SELAMA KITA BERSAMA

You guys already know this is a fanfiction and One Piece is always belong to Oda-sensei. But I own this fanfic, so watch out if you copy it without disclaimer (in other words : steal it).

Background Explain : Setting cerita diambil setelah Luffy berhasil menjadi raja bajak laut. Kru topi jerami beserta aliansi melakukan perang besar-besaran melawan pemerintah, yonkou, dan musuh-musuh lain untuk memperebutkan one piece. Luffy yang mati-matian bertarung pun akhirnya koma dan baru sadar dua minggu kemudian. Teman-temannya menyambut Luffy dengan suka cita dan mengadakan pesta besar-besaran atas kembalinya raja bajak laut mereka. Dan pesta ini diadakan di Desa Fuusha, tempat dimana Luffy dibesarkan.

"Koi jannai. Demo … tomodachi yori … tokubetsu."

Part 1 : Girls Talk

Semua orang bersorak-sorai kala itu. Begitu tahu kapten kesayangan mereka telah pulih. Kabar gembira tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh desa dan banyak orang yang khawatir akhirnya bisa bernafas lega. Ya, banyak orang. Terlebih yang dekat dengan si kapten tersebut.

Kakaknya akhirnya berhenti mondar-mandir tak jelas di depan kamar istirahat dan memeluknya sambil terisak. Ayah dan kakeknya akhirnya menghentikan debat ayah-anak mereka dan tersenyum lebar melihat kehadirannya. Walau mereka menyembunyikannya dengan bersikap tsundere. Seorang penggemar beratnya dan seorang wanita tercantik yang menyukainya menangis lega ketika dia akhirnya keluar dari kamar tidur. Seorang berambut merah yang tak memiliki tangan kiri dan seorang tua berambut putih dengan bekas luka di mata kanannya, hanya menepuk pundak sang kapten sambil menyeringai haru, mereka berdua adalah sedikit dari orang-orang yang dihormati dan menginspirasi sang kapten. Lalu banyak lagi orang-orang yang disebutnya sebagai teman di sana … menyambutnya dengan syukur dan suka cita.

Namun, tentu saja. Mungkin yang paling lega diantara orang-orang tersebut adalah para anggota kru si kapten. Begitu melihat kapten mereka mengerjapkan mata dan bangun dari tempat tidur, mereka semua langsung memeluknya tak peduli kapten mereka itu sesak nafas. Sang pendekar mengeluh setengah bercanda, mengatakan pada si kapten bahwa dia terlambat. Sang koki dengan sigap menyiapkan makanan spesial porsi besar karena dia tahu si kapten pasti amat kelaparan. Sang dokter walau amat senang, masih cukup tanggap untuk memeriksa tanda-tanda vital sang kapten. Si tengkorak pemain musik langsung memainkan lagu gembira pada biolanya, diiringi teriakan super dari sang ahli (tukang kayu) kapal dan penjelasan keadaan (beserta sorak sorai) dari si penembak jitu. Seorang gadis arkeolog dan seorang manusia ikan petarung hanya melontarkan kata-kata syukur sambil tersenyum. Dan navigator-nya mengeluarkan beberapa tetes air mata bahagia sambil meletakkan topi jerami di atas kepala sang kapten.


Monkey D. Luffy adalah nama kapten yang beruntung itu. Luffy si topi jerami merupakan julukan yang diberikan kepadanya. Dia punya anggota kru yang amat loyal dan setia kawan. Juga punya banyak kawan lain yang tidak kalah akrabnya dengan anggota kru-nya. Dan saat ini, untuk merayakan rasa syukur yang amat sangat atas kembalinya Luffy. Juga penobatan dirinya sebagai raja bajak laut. Orang-orang mengadakan pesta besar-besaran di desa tempat dirinya dibesarkan itu. Semua orang dari ras apapun dan dari manapun yang mengenal Luffy sebagai temannya, membaur dalam kerumunan.

Benar-benar hebat seseorang yang disebut-sebut sebagai raja bajak laut itu. Dia bahkan mampu membawa persatuan dan perdamaian dunia. Itulah yang dipikir Nami, saat dia menatap kaptennya yang berada di tengah kerumunan orang-orang. Atau kau yang memang luar biasa Luffy.

