Author: Temennya byuncrackers/?
Cast: Kai, Sehun, Chanyeol
Pair: KaiHun
Disclaimer:
EXO ©SM Entertainment
Plot ©Rinjani Alnamira
Warning!
Sesuai dengan disclaimer yang aku buat diatas, fanfiksi yang bikin temen lamaku, buat aku. Aku cuma remake aja. Dan aku udah dapet izin buat ngeremake fanfic ini. Tadinya ini castnya SJ Lee SungminxOC, terus ku remake jd HyoHyuk. Skrg ku remake lagi.
DON'T LIKE DON'T READ!
Hyung...
ㅡo00oㅡ
[Sehun POV]
"Mianhae… mianhae.. ahjussi, ahjumoni… jeongmal mianhaeyo…" teriakku sambil berlutut dan manangis di hadapan ahjussi dan ahjumoni. Akulah penyebab anak mereka terbaring di sana, menutup matanya, berada antara ketidakpastian, hidup atau mati.
Bukan, bukan hidupku yang sial karena kedatangannya, dia tidak pernah sedikitpun berbuat jahat padaku, bahkan kedatangannya telah membawa cahaya dalam hidupku, senyumnya telah menghiasi hari-hariku yang suram. Tapi akulah yang jahat! Aku yang jahat padanya! Tak seharusnya aku membencinya, harusnya ia yang membenciku dan menyuruhku pergi dari hidupnya, karena akulah penyebab semua ini. Aku adalah malapetaka baginya di saat ia selalu menjadi malaikat dalam hidupku.
Wajar jika ahjussi dan ahjumoni marah padaku. Bahkan aku tidak akan menghindar jika mereka menampar atau menendangku sampai aku mati sekalipun.
Ahjussi dan ahjumoni hanya menatapku iba. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, mereka meninggalkanku, masuk ke dalam kamar rumah sakit, di mana anak mereka terbaring antara hidup dan mati, semua karena aku!
ㅡo00oㅡ
Flashback
London, 2004
"Joneun Kim Jongin imnida," ujar namja tan yang di bawa appa pulang ke rumahku, ia mengulurkan tangan kanannya ke arahku sambil tersenyum.
Aku hanya melirik sekilas tangannya, kemudian menatap wajahnya datar, bahkan terkesan tidak ramah. Namja di hadapanku ini adalah anak sahabat appa di Korea, negara asalku, tempatku dilahirkan. Namun sejak aku berumur 6 tahun, keluargaku pindah ke London. Dan Namja bernama Kim Jongin ini, baru datang ke rumahku dengan tujuan menumpang.. ya, benar.. menumpang selama ia menuntut ilmu di salah satu universitas di kota ini.
"Sehun-ah, ayo beri salam dan perkenalkan dirimu juga," ujar eomma sambil mengangkat tangan kananku, memaksaku berjabat tangan dengan Kim Jongin.
"Shireo!" kataku sedikit berteriak, aku segera menarik tanganku dan melipatnya di atas dadaku.
"Sehun-ah! Appa tidak suka kau bertindak tidak sopan seperti itu!" seru appa dengan nada tinggi, "Jongin-ah adalah anak sahabat appa, dia akan tinggal bersama kita di sini selama menempuh kuliahnya di London."
"Kita?" tanyaku sambil mendengus kesal, "Maksud appa tinggal bersamaku? Bukankah appa dan eomma jarang pulang ke rumah?"
"Sehun-ah, cukup!" bisik eomma di telingaku sambil menarik bahuku. Aku bisa merasakan bahwa eomma takut amarah appa meledak. Appa adalah pria yang keras, dan membuatnya marah merupakan pilihan yang seharusnya tidak pernah dilakukan siapapun, terkecuali aku. Tiga belas tahun menjadi anak appa telah membuatku menurunkan sifat kerasnya,dan aku tidak takut sedikitpun pada appa, sekalipun ia akan marah, mengurungku dalam kamar, dan menyita semua mainanku.
"Huhh," appa menghembuskan nafas dengan kasar, "Appa tidak ingin berdebat denganmu Sehun-ah. Hanya satu hal yang appa inginkan, perlakukan Jongin seperti hyungmu sendiri, dan tolong jaga sikapmu terhadapnya, arra?"
Aku tidak menjawab, kupelototi namja bernama Kim Jongin yang daritadi hanya memandangku dengan wajahnya yang terkesan polos. Aku tidak suka kehadirannya dalam hidupku.
ㅡo00oㅡ
London, 2007
"Sehun-ah, saengil chukkahamnida, saengil chukkahamnida, saranghaeyo uri Sehunnie, saengil chukkahamnida.."
