Chapter 1
"Ayo kita berangkaaaatt..."
"Hei, Minato, kau ini semangat sekali, merepotkan saja." kata temannya yang berdiri di belakangnya dengan tampang madesu.
"Dari pada kau, kerjamu hanya bermalas - malasan setiap hari, dasar nanas hitam." ledek Minato. Minato adalah seorang yang bercirikan berambut kuning dan berbentuk seperti duren, dengan cabang yang panjang. Matanya berwarna biru seperti safir. Wajahnya terlihat tampan. Ia juga mempunyai banyak fans perempuan yang ingin menjadi pacarnya. Tapi sayangnya tidak ada satu pun di antara sekian banyak perempuan - perempuan itu yang dapat mencurinya #Plaak. Maksudku mencuri hatinya.
"Kenapa? Kau tidak senang, hah?" bentak si nanas hitam yang bernama Shikato. Shikato adalah orang yang pemalas. Berambut hitam dan dikuncir seperti nanas. Ia tidak rela dikatain seperti itu oleh Minato.
"Ggrrrrrrhh." mereka berdua saling bertatapan dengan mata yang sangat tajam. Lalu mereka saling mendekati lawan mereka masing - masing, dan terjadilah pertempuran sengit antara Minato dan Shikato. Shikato kemudian menjamah rambut duren Minato, dan sebaliknya Minato menjamah rambut nanas Shikato. Dan akahirnya mereka pun saling tarik – menarik (baca: jambak – jambakan). (hahahahahaha, author lagi maniak ketawa) Mereka berdua sudah seperti perempuan saja, mungkin karena rambut mereka sama – sama tebal, tak pernah dipotong selama 7 tahun.
"Hei – hei! kalian berdua ini apa-apaan sih, kalau begini terus kapan kita mulai petualangan kita ke hutan angker itu." kata temannya yang tidak suka banyak bicara, bernama Fugaku. Fugaku adalah sahabat Minato sejak dari bayi. Kalem, tidak banyak bicara, seakan-akan dia bergaya sangat cool, padahal bagi aku dia tidak cool seperti Minato *digatak Fugaku*
"Apa? Hu-hutan angker?" saking bingungnya Minato membuka mulut lebar - lebar dan matanya membulat.
"Ta-ta-tapi a-aku kira kita akan pergi berlibur dan bersenang - senang?" bibirnya gemetaran karena ketakutan.
"Ayolah! Kita akan bersenang - senang disana!" si nanas hitam mengejek Minato yang ketakutan setengah mati.
"Ada apa, Minato?" tanya Fugaku.
"Dia pasti takut, hihihi," bisik Shikato di telinga Fugaku.
"Yeeeh, siapa yang takut!" ternyata Minato mendengar pembicaraan(baca: bisikan) Shikato pada Fugaku.
"Kau ini kenapa Minato? Bukankah dari dulu kau memang senang berpetualang dari pada hanya berdiam saja di rumah?" tanya Fugaku. Ia terheran dengan sikap sahabatnya yang aneh.
"Ah iya kau benar Fugaku! Kenapa aku jadi seperti ini yah?" tanya Minato pada dirinya sendiri.
"Jadi?" tanya Shikato sekedar berbicara. Dari pada diam saja, ntar dikira mulutnya lagi disumpel ama author pake bola tenis *dibotakin Shikato*.
"Baiklah aku akan melakukannya meski harus mengeluarkan keringat satu baskom!" kata Minato setengah Pe-De.
'Aduh gimana nih? Aku hanya ingin meninggalkan hidupku sesuai dengan apa yang aku harapkan. Aku tidak mau mati dengan cara yang tidak berguna seperti ini.' batin Minato.
Mereka bertiga akhirnya menuju ke tempat hutan angker itu.
Hanya tinggal beberapa kilometer lagi, Minato izin buang air kecil. Saat pipis, Minato melihat bayangan putih, banyak bercak darah, dan berambut panjang.
"Ha-hantu!" lirih Minato. Ia tidak takut dengan hantu, karena di pikirannya ia beranggapan bahwa setan itu tidak akan menakutinya selama ia tidak menggangu. Ia akhirnya tersadar bahwa ia tadi lupa memberi salam numpang kencing.
