White Fox

A fiction by dearestnoona

.

Starring*

Park Chanyeol

Byun Baekhyun

Fantasy, Romance / Teen

(beware! Typos, genderswitch, absurd, etc.)


PROLOGUE.-

"Bekon! tunggu aku—hei!"

Bocah kecil itu terlihat terengah-engah, setelah berjam-jam dia berlari bersama peliharaan kecilnya. Melihat keadaan majikannya yang terlihat kelelahan, rubah kecil itu memutuskan untuk berlari menuju tempat sang majikan.

"Hei, hentikan! Itu geli—hahaha...," rubah itu terus saja menjilati pipi tembam majikannya. Bocah itu terus saja tertawa geli karena sensasi yang diberikan peliharaannya membuat rasa letihnya hilang.

"Iya, iya, ayo kita pulang! Baba pasti sudah mencari kita." Bocah tersebut menarik rubah yang tengah asyik menjilati wajah kecilnya. Rubah kecil itu menatap sebentar ke arah sang majikan, seakan-akan meminta penjelasan lebih.

"Udara semakin dingin, aku tidak mau jika Baba memarahi kita. Kau tahu kan, Baba itu seperti apa?" Jelasnya yang kemudian diikuti gonggongan lantang dari rubah kecilnya.

"Ayo, kita pulang!"


Butiran air yang telah mengkristal menyebabkan salju putih turun perlahan-lahan ke permukaan bumi. Jalan setapak nan panjang kini telah terselimuti salju dingin. Jejak kaki kecil itu terus saja menghiasi setiap langkahnya.

Bocah itu terlihat kedinginan, mengingat salju yang turun tidaklah sedikit. Si rubah putih yang melihatnya 'pun merasakan apa yang sang majikannya rasakan. Walau tubunya tertutupi oleh bulu putih tebal yang memungkinkan untuk mencegah hawa dingin masuk ke tubuhnya, dirinya tetap saja merasakannya; hatinya yang merasakannya.

Peka terhadap situasi, si rubah menjilati tengkuk bocah yang tengah menggendongnya di keranjang. Merasa jilatan halus dan basah, bocah itu memutuskan untuk membiarkannya.

"Kau merasa kedinginan tidak?" senyuman kecil terukir di bibir kecilnya, "Ah ya, kau kan punya bulu halus yang tebal. Pasti kau merasa hangat, apalagi di dalam keranjang berselimut ini, 'kan?" kekehan kecil menghiasi perjalanannya.

Gurauan kecil dilontarkannya, yang terkadang diikuti auman hewan peliharaannya. Tak terasa, jarak menuju rumah sudah dekat, dengan cepat bocah itu berlari kecil di tengah dinginnya salju.

Rumah beratapkan jerami tersebut terlihat hangat dari luar. Dengan lampu dinding yang menyala, membuat rumah kecil itu bersinar dari kejauhan.

Tok tok!

"Baba, buka pintunya! Ini aku, Ba," ujarnya seraya megetukkan pintu kayu tersebut. Sudah kesekian kalinya dia mengetuk pintu sambil menyerukan panggilannya, tapi tetap saja tidak ada respon dari dalam sana. Merasa tidak ada respon, bocah itu memutuskan untuk membuka pintu.

Kriet

Tidak ada satupun di dalam sana. Dimana mereka?

Kaki kecilnya melangkah perlahan, berusaha mencari kejanggalan di dalam sana. Alisnya mengerut melihat kekacauan dimana-mana. Meja kecil yang cukup berantakan terombang-ambing entah kemana. Buku-buku yang tadinya tersusun di rak kayu, kini telah tergeletak di atas papan kayu yang menjadi alas rumah tersebut.

Kemana mereka semua? Bocah kecil itu terus saja bergumam tidak jelas. Dia sangat bingung mengapa semua ini terjadi. Kekacauan dimana-mana, dan Babanya juga tidak bisa dia temukan.