Nami menenggak sakenya. Setelah lelah membaur kesana-sini dan berbincang-bincang dengan teman lama, Nami memutuskan untuk duduk tenang di meja ujung sambil menatap keramaian. Begitu banyak yang hadir dalam pesta ini, dan sebagian besar adalah orang-orang yang dia kenal (bayangin aja semua tokoh one piece yang udah muncul sampai saat ini, author nggak mungkin ngetik satu-satu, kan?). Membuatnya berpikir bahwa petualangan mereka benar-benar membuat ikatan pertemanan yang luar biasa. Sama hebatnya dengan impiannya membuat peta dunia walaupun itu cuma sekedar bonus dari makna hebat lainnya. Dan itu semua terjadi dikarenakan satu orang : Luffy. Oh, sebanyak apa lagi kekaguman harus dia ungkapkan pada kaptennya itu?

"Sudah kelelahan Nami?"

Nami mendongakkan kepalanya. Seorang wanita cantik yang dikenalnya sebagai arkeolog bernama Robin, ikut duduk di meja yang sama dengan Nami. Dia kelihatan sangat gembira.

"Belum, kok. Aku baru pemanasan. Kau sendiri?"

Robin mengangkat bahunya, "Juga ingin duduk tenang sebentar."

Robin meminum wine yang dibawanya. Seperti Nami, dia mulai mengamati orang-orang yang hadir di pesta tersebut. Lalu dari kerumunan dengan tangan melambai, seorang wanita dari pasukan revolusioner berambut pendek coklat menghampiri meja Nami dan Robin sambil membawa gelas wine di tangannya.

"Benar-benar berisik, ya? Kalian sengaja ke ujung biar bisa tenang, tapi dari sini pun masih kedengaran gaduh. Kan Robin-san, Nami?" ujar Koala sembari ikut duduk bersama Nami dan Robin.

"Begitulah," sahut Nami singkat sambil tersenyum. Tiba-tiba datang gadis lain menyeruak dari dalam kerumunan dan ikut bergabung bersama mereka. Dia memiliki rambut panjang biru bergelombang dan Nami mengenalinya sebagai Vivi, si putri kerajaan padang pasir Arabasta.

"Ugh, ya ampun! Sulit sekali keluar dari kerumunan itu. Dari itu aku mencari kesempatan untuk mengobrol denganmu Nami-san dan … Miss All Sunday?!"

"Oh tolong, cukup panggil aku Robin saja, Vivi-ohimeesama," sahut Robin.

"Ah baiklah, cukup Vivi saja tidak apa-apa kok, Robin-san,"

"Dan mungkin sangat terlambat untuk mengatakan hal ini. Tapi aku minta maaf atas apa yang pernah kulakukan dulu kepadamu," kata Robin lagi.

"Ah … tidak apa-apa. Itu sudah lama berlalu dan aku telah memaafkanmu Robin-san," Vivi menarik bangku untuk duduk bersama Nami, Koala, dan Robin. "Aku tidak mengganggu kalian kan jika bergabung?"

"Tidak, kok. Kami tidak keberatan. Ngomong-ngomong, aku Koala dari pasukan revolusi," Koala mengulurkan tangannya untuk dijabat Vivi.

"Wah, kau dari pasukan revolusi? Hebat ya," Vivi menyambut uluran tangan Koala. Mendengar itu, Koala tersenyum memamerkan giginya.

"Bagaimana caranya kau keluar dari kerumunan penasaran itu, Vivi? Bahkan tadi kulihat, kau ada diantara kerumunan penasarannya Luffy?" tanya Nami sembari melihat kerumunan tempat dimana Vivi tadi berada.

"Tadinya aku menyelinap, tapi ada orang-orang pemerintahan yang ingin mengajakku bicara dan mereka terus-terusan berdatangan. Lalu Igaram membuatkan celah untukku agar bisa kabur kemari,"

"Sejak awal kita bersua, orang-orang itu selalu saja menyela ketika ada kesempatan," sahut Nami sambil menenggak sakenya lagi. Dan kali ini gelasnya telah kosong.

