koro-sensei," ucap Okuda sambil menghapus air matanya.
Nyonya Akabane tersenyum, "Tidak apa-apa, Manami-chan. Namanya juga kecelakaan, tidak ada yang tahu kapan terjadinya. Sebaiknya, Manami-chan pulang sekarang. Nanti orangtuamu khawatir kalau kamu kelamaan," Nyonya Akabane mengusap kepala Okuda, "Karma akan baik-baik saja. Bibi juga harus minta maaf padamu, karena bajumu jadi belepotan darah Karma."
"Tidak apa-apa, Akabane-san."
"Biar aku yang mengantar Okuda-san," ucap Koro-sensei, "Karasuma-sensei dan Irina-sensei di sini saja dulu, menemani Nyonya Akabane. Aku segera kembali."
Setelah berpamitan, Koro-sensei mengantar Okuda pulang ke rumahnya. Tidak dengan kecepatan Mach 20 miliknya tentu saja.
- KARENA CINTA DATANG TANPA PERMISI -
TING TONG TING TONG
Bel sekolah sudah berbunyi seperti biasanya. Anak-anak kelas 3-E Kunugigaoka yang tadinya riuh asyik berbicang dengan teman-temannya kembali menempati tempat masing-masing. Meski begitu, tetap saja mereka masih asyik dengan kegitan mengobrol mereka. Tapi, tepat setelah pintu kelas terbuka bersamaan dengan masuknya sang guru bertentakel, kelas langsung hening tanpa disuruh.
"Berdiri!" sang ketua kelas, Isogai Yuuma memerintahkan.
"Bersiap!"
"Tem–"
"Tahan dulu, anak-anak!" tiba-tiba Koro-sensei berbicara.
"Eh, tidak biasanya sensei menyuruh kami berhenti di tengah jalan?" tanya Kataoka.
"Apa kau takut, sensei?" kali ini Itona yang menyahut.
"Ada apa, sensei? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Nagisa.
"Murid-muridku, sensei membawa kabar buruk hari ini," Koro-sensei memandang murid-muridnya, "Hari ini, Karma-kun dirawat di rumah sakit. Kemarin, Karma-kun tertabrak truk yang pengemudinya mabuk. Untuk itu, sensei meminta agar kalian semua medo'akan Karma-kun semoga dia baik-baik saja."
"HEEEEH?!" seisi kelas, kecuali Okuda berseru kaget.
Jelas, orang yang biasanya bisa mengirim orang lain ke rumah sakit, kini malah terkapar di rumah sakit.
Kayano mengangkat tangannya, "Sensei, bagaimana kabar Karma-kun?"
"Sensei belum tahu. Sensei belum mendapat kabar dari Ibunya lagi," ucap Koro-sensei, "Nah, minasan, sekarang kalian boleh menembaki Koro-sensei, seperti biasanya. Dan sensei akan mengabsen kalian."
"Tembak!"
Segera setelah suara Isogai bergema di seluruh ruangan, bunyi rentetan peluru BB terdengar memecah kesunyian.
- BERSAMBUNG -
Hehehe, akhirnya jadi, juga #Senyumbahagia. Sudah lama juga nggak nulis, akhirnya bisa berkunjung kembali. Yayaya, mungkin masih garing-garing. Ini ffn bersambung saya yang pertama juga. Mohon kritik dan sarannya!
Salam
Adnida Kia Rahid
