Disclaimer: SNK©Hajime Isayama
Story : Haru Tsukishima
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Rate: M
Warning: AU, OOC, Lemon, Typo, gaje. Bagi yang tidak suka pair ini harap menekan tombol back.
.
.
Note:
"Bla bla bla" = Speak
'Bla bla bla' = Inner
.
.
Don't Like, Don't Read
.
~~* Takdir Cinta *~~
Happy Reading
.
.
.
Chapter 1
"Minna, jangan lupa datang ke pesta ulang tahunku ya nanti malam!" Seru gadis berparas bak dewi pada seluruh teman di kelasnya. Ia disayangi tak hanya para lelaki, tapi teman-teman perempuannya pun sayang dan baik padanya.
"Eren" gadis bersurai bob hitam memanggil pemuda beriris zamrud yang tengah memainkan ponselnya.
"Ada apa, Mikasa?" Pemuda itu menoleh dengan wajah malas.
"Nanti malam-"
"Iya kita kesana" Eren segera mengakhiri pembicaraan lalu keluar dari kelas. Mikasa hanya menatap punggung pemuda Jaeger itu dengan sendu.
"Kalau kau mau kita bisa ke rumah Krista bersama. Bagaimana, Mikasa?" Pemuda bersurai coklat susu menghampiri Mikasa. Gadis itu hanya menatap pemuda itu datar.
"Aku pergi bersama Eren" Mikasa turut pergi dari kelas meninggalkan pemuda yang kini menatap punggung gadis Ackerman itu.
Tak disangka kejadian tersebut menjadi pusat perhatian seluruh mahasiswa dikelas. Mereka melayangkan tatapan iba pada pemuda tersebut.
"Kisah cinta segitiga yang rumit. Amm.. nyamm..nyamm" ujar gadis yang selalu melahap kentang ditiap waktu.
"Aa, sepertinya begitu. Sluurrpp" balas pemuda gundul seraya meminum jus kotak.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku ingin membantu mereka, Ymir" Krista berucap dengan mata berkaca-kaca. Gadis itu memang berhati lembut.
"Kau tidak perlu melakukan apa pun Krista sayang. Kau hanya perlu fokus untuk acara ulang tahunmu nanti. Setelah itu aku akan menikahimu" hibur Ymir yang selalu berujung dengan 'melamar'.
.
.
.
'Kemana Eren? Dari tadi aku tidak melihatnya' Mikasa berjalan melewati lorong yang tampak sepi. Wajar saja, ini masih jam kuliah. Berhubung Keith-sensei tidak masuk karena terpeleset dari tangga rumahnya, jadi kelas dibiarkan kosong hingga jam selanjutnya.
'Ah itu Eren!' Mikasa terlihat sumringah. Ia mempercepat langkahnya, mulutnya sudah terbuka untuk meneriakkan nama pemuda itu namun segera di urungkannya ketika melihat sosok lain bersama Eren.
"Jadi bagaimana? Kau bisa datang kan, Annie? Kau pasti di undang juga kan?" Eren menatap Annie dengan penuh harap. Sedangkan gadis itu hanya bersikap datar, tidak berbeda jauh dengan Mikasa.
"Iya, Krista sudah menemuiku tadi. Akan ku usahakan"
"Ayolah, kau harus datang. Ada yang ingin ku tunjukkan padamu" Eren setengah merengek. Gadis berambut kuning itu tidak tahan melihat Eren yang sangat menggemaskan jika seperti ini. Mau tak mau ia harus membuang pokerfacenya saat bersama Eren.
"Kenapa tidak sekarang saja, Eren?" Nada bicaranya melembut. Ia menatap Eren lekat.
"Tidak bisa. Pokoknya nanti malam kau harus datang. Gomen, aku tidak bisa menjemputmu. Aku harus pergi bersama Mikasa. Kalau tidak, Kaasan tidak akan mengizinkanku bila pergi sendiri" jelas Eren dengan wajah sendu.
Ya, meski sudah duduk di bangku kuliah, ibunda Eren masih membatasi pergaulan anak lelakinya. Padahal Eren sudah besar dan ia seorang laki-laki.
Tapi Annie gadis yang cukup pengertian karena jujur saja, ia ingin diperlakukan seperti itu oleh seorang ibu yang tak pernah ia tahu seperti apa rupanya.
"Baiklah. Iya, aku mengerti. Kita akan bertemu disana nanti malam, Eren" Annie tersenyum! Hanya pada pemuda itu ia menunjukkan senyum manisnya. Mungkin hal itu yang membuat Eren luluh.
