Author's note: Hallo! Sudah lama saya tidak kembali bermain di fandom GC, ya? Lol! Tapi, karena saya main GC di hp (GCM), saya kembali dapat feels dan ingin sedikit berkontribusi pada fandom terpertama saya, Grand Chase! Kira-kira sudah tiga atau empat tahun saya keluar dari fandom ini idk juga tapi yeah... I really miss this fandom!
Fanfict ini sebenernya pertama kali publish dalam bahasa inggris, tapi, saya delete sewaktu rombak akun ffn saya ini. Fict GC saya hapus dan... jika Anda cek history fict saya, di situs ini yang pertama kali dipublish adalah Tales of Steel Flower Princess dari fandom DW lol.
Fanfict ini pun saya publish karena seorang sohib FB saya, sebut saja nama tersangkanya itu Cirer, yang juga fans Sieg-jiji ternyata, sangat look forward cerita ini so yeah~
Then, cerita ini dibuka dengan POV dari OC (yang jadi main character) fict ini, Willington (oke terdengar seperti parodi dari merek jam itu...). Willington ini lelaki, dan informasi lainnya bisa dilihat di fictnya sendiri www *tbh saya sendiri lupa* #akibatpilihkasihterhadapOC #tolongjanganditiru
BTW sekedar peringatan, para readers harap berhati-hati karena saya tidak akan menuliskan [end of *sekian* POV] dll. TBH, not my style hahaha!
So yeah, let's start the story! Hope you like it and thanks for those yang telah meninggalkan review buat fict ini!
...
Warning: Modern AU, plot 'character dragged to real world', MAJOR OC insertion, OOC-Typo and Crossovers may exist etc
...
A translated (and rewrite?) version of [Sieghart in Real World], proudly presented by Kaien-Aerknard.
[Sieghart in Real World]
Chapter 1: The Legendary Hero's Arrival... Because of an 'Accident'?
Namaku Willington, salam kenal. Kau boleh memanggilku 'Will' atau... 'Tuan Will'! Hahaha! Oke, hanya bercanda... Aku hanyalah seorang murid SMA biasa, talentaku tidak ada yang menonjol dan tidak memiliki kekuatan magis ataupun bertarung seperti yang biasa dimiliki oleh karakter game genre fantasi.
Huh? Kalian ingin mengetahui lebih mengenai diriku?
Seperti yang kukatakan tadi, tidak ada yang spesial dari diriku. Manusia normal berusia 15 tahun dan tidak terlalu pintar. Hobiku adalah bermain game, jika dikategorikan, aku adalah gamer kelas menengah. Tidak terlalu hardcore. Game dan karakter favoritku? Hmm... harus kuakui Grand Chase adalah game favoritku dan, si Manusia Abadi bernama Sieghart itulah karakter favoritku.
Kawan-kawanku semua memanggilnya 'Kakek Kungkang' atau 'Invertebrata' karena ia itu pemalas. SANGAT. PEMALAS. Terkadang aku membayangkan bagaimana jika ia hidup dalam dunia ini, bukan dalam game? Saking fokusnya membayangkan kehidupan seorang Aerknard Sieghart di dunia nyata, aku hilang konsentrasi dalam pelajaran dan selalu tertangkap basah melamun di kelas. Pada akhirnya, aku digiring ke luar kelas atau yang terburuk -ruang detensi. Menyebalkan, memang, tetapi semua itu salahku juga.
Kawan-kawanku hanya tertawa ketika aku membahas perihal ini. 'Bagaimana karakter dari game bisa hidup di dunia nyata? Mereka hanyalah program untuk kita mainkan di game!', hal itulah yang selalu mereka katakan padaku. Aku hanya diam, tidak merasa marah. Itu adalah realitanya.
Dan pada hari itu... semuanya berubah menjadi kenyataan...
-Dan dimulailah cerita ini, sebuah kisah mengenai kehidupan Aerknard Sieghart, sang Pahlawan Legendaris dari Kanavan -Highlander terakhir, yang harus sanggup beradaptasi dalam dunia nyata nan serba modern dimana ia diposisikan sebagai orang desa terpencil yang baru pertama kali datang ke kota metropolitan era abad 21...-
"Ha! Makan ini!" aku menekan tombol Z dan menggunakan jurus ke-2 Ares, membunuh semua yang ada di hadapanku. Satu pukulan saja, tengkorak-tengkorak ini tidak ada apa-apanya. Hanya debu saja!