"Ah iya! Aku lupa mengucapkan sesuatu. Pang numpang numpang di sini anak kecil mau numpang kencing, tolong diperbolehkan! Mohon jangan diganggu!" ucap Minato asal, Padahal ia lupa isi dari kalimatnya. Akhirnya ia pergi walaupun bayangan putih itu masih terlihat olehnya.
Setelah itu mereka memasuki hutan angker yang sangat lebat itu.
"Ah-uh, aku merasa diikuti, kalian merasa tidak?" tanya Minato.
Fugaku hanya menggeleng. Nanas hitam yang bernama shikato itu tertawa melihat sahabatnya yang dari tadi merasa resah plus gelisah.
Benar kata Minato kalau mereka sedang diikuti. Tapi bukan manusia, Deg! Deg! Deg! Deg!
"Uaaakkhhh!" sebuah angin yang berputar-putar seperti tornado menghantam mereka bertiga dan berpisah. Fugaku dan Shikato tidak berpisah karena mereka sempat berpegangan tangan. Tapi Minato berpisah dengan kedua sahabatnya karena tidak sempat berpegangan tangan dengan sahabatnya.
"Minatooo!" teriak Fugaku dan Shikato serentak, mencari Minato.
"Fugakuuu!,, Shikatoooo!,, hahh huh huh," Minato juga teriak memanggil kedua sahabatnya. Tetap tidak ada hasilnya.
Fugaku dan Shikato telah sampai di tempat penginapan.
"Bagaimana dengan Minato yah? Dia tidak membawa petunjuk arah, pasti dia sedang tersesat. Apa tidak lebih baik kita pergi mencarinya, Fugaku?"
"Sudahlah, dia pasti datang, aku tahu sifat Minato dari dulu. Dia sangat senang berpetualang dari kecil. Lagi pula kalau kita pergi, yang ada nanti kita tersesat juga!" jawab Fugaku.
Di suatu tempat Minato mendengar sesuatu.
"Clup, clup, clup.." Minato mendengar suara jejak kaki yang menginjak air. Minato berusaha menemukan suara itu. Ia melihat sesosok perempuan berambut merah sedang berdiri membelakanginya. Lalu ia mendekatinya dan bertanya.
"Permisi! Boleh aku bertanya?" kata Minato.
Tiba - tiba perempuan itu berlari kecil menjauhi Minato. Tanpa disadari Minato mengikuti perempuan itu. Semakin dekat... Semakin dekat... Semakin dekat... Dan ia berhasil menangkap tangan perempuan itu. Tiba - tiba perempuan itu membesar seperto balon lalu meletus, dan yang tersisa adalah sekumpulan kristal yang melayang - layang seakan menggantikan posisi perempuan itu.
"A-apa, di-dia menghilang!" wajah Minato terlihat ketakutan seperti habis melihat hantu.
Ia baru sadar dibelakangnya ada sebuah vila. Dan ia pun dengan segera memasuki vila tersebut, dan alhasil,,,
"Aaahhh, Minato!" kata Shikato.
"Untunglah kau tidak apa - apa, Minato" tambah Fugaku.
"Baguslah ternyata kau sudah bertemu dengan kami. Kau dari mana saja Minato, suara kami sudah habis gara - gara meneriakimu terus. Memangnya kau kemana saja sejak berpisah dengan kami, dan apa yang kau alami selama kau tersesat, sendiri lagi?" tanya Shikato dengan kalimat yang sulit dicerna Minato karena saking panjang dan lebarnya.
"Tadi aku dibantu seorang cewek, tapi dia seperti bukan manusia. Dia menghilang begitu saja tanpa bicara sedikitpun," terang Minato pada sahabatnya.
"Mungkin itu ha-ha-hantu!" ejek Shikato dengan wajah horornya.
"Aku tidak akan takut dengan wajah jelekmu itu,"
"Tidak! Itu bukan hantu." jelas Fugaku memotong pembicaraan Minato dan Shikato.
"Lalu?" tanya Shikato dan Minato berbarengan. Secara gitu loch. #Plaak.
