Fandom : Nartobitobitobitobi
Disclaimer : Kishimoto Masashi
Summary : celaka membawa musibah (?)
Warning : ooc, ehm… chap ini ga ada romancenya blas –dilinggis-… en buat nejifans, saia cinta damai, golok ma cluritnya jangan diacung-acungin gitu yah… -ngacir-
Note : fic spesyal buwat TensaisBaka-san yang udah request (lagi, hehe) saia ga bakat bikin crita romantis yang serius, mangap yah… saia cuma nulis apa yang ada di otak tentang mereka ajah… hope u like it…
--
BAD NEWS
Subuh hari di Konohagakure dengan langitnya yang masih gelap, dengan udaranya yang dingin namun menyegarkan, dengan keheningannya yang menenangkan jiwa, memanjakan semua penghuninya yang masih terlena dalam mimpi masing-masing. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk seseorang di suatu rumah besar dan mewah di salah satu pojok desa tersebut, di kediaman Hyuuga.
Jarum jam belum menunjukkan pukul 3 pagi dan seorang pemuda sudah berdiri di tengah pekarangan rumah Hyuuga yang sangat luas. Sambil menghirup udara dalam-dalam, ia meregangkan seluruh anggota badannya dengan anggun dan luwes. Pemuda berambut hitam panjang itu melakukan pemanasan dengan tenang tanpa diiringi oleh musik senam kesehatan ataupun poco-poco.
'Satu lagi pagi yang cerah, membuatku cukup semangat untuk melakukan semua pekerjaan hari ini'
Segaris senyum yang sangat tipis sekali terpasang di wajahnya yang selalu menampakkan raut kalem dan cool. Setelah badannya terasa segar kini ia berpikir sejenak, menimbang-nimbang, hal apa yang akan ia lakukan dahulu. Matanya yang putih cemerlang melirik ke samping kanan dan kirinya, memperhatikan berbagai macam tanaman perdu yang ada di pekarangan tersebut.
'Nyapu dulu lalu potong rumput baru disiram ato nyiram dulu lalu potong rumput baru disapu yah?"
Dia tidak terlalu mempedulikan langkah mana yang akan diambil dahulu. Diambilnya gunting rumput yang besar dan memulai perkerjaannya. Dengan cekatan ia memangkas setiap helai rumput yang tumbuh mencuat tidak teratur. Tanaman perdu juga tak luput dari matanya, dipangkasnya tiap tangkai yang tumbuh terlalu panjang.
Setelah semua tetumbuhan di pekarangan Hyuuga menjadi rapi dan nyaman dipadang, pemuda itu melanjutkan kegiatannya dengan menyapu. Tak ada satu pun sudut pekarangan yang terlewat oleh sapunya. Dedaunan kering dan ranting tua yang berserakan dengan sukses masuk ke dalam karung sampah.
Peluh yang mengalir membasahi tubuhnya tidak ia hiraukan. Ia mengambil selang dan memutar kran, mencurahkan air segar untuk tetumbuhan yang ada di pekarangan kediaman Hyuuga. Wajahnya menunjukkan rasa puas walau tidak ada senyuman yang tampak.
Tidak ada gaji dan tidak ada upah, namun ia melakukannya dengan senang hati tanpa paksaan. Bahkan tidak ada yang memerintahkan dirinya untuk melakukan semua itu. Kewajiban seorang anggota keluarga cabang Hyuuga adalah menjaga dan melindungi keluarga utama Hyuuga, bukan mengurus tetek bengek yang biasa dilakukan oleh tukang kebun seperti ini. Namun bagi pemuda itu, ia sengaja melakukan semua pekerjaan tersebut sebagai salah satu cara untuk melatih tubuhnya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebaik mungkin.
"Hinata-sama, jogging pagi lagi?"
"Ne-Ne-Neji-niisan… I-iya… Aku per-pergi dulu ya…"
Pemilik suara yang gemetar dan terbata itulah orang yang harus ia jaga dan lindungi. Pemuda itu memang sudah disumpah untuk melindunginya dengan taruhan nyawa, seperti yang telah dilakukan ayahnya. Tanda di dahinya adalah bukti kesetiaan untuk mengabdi pada keluarga utama. Namun melihat sang tuan putri yang semakin hari semakin giat berlatih dan bertambah kuat, ia tidak terlalu mengkhawatirkan keadaan sang ahli waris yang pemalu dan pendiam itu.