Mata seorang pencinta wanita memang selalu awas. Bahkan dari jauh pun, si koki mesum Sanji Vinsmoke bisa menangkap kecantikan dari empat orang wanita yang amat dikenalnya. Sambil menggumamkan kata mellorine berkali-kali, Sanji mengambil persediaan sake dan wine yang ada di dapur setelah sebelumnya sibuk melayani para wanita. Dengan elegannya (aslinya konyol), dia menghampiri meja Nami dan kawan-kawan dan menawari mereka minuman.

"Naaaaamii-swannn! Robinn-chann! Viviii-chann! Koalaaa-chann! Silahkan minumannya jika mau tambah lagi. Tapi jangan banyak-banyak, ya. Terutama untuk Nami-san, nanti kau mabuk," ujar Sanji. "Dan ini ada sedikit kudapan."

"Terimakasih Sanji," sahut Robin. Mata Sanji penuh dengan love-love sekarang.

"Haiiii~ Yorokondee~," Sanji menuangkan secangkir kecil sake untuk Nami dan mengambil gelasnya yang telah kosong.

"Ngomong-ngomong Sanji-san," Vivi bertanya pada Sanji. "Bagaimana kau menemukan kami dari jarak sejauh itu?"

"Dengan haki observasi? Dan darimana kau tahu gelas Nami sudah kosong?" tambah Koala.

Sanji menggeleng-gelengkan kepalanya, "Ck ck ck, pencinta wanita sepertiku selalu tahu dimana para ladies berada dan apa yang mereka butuhkan."

"Lagipula, aku selalu merasakan Nami-swan menatapku tajam sehingga mau tak mau membuatku berbalik ke arahnya," Sanji mengedipkan-ngedipkan matanya pada Nami.

"Aku mengawasimu karena kau mesum," sahut Nami ketus. Sanji merasakan sengatan pada tubuhnya dan mulai menggila dengan berputar-putar sambil bergumam sendiri. Robin, Koala, dan Vivi berekspresi memaklumi karena sudah tahu dengan sifatnya yang satu ini.

"Oi ero-cook! Berikan aku sake lagi!" seru seseorang yang kemudian muncul dari balik keramaian. Orang tersebut menenteng ketiga katana-nya yang kemudian dia selipkan lagi di obi-nya.

"Hah?! Apa katamu kesou marimo? Ambil sendiri di ruang penyimpanan sana! Yang ini untuk para ladies," sahut Sanji.

"Diam kau ero-cook!" Zoro mengambil sebotol sake yang ada di nampan Sanji dan meminumnya. "Cih, yang kau bawa bahkan tidak banyak,"

"Makanya kubilang ini buat ladies, kan, yarou!" Sanji menendang Zoro yang ditangkisnya dengan tangan.

"Aku baru saja menyelesaikan duel dan tak ingin buang-buang waktu meladenimu, dasar mesum!" seru Zoro.

"Apa hah?! Beraninya bilang aku mesum!"

"Makanya tadi Nami baru bilang kan, koki mesum!"

"Kalau Nami-swan tidak apa. Tapi kalau kau yang bilang, aku tak sudi! Dasar marimo nyasar!"

Di titik ini, Sanji dan Zoro sudah bersiap akan berduel. Namun …

BLETAK!

"Urusai!" mereka mendapat pukulan cinta dari Nami. "Bisakah kalian tenang sebentar? Kita sedang dalam suasana baik karena merayakan kesembuhan Luffy. Sanji-kun? Zoro?"

"Uh baiklah, kalau Nami-san yang minta,"

"Ck," Zoro menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ngomong-ngomong Zoro, kau tadi bilang sebelumnya habis berduel, kan? Dengan siapa?" tanya Robin pada Zoro. Tumben sekali dia ingin tahu. Yah, tapi mungkin semua orang juga kepo, mengingat bahwa Zoro sudah menyabet gelar pendekar pedang terkuat setelah mengalahkan Mihawk. Pastinya tak ada lagi yang ingin Zoro ajak berduel, setidaknya untuk sekarang.