"Itu adalah sebuah penglihatan dalam dirimu, Minato. Pamanku pernah bilang jika kita memasuki hutan ini, pasti salah satu diantara kita akan mendapat sebuah penglihatan, entah itu tentang kisah hidupnya, atau kisah kematiannya, atau bahkan kisah asmaranya " jelas Fugaku sambil menaruh jari telunjuk dan jempolnya di dagunya, seolah - olah terlihat seperti sedang berpikir.
"Ehem - hem, jangan - jangan itu ramalan kisah asmaranya Minato. Bagaimana Minato, cewek itu cantik tidak, hah?" goda Shikato pada Minato.
"Ya kalau dipikir - pikir cewek itu cantik juga sih," jelas Minato. Ia bermaksud membuat Shikato iri.
"Sudahlah lebih baik kita tidur dulu,kita sama - sama lelah!" ujar Fugaku. Ia berniat menghindari perdebatan tidak berguna antara kedua sahabatnya, Minato dan Shikato.
6 bulan kemudian setelah kejadian itu.
"Anak - anak! Kita mendapat siswi baru di kelas ini. Silahkan masuk nona!" perintah seorang walikelas.
"Selamat pagi semua! Perkenalkan namaku Kushina, aku pindahan dari desa di sebelah desa kalian. Mohon bantuannya!" jelas Kushina. Kushina adalah seorang perempuan yang bercirikan berambut merah darah panjangnya sebokong. Matanya berwarna ungu seperti violet. Tomboy, galak, tapi selalu membuat lelaki terpesona.
"Nah nona, silahkan anda duduk di sebelah anak berambut kuning itu!" ujar walikelas itu.
Perempuan - perempuan di kelas itu terkejut mendengar Kushina duduk disebelah lelaki idaman di sekolah ini. Tapi Minato sendiri malah bengong melongo karena dia berpikir kalau dia pernah bertemu dengannya.
"Halo, siapa namamu?" tanya Kushina pada pria bermbut kuning.
"Mi-Mi—"
"Mimi? Hahaha namamu lucu sekali, Mimi!" Kushina memotong ucapan Minato.
"Bu-bukan, tapi Mi-Minato, Minato Namikaze!" jelas Minato terbata-bata.
"Oh, salam kenal ya. Kuharap kau tidak seperti laki - laki lainnya yang suka mempermainkan cewek!"
"Ma-maaf, a-apa kita pernah bertemu?" tanya Minato segan - segan.
Kushina menatap wajah Minato dengan teliti, membuat pipi Minato tiba - tiba memerah karena diperhatikan seperti itu. Minato memang tidak pernah bersikap gugup seperti tu dengan perempuan yang menginginkannya selama ini. Entah kenapa tiba - tiba Minato berubah drastis di hadapan perempuan itu.
"Sepertinya tidak," jawab Kushina.
"Oh, ma-maaf,"
Bel istirahat
Seorang perempuan berambut hitam panjang bernama Mikoto menemui Kushina dan menjadi sahabat Kushina. Mikoto adalah sahabat Kushina yang paling baik. Parasnya juga cantik. berambut hitam sepinggang. Di saat itu Minato menemui kedua sahabatnya yang tidak lain adalah Fugaku dan Shikato. Seketika Melihat kedua sahabatnya itu, Minato teringat akan penglihatannya di hutan angker, ia dibantu oleh seorang perempuan yang misterius. Minato mulai berpendapat bahwa perempuan yang duduk sebangku dengannya itu adalah orang yang telah menolongnya saat tersesat di hutan angker. Minato tidak jadi menemui kedua sahabatnya, tapi dia malah menemui Kushina yang berada dalam kelas. Saat Minato menggerakkan kakinya untuk melangkah, ketika itu juga bel tanda istirahat selesai mulai terdengar sambil mengiringi langkah kaki Minato menuju kelas.
"Hai, Kushina!" sapa Minato.
Kushina menaikan satu alisnya, bertanda ia heran dengan sikap Minato yang tadinya gugup menjadi rileks begitu cepat.
"Ya ada apa, Minato?"
Minato duduk dan mendekati Kushina. Lalu memegang tangan Kushina.