"Will! Sudah cukup mainnya! Besok, kau ada tes fisika! Cepat matikan komputernya dan mulailah belajar!"
Ah! Sial! Kenapa harus pada saat sedang melawan Kamiki? Baiklah, aku tidak ingin bertengkar dengan Ibu-ku. Lagipula, besok aku bisa main lagi. Hanya tersisa satu fragment lagi untuk mendapatkan Mari. Kuputuskan untuk off, mematikan komputer dan belajar untuk ulangan besok. Heh, jika aku berhasil mendapatkan nilai 90 dalam tes ini, aku akan diberikan uang jajan lebih. Tidak buruk, hahaha!
ArahazanWill: Off dulu. Besok ada tes.
Rockstarz: K. /Bye!/
Kugerakan krusor mouse ke tombol exit di pojok kanan bagian atas layar. Ketika aku hendak menekan tombol mouse, ada sesuatu yang aneh terjadi pada layar komputer, tidak, lebih tepat game-nya yang nampaknya bermasalah. Tangan kanan Sieghart-ku diselimuti oleh cahaya putih. Aneh. Aku tidak pernah melihat bug seperti ini sebelumnya. Mungkinkah bug baru pasca update kemarin?
Secara naluri, tanganku menyentuh monitor. Tiba-tiba, tanganku ditarik ke dalam. Secara refleks, kutarik tanganku, melawan entah apa yang berusaha menarikku ke dalam komputer. Astaga! Apa yang terjadi?! Apakah komputer ini tiba-tiba menjadi mahluk hidup dan berusaha memakanku?! Ah! Tidak, tidak! Pastinya karena terlalu memikirkan bagaimana cara melawan Arme-nya si Chen!
"What the hell?!"
Sepasang kakiku turut membantuku, sedikti demi sedikit, tanganku mulai keluar dari layar berhantu ini. Kemudian, kurasakan sebuah tangan yang menggenggam erat tanganku. Gila! Komputer apa ini?! Apakah sudah diberi mantera hitam duluan oleh pemilik sebelumnya?! Tidak, tidak, tidak! Aku masih mau hidup! Aku tidak ingin mati sebelum mendapatkan Viona!
Kali ini, kaki kananku memijak pinggiran meja, memberikan daya tarik lebih sehingga tanganku berhasil keluar dalam kondisi utuh.
"BRAK!"
Alhasil oleh kekuatan yang berlebih, sesuai hukum Newton... ah! Sudahlah! Intinya kepalaku membentur pinggiran kasur yang ada di belakangku. Kuusap bagian kepala yang terbentur, meringis sakit. Sial... aku harus cepat ambil obat untuk mengobati benjol ini...
Tidak sampai di situ saja kejutan dari komputer magis ini. Ia tiba-tiba meledak. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini karena ledakannya hanya sebuah ledakan kecil. Kurasa sekringnya putus. Aku diam sejenak, lalu memeriksa keadaan sekitar. Kudapati seorang pria berambut hitam dan berpakaian ala butler -baiklah, aku sendiri tidak tahu cara menjabarkannya. Aku bukan Fashionista yang tahu banyak tentang jenis pakaian- merebah di atas lantai. Tepat di sisinya, sebilah pedang terbaring. Syok-ku semakin menjadi. Pria ini tidaklah asing.
Pria dengan rambut hitam acak-acakan, mengenakan bando ungu, berpakaian ala butler dan bersenjatakan pedang.
Dia adalah...
"Sie-... Sieghart?!"
Ia mengerang pelan, mulai kembali sadar. Perlahan ia bangkit ke posisi duduk, celingukan melihat kiri dan kanan. Ya, tidak diragukan lagi bahwa dia adalah Aerknard Sieghart, sang Pahlawan Legendaris dari Kanavan...
"Ba-...bagaimana bisa..."
"Hah? Dimana ini?"
Aku bisa melihat jelas bahwa ia bingung akan sekitarnya. Tidak heran, ini adalah dunia modern berteknologi canggih, bukan sebuah dunia yang kuno seperti Aernas, kecuali untuk Kounat.
Ia menoleh padaku. "Siapa kau?"
"Harusnya aku yang bertanya padamu, Sieghart!" seruku. "Bagaimana bisa kau keluar dari monitor?!"