"Baba..," dia menatap sekelilingnya, berharap menemukan petunjuk apa yang ditemukannya ini. Dia tidak bisa menangis, dan juga tidak bisa berteriak. Ini semua terlalu dini, dan terlalu menyesatkan pikirannya.

Mata kecilnya melihat ke arah meja yang di atasnya tergeletak secarik kertas berisikan pesan singkat. Kaki kecilnya langsung berlari menuju arah meja kayu di sana. Tulisan aksara China kuno menghiasi pesan tersebut. Untung saja dia sudah dibekali kemampuan membaca, yang kebetulan Babanya juga adalah seorang cendikiawan ternama di daerahnya.

Jemari kecilnya, perlahan membuka lipatan kertas dengan lembut. Matanya terasa panas melihat setiap kata yang dituliskan di sana.

Chanxi, maafkan Baba. Tolong, maafkan Baba. Baba harus pergi ke suatu tempat yang sangat jauh di sana. Baba mungkin tidak akan kembali ke rumah yang nyaman ini.

Baba menyayangimu, tolong jaga dirimu, dan Bekon.

Baba

"Baba..," bibirnya bergetar, ketakutan menghiasi tubuhnya. Bulir air mata yang sempat ditahannya kini meluncur dengan biadabnya.

Seorang pria tidak boleh menangis, kau harus kuat Chan!

Ucapan Babanya terus saja terngiang di telinganya. Berharap dirinya bisa mendengar tuturan lembut sang Baba. Merasa sudah cukup, dihapuskan air mata yang membekas di pipinya. Matanya berkilat penuh keteguhan. Tak disangkal lagi, perasaan baru mulai tumbuh di benaknya, merambat perlahan-lahan menuju hati kecilnya. Merasa ada hal yang aneh, gerakan-gerakan kecil timbul mengusik keheningannya. Sadar akan gerakan itu, Chanxi memutuskan untuk menurunkan keranjang yang ada di punggungnya.

Bola mata yang berkilau, seakan-akan menuntun penjelasan yang berarti untuk ukuran hewan sepertinya. "Bekon...kurasa aku harus pergi,"

"…"

"Ini akan memakan waktu yang cukup lama. Dan aku juga tidak tahu sampai kapan itu akan berakhir," Dia menghela nafas, "Dan kau tetap di sini. Tidak! tidak—maksudku, kau tidak boleh ikut. Aku janji akan kembali nanti."

Bekon menatapnya penuh harap, seolah-olah menolak keinginan sang majikan. Jemari kecilnya mengusap kepala rubahnya gemas. Janji manis antara kedua mahluk kecil adalah janji yang tidak akan pernah bisa dibantah kembali.

Dipikulnya kain sutra yang telah diisikannya sejumlah keperluan, bocah itu terlihat seperti anak yang tengah bersiap untuk melarikan diri dari rumah. Namun ini beda cerita, dia bukan pergi untuk menjauhi keluarganya, melainkan mencari sebagian keluarganya yang dengan sekejap menghilang.

"Tunggu aku di sini. Sampai kapanpun, tunggu aku, Bekon."

Itulah kalimat terakhir sepeninggalan sang majikan yang disayanginya. Kedua bola mata teduh itu menatap kepergian bocah laki-laki yang perlahan-lahan menghilang dari pandangannya.

Aku akan menunggumu, Chan.


Delete / Lanjut?


Hai! Setelah sekian lama memutuskan hibernasi, akhirnya bisa muncul lagi ke permukaan /g well, ini adalah project yang entah itu keberapa, yang pasti aku mau coba fokusin ke cerita ini (halah). Aku minta maaf, karna fanfic yang sebelumnya ga dilanjut, karna beberapa alasan yang menurutku ga masuk akal /ya terus

Menurut kalian ini menarik atau engga? Kalo ada yang tertarik, aku usahain buat lanjut (tapi mungkin bakal late post) *pundung* Ya secara pribadi aku itu orangnya kadang mageran buat ngelanjutin, padahal udah mateng di otak tinggal disajikan dalam bentuk postingan kan heu.

Sekian dari cuap-cuapnya, akhir kata, wassalam.

Mind to review, guys?