Kim Jongin bernyanyi sambil membawa kue ulang tahun berhiaskan lilin dengan angka 16. Aku hanya menatapnya datar, memandang kue ulang tahun di tangannya, melihat sekeliling ruang tamu di rumahku yang kosong. Hanya ada aku dan dia, selama tiga tahun terakhir, sejak kepindahannya ke rumahku, tiap tahun ia selalu menyiapkan kue ulang tahun untukku, menyalakan lilin dengan angka yang terus bertambah, serta menyanyikan lagu happy birthday untukku.
"Sehun-ah, ayo tiup lilinnya," katanya dengan wajah penuh senyum dan mata yang berbinar karena diterpa cahaya lilin, "Ah, jangan lupa ajukan permohonan."
Aku menatap ke arah bola matanya, tersenyum meremehkan, "Cih, kau tahu semua ini akan sia-sia Kim Jongin."
Tanpa meniup lilin di tangannya, ataupun mengucapkan terima kasih padanya, aku melangkah pergi. Dapat kulihat ekspresi kecewanya sesaat sebelum aku benar-benar berjalan meninggalkannya, menaiki tangga, dan mengunci diri di dalam kamar.
Mengapa selalu dia, dan hanya ada dia di setiap hari ulang tahunku. Aku benci dirinya. Aku benci Kim Jongin!
ㅡo00oㅡ
London, 2008
Aku mengangkat kameraku, mengatur fokus lensaku, bersiap mengabadikan pemandangan danau di hadapanku.
Jpreet!
Jpreeett!
Ku arahkan kameraku ke arah lain, hanya inilah hiburanku selama beberapa tahun belakangan ini. Fotografi. Mengabadikan suasana di sekitarku. Mencari ketenangan dalam setiap gambar yang kuambil dengan kameraku, ketenangan yang tidak akan kudapatkan di manapun dalam kehidupanku selain fotografi.
Danau ini adalah tempat yang paling kusukai dari semua tempat di London. Danau kecil dengan pepohonan dan rerumputan hijau di sekelilingnya. Aku bisa menghabiskan waktuku selama berjam-jam hanya untuk duduk di tepi danau dan mengambil gambar air yang mengalir ataupun daun pohon yang berarak tertiup angin.
Jpreet!
Aku terkejut ketika ada telapak tangan menutupi lensa kameraku. Kulepaskan kamera dari mataku, melihat siapa orang yang berani mengganggu waktu memotretku. Dan coba tebak? Siapa lagi kalau bukan Kim Jongin yang menyebalkan.
"Ya! What are you doing?!" ujarku setengah berteriak dengan nada kesal.
"Sorry, aku tidak bermaksud mengganggumu," ujarnya dengan bahasa Korea, kami memang lebih terbiasa berbicara bahasa Korea di rumah, dan menggunakan bahasa Inggris hanya pada orang asing.
"Kha! Pergi sana, menjauh dariku," usirku sambil bersiap memotret, tapi Kim Jongin malah merebut kameraku.
"Ya! Apa maumu?" ujarku kesal, mencoba merebut kameraku kembali, tapi ia telah menyembunyikannya di belakang punggungnya, sehingga aku menghentikan usaha yang menurutku akan sia-sia.
"Ini," jawab Kim Jongin sambil menunjukkan kotak ransum di tangannya, "Kau pergi memotret dari tadi pagi, dan aku tahu kau pasti belum makan siang, dan ini sudah sore, dan.."
"Aghh… arra.. arra.. kau membawakanku makanan, kan?" potongku cepat, sudah menjadi kebiasaannya membawakanku makanan setiap kali aku pergi memotret, dan telah menjadi kebiasaannya juga memaksaku makan dan tidak akan menyerah sebelum berhasil memasukkan makanan buatannya ke lambungku.
"Yippie! Kau benar, kali ini aku membuatkan sushi untukmu, kau pasti suka!" ujarnya sambil membuka kotak ransum berisi sushi buatannya dengan perasaan riang. Namja ini, mengapa suka sekali merepotkan dirinya dengan hal-hal semacam ini. Aku tidak pernah menyuruhnya membawakan makanan untukku, tapi ia selalu membawakannya dan selalu tertawa ketika menunjukkan hasil masakannya padaku.
Aku menatap sushi di kotak makanan yang ia sodorkan, perutku memang agak lapar, tapi aku tidak memiliki selera makan saat ini, lebih tepatnya selera makanku selalu hilang saat melihatnya tersenyum dengan wajah innocent kepadaku. Bukankah namja ini sudah berusia 19 tahun? Mengapa wajahnya bisa begitu imut dan membuatku ingin muntah di hadapannya.
"Wae? Kenapa tidak makan? Kau ingin aku menyuapimu?" tanya Kim Jongin ketika tanganku tak kunjung terulur untuk mengambil sushi.
"Anii, aku bisa makan sendiri," ujarku sambil memasukkan sushi buatannya ke dalam mulutku dengan cepat.
ㅡo00oㅡ
"Sehun-ah! Sehun-ah!" suara Kim Jongin membangunkanku dari tidur. Mau apa lagi namja yang satu ini?