"Kenapa kau menanyakan sesuatu yang SUDAH PASTI tidak kuketahui!? Bukankah kau yang menarikku keluar dari duniaku!" nampaknya, ia sangat... sangat... marah. "Dan, kuharap kau bisa mengembalikanku ke Aernas!"
"Maaf! Aku bahkan tidak tahu apa yang telah terjadi, apalagi untuk mengembalikanmu ke dalam game itu!"
Ia menyambar kerah kemejaku, menatapku tajam. "Aku tidak butuh alasanmu! Bawa aku kembali, atau..." ia memperlihatkan padaku kepal tangannya. Aku menelan ludah. Meskipun Sieghart sebenarnya spesialis status defense, tetapi, pukulannya tak kalah menyakitkan.
"Mau kau pukul aku sampai matipun, mau kau melemparku ke dalam mulut Kaze'aze, mau kau jadikan aku tameng hidup saat melawan Baldinar, aku tidak tahu bagaimana caranya membawamu kembali!"
"Ayolah! Aku tahu kau pasti memiliki kekuatan seperti Arme atau Ley! Atau setidaknya, kemampuan seperti Mari!"
"Aku ini hanyalah manusia biasa! Tanpa kekuatan magis serta pengetahuan mengenai teknologi Kounat! Dan, mau kau cari dimanapun, di dunia ini TIDAK ada yang seperti di dunia kalian!"
Ia membisu selama beberapa saat. Sieghart menghela napas, melepaskanku. Lalu ia duduk di kasurku. Meski ia mencoba menyembunyikannya, aku tahu ia sedang bingung dan bersedih.
"Semuanya tengah menungguku..." ucapnya. "Dan sekali lagi, aku harus berstatuskan 'hilang' seperti enam ratus tahun yang lalu..."
Ironisnya, aku tidak bisa berbuat banyak untuk karakter favoritku ini. Aku duduk di sebelahnya, menepuk pundak kanannya, tersenyum. Seminimalnya, kuharap tindakanku bisa mengangkat mood-nya sedikit.
"Mungkin... semua ini memang salahku, Sieghart."
"Nah..." Sieghart bangkit, tersenyum. Tangan kanannya menepuk kepalaku. "Setelah dipikir lagi, semua ini bukan salahmu," ia terkekeh. "Ini hanyalah kecelakaan. Dan tenang saja, aku tidak bisa mati. Jadi, aku bisa bersantai-santai dahulu di dunia baru ini sebelum mencari jalan pulang!" ia tertawa.
...Dasar Sieghart...
Mendadak, pintu didobrak. Kami menoleh, melihat wajah asam Ibu yang tak lagi bisa dideskripsikan. Sial!
"Will! Jelaskan apa yang terjadi di sini!" ia menoleh pada Sieghart. "Dan siapa dia!"
"I-... Ibu... aku bisa jelaskan..."
"Apakah dia perampok?!"
"Apa? Aku?" Sieghart menunjuk diri sendiri, semakin bingung. "Aku bukan perampok, nen-"
Kubungkam Sieghart dengan bantalku sebelum satu kata terlarang itu keluar dari mulutnya.
"Tak ada yang perlu dikhawatirkan, Ibu! Dia adalah temanku! Dia datang kemari untuk membantuku belajar, bukankah begitu... errr... Aerknard...?"
Sieghart rupanya mengerti isyarat yang kuberikan. Ia mengangguk. "Ya. Aku adalah temannya."
"Oh?" aku tahu Ibu-ku masih belum percaya. "Kalau begitu, darimana dia masuk? Aku tidak mendengar bell atau suara pintu depan dibuka semenjak tadi."
"Umm... Soal itu... aku yang membukakan pintu. Saat ia datang, kau sedang tidur."
"Ah... begitu rupanya," wajahnya melembut, menampilkan seulas senyum ramah. "Jadi, siapa namamu?"
"Namaku adalah-"
"Aerknard! Ibu, sekarang aku hendak belajar jadi, bisakah kau meninggalkan kami untuk sementara?"
"Baiklah. Kutitipkan dia padamu, Aerknard," ucapnya sebelum pergi meninggalkan kami.
Kami saling menatapi satu sama lain.
"...Baiklah, setidaknya, hal ini sudah beres," aku berbalik, mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas. Aku duduk di hadapan meja belajar, sementara Sieghart kembali duduk di atas kasur.
"Jadi, ceritakan tentang dirimu, hai, bocah yang tidak kukenal."