Di hatinya, ada hal yang lebih penting dari sekedar menjaga dan melindungi seorang Hinata-sama. Ada yang membuat pemuda itu merasakan bahwa kekuatannya lebih dibutuhkan untuk melindungi seseorang yang lain, seseorang yang penting baginya, seseorang yang mampu meruntuhkan topengnya yang dingin dan angkuh, membuatnya tersenyum lebar dan hangat, walaupun seseorang itu tidak pernah melihatnya karena pemuda itu tidak pernah memperlihatkan dengan terang-terangan.
'Gawat!! Sudah jam enam! Aku harus segera membuat sarapan untuk orang satu klan!!'
Begitu pekerjaannya di pekarangan sudah selesai, pemuda itu segera berlari menuju dapur dan mengenakan celemek renda yang ia jahit sendiri. Menanak nasi, membuat sup, menggoreng dan merebus lauk, semuanya dilakukan dengan sigap dan terampil. Ketika uap mengepul dari dalam panci sup yang hampir mendidih, para pegawai Hyuuga baru masuk ke dapur untuk memulai tugas mereka.
"Ah… Neji-sama… kami keduluan lagi nih"
"Maaf Bi, kebetulan saya bangun pagi hari ini"
"Hahaha, selalu saja berkata begitu setiap hari. Tidak apa kok, masakan Anda memang enak sekali sih!"
Pemuda bernama Neji itu hanya mengangguk sopan mendengar pujian dari para pegawai setiap pagi. Sebenarnya para pegawai klan Hyuuga sangatlah bahagia dengan kelakuan Neji karena membuat mereka makan gaji buta setiap hari, kecuali saat Neji keluar rumah untuk menjalankan misinya sebagai jounin.
Setelah menu sarapan sudah siap disajikan, Neji menyerahkan sisa pekerjaannya kepada para pegawai dan pergi melanjutkan pekerjaan rumah tangga lainnya. Sambil berjalan di sepanjang lorong teras rumah, dilihatnya matahari yang makin meninggi. Sinar yang hangat dan udara yang tenang membuat hatinya merasa nyaman.
'Mumpung cuaca cerah, aku cuci baju dulu deh. Sarapan bisa nanti saja'
Neji berbelok ke arah halaman belakang. Bertumpuk-tumpuk baju kotor milik para penghuni rumah Hyuuga berada dalam ember-ember besar di samping mesin cuci. Ia tidak menyalakan mesin cuci tersebut. Ia mengambil papan cuci dan mulai menggosok tiap helai baju dengan tangannya yang terlatih.
Pagi yang cerah, dengan buih-buih busa sabun cuci beterbangan di sekeliling seorang pemuda tampan berambut hitam panjang, sungguh pemandangan yang indah. Seorang bibi pegawai terpaku terpesona oleh keindahan yang ada di hadapannya, sampai membuatnya lupa apa tujuan awalnya mendatangi Neji.
"Ada apa Bi? Ada baju kotor yang lain? Taruh di situ saja, nanti saya cuci"
"Eh? Ah? Oh, oh, bukan, bukan! Ano… Neji-sama, ada tamu buat Anda, dia menunggu di pintu gerbang"
Bibi pegawai yang tersadar dari lamunannya segera memberitahukan maksud kedatangannya. Walau agak heran karena kedatangan tamu sepagi ini, Neji bergegas menuju pintu gerbang setelah menyerahkan tugas mencucinya pada sang bibi. Dengan tangan dan kaki yang masih basah dan berbusa, Neji menemui tamunya.
"Neji-kuuuun!!! Gawat gawat gawat gawat gawat gawat gawat wat wat wat!!!!"
Seorang pemuda berbaju hijau dengan alis supertebal segera memeluk rekannya dengan kencang hingga Neji sesak napas. Air mata dan air hidung mengalir deras dari sang pemuda penuh semangat itu, merembes ke baju Neji yang sudah basah oleh keringat dan air sabun. Dengan tampang agak jijik Neji berusaha melepaskan dirinya dari cengkeraman rekannya.
