Sometimes Someone
by Megumi Kei
Summary:
Ichigo menyadari apa yang ia lakukan adalah hal yang salah, begitu pun dengan perasaannya. Satu perasaan kecil yang semakin lama berjalannya waktu, maka semakin kuat dan semakin besar pula pengkhianatan yang ia lakukan kepada orang-orang disekitarnya. Tapi, ia tidak bisa berhenti mengunjungi kafe dimana pria itu bekerja untuk hanya memandang hingga batinnya puas. Jatuh cinta pada seseorang yang sudah berkeluarga, terlebih lagi seseorang yang memiliki gender serupa dengannya. Sering kali ia bertanya, mengapa Tuhan tega memberinya perasaan ini, jika sesungguhnya perasaannya adalah sebuah perasaan yang terlarang?
Pairing:
Err... Saya sebenarnya bingung ini cerita pairingnya yang mana, tapi karena mainly yang digambarkan itu perasaan Ichigo terhadap Grimmjow, maka akan saya tulis: Grimmjow x Ichigo
Author Notes:
Helo, minna! :)
Kali ini saya kembali dengan fanfic saya yang berjudul Sometimes Someone. Fanfic ini didedikasikan pada FiniteFarfalla yang sudah mengadakan challenge di Infantrum yang berjudul The Seven Phases of Life. Dan karena OTP saya sampai saat ini masih GrimmIchi, jadi saya mengikuti challenge itu kembali dengan pairing ini! x"D Semoga kalian ga bosan, karena saya masih ga tahu kapan saya akan merasa bosan akan GrimmIchi.
Fase yang akan diceritakan di sini adalah mengenai perkembangan perasaan Ichigo terhadap Grimmjow, hingga nantinya ia akan mengambil keputusan final. Akankah ia pertahankan perasaannya? Atau ia buang begitu saja?
Ok, sebelum kebanyakan rambling, langsung ke cerita aja ya!
Warnings:
Yaoi (absolutely!). Alternate universe. Possible OOC-ness. Anal, Fingering, Oral (on later chapter). My perverted and angsty mind will release in this story! So beware~ xD
Disclaimer:
Ku-Kubo... Siniin dong rights'nya Bleach ;w; *Kubo buang muka* HIKS ;_;
Words Count:
1.529 —tidak termasuk a/n
First and Second Phase
I heard that you're settled down
That you found a girl and you're married now
I heard that your dreams came true
Guess she gave you things I can't give to you
I hate to turn up out of the blue uninvited
But I couldn't stay away, I couldn't fight it
I had hoped you'd see my face and that you'd be reminded
XXX
Agustus, matahari masih sangat menyengat.
Kurosaki Ichigo, mahasiswa semester 6 yang terus berlari dari halte bus diseberang jalan itu kini terengah. Nafasnya hampir habis saat kakinya menginjak lantai kafe dengan nuansa Western yang kental. Dua pintu kecil yang terbentang dihadapannya, serta warna coklat kayu yang mendominasi ruangan di dalam kafe, membuatnya teringat akan bar yang sering kali muncul dalam setiap film koboi. Tidak heran jika ia jadi teringat akan Texas.
Membuka pintunya perlahan, kemudian menghela nafas lega saat merasakan dinginnya AC ruangan dengan segera menormalkan suhu tubuhnya yang terus membuatnya berkeringat. "Selamat datang di Las Noches, Tuan. Anda menginginkan meja untuk berapa orang?" Suara lembut seorang pelayan wanita membuat Ichigo tersenyum, sesaat melihat sekitar dan mendapati kafe tidak begitu ramai, ia pun mengembalikan pandangannya pada sang wanita bersurai hijau.
"Satu orang. Dan kalau bisa, aku ingin tempat yang berada di pojok dan jauh dari asap rokok."