Aku menghadap ke arahnya, mendapatinya sedang bermalas-malasan di atas kasur. ...Memang dasar seorang Sieghart... "Namaku Willington. Kau boleh memanggilku Will."
"Oh, salam kenal. Namaku-"
"Ya, ya, aku tahu kau siapa. Aerknard Sieghart dari Grand Chase, seorang Highlander dan kau adalah manusia abadi. Kau adalah kakeknya Elesis dari entah berapa generasi yang lalu dan senang mencari masalah dengan si Knight. Satu lagi, kau adalah orang paling malas dalam tim Grand Chase."
"Wow," ia bertepuk tangan. "Kau tahu banyak tentangku, bahkan kemalasanku! Hahaha!"
"Jujur saja, aku adalah fans berat-mu."
"Wow... Pastinya, kau tahu bahwa kau harus melayaniku seperti para pelayan di rumahku. Ngomong-ngomong, apakah banyak yang sepertimu?"
"Tidak tahu. Tetapi, dari kabar yang kuterima, kau memenangkan banyak hati gamer perempuan."
Sieghart bangkit, berdiri di hadapan cermin lemari baju. "Oh! Cermin! Cermin! Beritahu siapa yang tertampan di Aernas!" monolog-nya. "Anda, Tuan Sieghart yang Agung..."
Pokerface adalah meme yang tepat untuk kupasang di wajahku saat ini. Ia mulai berkeliling, memeriksa apapun yang ada di dalam kamar. Lemari baju, etalase berisi figur-figur, jendela, saklar di tembok, lampu di langit-langit dan komputer yang telah rusak. Ia mengambil iPhone-ku yang tergeletak di atas meja, membolak-baliknya beberapa kali. Ia terlihat kagum terhadap barang itu, yang adalah sebuah smartphone pasaran.
"Benda apa ini?"
"Benda itu namanya smartphone. Mereknya Apple dan jenisnya iPhone."
"Smartphone? Apple? iPhone?"
"Nah... ceritanya panjang. Aku tidak sanggup menceritakan semuanya jadi, ada baiknya kau cari tahu sendiri."
Ia kembali mengamatinya. Sepertinya, Sieghart tertarik padanya. Ia menekan tombol di bawah layar, terkejut ketika layar tiba-tiba menyala.
"Whoa!" ia melempar iPhone ke kasur. "Kekuatan sihir apa itu?"
Mau menertawakan, salah. Aku hanya bisa memaklumi reaksinya, tertawa geli dalam hati. Orang yang di hadapanku ini, karakter Grand Chase favoritku, tidak lebih dari orang desa terpencil yang baru pertama kali ke kota metropolitan dan menyaksikan kecanggihan teknologi zaman modern ini. Kuambil iPhone itu, memperlihatkan caranya untuk membuka kunci layar. Kemudian, aku menekan ikon aplikasi kamera, mengganti opsinya menjadi kamera depan. Saking kagumnya, ia tidak bereaksi apapun. Benar-benar ketinggalan zaman.
"Wow! Wajahku tampan sekali!" ucapnya penuh keyakinan.
Kutekan tombol kamera, memotretwajahnya. Aku memperlihatkan hasil foto, Sieghart semakin kehabisan kata-katanya.
"Mau main?"
"Mengapa tidak?"
Kuserahkan iPhone kepada Sieghart, membiarkannya bermain-main dengan kamera. Tidak masalah bagiku memori penuh oleh foto-foto narsisnya karena itulah yang kuharapkan. Foto-foto Sieghart asli, bukan screenshot dari game. Tanpa sengaja ia keluar dari aplikasi kamera. Dengan rasa penasaran yang tinggi, ia menggeser laman, menekan ikon game fruit ninja.
"Ini apa?"
"Itu game Fruit Ninja. Biasanya kumainkan bersama kawan-kawanku."
"Fruit Ninja?"
"Biar kutunjukkan padamu cara memainkannya."
Sieghart menyerahkan iPhone kepadaku. Permainan dimulai dengan sebuah nanas yang muncul dari bawah. Kutarik jariku, menebas nanas menjadi dua potong. Kemudian, tiga buah datang didampingi dengan sebuah bom. Dengan hati-hati, aku menebas ketiga buah, mendapatkan triple combo. Kulirik Sieghart, mendapatinya sekali lagi menaruh ketertarikan besar terhadap apa yang tengah kulakukan. Tebas sini tebas sana, dapat combo, frenzy, double points, freeze dan critical hit. Pada akhir permainan, aku berhasil mengumpuklan 510 point.