"DUUAAAKHH." Kushina meninju wajah Minato dengan tangan tinjunya, membuat Minato terpental dan nemplok di dinding kelas. Anak-anak terkejut melihat anak baru itu meninju sang idola perempuan.
Hidung Minato yang semula mancung menjadi tenggelam seketika.
"Dasar pria mesum!" teriak Kushina.
"Hei, kau salah paham! Aku hanya ingin bertanya apa kau pernah menolong seseorang di hutan angker atau tidak? Hanya itu saja kok!" terang Minato.
"Tapi tidak perlu memegang tanganku, kan?" ujar Kushina.
"Aku kan hanya ingin merasakan tanganmu, karena waktu di hutan angker itu aku seperti melihatmu, aku sempat memegang tangan seseorang yang sudah membantuku, dan ternyata benar, aku merasakan tangan halus dan wangi harum yang sama pada dirimu. Ternyata kaulah orang yang telah menolongku di hutan angker itu," jelas Minato.
"Yah memang dulu aku merasa tanganku sedang dipegang seseorang, tapi tidak ada wujudnya. Tapi aku tidak pernah pergi ke hutan angker itu." kata Kushina.
Seorang guru datang. Minato langsung menyambar tempat duduknya, dan memulai pelajarannya.
Bel pulang berbunyi
"Minato, boleh aku minta kau mengajakku berkeliling tempat - tempat di sekolah ini?" tanya Kushina.
"Ya, boleh dong,"
Mereka berdua berkeliling sekitar sekolah, sampai akhirnya Minato mengajak Kushina ke tempat pribadinya Minato.
"Ini adalah tempat pribadiku Kushina, belum pernah ada orang yang aku ajak kesini. Aku mengajakmu kesini karena kau adalah perempuan yang berani meninjuku tadi di kelas"
'Seharusnya dia marah karena aku telah meninjunya di kelas' batin Kushina, ia heran dengan sikap Minato.
"Bagaimana pendapatmu tentang tempat pribadiku, Kushina?"
"Banyak pohon, sangat indah, kita juga dapat melihat langit yang sangat luas karena tidak tertutup gedung manapun. Aku suka tempat ini." terang Kushina.
3 hari kemudian
Sebagai seorang yang tomboy, Kushina setiap harinya selalu membuat keributan dengan teman-temannya, terutama Minato. Walaupun begitu Minato tetap tidak menjauhi Kushina.
Suatu hari Kushina ingin balas dendam kepada Minato atas perbuatan Minato kepadanya yang secara tidak sengaja mempermalukannya di sekolah.
'Ketemu kau, Minato' lirih Kushina agar tidak terdengar oleh Minato.
Kushina berlari cepat ke arah Minato.
"Rasakan ini, Minato.." Kushina hendak meninju Minato. Tapi sayangnya ia tersandung sebelum pukulannya mengenai Minato.
"Awaaass!"..."Gyaaa.."
Kushina terjatuh dan menindih tubuh Minato..
Wajah mereka berdua dihiasi rona merah.
"Waaahh, a-apa yang kau lakukan, Minato?" Kushina menjerit sambil berdiri menjauhi Minato.
"E-eh harusnya aku yang bertanya seperti itu!" jawab Minato sambil menunduk, berusaha menutupi wajahnya yang memerah.
Kushina berlari menjauhi Minato.
Sampai suatu hari Kushina menuju rumahnya sepulang dari sekolah. Ia melihat banyak orang mengerumuni rumahnya, tak hanya itu, ia juga melihat beberapa bendera berwarna putih di sekitar rumahnya. Dan ia pun segera memasuki rumahnya itu.
"Ibu! Ayah! Kakaaak!" teriak Kushina tak tertahan yang membuat orang-orang di sekitar rumahnya menutup telinga.
Air matanya mengalir membasahi kedua pipi Kushina saat mendengar keluarga Kushina sudah dimakamkan.
"I-ini tidak mungkin!" lirih Kushina sambil berlari ke makam keluarganya secepat yang ia bisa.
Di lain tempat Minato bertanya pada kedua orang tuanya, Jiraya dan Tsunade.
"Ayah dan ibu dari mana saja sih? Aku dari tadi nyariin tahu!"
