Disclaimer : Bunda J.K. Rowling, namun semua ide dan cerita author yang buat.

Pairing : DraMione, HarMione, HInny

Warning : Typo bertebaran, OOC, EYD berantakan, alur kecepetan, cerita gaje, maaf kalau tidak suka. Maklum, Author newbie.

(Chapter 1)

Harry & Hermione berjalan di koridor Hogwarts sambil bergandengan tangan. Senyum merekah di wajah kedua ketua murid itu. Semenjak runtuhnya rezim Voldemort, trio golden (Harry, Ron, & Hermione) kembali bersekolah di Hogwarts. Harry & Hermione diangkat menjadi ketua murid dan berpacaran semenjak Hermione putus dengan Ron.
Ketika memasuki Aula Besar, berpasang-pasang mata menatap Harry & Hermione dengan iri.
"Wah... Wah... Wah... Ini dia pasangan ketua murid kita." ujar Ron dengan nada memuja.
Harry & Hermione tersipu malu-malu dan duduk di meja Gryffindor.
"Mr Harry Potter & Ms Hermione Granger. Er.. atau kupanggil Hermione Potter saja?" goda Ginny.
Hermione mencubit lengan Ginny sambil tersipu. Harry hanya tersenyum kecil. Hermione duduk di antara Harry & Ginny, berhadapan dengan Ron & Lavender yang sedang asyik berpacaran.

Ketika mereka sedang asyik makan, Draco Malfoy berteriak dari meja Slytherin.
"Hey, Granger. Jaga Baby Potty mu itu." ejeknya. Ia tertawa terbahak-bahak diikuti antek-antek Slytherinnya.
Harry memegang tangan Hermione dengan lembut. "Sudahlah. Jangan dengarkan musang itu, Mione."
Hermione hanya mengangguk dan melanjutkan memakan pai anggurnya. 'Apa maksud Malfoy tadi? Apa Harry berada dalam bahaya?' gumamnya dalam hati.


Hermione berjalan terseok-seok dari perpustakaan menuju asrama ketua murid. Ia sangat lelah sekali sehabis mengerjakan essay ramuan dari prof Slughorn. Sekalian, ia berpatroli ke kelas-kelas kosong. Tetapi saat melewati kelas mantra, ia mendengar ada suara laki-laki & perempuan. Hermione menggeram, 'masih saja ada anak yang mau melanggar jam malam.' gumamnya dalam hati. Ia merapalkan 'Alohomora' ke pintu, dan pintu pun menjeblak terbuka. Ruang kelas itu sangat gelap, bahkan suara-suara tadi sudah lenyap. Hermione bergumam "Lumos". Sebelum ia bisa melihat isi kelas, tiba-tiba ada yang menarik tangannya dan menyeretnya keluar kelas.
"Harry?" Hermione memekik.
"Shhtt..." Harry meletakkan jari telunjuknya di bibir menyuruh Hermione diam. Ia terus menarik Hermione sampai di depan lukisan asrama ketua murid.
"Moondrop" ucapnya. Ketika lukisan mengayun terbuka, ia segera masuk dengan posisi masih menarik Hermione.

Harry duduk berhadapan dengan Hermione yang masih terkejut.
"Ada apa, Harry? Kenapa kau menarikku seperti itu? Dan kau... sedang apa kau di ruangan tadi? Apa tadi suaramu?" tanya Hermione dengan lembut sambil memperhatikan penampilan Harry yang sangat berantakan.
"Uhm... Yeah. Tadi... tadi... tadi memang suaraku." Harry salah tingkah.
"Dan siapa wanita itu?" tanya Hermione.
"Wanita? Wanita apa?" Harry mengernyit.
"Tadi aku mendengar suara wanita."
"Oh... itu... uhm... Boggart." Harry tersenyum masam.
"Boggart?" Hermione menautkan alisnya, "memangnya apa bentuk Boggartmu?"
Harry berfikir sejenak. "Kau." ucapnya dengan senyum (yang tidak disadari Hermione) terpaksa.
"Aku? Bagaimana bisa?" Hermione terkekeh.
"Yeah... Kau. Hal yang paling kutakuti adalah... uhm..." berfikir sejenak, "kehilangan kau, Mione."
Expresi wajah Hermione melembut. Ia tersenyum dan langsung maju memeluk Harry. "Aku juga. I Love You, Harry."
"I Love You more, Mione." ucapnya lembut di telinga Hermione.