"Menarik..." ucapnya disertai seulas seringai kecil.
"Mau coba?"
"Aku akan mendapatkan skor lebih tinggi darimu!" pamernya.
"Kita lihat saja nanti!"
"Ha! Aku ini adalah pahlawan legendaris. Aku tidak akan kalah dari orang sepertimu."
Aku tertawa. "Oh, ya. Jangan sampai mengenai bom. Kalau kau kena, kau akan kehilangan sepuluh poin beserta semua buah yang ada."
Awal yang baik untuk seorang pemula. Sieghart berhasil mendapatkan lima combo di tebasan pertama dan triple combo di tebasan kedua. Poinnya sedikit demi sedikit bertambah, kekhawatiran muncul di dalam diriku. Sieghart tidak pernah seserius ini sebelumnya.
"Ha! Mudah sekali!"
Secara kebetulan, ia menebas bom, kehilangan sepuluh poinnya. Ia hampir saja melempar iPhone-ku. Kalau iPhone itu sampai lepas dari tangannya, aku sudah tidak tahu lagi. Meskipun demikian, aku malah terbahak-bahak. Ini mengingatkanku pada seorang teman yang berasal dari desa. Reaksinya sama seperti ini ketika ia memainkannya tahun lalu. Permainan diakhiri dengan 36 combo dilancarkan terhadap buah terakhir.
"Kau tidak buruk untuk amatir," pujiku. "Kau bisa mendapatkan 36 combo dari buat itu!"
Sieghart tertawa, mengembalikan iPhone kepadaku.
"Oke, kau menang, Sieghart."
"Sesuai gelarku sebagai pahlawan legendaris," pamernya sembari merebah malas di atas kasur.
Aku hanya mendengus. Ternyata, Aerknard Sieghart adalah seorang teman yang mengasyikan. Baiklah, waktunya untuk belajar. Aku mengambil buku fisika, mulai mengerjakan soal-soal yang ada.
"Apa yang kau lakukan, bocah?"
"Belajar. Aku ada tes fisika besok."
"Apakah ada sesuatu yang bisa kubantu?"
"Well... aku perlu berkonsentrasi di sini jadi, ada baiknya kau tidur saja. Aku yakin kau lelah setelah semua ini," kataku sambil menghitung denga kalkulator. Harus kuakui, agak sulit untuk fokus ketika ada karakter yang kudambakan di sisiku. Berselang beberapa menit kemudian, suara dengkuran memenuhi ruang kamar yang sepi. Aku mengendap-endap keluar kamar, berjalan ke lantai bawah. Kutemui Ibu-ku yang sedang memasak di dapur.
"Ibu, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Ini tentang Aerknard."
"Oh? Anak itu?" Ibu tersenyum padaku. "Ada apa, sayang?"
"Umm... bolehkah ia tinggal di sini untuk sementara waktu? Aerknard... dia... berasal dari luar kota dan tinggal di kos dekat sekolah. Tetapi, atapnya jebol kemarin dan untuk sementara, ia tidak tahu harus tinggal dimana."
"Ah... begitu rupanya," Ibu manggut-manggut. "Baiklah, aku yakin Aerknard juga bisa membantumu jadi, tidak masalah. Ada kamar kosong di sebelah kamarmu, akan kubersihkan setelah memasak. Ibu yakin Ayah juga tidak keberatan."
"Terima kasih, Ibu!" aku merangkulnya. "Aku sayang padamu!" dan setelahnya, aku berlari ke atas. Saking gembiranya, aku membangunkan Sieghart, memberitahu padanya bahwa ia boleh tinggal di rumah kami sampai Sieghart bisa beradaptasi di dunia ini. Ah! Betapa senangnya seorang pahlawan legendaris kini tinggal di rumahku!
Setelah makan malam, aku mengantar Sieghart ke kamar barunya. Dan seperti yang bisa diduga, yang pertama diincarnya adalah kasur. Ia menghela napas, bahagia.
"Ah... empuk dan hangat..."
...Dasar pahlawan termalas... Aku heran ia bisa menyelamatkan dunia dengan sifat seperti itu dalam dirinya.
To Be Continued...
WWW! Baiklah! Sekian untuk chapter pertama! Stay tuned and thanks a lot for the reviews you left!