"Dia gadis anggota marine. Yang pakai kacamata. Aku lupa namanya," jawab Zoro.

"Oh, maksudmu bawahan Smoker yang namanya Tashigi," sahut Robin.

"Begitulah."

Nami meneliti kerumunan sekali lagi. Kali ini dia mencari keberadaan kaptennya. Dan dia melihat Luffy masih begitu gembira diantara gerubungan itu. Yang juga sebagian besar wanita. Lalu Nami melirik ke cangkir sakenya yang kosong. Sanji hanya memberinya secangkir, tidak lebih. Dan kali ini ketika Nami ingin minum lagi, ia lebih memilih untuk meminumnya dari botol. Sembari menyeret Zoro.

"Secangkir mana mungkin cukup," gumam Nami.

"Akan kutuangkan lagi mellorine~,"

"Tidak perlu Sanji-kun," Nami mulai melangkah pelan. "Ayo Zoro, tunggu apa lagi. Kita ambil sebanyak mungkin dari ruang penyimpanan," Zoro awalnya menatap bingung.

"Lagipula kita sudah lama tidak berduel, kan?" Nami mengedipkan sebelah matanya. Zoro menyeringai.

"Hee!? Kau masih kuat juga ternyata, dasar wanita licik," Nami menjulurkan lidahnya. Dia dan Zoro berjalan bersama menyeruak kerumunan.

"Jangan menangis, ya, kalau kau kalah,"

"Seakan itu bakal terjadi,"

Sanji merasa agak speechless karena dia ditinggal Nami yang lebih memilih berjalan bersama marimo. Namun dia segera menepisnya dengan kembali membaur melayani kerumunan gadis-gadis.

"Yah, kok Nami-san malah pergi disaat aku pengin ngobrol, sih?" celetuk Vivi.

"Sudahlah, biarkan dia," sahut Robin tersenyum penuh arti.

"Kau ngobrol sama kami saja," timpal Koala.


SKIP TIME …

Nami kembali dengan muka merah. Dia terlihat kesal karena kalah berduel minum dengan Zoro. Gara-gara itu dia terpaksa melunaskan sebagian hutang Zoro. Yah tak masalah, dia bisa mengakali Zoro lagi nanti untuk kembali berhutang padanya berlipat-lipat (oh dasar wanita licik).

"Kau kembali Nami," ucap Robin sambil mengawasi Nami yang duduk ke kursi.

"Jadi?"

"Aku kalah. No comment," Nami membenamkan kepalanya pada kedua lengannya selama dua menit. Kemudian dia mengangkat kepalanya karena merasa bahwa meja mereka terlalu hening.

"Apa aku mengganggu obrolan yang penting sehingga kalian harus membuat jeda selama beberapa menit?" celetuknya. Robin terkekeh kecil sementara Vivi tersenyum lebar.

"Tidak sepenting itu. Hanya girls talk biasa. Kau tau, tema yang sering dibahas gadis-gadis remaja pada umumnya," sahut Koala.

"Hee …," Nami agak tertarik. "Apa itu?"

"Cinta Nami-san, cinta …," sahut Vivi. Nami mengerutkan dahinya.

"Tadinya kami membahas kisah cinta Vivi dan Koala," ujar Robin.

"Maksudmu Koala-san dengan Sabo-san?"

"Hush Nami! Jangan keras-keras," pipi Koala memerah.

"Lalu ketika aku baru saja mau mengungkitmu, kau tiba-tiba datang," kata Vivi pada Nami.

"Hmm? Aku?"

"Ya, sebenarnya Nami-san … dari dulu aku penasaran," Nami mulai merasa jantungnya akan melompat keluar. "Apa hubunganmu dengan Sanji-san?" tanya Vivi.

"E-eh?"

"Yap, aku juga butuh kejelasan. Kalau si tuan koki jelas dia menyukaimu. Tapi bagaimana denganmu nona navigator?"

"Robin juga," Nami menatap wajah Vivi, Koala, dan Robin satu persatu dengan agak panik. Mereka tampak antusias.

