Disclaimer: M. Kishimoto

Title: My Beloved Bodyguard

Genre: Romance

Main Pair: Nruto U. & Hinata H.

Ini adalah fanfic NaruHina pertama saya jadi mohon kriti dan sarannya.

.

Summary: Naruto, cowok yang ternyata magnet bagi para penjahat yang mengincar harta dan nyawanya, Hinata, cewek lemah yang berusaha menjadi kuat agar bisa menjadi pelindung bagi Naruto./"Hei, dia kan si Namikaze itu..?/"Aku bersumpah akan melindungimu."/"Pergi! Aku tak membutuhkanmu lagi.."

.

.

.

Pagi hari yang cerah. Suasana benar-benar mendukung untuk sekadar menikmati kehangatan sinar mentari yang setia menyapa sebagian belahan bumi. Tapi tidak bagi Sang Namikaze terakhir. Bukannya sibuk menikmati sepiring makanan lezat yang tersaji di hadapannya, namun, justru membagi perhatiannya antara secangkir kopi panas yang masih mengepulkan uap hangat yang dipegangnya di tangan kanan dan lima jemari tangan kiri yang menari di atas keyboard laptopnya.

Sesekali melirik seorang gadis yang berada di hadapannya yang dengan tenang melumuri sehelai roti tawar dengan selai kacang.

"Kau mau pakai selai rasa apa, Naruto-kun?"

Si gadis bertanya tanpa melirik lawan bicaranya barang sedikitpun.

"Terserah,"

Si Namikaze terakhir tampak 'sok' acuh menanggapi pertanyaan yang terlontar dari si gadis. Pandangannya tak terlepas dari setumpuk map setebal lima senti yang berada di samping laptopnya. Padahal sesekali bola matanya mencari kesempatan melirik gadis dihadapannya.

Setelah kegiatan sarapan tersebut benar-benar rampung, Naruto -Si Namikaze Terakhir – dan Hinata –Si Gadis itu- berjalan beriringan menuju mobil sport berwarna oranye metalik yang terparkir mulus di depan kediaman utama keluarga Namikaze.

"Kalau belum selesai, selesaikan di mobil saja. Biar aku yang menyetir."

Hinata menatap Naruto datar meminta persetujuan. Mencoba menyembunyikan perasaan,eh?

Naruto kelihatan melamun sebentar. Sementara itu, beberapa orang pelayan segera memasukkan dua tumpuk map tebal dan dua tas ke dalam jog belakang mobil. Tas selempengan berwarna soft purple bermotif bunga lavender itu adalah milik si calon pengemudi dan tas ransel hitam dengan motif api adalah milik si calon penumpang. Tapi, sepertinya Naruto berkehendak lain.

'Hei, ini sama saja dengan melukai harga diriku sebagai seorang pria,'

Hal terakhir yang diinginkan Naruto pagi ini adalah Hinata menyetir mobil sport kesayangannya sementara dirinya mengerjakan dua tumpuk map -yang bagi Naruto- setinggi gunung Himalaya di belakang yang harus di selesaikannya siang ini.

Jadi, lupakan!

Seorang cewek menyetir mobil untuk seorang cowok? Hell NO!

"Tidak biar aku saja yang menyetir. Kau bisa menyortir dan mengetikkan file itu, nanti akan ku kerjakan sisanya."

Naruto menjawab dengan nada berwibawa yang di wariskan dari Sang Ayah.

Hinata pasrah. Toh, apapun usaha yang akan dilakukannya untuk mencegah niat Naruto hasilnya tetap sama.

Gagal, Failed dan Nihil.

Sekali Naruto punya kemauan. Maka dia akan melakukannya tanpa peduli akibat yang akan diterima nantinya. Bagi Naruto itu urusan belakangan. Naruto punya tekad sekuat baja. Itu kata orang. Karna baginya di dunia ini tak ada yang tak mungkin. Walaupun semua orana akan mengejek usahanya yang dinilai semua orang sia-sia, tapi toh itu tak sesuai dengan prinsipnya.

'Tak ada usaha yang berakhir percuma, meski gagal setidaknya sudah berusaha'

Ya, Naruto tipe seorang pekerja keras.

Itulah salah satu dari banyak hal yang disukai Hinata dari Naruto. Naruto kuat, karna disaat dirinya tumbang, dia dapat bangkit kembali sebanyak apapun. Naruto tak pernah menangis, setidaknya tidak di hadapan orang lain. Naruto akan memendam tangisannya dalam seulas senyum agar orang lain tak melihat kesedihannya. Luka di hatinya.

Saat Naruto tersenyum, Hinata bagai tersesat dalam sebuah labirin tak berujung.

Saat melihat iris mata aquamarine Naruto, dirinya bagai tenggelam dalam samudra tak berdasar.

Hinata terpesona. Hinata menyukai apapun yang ada dalam diri Naruto. Tapi, perasaan itu jelas tak mungkin.

Hinata masuk ke sisi lain mobil dan menduduki kursi penumpang.

"Tak ada yang ketinggalan,kan?"

Hinata menggeleng.