"Maaf ya, Minato. Kami baru pulang memakamkan keluarga Kushina, teman dekatmu itu,"
"Apah? Keluarga Kushina Meninggal?"
"Iya, Minato. Mereka dimakamkan dekat makam kakakmu,"
Tanpa basa-basi Minato langsung pergi ke makam kakaknya dengan menggunakan kecepatan lari andalannya yang disebut yellow flash.
Setelah sampai, Minato yang masih berseragam sekolah mengatur nafasnya, lalu ia melihat Kushina yang tengah menangis.
'Kasihan sekali dia, aku tidak pernah melihatnya menangis sebelumnya. Disamping sikapnya yang tomboy dia juga harus memiliki takdir yang sangat kejam seperti ini. Apakah setelah ini aku masih bisa melihat senyum dan tawanya?' batin Minato.
"Ibu! ayah! kakak! Kenapa kalian pergi begitu cepat. Aku masih ingin bersama kalian. Aku masih butuh kalian. Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri. Aku tidak mau sendiri...*hening*... Aku akan menyusul kalian!" lirih Kushina .
Kushina mengambil pisau kecil di sakunya, hendak melakukan pembunuhan terhadap diri sendiri.
3...
2...
1..
"TAP"
Tangan Minato menghempaskan tangan Kushina yang memegang pisau, dan pisau itu terjatuh dari tangan Kushina.
Minato menarik Kushina dalam pelukannya.
"Lepaskan aku!" jerit Kushina.
"Tenanglah sedikit, Kushina!" ujar Minato.
"Lepaskan! Tidak ada gunanya lagi aku hidup di dunia ini!" kata Kushina sambil memberontak dalam pelukan Minato. Minato semakin mempererat pelukannya agar Kushina tidak lepas.
"Tenanglah! Masih ada aku yang akan selalu bersamamu. Kau juga tidak boleh melupakan sahabat-sahabatmu, Mikoto, Fugaku, dan Shikato. Mereka akan sedih bila kau sudah tak ada. Aku akan selalu bersamamu, Kushina. Aku janji."
"Aku.. aku.. tidak kuat dengan semua ini."
"Kau mau menangis? Menangislah, keluarkanlah semua kepedihan yang ada dalam dirimu! Tapi lain kali aku tidak mau melihatmu menangis seperti ini!" ujar Minato.
Kushina menangis dengan kencang dalam pelukan Minato.
Setelah menangis, tiba-tiba kushina tertidur dalam posisi tetap. Minato menyadari hal itu, lalu Minato menggendong Kushina ala bridal style agar Kushina nyaman dan tidak terbangun, lalu membawanya ke rumah Kushina.
Kushina terbangun dari tidurnya. Ia mencari-cari seseorang yang sudah menghiburnya di makam keluarganya.
"Mina—" panggilan Kushina terhenti ketika ia melihat Minato tertidur di kursi.
Kushina mendekati Minato dan duduk di samping kepala Minato.
"Kau terlihat tampan juga yah, tidak heran melihatmu selalu digoda cewek-cewek lain." lirih Kushina.
Tiba-tiba pipi Minato memerah.
"GUBRAAK!" Kushina membalikkan kursi yang ditiduri Minato membuat Minato ikut terjatuh.
"Kenapa kau pura-pura tertidur, Mii-naa-too?" Kushina mengeluarkan aura horornya sambil mengangkat Minato.
"Plak! Pluk! Plak! Pluk!" Kushina manampar Minato bolak-balik.
"Mau lagi?" tanya Kushina.
"Ti- tidak-tidak!" jawab Minato sambil lari mengibrit.
"Ya ampun, dia itu menyeramkan sekali. Kenapa aku bisa menjadi sahabatnya ya?" kata Minato sambil menuju rumahnya.
Sampai dirumah Minato berbaring di ranjangnya sambil membaca buku tentang cara-cara mengenal orang dari cara berbicara.
"Minato!" tiba-tiba seseorang memanggilnya dari luar. Minato keluar hendak menemuinya.
"Huh, Kushina! Ada apa? Kau masih belum puas menamparku?"
"Aku ke sini untuk meminta maaf." kata Kushina.