"I … itu," Nami menatap Sanji yang asyik berpesta dengan para wanita dari kejauhan. "Bagaimana menjelaskannya, ya?"

"Ini rumit karena Sanji mencintai semua wanita, ya?" komentar Robin.

"Ya, tapi …," Nami menghela nafas. "Kurasa bukan itu masalahnya. Memang sih, sebenarnya itu jadi masalah. Tapi bukan begitu. Awalnya aku memang memanfaatkan Sanji-kun, tapi lama-kelamaan aku jadi menghormati sifat gentleman-nya. Kupikir itu sangat hebat dapat melindungi wanita-wanita bahkan sampai tak mau melukainya barang sedikitpun walaupun dia musuh. Sanji-kun adalah orang yang cukup pintar. Karena itu aku dan dia sering mendiskusikan banyak hal. Bahkan kami adalah partner tim yang sangat baik. Karena dia menghormati dan melindungiku, maka aku juga melakukan sebaliknya. Aku tak tahu kenapa dia sangat mengidolakanku, tapi itu tak menghalanginya untuk mencari cinta dengan gadis lain. Seperti Putri Viola misalnya. Kalian kan tahu bahwa dia pernah merelakan aku dan Robin demi gadis itu,"

Robin, Koala, dan Vivi salin berpandangan dalam diam. Mereka berpikir sejenak untuk memberi komentar yang pantas.

"Aku mengerti kau sangat akrab dengan Sanji sampai memberi sufiks –kun pada panggilannya. Tapi kau cerita bahwa kau pernah menghilangkannya, kan? Kalau tidak salah pada saat dia akan dinikahkan dengan salah satu anak Big Mom," ujar Robin.

"Soal itu aku benar-benar marah. Karena dia sudah keterlaluan pada Luffy, kapten kita,"

"Luffy?" celetuk Koala.

"Aku tahu Luffy ketika itu keras kepala. Tapi dia tak perlu membuat Luffy babak belur. Bahkan saat itu Luffy bersumpah tak akan makan makanan lain selain buatan Sanji-kun. Tidakkah kalian khawatir melihat keadaannya yang begitu menderita?" lanjut Nami. Kali ini dia menatap Luffy dari kejauhan. Bocah itu masih sama gembiranya dengan tadi. Dia diapit oleh mantan tuan putri Dressrosa yang dikenalnya sebagai Rebecca dan ratu bajak laut Boa Hancock. Mereka berdua terlihat bersaing memperebutkan perhatian Luffy. Ditambah lagi Shirahoshi Hime yang ikut meramaikan persaingan dengan menyentuh pipi gembul Luffy karena habis makan. Selamat, raja bajak laut telah menciptakan harem kerajaan.

Robin, Koala, dan Vivi diam-diam mengamati hal ini. Mereka akhirnya menyadari sesuatu. Tapi sebelum mereka sempat bertanya, Nami terlebih dahulu menyela.

"Kalau kau bagaimana Robin? Zoro atau Franky?"

"Hmm?!" Robin terbelalak.

"Aahh …," Koala mengerlingkan matanya. "Tapi kudengar dekatnya dengan Zoro, ya?"

"Eh? Benarkah itu Robin-san?!" seru Vivi.

Robin menghela nafas sejenak sebelum akhirnya ia menjawab.

"Jujur saja … sebenarnya aku pun tidak tahu,"

"Hmm? Apa maksudmu?" sahut Koala.

"Kalau dengan Franky sepertinya agak mirip hubunganmu dengan Sanji, Nami. Aku merasa nyaman dengannya karena kami sepemikiran dan dia siap menyelamatkanku kapan saja. Masalahnya adalah kami sama-sama tidak tertarik. Atau mungkin belum. Kupikir hubungan kami akan ada atau tidak ada ketika kami sama-sama bilang ya atau tidak. Jadi tidak mungkin ada perasaan searah atau cinta tak berbalas," jelas Robin.

"Kalau Zoro?"

"Yang ini agak rumit," Robin memasang ekspresi agak serius. "Karena Zoro sekalipun sedang bingung dengan perasaannya,"

"Apa maksudmu Zoro bingung dengan perasaannya?" tanya Nami.