Hermione berkali-kali memandang pintu Aula Besar dengan resah. Ia sedang mencari Harry. Dari tadi pagi ia tidak melihat Harry dimanapun. Ia hanya mengaduk-aduk bubur sarapannya sembari menggigiti bibir bawahnya dengan gelisah. Ron yang menyadari keresahan Hermione langsung bertanya. "Hermione, ada apa?"
Hermione menoleh memandang Ron, "Huh? Oh... Tak apa." ia tersenyum.
"Apa kau mencari Harry?"
"Uhm... Yeah, begitulah. Aku tak melihatnya dari tadi pagi. Waktu aku mau turun ke Aula Besar, kamarnya sudah kosong." Hermione mendesah, "apa kau melihatnya?"
"Tidak." jawab Ron. "Dan... apa kau melihat Ginny? Aku juga tak melihatnya dari tadi."
"Tidak juga." Hermione menyangga kepalanya dengan cemberut. Kemudian, ia mengambil dua sandwich dan berdiri hendak pergi.
"Mau kemana, Mione? Kelas masih satu jam lagi." tanya Ron.
"Aku akan mencari Harry. Aku tau dia pasti belum sarapan, jadi aku bawakan sandwich untuknya. Bye..." Hermione melambai kepada Ron. Ron hanya mengangguk dan tersenyum.

Hermione menoleh ke kanan-kiri mencari Harry di koridor lantai tujuh yang sepi. Ia berjalan sambil menyandang tas dan membawa dua sandwich masing-masing untuknya dan Harry. Tetapi saat ia berbelok, Hermione mendengar isakan seseorang. Seorang pria. Dan ia maju untuk melihat siapa yang terisak. Ia melihat ada sesosok manusia yang berjarak agak jauh di depannya. Laki-laki itu duduk memeluk lututnya dan bersandar di dinding, memakai jubah Slytherin, dan... tunggu? Rambut itu? Pirang platina. Malfoy?
"Malfoy?" Hermione memanggil dengan ragu-ragu. Ia berlutut di samping laki-laki itu dan memiringkan kepalanya memperhatikan.
Laki-laki itu tersentak kaget dan langsung memalingkan wajahnya, mengusap air matanya dengan kasar, kemudian menoleh memandang Hermione. Ternyata benar, dia Draco Malfoy. Wajahnya yang pucat memerah dan masih ada bekas air mata di pipinya, namun ekspresinya masih sama seperti biasa, dingin dan mengintimidasi. "Apa yang kau lakukan disini, Mud... Granger?" bentak Draco. Ia hampir saja mengucapkan kata Mudblood yang sudah dilarang semenjak runtuhnya rezim Voldemort. Seluruh status darah sudah dihilangkan.
Hermione mengulum bibirnya berusaha menahan tawa dan berdehem (yang entah mengapa mirip dengan deheman Umbridge). "Kau... menangis?" suaranya bergetar dengan usahanya menahan tawa.
Draco menatap Hermione dengan tatapan membunuh. "Aku juga manusia, Granger." tukasnya tajam.
Hermione tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya dan duduk bersila di samping Draco. "Kukira kau adalah seekor musang albino yang tak punya hati."
Gigi Draco mengeretak menahan amarah. "Daripada kau, berang-berang gigi besar, rambut semak gersang, yang bossy dan sok tahu."
"Hey.. Daripada kau, rambut jerami."
Draco hanya mendengus dan memalingkan wajahnya, "Aku tak berminat berdebat denganmu, Granger." ia duduk bersila.
"Kaupikir aku mau? Huh... Membuang tenaga saja.." dengus Hermione. Ia hendak berdiri, tetapi perut Draco berbunyi menandakan bahwa pria pirang itu lapar. Hermione duduk tegak kembali dan mengulurkan satu sandwichnya di depan wajah Draco.
"Apa?" bentak Draco.
Hermione mendengus, "Sandwich, untukmu. Mau?"
"Tidak." jawabnya datar sambil menepis tangan Hermione.
Hermione mengangkat sebelah alisnya dan memutar-mutar sandwich itu di depan wajah Draco. "Yakin tak mau? Enak loh... Aku tahu kau pasti belum sarapan, Malfoy." Hermione mengangkat kedua alisnya.
"Aku tahu taktik mu, Granger." Draco mendengus, "kau pasti mencampurkan racun di sandwich itu, atau..." ia menyeringai, "kau mencampurkan amortentia supaya aku mengejar-ngejarmu dan tergila-gila padamu. Ya kan, Granger? Ah... Kau adalah wanita ke seribu yang melakukan itu padaku." ujarnya dengan angkuh.
Hermione menjitak kepala Draco. "Dasar kau tukang ge-er. Aku takkan sudi melakukan itu padamu." geramnya.
"Oh, ya? Hati-hati, Granger." Draco mengangkat sebelah alisnya, "siapa tahu nanti kau kelak akan meninggalkan Potty dan berpaling kepadaku."
"Hah?" Hermione tertawa hambar. "No.. No... No.." ia menggoyang-goyang jari telunjuknya. "No way and never, Malfoy. Dalam mimpimu."
"Well, Kita lihat saja nanti." tantangnya.
Hermione mendecih, "Kau mau atau tidak?" tanyanya dengan tak sabar.
"Ya, ya, ya." Draco menyahut sandwich yang ada di tangan Hermione. "Jika terjadi sesuatu kepadaku, kau yang menanggung."
"Iya, Mr Malfoy." dengus Hermione.
Bel berbunyi ketika Draco hendak memakan sandwich itu. Ia berdiri. "Granger, jam pertama pelajaran ramuan, kan?" tanyanya.
"Ya. Dengan Slytherin." cemooh Hermione. Ia berdiri sambil menepuk-nepuk jubahnya dan membenarkan posisi tasnya.
Draco mendecih, ia menarik tangan Hermione dengan kasar. "Kita ke kelas bersama." ucapnya dingin. Tangan kanannya menyuap sandwich dan yang kiri menarik-narik tangan Hermione.
"Malfoy. Hey musang gila. Lepas." Hermione meronta.
"Diam, Granger. Kita terlambat." bentaknya. Mengingat lantai tujuh dan kelas ramuan yang berada di bawah tanah jaraknya sangat jauh.