"Oh, kalau begitu ayo masuk!" ujar Minato. Minato mengambil tangan Kushina dan menuntunnya ke kamarnya tanpa ada rasa malu.
Sesampainya di kamar, Minato melepaskan tangan Kushina sambil menatap wajah Kushina yang sedikit memerah akibat perbuatan Minato yang Menggandeng Kushina tadi.
"Kenapa wajahmu memerah, Kuhina?"
"Tidak apa-apa kok." jawab Kushina.
"Rumahmu luas juga." Kushina berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Kau boleh tinggal di sini jika kau merasa kesepian." kata Minato sambil mengedarkan minuman ke Kushina.
"Tidak baik jika perempuan pergi ke rumah laki-laki."
"Oh, iya, aku lupa hehe. Hmm, bagaimana kalau aku yang tinggal di rumahmu? Aku juga merasa kesepian di sini, karena kakakku sudah lama meninggal, jadi aku tidak punya teman bermain di rumah."
"Apa kau yakin mau tinggal dirumah ku? Meninggalkan rumahmu yang mewah?"
"Aku yakin." jawab Minato yakin.
Pipi Kushina merona merah mendengar jawaban Minato, ia berpikir bagaimana nantinya jika ia tinggal satu atap dengan Minato.
"Baiklah, kau ke sini bukan untuk membicarakan ini, kan?" tanya Minato mengalihkan pembicaraan.
"Aku datang ke sini untuk meminta maaf atas perbuatanku tadi. Seharusnya aku berterimakasih karena kau sudah menghiburku di makam keluargaku. Tapi aku malah memarahimu dan menamparmu. Maaf ya!"
"Tidak apa-apa kok, aku tidak terlalu mempedulikannya."
"Dan terimakasih juga sudah menghiburku, sekarang aku sudah tidak sesedih tadi."
"Sama-sama Kushina, aku senang bisa membantumu. Dari pada aku hanya terdiam mendengar keluargamu baru meninggal." kata Minato.
"Baiklah, kau sudah memaafkanku. Sekarang aku mau pulang?"
"Tunggu!" Minato menahan Kushina.
"Ada apa? Kau mau memperlihatkan semua kekayaan yang kau punya padaku, hah? Dasar norak!"
"Baru saja aku memaafkanmu. Sekarang kau malah memarahiku lagi."
"Aku hanya bercanda, Minato." Kushina nyengir, padahal ia memang marah.
"Oh, begitu toh."
"Memangnya ada apa?"
"Aku ingin mengantarmu, tidak baik kalau perempuan jalan sendiri, apalagi sekarang sudah larut malam." jelas Minato.
"Ya sudah."
Mereka pergi dengan menggunakan motor Minato.
Sesampainya di rumah Kushina, Kushina meminta Minato menemaninya sampai ia tidur, setelah itu ia boleh pulang. Minato mengangguk karena ia tahu kalau sekarang Kushina merasa takut di rumahnya sendiri karena ia baru saja ditinggalkan ibu, ayah,dan kakaknya.
Setelah Minato melihat Kushina tertidur ia langsung pulang ke rumahnya.
Mentari pagi mulai menyinari halaman rumah Kushina. Burung-burung bercicit ria beterbangan kesana-kemari membuat Kushina terbangun dari tidur lelapnya. Sebuah rumah yang dulu dihuni empat orang kini hanya ada satu orang yang menghuni rumah itu. Oh iya, ada seseorang yang ingin menambahkan jumlah penghuni rumah itu.
"Selamat pagi, Kushina!"salam hangat terdengar di mulut Minato.
"Wah, Mianato! Kau benar-benar akan tinggal di sini?"
"Ya iyalah, masa tinggal di hutan!"
"Huahahaha! Di sana lebih baik, ya kan?" ejek Kushina.
"Wajahmu terlihat cantik juga setelah bangun tidur!"
Kushina hanya cemberut memajukan bibirnya.
"Wajahmu terlihat imut kalau kau cemberut! Aku sampai gemas melihatnya. Rasanya ingin sekali aku merobek-robek wajahmu. E-eh, maksudnya mencubit-cubit pipimu."