"Benarkah! Arigatou, Annie!" Eren sumringah, iris emerladnya berbinar-binar. Annie masih menyunggingkan senyum melihat Eren sangat bersemangat seperti itu. Ya, ia sangat menyukai semangat pemuda itu dalam hal apapun.
"Um. Sudah dulu ya, aku harus kembali ke kelas. Jaa, Eren"
"Ha'i. Jaa, Annie" mereka pergi ke arah berlawanan, meninggalkan tangga yang menjadi saksi bisu kedekatan mereka. Ah, jangan lupakan Mikasa yang sedari tadi mematung melihat dua insan itu dari kejauhan.
Akhir-akhir ini ia merasakan perubahan dari Eren. Pemuda itu tidak pernah lagi menghabiskan waktu bersamanya. Eren, tidak lagi selalu ada disisinya seperti dulu. Dan itu karena Annie Leonhardt. Gadis yang dijuluki Ice Princess yang anehnya mampu membuat Eren berpaling darinya.
"Eh, Mikasa? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Eren dengan santai. Mikasa tengah menahan rasa sedih dengan mengepal tangannya erat. Namun sayang, Eren yang sedang dimabuk cinta tidak menyadari keanehan sikap dari gadis yang di asuh oleh keluarganya itu.
"Aku ingin ke toilet" hanya itu alasan yang terfikir di otak jeniusnya.
Terkadang orang jenius bisa menjadi bodoh jika berhadapan dengan seseorang yang disukainya.
"Hoo. Bukannya toilet ada disana?" Tunjuk Eren ke arah belakang gadis itu. Toilet di lantai 1 memang berada 3 meter dari tempat mereka bertemu saat ini. Itu artinya Mikasa melewati toilet tersebut.
"Toiletnya rusak. Aku hendak ke toilet lantai 2" dusta Mikasa menutupi kesalahannya.
"Oh begitu. Ya sudah, aku ke kelas dulu. Kau juga cepat kembali setelah urusanmu selesai. Jaa" Eren meninggalkan Mikasa yang masih terpaku ditempatnya. Lagi-lagi gadis itu hanya bisa menatapi punggung Eren yang sudah menjauh.
"Eren..." gumamnya lirih. Ia kembali melangkahkan kakinya, bukan untuk ke toilet, tapi ke gedung olah raga yang berada di samping gedung kampus. Ia ingin menenangkan diri disana dengan sedikit membakar kalori.
.
.
"Hoo, jadi begitu" ucap pria bermata tajam dengan iris deep blue yang sedari tadi menatap drama ala korea dari lantai 2.
"Hm, cinta segitiga ya. Tidak ku sangka ada mahasiswa yang terlibat hal tersebut. Aku jadi sangat tertarik! Ne, Levi. Kira-kira siapa ya yang dipilih anak itu (Eren)? Aahh, aku sangat penasaran!" Celoteh perempuan berkacamata dengan rambut coklat ponytail. Wajahnya sangat antusias.
"Sejak kapan kau ingin tahu urusan orang, Hanji? Dan apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau harus mengajar di lab?" Levi sedikit terkejut. Seingatnya tidak ada siapapun sedari tadi disini.
"Hari ini aku hanya memberi tugas penelitian pada mereka, jadi aku tidak perlu berada disana. Kau sendiri sedang apa disini? Aa, jangan bilang kau tertarik juga pada mereka! Iya kan! Hora-hora, yang mana yang sudah menarik perhatianmu?"
Hanji menarik-narik kemeja bagian depan pria yang memiliki tinggi dibawahnya itu hingga membuat kemeja tersebut sedikit kusut.
"Yang blonde? Yang asia? Atau jangan-jangan!" Cukup. Levi tidak bisa bersabar lagi. Perempuan aneh ini seenak jidatnya menarik-narik dan mengguncang-guncang tubuhnya bak boneka beruang yang enggan menjawab omongannya.
Apa perempuan itu lupa, Levi bukan orang yang bisa di ajak beramah-tamah apalagi diperlakukan keterlaluan seperti ini. Ia juga tidak suka penampilannya dirusak. Lihat, kemejanya jadi kusut kan?
Pletak!
Levi menggetok kepala Hanji dengan penggaris kayu yang dibawanya -entah untuk apa?-Tingkah perempuan itu memang kerap menguji kesabarannya yang tipis.
"Urusai. Sebaiknya kau melakukan tugasmu dengan baik atau ku laporkan pada rektor" pria itu meninggalkan Hanji yang sedang mengusap-usap kepalanya seraya meringis.