Pintu kelas menjeblak terbuka. Draco dan Hermione berdiri di depan pintu dengan posisi Draco masih memegang tangan Hermione.
"Maaf, Sir. Saya... Kita terlambat." ucap Draco kepada prof Slughorn.
Prof Slughorn memandang mereka berdua penuh arti dan tersenyum. Ia mengangguk. "Tak apa, Mr Malfoy. Aku memaklumi. Aku juga dulu pernah muda dan eh... jatuh cinta." ia memandang tangan Draco yang masih memegang tangan Hermione. Draco buru-buru melepasnya.
Di sisi lain ruangan, Harry memperhatikan Draco dan Hermione dengan ekspresi yang sulit dijelaskan di balik kualinya.
"Silahkan duduk, Mr Malfoy, Ms Granger." perintah prof Slughorn dengan ramah. Draco duduk di sebelah Blaise di meja Slytherin, Hermione duduk di samping Harry dan tersenyum, namun Harry tidak meresponnya.


"Malfoy." panggil Hermione setelah kelas ramuan selesai. Draco berbalik dan Hermione berlari menghampirinya..
"Hn?" jawabnya singkat.
"Aku ingin menanyakan tentang... tentang..." Hermione menggigiti bibir bawahnya.
Draco bersedekap dan mendengus. "Tentang apa? Cepatlah. Aku tak punya banyak waktu, Granger." Geramnya.
"Yang waktu makan siang kemarin, kata-katamu yang 'Jaga baby Potty mu' itu. Apa maksudnya?"
Draco menyeringai. "Kau yakin tak akan pingsan mendengarnya?"
Hermione memutar bola matanya, "Oh ayolah, Malfoy. Just tell me." bujuknya.
"Ada bayarannya, Granger." Draco mengangkat dagunya dengan angkuh.
Hermione mendecih, "Sudah kuduga. Apa yang kau mau?" tanyanya dengan ketus.
"Hogsmead."
"A-Apa?"
"Minggu depan kan ada kunjungan ke Hogsmead, kau harus menemaniku." Draco menyeringai.
"Apa? Kau gila, Malfoy? Harry akan marah padaku." desis Hermione.
"Pengecut." cemoohnya. "Ya sudah kalau tak mau." Draco melangkah pergi. Namun Hermione menarik bagian belakang jubahnya.
Hermione menghela nafas, "Baiklah. Aku akan menuruti kemaumanmu. Jadi, beritahu aku sekarang." tuntut Hermione.
Draco menyeringai dan berdehem, "Baby Potty mu dan..." kalimat Draco terpotong oleh kemunculan Harry.
"Mione." Harry muncul dari dalam kelas. Ia memandang Draco dan Hermione bergantian. "Apa yang kalian lakukan?"
Hermione menunduk, tetapi Draco menyeringai. "Aku akan memberitahumu saat kau menepati janjimu, Granger. Jangan lupa." ucapnya dan langsung melenggang pergi.
"Apa yang kau janjikan kepada Malfoy, Mione?" gertak Harry.
"Eh... Uhm... I-Itu..." Hermione gugup karena takut.
"Lupakan." ujar Harry dingin. Ia menggendong tasnya dan pergi diikuti Hermione di belakangnya.