Lima menit perjalanan diisi dengan keheningan hanya terdengar deru halus suara mobil dan jari yang beradu dengan keyboard.

"Naruto-kun, apa nanti siang kau ada rapat?"

Hinata mencoba menenangkan degup jantungnya yang entah mengapa selalu berdetak kencang saat berada di dekat Naruto.

"Nanti siang… kurasa ada. Memang kenapa?"

Pandangan Naruto tetap terfokus pada jalanan Shibuya yang mulai ramai lalu lalang pejalan kaki.

"Ah, tidak apa-apa." Hinata gugup.

"Ada masalah?" Naruto terlihat sedikit mengerutkan keningnya.

"Err.. gomen ne Naruto-kun, nanti siang aku tak bisa menemanimu. Tak apa,kan?"

Hinata takut Naruto akan marah karna keegoisan Hinata. Hinata hanya menundukkan kepalanya sedikit. Mewaspadai jawaban yang akan terlontar dari mulut Naruto nantinya.

"Tidak apa-apa sih, tapi ada apa?"

Hinata menghembuskan nafas yang sedari tadi ditahannya. Lega.

"Ano, aku mau pergi sebentar, membeli hadiah untuk ulang tahun Shion-san dan belanja sebentar."

"Tunggulah sebentar, rapatnya mungkin hanya satu jam dan aku akan mengantarmu."

Hinata terkesiap dan mendongak menatap bola mata Naruto. Mencari kemungkinan kalau mungkin Naruto cuma bercanda. Tapi, Nihil. Hinata hanya menemukan keseriusan dalam pancaran iris mata Aquamarine Naruto.

"Benarkah?"

Hinata tau bahwa pertanyaannya jelas retoris. Hinata sangat tau karakteristik Naruto yang selalu menepati apa yang dikatakannya. Naruto hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Hinata. Senyum tipis singgah di bibirnya karna menilai pertanyaan Hinata aneh.

Sayang sekali, Hinata yang saat itu menunduk tak dapat melihat senyum tipis nan tulus Sang Namikaze Terakhir.

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx

"Jangan dibawa! Tinggalkan saja map-map itu, aku hanya mengambil beberapa yang penting saja."

Naruto mencegah niat Hinata yang akan membawa dua tumpuk map setinggi –bagi Naruto- gunung Himalaya sendirian, meletakkan kembali map tersebut di jog belakang. Bukan maksud Naruto tak mau menolongnya, tapi Hinata selalu menolak niat baik dan ikhlas yang datang dari lubuk hati Naruto yang paling dalam. (?)

"Ayo! Sekarang aku baru ingat kalau kelas Ibiki-sensei akan di mulai…"

Naruto melirik jam tangan hitam mengkilat yang melingkar di lengan kirinya santai.

"…LIMA MENIT LAGI!"

Ekspressi Naruto berubah Sembilan puluh derajat. Oh..ayolah siapa yang tak tau kegarangan dari Ibiki-sensei yang terkenal dengan tangan besinya saat mengajar,sih? Sebandel-bandelnya Naruto,dirinya masih sayang nyawa. Naruto tak mau dan tak berniat berurusan dengan Ibiki-sensei. Tidak, terima kasih.

Naruto seolah baru tersadar dari rasa shock yang menderanya barusan. Buru-buru berlari tak lupa menyambar tangan Hinata membelah puluhan manusia yang memenuhi koridor kampus. Sebenarnya siapa yang ada kelas Ibiki-sensei, sih?

"Hinata, kau ada kelas sekarang?"

Naruto bertanya tanpa melirik Hinata yang sedikit merintih di belakangnya akibat tarikan tangannya pada lengan Hinata yang cukup kuat. Tapi, tak dapat di pungkiri Hatinya merasa lega disaat yang bersamaan.

Padahal Naruto sudah sering menarik tangn Hinata, namun, entah mengapa tak peduli intensitas tindakan itu, perasaan itu tetap hadir. Sesak namun melegakan, senang sekaligus sedih. Hinata tak mau memikirkan hal lain saat ini. Hal terakhir yang diinginkannya saat ini adalah Naruto melepas genggaman tangannya dan meninggalkan Hinata sendir.

"Naruto,ayo cepat! Ibiki-sensei sudah mendekat"

Seorang gadis cantik berambut err.. eksentrik berlari cepat melewati mereka.

"Tunggu Sakura-chan!"

Dan hal terakhir yang diinginkan Hinata saat ini terjadi.

Naruto melepas genggaman tangannya. Melangkah lebar menjauhinya. Mengejar gadis canti nan manis di depannya dan meninggalkan Hinata sendirian. Diantara puluhan lalu lalang manusia yang memenuhi koridor tersebut. Hinata merasa sendiri.

Perasaan itu kembali.

Perasaan sesak yang tak diketahui Hinata kembali menjadi berlipat ganda. Seolah ada tangan tak kasat mata yang meremas paru-parunya hingga pasokan udara di koridor itu tak mampu dihirupnya.

' Lantas, harus ku apakan perasaan ini?'

TBC

Keep or delete?

Terima kasih

7-02-13

Akemi M. R