Sang pelayan wanita yang belakangan ia ketahui bernama Neliel dari nametag-nya, mengangguk pelan dan dengan senyum tidak menghilang diwajahnya, menggiring Ichigo ke meja yang dimaksudkan.
Kembali menghela nafas, dan setelah menyimpan tas penuh berisi buku-buku kuliahnya disalah satu kursi, Ichigo pun mulai membalik-balikkan menu yang ditinggalkan oleh Neliel sebelum pelayan wanita itu pergi tadi.
Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Ichigo mengunjungi Las Noches, malah sebaliknya. Kafe dengan nuansa koboi ini merupakan kafe yang sangat ia gemari. Menu makanan dan minuman yang disediakan beragam dan mengenai rasa, tidak perlu dipertanyakan kembali. Karena ia selalu memajang wajah puas setiap kali keluar dari kafe ini. Dan ia pun sudah memiliki menu favoritnya sendiri yang tidak akan pernah ia lewatkan setiap kali mampir sepulang kampus.
"Selamat siang dan selamat datang di Las Noches. Aku Grimmjow, yang akan menjadi pramusajimu hari ini. Sudah terpikirkan akan memesan sesuatu?"
Sontak lamunan Ichigo terhenti ketika ia mendengar suara berat seorang pria, yang tanpa ia sadari membuat tubuhnya menggigil sesaat. Ia angkat pandangannya dari deretan menu yang ada, dan merasa oksigen jatahnya direbut oleh pria dihadapannya saat kedua iris coklatnya menangkap dengan jelas figur seorang pelayan pria yang tengah menggenggam notes dan pulpen menatap ke arahnya.
Rambut sang pria yang berwarna biru nampak begitu mencolok didalam ruangan yang didominasi oleh warna coklat kayu, gel yang membuat rambut itu tersisirkan dengan rapi ke belakang sudah tidak begitu berfungsi dengan baik, karena beberapa helai jatuh didepan kening, bahkan ada beberapa yang melewati mata. Ichigo bahkan yakin, dibalik kemeja putih dan rompi hitam yang pria itu gunakan, terdapat dada yang bidang beserta six pack yang membuatnya kesulitan menahan untuk tidak menyentuhkan tangannya di sana. Dan semerbak Calvin Klein yang menyerang penciumannya hanya membuat tubuh bagian bawahnya terangsang, sehingga ia diharuskan bergerak sedikit saat sang pria mengangkat kedua alisnya—nampak menunggu jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan sebelum ini.
"Oh! Uhh... Kurasa aku akan memesan..." Ia gerakkan kembali kedua iris coklatnya ke atas menu, sebelum semuanya terlambat, "Mozzarella chicken sandwich... Strawberry smoothie, dan... Granolla topping." Tidak lama setelah Ichigo selesai menyebutkan menu yang ia inginkan, sang pria pun selesai menulis, dan setelah mengulang pesanan, ia pun beranjak menjauh.
Menghela nafas sangat panjang, Ichigo menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, mendadak merasa sangat lelah.
Ia tidak berani mengambil kesimpulan atas excitement yang sempat ia rasakan tadi.
XXX
September, cuaca mulai dingin dan angin sering kali merusak tatanan rambutnya.
Lagi-lagi, ia berada di sini, Las Noches.
Susah payah ia menjauhkan diri dari kafe ini semenjak ia merasakan sesuatu tumbuh dihatinya. Sesuatu yang ia tahu bukanlah 'sesuatu' yang wajar. Tidak. Mungkin wajar, namun tidak bisa diterima. Bisa ia rasakan 'sesuatu' itu masih berupa tunas, yang ia yakini akan merekah jika ia bertemu dengan pria itu lagi. Keyakinannya itu membuatnya takut, dan menjaga jarak dari kafe yang sangat ia sukai ini. Berminggu-minggu ia tidak pernah mendatangi lagi Las Noches, padahal biasanya 2 hari sekali ia akan selalu datang dan memesan menu favoritnya.