"Tashigi, ya?" celetuk Koala.

"Tashigi si cewek marine? Apa Zoro jatuh cinta padanya?" tanya Vivi.

"Entahlah. Aku tak bisa memastikannya. Yang jelas wanita itu membuat Zoro tertarik," sahut Robin.

"Dia pendekar pedang dan begitu mirip dengan teman masa kecilnya. Agak menyedihkan kalau dipikirkan. Terjebak dalam janji, persahabatan, dan cinta pertama," komentar Nami.

"Meski begitu, si gadis adalah orang yang berbeda," lanjut Koala. "Apa kau menunggunya Robin-san?"

"Tidak juga," Robin tersenyum. "Tidak seperti kalian aku bukan wanita yang suka ambil pusing. Biarpun aku suka padanya, itu takkan meledak-ledak berdasarkan pengalamanku. Jika dia akhirnya bersama dengan wanita lain bagiku itu bukan masalah besar."

Pembohong. Nami berkata dalam hatinya. Kau takut untuk mencintainya karena ketika kau mulai, kau takut dia pergi.

Nami melirik-lirik ke arah para wanita yang berhadir di tengah pesta gila ini. Kalau dilihat dengan baik mereka semua cantik-cantik. Dan kenyataannya sekarang, semua wanita itu hadir karena Luffy. Aneh, kenapa ini terasa ... mengganggu.

"Nee … Robin, kalau tak salah kau pernah cerita kepadaku kalau Luffy dilamar Boa Hancock tapi dia menolaknya," kata Nami tiba-tiba.

"Eehh? Luffy-san dilamar Boa Hancock? Wanita tercantik itu?" tanya Vivi.

"Iya memang," sahut Robin menjawab sekaligus perkataan Nami dan pertanyaan Vivi.

"Kenapa kau ungkit sekarang Nami?" tanya Koala.

"Tidak, aku hanya bingung. Luffy dikelilingi banyak wanita cantik dan hebat. Kalau dia normal, seharusnya dia bisa memilih seorang istri sekarang," jawab Nami.

"Tapi dia aseksual," sahut Vivi. Nami hanya menghela nafas sambil meregangkan bahunya. Dia kemudian menimpali Vivi (dengan tanpa sadar mengeluarkan isi hatinya).

"Terkadang aku merasa bersalah, kau tahu. Wanita-wanita hebat itu bisa melindungi Luffy dengan berani. Sedangkan aku, bahkan tidak cukup kuat untuk melindungi seorang teman. Meski telah lama berlalu, aku masih berpikir bahwa perginya Sanji-kun ke teritori Big Mom adalah kesalahanku. Aku mungkin telah banyak merepotkan Luffy. Tapi yang aku berikan padanya belum tentu bisa menyelamatkan hidupnya. Aku tak bisa memilih antara mempercayai Luffy untuk menyelamatkanku atau menyerahkan nyawaku untuk melindunginya. Karena keduanya membuat Luffy menderita," Nami menundukkan kepalanya. Dia diam-diam menahan air mata yang hampir saja keluar.

"Kalau mau jujur, sekarang sebenarnya aku agak iri pada tuan-tuan putri itu. Mereka punya banyak kelebihan, sedang aku … dengan segala yang kupunya …," Nami membenamkan wajahnya. Aku mungkin tak punya hak untuk menyukai Luffy.

"Nami-san, kau agak OOC sekarang," komentar Vivi setelah keheningan sesaat.

"Apakah karena ini akhirnya kau menyadari perasaanmu pada Luffy?" goda Robin.

Nami seketika mengangkat wajahnya yang semakin memerah (sebelumnya karena habis minum). "Bu … Ti … tidak, kok!"

"Heee~," Koala mulai memicingkan matanya ke arah Nami untuk menggodanya.

"Nami-san, benarkah itu?" tanya Vivi sambil menutup mulutnya dengan kedua belah telapak tangan. Nami melambaikan kedua telapak tangannya tanda tidak setuju.