"Mwo? Aku masih ngantuk!" seruku sambil menarik selimut hingga menutupi kepalaku.
"Ya! Oh Sehun, hari ini kau ujian masuk universitas!"
MWO?! Aku baru sadar ucapannya benar. Hari ini aku ada ujian masuk universitas, apa yang sedang kulakukan? Jam berapa sekarang? Aku segera bangkit dari tempat tidurku, berlari ke arah kamar mandi yang terletak di dalam kamarku.
"Ya? Yaa?! Kau tidak perlu terburu-buru seperti itu Sehun-ah, ujian masih dua jam lagi, aku sengaja membangunkanmu lebih awal agar kau bisa bersiap-siap lebih lama!"
Aku segera membalikkan tubuhku, menatap Kim Jongin kesal! Biasanya dia akan membangunkanku setengah jam bahkan lima belas menit sebelum kelas dimulai, makanya tubuhku selalu bergerak reflek, berlari ke kamar mandi dan bersiap-siap, sebelum benar-benar terlambat.
"Ya! Kim Jongin!" teriakku sambil meremas tinjuku, membunyikan sendi-sendi jariku.
"Jongin hyung, maksudmu?" ujarnya mencoba bercanda denganku, cih, hyung? Kata-kata itu tidak akan pernah keluar dari mulutku, bahkan tidak ada dalam kamus otakku.
"Kim Jongin!" bentakku menegaskan padanya bahwa aku sedang kesal saat ini.
"Waeyo Sehun-ah? Apakah hyungmu ini salah membangunkanmu?" tanya Kim Jongin lagi-lagi dengan wajah innocent yang kubenci.
"Kau berani mengerjaiku, Kim Jongin?" tanyaku dengan wajah kesal sambil berjalan menghampirinya.
"Anniyo.. mana berani aku mengerjaimu," jawabnya sambil mulai membalikkan badannya, menyadari aura pembunuh di sekitarku, "Ku rasa aku harus turun dan menyiapkan sarapan untukmu, annyeong!"
Dan namja pengecut bernama Kim Jongin itu menghilang di balik pintu kamarku.
ㅡo00oㅡ
London, 2009
"Aghhh.. hujan!" seru Kim Jongin yang berdiri di sampingku. Ia sedang menemaniku menggambar di tepi danau, untuk tugas kuliahku. Sudah dua semester aku kuliah di jurusan seni lukis di universitas yang sama dengannya. Tapi tidak juga, karena Kim Jongin sudah menyelesaikan kuliahnya pada musim semi lalu, tapi entah mengapa ia tak kunjung kembali ke Korea, negara asalnya. Aku berharap ia segera pulang ke rumah orang tuanya dan pergi dari kehidupanku.
Aku berjalan cepat meninggalkannya yang masih sibuk memandang hujan, namja bodoh. Ku dengar langkah kakinya menyusulku, yang tentu saja secara reflek membuatku mempercepat langkah kakiku. Aku tidak ingin dekat-dekat dengannya.
Kim Jongin berhasil menyusulku, mensejajarkan langkahnya denganku, dan memayungi kepalaku dengan jaketnya.
"Jangan sampai kau sakit Sehun-ah, dan pegang erat hasil gambarmu agar tidak basah," katanya seraya terus memayungiku, hingga tubuhnya sendiri kehujanan. Baboya namja. Kalau kau sakit, itu bukan salahku karena aku tidak pernah memintamu memayungiku.
ㅡo00oㅡ
"Sehun-ah, aku pergi dulu," ujarnya di bandara. Aku hanya menatapnya datar seperti biasa, tanpa ekspresi yang berarti. Aku tidak peduli dengannya sedikitpun. Bahkan aku senang jika ia pergi dari hidupku.
"Kau tidak ingin memberikan hyungmu ini pelukan perpisahan?" tanya Kim Jongin sambil merentangkan tangannya.
"Cih, Don't wish, Kim Jongin," ujarku seraya memalingkan wajahku dan tersenyum mengejeknya.
"Ah, arra, arra, kau memang selalu dingin seperti ini Sehun-ah," katanya sambil menurunkan tangannya, "Tapi sebelum aku pergi, bisakah kah memanggilku hyung untuk sekali saja?"
"Shireo," jawabku singkat mematahkan harapannya dalam sekejap. Dan Kim Jongin harus pergi meninggalkan London dengan perasaan kecewa.
ㅡTBCㅡ
Mungkin cuap-cuapnya gabeda jauh sama warning diatas. Ya, ini cuma remake. Isinya gada yg kuedit satupun. Paling cuma nama doang.
Nah, review? Aku janji update sehari-sehari soalnya tinggal edit-_- tp review harus ttp jalan loh:3 satu chapter minimal 15 review wkkk~
Muah:*
Salam hangat!
Byuncrackers&RinjaniA