Kaien, seorang pelayan Las Noches yang mengetahui kalau dirinya merupakan seorang pelanggan tetap, bahkan sampai bertanya-tanya. Tapi, tentu, Ichigo tidak akan pernah mengutarakan alasannya itu pada siapa pun, jadi ia hanya menggeleng, mengatakan bahwa belakangan ini ia sedang banyak tugas.
"Baiklah, sudah memutuskan kalian akan memesan apa?" Kaien akhirnya bertanya kembali kepada dua orang yang dibawa oleh Ichigo kali ini, mengingat kalau Ichigo pastinya akan memesan menu yang selama ini selalu ia pesan.
Renji mengetuk-ngetukkan jemarinya didagu dan dengan wajah serius menatap menu yang ia pegang, sementara Rukia nampaknya sudah menemukan apa yang ia inginkan dan langsung menjabarkannya pada Kaien. "Hei, Ichigo, bisakah kau rekomendasikan sesuatu?" Renji menyikut Ichigo pelan dan memberikan menu ditangannya kepada sang pemuda bersurai oranye.
"Tidak bisakah kau memilihnya sendiri?" Mendengus, namun Ichigo masih menerima uluran menu dan mencarikan menu yang sekiranya akan kawannya itu sukai. "Bagaimana dengan Caffe Americano dan... Grilled chicken on Ciabatta?"
Mengangkat bahu, "Terserah." Renji sama sekali belum pernah menyambangi kafe ini, jadi tidak heran kalau dirinya sama sekali tidak mengetahui bagaimana rasa menu yang dipesankan oleh Ichigo. Tapi, karena ia yakin Ichigo tidak akan memberikan yang berasa buruk padanya—oh, Ichigo terlalu baik untuk melakukan yang semacam itu, Kecuali kalau ia tengah marah besar—jadi, ia menyerahkan semua pilihan kepada sang pemuda tanpa tahu kalau jawabannya itu hanya membuat Ichigo mengerutkan kening, sebelum kemudian menyebutkan pesanannya kepada Kaien yang menunggu dengan sabar.
Setelah Kaien menjauh untuk mempersiapkan pesanan mereka, Renji pun beranjak permisi untuk ke toilet karena sebenarnya ia sudah kebelet buang air kecil semenjak keluar kampus satu jam yang lalu. Meninggalkan Ichigo dan Rukia untuk berdiskusi mengenai tugas kelompok yang diberikan dosen salah satu mata kuliahnya. Menghela nafas sembari menggaruk tengkuk, Ichigo merasa tugas kali ini akan memakan biaya lebih banyak daripada biasanya dan hal itu terasa memberatkan baginya, karena ia merasa tidak enak untuk meminta jatah harian lebih kepada sang ayah.
Rukia yang untuk beberapa saat nampak berpikir, kemudian menepukkan tangannya dan berseru 'oh!' cukup keras untuk Ichigo dan beberapa tamu lain melihat ke arahnya—tapi tidak ia pedulikan, "Begini saja, untuk tugas kita kali ini, bagaimana kalau kita mencari sponsor? Kurasa Nii-sama akan mau membantu." Utaranya dengan yakin.
Meminta bantuan Byakuya, eh?
Mengingat Byakuya juga bekerja dibidang yang serupa dengan jurusan mereka, seharusnya sih tidak akan masalah. Tapi, terkadang Ichigo tidak bisa menerima perjanjian yang diberikan oleh sang pria. Hanya saja, belum sempat Ichigo mengatakan pendapatnya, suara ribut-ribut terdengar dari sisi lain kafe. Baik Ichigo maupun Rukia, sama-sama mengumpat didalam hati karena mereka kenal baik suara dari salah satu yang tengah berbuat keributan itu.
"Kau saja yang ke sana, Ichigo." Menyilangkan kedua lengannya di dada, Rukia menyamankan duduknya, terlihat dengan jelas kalau ia sama sekali tidak ingin ikut campur.