"Tenangkan dirimu Lee-kun. Ceritakan dengan pelan-pelan"
"Mana bisa tenang kalau keadaannya seperti ini!!!"
Sepasang mata sebulat bola pingpong yang merah oleh tangisan menatap Neji dalam-dalam. Neji tahu memang percuma berkompromi dengan orang semacam Lee. Sambil menghela napas panjang, Neji membiarkan dirinya mendengarkan keluh kesah sahabatnya semenjak genin tersebut.
"Guy-sensei… Guy-senseiiii…."
Sekali lagi banjir bandang membludak dari kedua mata Lee. Walaupun risih, Neji tetap berusaha mendengarkan kelanjutan ceritanya. Meskipun Lee, juga tentu saja si Guy, adalah orang berisik yang selalu mengganggu kehidupannya, lebih dari setengah hidupnya ia habiskan bersama mereka. Mau tidak mau Neji menjadi sedikit khawatir melihat raut tegang dan sedih dari wajah Lee.
"Tadi, tadi, tadi sewaktu kami lari pagi, Guy-sensei ga sengaja nginjek Doberman yang tiduran di pinggir jalan. Trus mereka kejar-kejaran, Guy-sensei yang dikejar sih. Trus Guy-sensei ga sengaja kepleset kakinya sendiri saking semangatnya lari. Trus jatuh. Trus glundung-glundung. Trus nabrak tiang listrik. Trus kejatohan tiang listriknya yang ambruk. Trus dibantai Doberman yang ngamuk tadi~"
Masih setengah terisak Lee berusaha melanjutkan ceritanya, namun ia tak kuasa dan air terjun tercurah deras dari kedua matanya. Neji tak ingin berkomentar apapun. Hanya wajah datar tanpa ekspresi yang bisa ia berikan. Ia akui gurunya memang bodoh untuk hal-hal tertentu yang tidak penting sebagai ninja, tapi tak disangkanya ternyata Guy lebih bodoh dari yang ia bayangkan.
"Lalu, sekarang Sensei dirawat di kamar nomor berapa?"
"Enggak! Guy-sensei ga di rumah sakit! Sensei ga suka bau obat, jadi perawatannya di rumah Sensei!!"
"Oh, kalau gitu aku mandi dulu"
Belum sampai Neji memutarkan badannya untuk mandi, Lee sudah menggaet kerah bajunya dan berlari penuh semangat menyeret rekannya.
"Ga ada waktu untuk mandi!! Sekarang Guy-sensei butuh kita!!"
Neji sama sekali tidak melawan perbuatan Lee terhadapnya. Ia malas berdebat dengan orang semacam Lee ataupun Guy.
"Memar seluruh tubuh, lima tulang rusuk retak, sebelah kaki patah, sendi bahu tergeser, dan gegar otak ringan!! Sensei sama sekali ga bisa ngapa-ngapain selain berbaring di tempat tidur!! Para medic nin ga bisa menjaga Sensei seharian. Jadi kitalah murid-muridnya yang harus merawat Guy-sensei!!"
Penjelasan Lee membuat Neji membayangkan gurunya dalam balutan perban dan gips seperti mumi. Masih dalam berlari menuju rumah Guy, Neji jadi teringat akan sesuatu.
"Lalu, bagaimana dengan Tenten-san? Dia sudah tahu?"
"Dia udah kuberitahu!! Mungkin sekarang udah ada di dalam rumah Sensei!! Jadi sekarang--- GYAAAAAAAAAAAA!!!"
--
"Guy-sensei, apelnya mau dikupas atau tetap dengan kulitnya?"
Tidak ada jawaban. Tentu saja tidak ada jawaban. Perban menutupi memar di sekujur tubuh Guy membuat sang jounin tidak bisa berbicara. Dari ujung kepala hingga ujung jempol kaki tertutup oleh perban. Sebuah mumi terbaring di ranjang. Seorang kunoichi bercepol dua yang duduk di samping ranjang tersebut membawa apel dan pisau di kedua tangannya, hanya tersenyum dan mulai mengupas dan memotongkan apel untuk gurunya.