Hermione duduk di samping Ron saat makan siang di Aula Besar, sedangkan Harry, ia duduk di hadapan Hermione, lebih tepatnya di samping Ginny. Hermione menunduk mencoba tak menghiraukan keakraban Harry & Ginny. Hatinya terasa sakit, meskipun Harry pernah berkata kepadanya, bahwa Harry hanya menganggap Ginny sebagai adik.
"Hermione." panggil Harry seraya memegang tangan Hermione.
Hermione mendongak, "Ya?"
"Uhm... Maaf sebelumnya. Aku tak bisa menemanimu ke Hogsmead. Ada essay yang harus kukerjakan."
Hermione berfikir, jika Harry tidak ke Hogsmead, berarti ia bisa menepati janjinya dengan si musang Draco tanpa takut ada salah faham. Ia mengangguk pelan dan Harry hanya tersenyum.
Hermione keluar dari lubang lukisan dan pergi menuju Aula Besar menemui Draco. Ia memakai topi rajut merah, scarf Gryffindor, sweater putih, dibalut dengan pea coat berwarna hitam-merah, skinny jeans hitam, dan sepatu boots sebetis berwarna hitam. Ia juga membawa tas manik-manik kecilnya.
Sesampainya di Aula Besar, ia melihat Draco sedang bersandar di dinding depan Aula sembari bersedekap. (Ia memakai baju seperti di HarPot 3 scene di Shrieking Shack). Hermione mendekatinya. Draco menggerutu, tanpa banyak bicara, Draco menarik tangan Hermione untuk bergabung bersama antrean yang hendak ke Hogsmead. Setelah menyerahkan formulir kunjungan Hogsmead, mereka berdua berjalan menuju Hogsmead dengan bergandengan tangan.
Cuaca di luar sedang turun salju. Murid-murid Hogwarts kelas 3-7 menikmati kunjungan hari ini. Ada yang memasuki Zonko's Joke Shop, Honeydukes, Hog's Head, Three Broomsticks, dan tempat-tempat lainnya. Beberapa dari mereka keluar dengan membawa kantong-kantong belanjaan dan berceloteh dengan riang.
Tanpa terasa, mereka berdua sudah memasuki kedai Three Broomsticks. Draco memandang berkeliling mencari tempat duduk. Ia menyeringai, dan menarik tangan Hermione menuju meja depan jendela. Mereka duduk berhadapan.
"Kau mau pesan apa, Granger?" tanya Draco sembari melepas topi bulu abu-abunya.
"Butterbear dengan ekstra ginseng."
Draco memanggil pelayan dan menyebutkan pesanan mereka.
Sang pelayan kembali dengan membawa dua gelas Butterbear yang masih mengepul. Hermione menyeruput Butterbearnya dan memandang Draco dengan pandangan menantang. "Aku sudah menepati janjiku, Malfoy. Sekarang beritahu aku apa maksud perkataanmu." tuntutnya.
Draco mengelap sisa Butterbear yang ada di bibirnya dan menyeringai. "Santai sedikit, Granger." ia meletakkan gelasnya di meja dan menarik sesuatu dari dalam saku mantelnya. Ia melemparkan benda itu dengan malas ke atas meja.
"Apa ini?" tanya Hermione.
"Jawaban atas pertanyaanmu." jawab Draco. Seringai menyebalkan menghiasi wajahnya yang (entah mengapa) membuatnya semakin tampan. Hermione mengambil barang yang di lempar Draco dan mengamatinya. Matanya terbelalak."Omong kosong apa ini, Malfoy?" bentaknya. Ia melempar benda itu ke meja sehingga benda itu berhamburan.