"Kenapa harus aku?"
"Karena hanya aku yang bisa mencarikan kita sponsor."
Bersungut-sungut dan merasa tidak bisa membantah kata-kata gadis bersurai hitam itu, Ichigo akhirnya beranjak dari duduknya dan mendekati ke mana suara ribut-ribut itu berasal. Di sana, ia bisa melihat beberapa pelayan nampak sibuk memisahkan dua orang pria yang tengah bertengkar. Ichigo yang perhatiannya hanya terfokuskan pada Renji yang nampak begitu marah, sama sekali tidak melirik ke arah orang yang menjadi lawan si rambut merah. Mendapati orang yang menahan Renji nampak kesusahan, Ichigo pun segera menarik lengan sang pemuda, "Hentikan, Renji! Ini tempat umum! Kau pikir apa yang kau lakukan?" Setengah menyentak, ia berusaha menarik Renji menjauh dari kerumunan, tapi tidak berhasil karena apa pun alasannya, pemuda itu tidak mau pergi sebelum berhasil menghajar orang yang sudah membuatnya sekesal ini.
Pada saat itulah, Ichigo mendengar suara yang membuat tubuhnya kaku.
"Ada apa, kepala nanas? Kau mau kabur sebelum urusan diantara kita selesai?"
"Hentikan, Grimmjow! Jangan menantangnya atau kau bisa dipecat!"
Grimmjow.
Nama yang tidak akan pernah ia lupakan, sesulit apa pun ia mengucapkannya. Ia bahkan yakin, walau benaknya lupa, hatinya akan terus mengingat nama itu. Nama yang sudah membuat kehidupannya terbalik 180 derajat, membuatnya mengalami dilema yang sampai kapan pun ia akan kesulitan untuk mengatasi, serta nama yang belakangan ini selalu menghantui pikiran serta mimpi-mimpinya, hingga terkadang ia takut untuk tertidur karena ia akan memimpikan kembali pria pemilik nama itu.
Grimmjow... Grimmjow... Grimmjow...
Ichigo menarik nafas layaknya orang yang tercekik, sementara genggamannya pada lengan Renji mengeras. Membuat sang pemuda bersurai merah itu berhenti berusaha melepaskan diri dan menyerang Grimmjow. Ia menoleh ke arah Ichigo saat merasakan kawannya itu gemetaran. "... Ichigo?" Bingung mendera, tidak tahu mengapa sang pemuda mendadak gemetaran—karena ia yakin Ichigo bukanlah tipe orang yang takut akan kekerasan, namun justru sebaliknya.
Kali ini Renji hanya diam, tidak mempedulikan tantangan demi tantangan, serta ejekan yang dilayangkan oleh sang pria bersurai biru yang nampaknya juga kesal akan tingkahnya tadi. Renji hanya terfokus pada Ichigo, menunggu sang pemuda mengatakan dengan jelas apa yang mengganggunya. Dan tidak lama kemudian, Ichigo membisikkan sesuatu kepadanya. Sesuatu yang membuat kedua mata Renji terbelalak lebar.
"... Aku gay, Renji..."
Tuh kan, sesuai dugaannya, tunasnya benar-benar mekar ketika ia bertemu kembali dengan sang pria. Membuatnya tidak sanggup lagi menampik perasaan yang tumbuh dengan liarnya didalam hatinya.
Ia mencintai sesosok pria.
Tsuzuku...
Author Notes:
Untuk Sometimes Someone, saya memang berencana hanya memberikan 1.5k hingga 2k words saja per-chapternya supaya lebih pas dengan pemenggalan-pemenggalan yang akan ada nantinya.
Jadi, bagaimana menurut kalian cerita ini? Layak untuk dilanjutkan kah?
Tinggalkan kesan + pesan + kritikan membangun kalian melalui review ya! :)