"Hei! Kau belum menjawab pertanyaanku! Dan jangan adukan apapun pada pak tua berjenggot itu!" Hanji lupa sedang berada dimana dirinya saat ini. Ia dengan tanpa beban berteriak lepas pada pria yang sudah menjauh lalu berbelok menuju suatu ruangan yang menjadi tempat favoritnya disini.
"Siapa yang kau maksud pak tua berjenggot, Hanji?" Tiba-tiba bak titan colosal, sang rektor sudah berada dibelakang perempuan tersebut.
.
.
Terdengar suara cukup berisik dari gedung olah raga. Suara pukulan terus terdengar dari sana.
Bugh! Bugh! Bugh!
"Hahh... hahh... hahh..." suara nafas lelah terdengar dari gadis berwajah asia. Ia sedang menyalurkan segala emosinya pada sandsack yang berayun akibat kepalan tangannya.
Ia masih terus memukuli benda yang tidak bersalah itu. Ia sangat menikmati ketika kepalan tinjunya mengenai permukaan yang agak keras tersebut. Ia tidak peduli tangannya akan terasa pegal atau tubuhnya letih nanti.
Krriiieettt
Terdengar suara pintu terbuka. Namun gadis itu masih fokus pada sasaran didepannya hingga tidak menyadari sesorang sudah berada di sampingnya.
"Pukulanmu terlihat kacau sekali. Itu akan menciderai dirimu sendiri"
Bugh!
Mikasa melayangkan pukulan terakhir dengan cukup keras. Ia menoleh ke sampingnya dan mendapati pria yang tidak asing tengah menatapnya datar.
Ia tidak suka pria ini. Pria kasar dan pernah menghajar Eren karena pemuda itu berdebat dan melawan pimpinan salah satu organisasi dikampus. Ya walaupun itu dilakukan agar Eren tidak dikeluarkan dari kampus tapi tetap saja sikap pria itu berlebihan di mata Mikasa.
"Mau apa kau kesini" ucap Mikasa ketus. Levi masih berwajah datar, tak beda jauh dengannya.
"Hoo. Apa seperti itu caramu berbicara pada sensei?"
"Tcih" gadis itu berjalan beberapa meter, mengambil handuk dan air minum yang sudah disiapkannya. Setelah menyeka peluh, ia kembali mengenakan syal merah yang selalu dipakainya meski musim panas sekalipun.
"..." Pria itu diam, hanya Iris deep blue-nya yang bergerak mengikuti gadis itu.
Levi melepaskan kemejanya, menampakkan tubuh atletisnya yang dibalut kaos berwarna putih yang pas ditubuhnya. Ia sudah memasang kuda-kuda dan mulai melayangkan pukulan pada sandsack tersebut.
Mendengar suara gaduh seperti yang tadi dilakukannya, Mikasa menoleh dan melihat pria itu tengah memukul serta melakukan tendangan memutar pada sandsack. Ia kagum dengan skill pria itu. Benar apa yang ia dengar selama ini, Levi-sensei adalah orang yang kuat dan memiliki skill beladiri yang sangat baik.
Jangan remehkan tinggi tubuhnya -yang termasuk pendek untuk ukuran laki-laki- jika sampai berurusan dengannya, jangan harap bisa selamat.
Mikasa menatap Levi yang masih asik bergelut dengan sandsack, diam-diam ia mengagumi skill pria tersebut. Andai pria itu tidak membuat Eren babak belur tempo hari, mungkin dirinya akan dengan senang hati menawarkan diri untuk diajarkan tekhnik beladiri yang dikuasai pria itu.
Gadis itu masih bertekad untuk menjadi lebih kuat agar dapat senantiasa melindungi Eren.
Setelah beberapa menit, Levi menghentikan kegiatannya. Ia harus kembali pada tugasnya, mengajar. Pria itu mengambil handuk yang diletakkan di dekatnya, menyeka peluh yang tidak terlalu banyak membasahi wajah dan tubuhnya. Merasa ada yang memperhatikannya pria itu menoleh dan melihat Mikasa tengah duduk seraya melihatnya.
"Ku kira kau sudah pergi" Levi mengambil kemeja putih lengan panjang itu dan kembali memakainya.
"Dosen yang mengajar di jam ketiga dan empat tidak datang. Hari ini kami tidak ada dosen seharian" setelah jam pertama dan kedua Keith-sensei tidak bisa datang karena sakit. Ternyata jam ketiga dan keempat pun sama.
Hannes-sensei tidak bisa datang karena istrinya sedang melahirkan. Ia mendapat kabar tersebut dari Armin yang mengirim pesan padanya.