"Ayo Sensei, bilang aah…"
Tidak ada mulut yang terbuka. Tentu saja tidak bisa terbuka karena terbungkam oleh perban. Gadis itu menghela napas maklum, meregangkan sedikit perban yang ada di sekitar wajah gurunya. Satu persatu potongan kecil apel ia suapkan. Tangis bahagia mengucur membasahi perban.
Setelah potongan yang terakhir habis, ia membereskan sisa kulit apel dan peralatannya. Jam dinding menunjukkan waktu hampir tengah hari, namun di rumah Guy hanya ada mereka berdua. Kedua rekan yang ia tunggu belum juga datang, membuatnya sedikit khawatir.
BRAKK
Pintu rumah terbanting keras. Membuat sang kunoichi menjadi waspada dan segera menyiapkan kunai di genggaman tangannya. Didekatinya dengan hati-hati pintu depan. Dua sosok manusia masuk ke dalam rumah. Seorang pemuda berambut panjang sedang memapah pemuda berbaju hijau. Menyadari bahwa mereka adalah rekan satu teamnya, ia memasukkan kunai ke dalam kantongnya kembali dan menyambut mereka.
"Neji-kun! Lama sekali! Ya ampun!! Lee-kun!??"
Wajah ceria sang kunoichi segera berganti ngeri. Ia melihat seorang Guy versi mini, lengkap dengan perban di sekujur tubuh dan gips di tangan kakinya. Neji tampak kepayahan memapah seonggok badan manusia yang pingsan tak sadarkan diri tersebut.
"Sewaktu kami berlari menuju rumah ini, Lee-kun ga sengaja nginjek Doberman yang lagi tiduran di pinggir jalan, trus mereka kejar-kejaran, Lee-kun yang dikejar sih. Trus dia ga sengaja kepleset kakinya sendiri saking semangatnya berlari. Trus jatuh. Trus glundung-glundung. Trus nabrak tiang listrik. Trus kajatuhan tiang listriknya yang ambruk. Trus dibantai ma Doberman yang ngamuk tadi"
Penjelasan Neji membuat dirinya dan sang kunoichi merasa déjà vu. Rasanya pernah dengar kalimat ini, tapi mereka tidak peduli kapan pernah kalimat tersebut. Mereka segera membaringkan Lee ke ranjang yang ada di kamar Guy-sensei, yang kebetulan double bed.
"Neji-kun, kenapa ga dirawat di rumah sakit aja? Kenapa malah dibawa ke sini?"
"Tadi saat Lee-kun sedang meregang nyawa sebelum pingsan disiksa anjing, dia bilang ingin dibaringkan di dekat gurunya"
Keduanya terdiam memandang dua onggok mumi yang sedang reuni dalam tangisan. Betapa kuatnya ikatan batin hingga membuat mereka mengalami nasib yang sama oleh anjing yang sama. Entah ini mengharukan atau memang karena mereka sangat bodoh, Neji tidak berminat untuk memikirkannya.
"Ng… Neji-kun? Berarti hanya kita berdua yang merawat mereka dong?"
"Eh?"
tbc…
--
wew… berakhirlah hari penuh damai Neji sebagai pembantu, maksud saia, bantu-bantu ngurus rumah Hyuuga karena kontrak kerjanya pindah ke rumah Guy XD berjuanglah Neji! Kehidupan sebagai pembantu, maksud saia, sebagai orang yang suka membantu memang berat!! Ehm.. maap yah.. saia demen memperlakukan Neji sebagai pembantu, maksud saia, bantuin pegawai Hyuuga kayak gitu hehe –ditendang-
Nantikan sukaduka manispahit Neji en Tenten ngurus dua mayat idup ntu, wehehe
Useless quiz: tadi kan Neji lagi cuci baju pake papan gilesan. Neji kan cowo jadi pake celana. Nah kan kalo lagi nyuci (nyuci ala gadis desa di pinggir sungai XD –dijyuuken-) clananya pasti digulung. Ingat, Neji adalah COWOK, udah puber, hormon tubuhnya juga bekerja, jadi ptanyaan saia, apakah kaki Neji:
a. putih halus dan kempling
b. putih dan halus, tapi tertutup oleh bulu kaki yang lebat XD
Trima kasih udah baca fic ini, jangan lupa direview
Baca en review karya saia yang lainnya juga ya…
saaaaaankyuuuuuuuu~