Ternyata, benda itu adalah foto. Hati Hermione mencelos, ia ingin menangis. Hatinya terasa sakit bagaikan ditusuk taring Basilisk. Pasalnya, foto itu menunjukkan seorang laki-laki berambut hitam berantakan dan seorang gadis berambut merah menyala sedang bergandengan tangan, berpelukan, berduaan, dan bahkan berciuman.
Hermione menggeleng kuat-kuat. "Tak mungkin, Malfoy. Harry tak mungkin melakukan itu. Dia sudah menganggap Ginny sebagai adik sendiri." bantah Hermione. Ia tak bisa mempercayai musuh bebuyutannya ini begitu saja.
"Oh ya, Granger?" ejek Draco, "Coba kau lihat yang ini." Draco menarik foto yang menunjukkan Harry dan Ginny sedang berpegangan tangan di balik punggung wanita berambut lebat semak-semak yang tak lain adalah Hermione sendiri.
"Ini," Draco mengetuk-ngetuk foto itu dengan jari telunjuknya, "foto ini kuambil ketika aku meneriakkan kata-kata 'Jaga Baby Potty mu' tempo hari di Aula Besar. Kau sedang duduk di antara mereka, kan? Saat itulah mereka melakukannya."
"Ja-Jadi.. Mereka melakukan ini semua di belakangku?" tanya Hermione. Draco hanya mengangkat bahunya dengan cuek.
"Kukira kau The Brightest Witch of Your Age, tapi ternyata aku salah. Kau terlalu mudah dibodohi, Granger." ejek Draco.
Hermione tertawa hambar, "Tak mungkin, Malfoy. Aku masih tak percaya. Kau kan penipu."
Draco mendengus, 'Dasar wanita, terlalu mudah dibodohi' batinnya. "Oke, Granger. Kalau kau tak percaya, coba kau lihat ke sana." Draco menunjuk ke belakang Hermione. Hermione menoleh mengikuti arah yang ditunjuk Draco.
Hati Hermione mencelos, ia melihat Harry dan Ginny sedang berpegangan tangan dan (Oh, ini sungguh menyakiti hati Hermione) berciuman di meja jauh di belakang Hermione. Hermione memalingkan mukanya dan menenggak Butterbearnya dengan cepat. Hatinya terasa panas. Ia tak menyangka akan mendapatkan kejutan ini.
Draco menyeringai penuh kemenangan ketika melihat Hermione mulai panas. Entah mengapa, ia sangat puas dan menikmati kejadian ini. "Well, Granger. Do you believe me, eh?"
Hermione tak menjawab. Ia berdiri dan hendak pergi menghampiri Harry dan Ginny. Namun, tangan Draco memblokirnya.
"Jangan gegabah, Granger. Rileks. Kita nikmati saja pemandangan gratis ini. Ini sangat langka." ucap Draco dengan nada mengejek dan meremehkan.
Hermione menepis tangan Draco, "Apa?" matanya menyipit penuh amarah, "rileks? Aku tak bisa diam saja, Malfoy. Ke-kekasihku... dia..." Hermione mulai menangis.
Draco menyeringai dengan penuh kepuasan.
Hermione berlari menuju meja Harry & Ginny, yang langsung melepas ciuman mereka. Tanpa basa-basi, Hermione menyiram muka Harry dan Ginny dengan Butterbear.
"Hermione..." panggil Harry. Ia kaget.
Ginny memekik.
"Apa?" bentak Hermione. "Kau pembohong, Harry, dan kau..." ia menunjuk Ginny. "Penghianat busuk."
Hermione melangkah keluar Three Bromsticks, Harry mengikutinya. Draco meninggalkan beberapa galleon di meja dan bergegas keluar sembari memakai topinya. Ia terus-menerus menyeringai penuh kemenangan.
"It's show time." gumamnya.