"Sou ka. Siapa dosennya?" Levi sudah mengancingkan kemejanya.
"Hannes-sensei" jawab Mikasa sama datarnya dengan pria itu.
"Kembali ke kelas. Hannes-san memintaku menggantikan ia mengajar hari ini" Mikasa mengedutkan alis. Levi akan mengajar kelasnya hari ini? Kenapa ia harus bertemu orang itu dua kali?
"Aku tidak mau" tolak gadis itu spontan. Levi tersenyum tipis sepersekian detik.
"Hoo, terserah saja. Hari ini akan ada kuis dan aku akan mengosongkan absensimu lalu melaporkannya pada Hannes" pria itu berjalan santai dan keluar dari ruangan tersebut.
"Tcih!" Mikasa segera bangkit dari duduknya dan turut keluar dari ruangan itu. Dengan terpaksa ia harus mengikuti kelas sensei poker face tersebut. Ia tidak ingin nilainya buruk karena keluarga Jaeger lah yang sudah membiayai sekolahnya hingga saat ini.
.
.
.
Malam sudah tiba. Eren sudah tampil rapi dengan kemeja coklat lengan panjang yang digulung hingga siku. Ia mengenakan jeans hitam dan sepatu converse berbahan kulit yang khusus untuk digunakan ke pesta.
Melihat penampilan Eren seperti ini, satu kata terlintas dikepala Mikasa,
Tampan
Ia sangat menyukai Eren dalam penampilan apapun. Entahlah, cinta membuatnya demikian.
Gadis itu mengenakan dress sabrina sepanjang lutut dengan panjang lengan 3/4 berwarna hitam. Tak lupa ia memakai syal merah pemberian Eren untuk menutupi leher hingga dadanya.
"Ah, kau sudah siap, Mikasa?" Eren melihat Mikasa keluar dari kamarnya. Dilihatnya gadis itu dari atas hingga bawah. Namun ada hal yang terasa janggal baginya.
"Ano, sebaiknya kau tidak perlu memakai syal itu. Ini tidak sedang musim dingin" komentar pemuda tersebut yang membuat hati Mikasa mencelos.
"Tidak apa. Aku suka memakainya" Mikasa mencengkram syal tersebut.
"Terserahlah. Ayo kita berangkat" Eren melangkahkan kakinya menuju pintu diikuti Mikasa yang mengekor dibelakangnya. Gadis itu berharap Eren menggandeng tangannya, tapi semua hanya harap belaka.
Malam ini Eren diperbolehkan membawa mobil milik ayahnya, bagaimanapun juga ini kan acara pesta. Sebenarnya ibunda Erenlah yang memaksa Eren untuk menggunakan mobil, nyonya Jaeger itu mengira kalau Eren akan mengajak Mikasa berkencan sepulang dari pesta.
Mereka memasuki mobil, Eren sedikit menggerutu.
"Ttaku, merepotkan sekali harus membawa mobil. Semoga jalanan tidak macet"
"Tidak ada salahnya, Eren. Sepertinya hujan juga akan turun" Mikasa menunjuk ke arah langit dari jendela mobil. Perlahan awan hitam menutupi bulan dan bintang-bintang.
"Aa, kau benar. Yosh, kita berangkat" Eren menstarter mobil, meninggalkan pekarangan rumah keluarga Jaeger.
.
.
"Ne, Mikasa" gadis itu menoleh. "Sebaiknya kau tidak terlalu menuruti apa kata Kaasan" Eren tiba-tiba berbicara.
Mikasa tidak mengerti kemana arah pembicaraan tersebut. Ia masih memasang wajah datar.
"Apa maksudmu, Eren?"
"Ya maksudku, Kaasan yang menyuruhmu untuk terus mengawasiku. Aku tahu kau pasti tidak enak untuk menolak permintaannya tapi, aku tidak ingin kau membuang waktu hanya karena hal tersebut..." ucap Eren seraya fokus pada jalanan didepannya.
Pemuda itu menoleh, menatap Mikasa yang tampak bingung. Ia menghela nafas lalu tersenyum kecil dan kembali fokus pada kemudinya.
"...Kau juga berhak menikmati kehidupanmu, menghabiskan waktu bersama teman-temanmu, juga berkencan dengan pria yang kau sukai. Jadi jangan mengorbankan waktumu, Mikasa. Lagipula aku ini laki-laki, aku bisa menjaga diriku sendiri"
Mikasa bisa menangkap maksud pembicaraan dari pemuda disampingnya. Dengan kata lain Eren memintanya untuk menjauh.