"Mau kujelaskan apa yang sebenarnya terjadi padamu, Nami?" Robin bahkan tak menunggu persetujuan Nami untuk melanjutkan penjelasannya. "Kau awalnya bimbang akan perasaanmu pada Sanji karena dia begitu perhatian padamu. Namun saat Luffy bertarung sendirian untuk menyelamatkan kakaknya dan itu tak berhasil lalu berakhir jadi kematian, kau akhirnya putus asa. Memikirkan segala cara agar bisa membantu Luffy namun tidak mampu. Dan kemudian kau menyadari betapa pentingnya dia dalam hidupmu. Perasaanmu berkembang karena kita berpisah selama dua tahun. Dan hal itu makin membesar sejak kau bertemu dengannya lagi hingga sekarang. Pemicunya mungkin tiga hal … rindu, rasa bersalah, dan rasa ingin melindungi."

Nami menatap Robin dengan ekspresi kaget. "Darimana kau …,"

"Bisa menyimpulkan semua ini?" Robin membetulkan posisi duduknya. "Karena aku juga mengalaminya Nami. Kita semua punya perasaan yang sama saat itu. Perbedaannya ialah perasaanmu berkembang ke arah yang lebih khusus. Terlepas dari analisis yang kulakukan pada hubungan kita semua."

Nami melihat tatapan antusias yang meminta penjelasan dari ketiga kawannya. Dia menarik dan menghembuskan nafasnya untuk menenangkan diri.

"A-ap-apakah kalian ingin aku … mengungkapkan perasaanku?" Robin, Vivi, dan Koala mengangguk.

"Di sini … sekarang?"

"Yap,"

"Pada … pada … Lu-Luffy? Kalian ingin aku menjelaskannya?"

"Iya Nami. Toh, kau sendiri kan yang mengungkit-ungkitnya. Lagipula kami menyuruhmu untuk menjelaskannya pada kami, bukan pergi ke sana dan mengungkapkan langsung di depan wajahnya," jawab Koala sambil menunjuk ke arah Luffy berada. Nami menatap ke arah tunjukkan Koala. Wajahnya masih merah (efek sake?).

"I-ini … akan memalukan,"

"Oh ayolah Nami-san, ungkapan hati yang kau katakan tadi sudah cukup memalukan untuk memulainya," sahut Vivi. Entah kenapa dia jadi bersemangat.

"Ugh … baiklah," ucap Nami akhirnya sambil membetulkan posisi duduknya. Ketiga wanita di depannya menatap dengan antusias.

"Seperti yang kau bilang Robin. A-aku menyadari perasaanku secara bertahap. Awalnya memang rasa hormat dan kepercayaan, tidak ada bedanya dengan yang kalian rasakan padanya. Dan rasa hormat itu bukan hanya ada pada Luffy, tapi juga pada semua anggota kru. Meski tak menampakkannya kalian pasti mengerti, kan? Kalau pada Sanji-kun sudah jelas, karena aku dekat dengannya."

"Kalau dipikir, sikap Luffy kepadaku dan bagaimana dia bereaksi ketika aku sedih atau dalam bahaya membuatku beranggapan kalau itu … itu agak … tidak biasa. Yah bagaimanapun aku baru memikirkannya sekarang, ketika aku penasaran apakah perasaanku bisa berbalas atau tidak. Tapi tentang klimaks dimana kita berpisah dan Luffy dalam kesusahan, benar-benar menampar perasaanku dari dalam. Semuanya kemudian keluar begitu saja. Sejak itu aku bahkan tak rela melihatnya menderita sedikitpun. Dan aku begitu percaya padanya."

"Sampai …," Nami menarik nafas dan menghembuskannya. "Sampai Sanji-kun pergi dan aku tak bisa mencegahnya. Mungkin dari situ aku mulai membandingkan diriku dengan yang lain. Namun aku menutupinya dengan berusaha keras membantu Luffy lewat caraku sendiri. Aku juga sempat terpikir bahwa anggota kru mungkin memikirkan hal yang sama, mengingat betapa menyesalnya Sanji-kun saat itu atau Zoro yang menjunjung tinggi kehormatan sosok Luffy sebagai kapten. Karenanya aku tak ingin jadi egois. Dan aku telah mengakui kelemahanku."