Di luar, salju turun dengan lebat. Draco merapatkan mantelnya dan menoleh kesana-kemari mencari Harry dan Hermione. Ia berjalan di tengah badai salju dengan mata menyipit. Draco berfikir, mungkin mereka ada di Shrieking Shack. Tanpa ba-bi-bu, ia berjalan cepat menuju tempat itu, dan benar saja, Harry dan Hermione sedang bertengkar hebat di depan pagar Shrieking Shack. Draco menyeringai. Ia punya rencana.
Draco melangkah cepat menghampiri Hermione, mendekap kedua pipi Hermione, dan mencium bibirnya dengan lembut. Hermione tersentak kaget. Ia tak menyangka Draco akan melakukan itu. Kedua matanya membelalak dan ia merasa tubuhnya membeku dan tak dapat merasakan apa-apa. Draco melepas ciumannya dan menyeringai. Ia menoleh kepada Harry yang sedari tadi shockmelihat kejadian itu. "Apa kau tahu bagaimana rasanya, eh Potter? Tidak?" Draco menjilat bibirnya, "Baiklah, akan kuberitahu kau. Rasanya sungguh manis sekali. Rasa strawberi." goda Draco. Ia tertawa licik.

Harry berjalan pergi meninggalkan Draco dan Hermione dengan marah. Draco mengelus pipi Hermione yang memerah, kemudian turun ke arah bibir Hermione. Hermione tetap bergeming. Kemudian, Hermione menampar pipi Draco dengan spontan saking kesalnya. Draco mengusap pipinya dan memandang Hermione dengan amarah. Mata Hermione berkaca-kaca menahan tangis. Ia tak menyangka, kenapa harus seorang Draco Malfoy yang merenggut First Kiss nya? Kenapa bukan Harry atau suaminya kelak, asalkan bukan Draco Malfoy. Ia rela membayar berapapun untuk memiliki time turnersupaya ia bisa mencegah kejadian ini terjadi.

"Apa.. Apa yang kau lakukan? Kau.." Hermione mencabut tongkat sihirnya dan mengarahkannya ke jantung Draco.

Draco hanya menyeringai. Ia tak menunjukkan tanda-tanda ingin melawan atau menepis tongkat Hermione. Ia tahu, Hermione tak akan memantrainya, karena ia adalah murid terajin dan terpandai di Hogwarts. Ia adalah Ketua Murid Putri yang menjadi panutan.

"Levicorpus." ucap Hermione dengan mantap.

Draco melayang dan tergantung terbalik di pergelangan kakinya. Tongkat sihirnya jatuh ke tanah, Ia meronta-ronta dan meneriakkan umpatan-umpatan kasar kepada Hermione.

"Cih, kau musang yang berisik. Langlock." Hermione mengacungkan tongkat sihirnya lagi dan Draco merasa lidahnya terlipat ke belakang. Draco hanya mampu menggerak-gerakkan bibirnya dengan murka, namun tak ada suara yang keluar. Hermione pergi meninggalkan Draco yang menggantung terbalik sendirian. 'Rasakan!' batinnya.


"Hermione, apa kau yakin kau tak apa?" tanya Neville saat makan malam di Aula Besar. Hermione memilih duduk dengan Neville, Ron, Lavender, Dean, Seamus, dan Parvati. Ia menghindari Harry dan Ginny yang sekarang duduk bersebelahan di ujung meja. Tetapi ia tak henti-hentinya melirik Harry dan Ginny dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

"Oh, tentu, Neville. Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Hermione dengan lemah.

"Karena..."

"Hermione, apa betul kau putus dengan The-Boy-Who-Livedalias Harry Potter?" potong Lavender dengan gaya centilnya sambil menyuapkan sesendok penuh kentang tumbuk ke mulut Ron. Ron tersedak mendengar ucapan kekasihnya itu. Ia menoleh kepada Hermione.