"Kau ini sedang menghibur atau menghina? Sudahlah, taruh barang-barangmu di sana!" ujar Kushina sambil menunjuk ke sebuah kamar.
"Yo! Baiklah"
Kemudian Kushina ke dapur untuk membuat sarapan buat mereka berdua.
Setelah itu mereka berdua langsung menyantap sarapan ala Kushina.
"Masakanmu enak sekali, siapa yang mengajarimu?"
"Ibuku" jawab Kushina singkat.
"Ini makanan kesukaanku loh."
"Jadi kau menyukai makanan nasi goreng?"
"Iya."
Mereka pun menjalani keseharian dengan keributan yang hanya diakibatkan masalah sepele. Tapi mereka senang karena setiap hari ada canda, tawa, ribut, godaan Minato yang membuat suasana menjadi hangat.
7 tahun kemudian
Tanpa disadari, 7 tahun sudah berlalu. Mereka telah melewati masa-masa mereka berdua.
Saat ini Kushina telah berumur 23 tahun. Ia masih menjalankan statusnya sebagai seorang mahasisiwi di sekolah tinggi universitas konoha.
Lain halnya dengan Minato. Ia telah beumur 23 tahun, sama seperti Kushina. Karena kejeniusannya, ia telah menyelesaikan kuliahnya dan sering mendapat tawaran lompat kelas. Dan sekarang ia menjadi seorang detektif termuda di kalangannya.
Minato dan Kushina masih tinggal satu atap di rumah Kushina sejak kepergian keluarga Kushina. Tapi mereka tidak melupakan ayah dan ibu Minato, mereka sering berkunjung ke rumah Minato walaupun hanya sekedar melihat pemandangan indah. Sejak saat lulus dari sma, mereka jarang bertemu dengan sahabat-sahabatnya.
Mereka berdua sudah seperti layaknya sepasang suami-istri yang tinggal seatap. Tapi anehnya mereka tidak merasakan sebuah perasaan cinta. Hingga suatu saat mereka bertemu ketiga sahabatnya Mikoto, Fugaku, dan Shikato.
"Hai, Minato sayang!" seru Mikoto sambil berlari dan langsung menggantungkan tangannya di leher Minato. Sebenarnya Mikoto sudah menjadi perempuan milik Fugaku, tapi Fugaku tidak cemburu melihat kekasihnya itu memeluk Minato karena sebenarnya ia, Mikoto, dan Shikato sudah merencanakan sesuatu untuk menyatukan Minato dan Kushina sebagai sepasang kekasih.
"Ehem-ehem!" Kushina berdehem melihat sahabatnya berpelukan.
"Ada apa, Kushina? Apa kau cemburu?" tanya Shikato mengintrogasi.
Kushina terdiam merenungi perkataan Shikato.
'Perasaan apa ini? Sakit sekali rasanya? Apa aku benar cemburu? Ah, kenapa aku berpikir seperti itu, Minato kan bukan punyaku, dia sudah punya Mikoto. Tapi, apa aku mencintai Minato? Kenapa hati ini terasa sakit melihat mereka bermesraan?' batin Kushina.
"Hey, lepaskan aku Mikoto!" bentak Minato, membuat Kushina merasa lebih lega dari sebelumnya.
"Fugaku dan Shikato ayo ikut aku ada yang ingin aku bicarakan." Perintah Minato pada kedua sahabatnya.
Setelah mereka bertiga pergi, Mikoto bertanya pada Kushina.
"Kushina! Apa kau tadi cemburu melihat aku memeluk Minato?"
"Tidak kok." Jawab Kushina bohong.
"Ah yang bener! Sudahlah Kushina aku tau kalau kau cemburu. Sebenarnya tadi kami bertiga hanya mengujimu, apakah kau cemburu atau tidak." jelas Mikoto.
"Iya sih, aku memang cemburu melihatmu memeluk Minato."
"Itu tandanya kau mencintainya, Kushina." jelas Mikoto.
"Aaahh, ya m-mungkin."
"Kalau kau mau, kami bertiga bisa membantumu mendekati Minato."
"Tidak! Aku ingin melihat Minato menyatakan cintanya sendiri di hadapanku."...
TO BE CONTINUE