Nami mengeluarkan setetes air matanya, namun dengan cepat dia usap. "Rasa sukaku pada Luffy sama dengan rasa sukaku pada kalian semua. Karena itulah bagiku tidak apa-apa kalau akhirnya kami tidak saling memiliki." Nami tersenyum lebar. Yang disambut ketiga temannya dengan balas tersenyum pula. Kali ini tak ada yang berkomentar. Mereka memilih untuk hening sesaat dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Perkataan Nami benar-benar ending yang pas untuk menutup sesi curhat hari itu.

"Oh baiklah. Kurasa aku cukup sampai disini. Saatnya menghabiskan sisa malam dengan bergembira ria!" Koala menatap jam tangannya dan beranjak dari tempat duduk. "Kau tahu Nami, aku akan merestui hubunganmu jika sudah resmi jadi kakak ipar," Koala mengedipkan sebelah matanya sebelum melenggang pergi. Nami membalasnya dengan cengiran.

"Hmm, kupikir aku juga akan kembali membaur. Mungkin beberapa orang mencari-cariku di tengah kerumunan. Mau ikut Nami-san, Robin-san?" tawar Vivi sembari beranjak.

"Oh duluan saja, kami masih ingin di sini sebentar," sahut Robin. Vivi melambaikan tangan dan menghilang dalam kerumunan. Robin menatap Nami yang tersenyum sambil membalas lambaian Vivi.

"Kau berbohong tentang perasaanmu nona navigator," ujar Robin ketika mereka telah berdua saja kala itu. "Dengan cara pikir seperti itu, pastinya ada apa-apa dengan perasaanmu."

"Haha, kau benar lagi Robin," Nami menopang dagunya dengan tangan kanan. "Cara pikir seperti ini membuktikan … bahwa Luffy sebenarnya memperlakukanku tak jauh beda dengan yang lain."

Pikiran bodoh yang menyakitkan.

"Tapi aku juga serius ketika aku mengatakan bahwa ini tidak apa-apa. Aku benar-benar … amat sangat … menyukai kalian semua! Kalian semua teman-temanku beserta petualangan adalah hal terhebat yang pernah hadir dalam hidupku!" seru Nami sambil menyeringai lebar. Dia beranjak dari tempat duduknya, bermaksud melakukan hal yang sama dengan Koala. Bersenang-senang sepanjang sisa waktu.

"Ngomong-ngomong, terimakasih karena sudah mau mendengarkanku Robin. Aku merasa agak lega sekarang. Di samping semua ini aku senang kita bersahabat baik. Walau kau jadi seperti kakak besarku,"

"Sama-sama. Aku juga senang bisa berbagi cerita denganmu Nami,"

"Baiklah, aku pergi dulu, ya? Sampai bertemu lagi," dan Nami pun melesat pergi ke dalam kerumunan. Kali ini dia kembali menjadi Nami ceria seperti biasanya. Sementara Robin, tak lama kemudian ikut bergabung setelah menghabiskan minumannya.

END Of Part 1


Halo, Drey disini. Ini adalah fanfic LuNa pertamaku. Semoga bisa memuaskan meski mungkin ada yang salah kata alias typo. Aku tak terlalu tahu pengubahan ucapan bahasa jepang ke huruf latin, jadi kalau ada yang salah maklumi saja yaa~. Aku adalah penggemar berat LuffyXNami Pairing. Walau untuk One Piece-nya sendiri aku lebih suka NO ROMANCE karena Luffy terlalu awesome untuk dipasangkan dengan siapapun. Dan aku mohon maaf kalau ada karakter yang OOC. Sebenarnya aku tak ingin melakukan itu. Tapi nanti ceritanya jadi tidak sesuai. BTW, itu kalau ada yang tahu, quote di awal-awal kuambil dari cuplikan trailer HaruChika Live Action. Artinya : Ini bukan cinta. Tapi ini lebih dari teman.

Jangan lupa review/follow/favorite ketika kalian selesai baca. Oke, sampai jumpa di part selanjutnya, ya!

~Sincereley Regards, Drey Janeva.