"Apa? Benarkah itu, Hermione? Kau... Kau putus dengan Harry? Tapi kenapa? Kenapa kau tak memberitahuku, Her-My-Oh-Knee? Aku sahabatmu." tuntut Ron dengan mulut penuh kentang tumbuk, Hermione mengernyit jijik.

"Yeah, begitulah. Maaf, Ron, bukannya aku tak ingin memberitahumu, tapi aku belum siap memberitahumu." sesal Hermione.

"Apa karena, Ginny?" tanya Parvati dengan serius.

Sebelum Hermione dapat menjawab, Ron berteriak. "APA? Dasar wanita centil. Bisa-bisanya dia..."

"Ron, dia adikmu juga. Sudahlah, tak apa. Aku.. Aku rela mereka bersama asalkan mereka bahagia." potong Hermione sebelum Ron bisa menjelek-jelekan Ginny dengan kata-kata kasar lagi. Ia tak mau menghancurkan hubungan persaudaraan kedua kakak-beradik ini hanya gara-gara hubungannya dengan Harry.

Prof McGonagall mendatangi meja Gryffindor, lebih tepaynya ke arah Hermione, dengan murung. Ekspresinya kaku dan bibirnya mengkerut seperti baru saja dicekoki ramuan terpahit sedunia. "Ms Granger, bisa kau ikut denganku ke kantor sekarang juga? Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu. Sekarang juga." tegas Prof McGonagall.

"Baik, Professor." jawab Hermione. Ia bangkit berdiri dan mengikuti Prof McGonagall.


Prof McGonagall membuka pintu kantornya dan mempersilahkan Hermione masuk terlebih dahulu, kemudian ia menyusul Hermione ke dalam dan menutup pintu. Ia duduk di kursi belakang meja sembari menatap Hermione dengan serius yang sedang duduk dihadapannya. Hermione tersenyum, namun Prof McGonagall tidak membalas senyuman Hermione sedikitpun.

"Kau tahu kenapa aku memanggilmu, Ms Granger?" tanya Prof McGonagall membuka pembicaraan.

"Maaf, tidak Professor." jawab Hermione.

"Apa kau tidak merasa punya kesalahan?"

"Tidak, Professor. Bisakah Anda memberitahu apa kesalahan saya?"

Prof McGonagall menghela nafas berat dan menggeleng pelan. "Baiklah, aku akan menjelaskannya. Aku tak menyangka, Ms Granger, kau tega memantrai Mr Malfoy di dekat Shrieking Shack. Jika saja Hagrid tidak menemukannya, ia pasti akan mati membeku dengan posisi tergantung terbalik seperti tadi. Seharusnya kau mencontohkan hal yang baik, Ms Granger. Ingat, kau Ketua Murid Putri. Kau adalah panutan bagi Siswa-Siswi Hogwarts. Tetapi kenapa? Apa salah Mr Malfoy?" tukas Prof McGonagall.

Hermione hanya diam saja. Ia tak mungkin memberitahu Prof McGonagall apa yang dilakukan Draco terhadapnya. Hermione menunduduk sembari memainkan ujung roknya. "Maaf, Professor. Maafkan saya. Saya... Saya..."

"Cukup. Cukup." Potong Prof McGonagall dengan tajam. "Detensi besok pukul 8 malam. Temui aku di pondok Hagrid dan jangan lupa untuk memakai pakaian hangat. Silahkan keluar, selamat malam."

"Baik, Professor. Selamat malam." Hermione berjalan menuju pintu, namun ide gila muncul di kepalanya. Ia berbalik dan bertanya kepada Prof McGonagall. "Professor, boleh saya tahu dimana Draco Malfoy sekarang?"

"Hospital Wing." jawab Prof McGonagall singkat.

"Terima kasih, Professor." Hermione keluar dan menutup pintu kantor Prof McGonagall dan berjalan menuju Hospital Wing.

To be continue ...

Terima kasih buat yang sudah baca ff saya.

Review, please. Silahkan beri kritik dan saran. Kritik dan saran Anda membangun Saya untuk lebih berkembang dalam membuat ff.