"Tidak. Bibi tidak pernah memintaku untuk terus mengawasimu. Semua ku lakukan atas keinginanku sendiri. Aku tidak butuh orang lain, asal terus bersamamu aku sudah sangat senang, Eren" bantah Mikasa dengan spontan. Eren tersentak mendengar Mikasa tiba-tiba sedikit meninggikan suaranya.
"Mikasa" Eren menatap gadis disampingnya. Saat ini mereka sedang terjebak di lampu merah.
"Kau ini. Sebenarnya banyak anak laki-laki yang menyukaimu disekolah. Tapi karena kau selalu bersamaku mereka mengira kalau kita berpacaran. Padahal aku sudah menjelaskan pada mereka kalau kau sudah seperti adikku, tapi mereka tidak mempercayainya"
Pemuda Jaeger itu masih berusaha membujuk Mikasa untuk sedikit menjaga jarak dengannya, namun pendirian Mikasa tidak semudah itu untuk digoyahkan. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya.
"Eren, apa hubunganmu dengan Annie?" Gadis Ackerman itu menatap Eren tajam.
"Eh? Ke-kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" Eren terlihat kikuk. Lalu Mikasa menatap pemuda itu dengan datar, menunggu jawaban Eren.
"Baiklah, baiklah. Etto, sebenarnya aku menyukai Annie. Dan malam ini aku akan memberikan kejutan padanya" pemuda itu tersenyum. Ia membayangkan Annie akan senang dengan kejutan yang sudah disiapkannya.
Bagai tersambar kilat, gadis itu mematung. Sepertinya Mikasa sudah salah bertanya. Kini hatinya terasa ngilu akibat jawaban Eren.
"Aa, sou ka" hanya itu yang mampu Mikasa ucapkan.
Lampu hijau menyala, Eren kembali menjalankan mobil. Selama perjalanan tidak ada percakapan lagi diantara mereka.
.
.
"Yo, Eren, Mikasa!" Sapa Connie ketika melihat mereka memasuki rumah besar tempat pesta berlangsung. Eren menatap takjub rumah temannya tersebut. Krista yang melihat dari kejauhan melambaikan tangan pada mereka.
"Mikasa, kau bergabung saja dengan mereka. Aku mau mencari Annie. Jaa" Eren pergi begitu saja tanpa memberikan Mikasa kesempatan untuk bicara.
"Aa, Mikasa! Ayo kita makan kue-kue itu! Kelihatannya enak sekali!" Ajak Sasha yang tidak dapat menahan diri untuk mencicipi semua makanan disana.
"Tidak. Aku ingin berkeliling" Sasha maklum dengan sifat Mikasa. Gadis itu pun pergi menuju meja yang berisi banyak macam makanan, sedangkan Mikasa berjalan menuju ke arah taman yang berisi banyak pasangan.
Benar dugaannya, Eren ada disana dengan gadis blonde yang nampak cantik mengenakan long dress halterneck backless berwarna hitam. Rambut yang biasanya dijepit kini dibiarkan terurai.
Mikasa mendekati tempat mereka dan bersembunyi dibalik rimbunnya tanaman.
"Kau sangat cantik, Annie" puji Eren seraya membelai ujung surai pirang yang terasa halus tersebut.
"A-arigatou. Kau juga terlihat rapi, Eren" ucap Annie dengan pipi bersemu merah.
"Ne, Annie, bisa kau pejamkan matamu sebentar?" Annie menoleh, menatap Eren dengan wajah heran.
"Sebentar saja, Annie" pinta Eren sekali lagi. Gadis blonde itu menganggukkan kepala. Ia memejamkan iris ice blue-nya. Eren berpindah posisi menjadi dibelakang Annie. Pemuda itu merogoh sesuatu dari saku celananya.
Sebuah kotak beludru berwarna merah berisi kalung perak yang sangat indah. Eren menyibak helaian blonde itu dan memakaikan kalung tersebut pada leher jenjang Annie. Pemuda itu dapat mencium dengan jelas aroma lily dari tengkuk gadis tersebut.
Setelah berhasil memakaikan kalung, Eren mengecupi tengkuk Annie yang membuatnya sangat tertarik. Annie yang sedari tadi memejamkan mata hanya menahan lengguhannya menikmati kecupan Eren.
Kedua lengan Eren mulai merengkuh tubuh Annie dari belakang, ia mendaratkan kecupannya pada pundak gadis itu. Annie tidak dapat lagi menahan apa yang Eren lakukan padanya. Apa Eren lupa kalau mereka sedang berada ditempat umum?
"Ya-yamette, Eren. Aku tidak ingin orang-orang melihat ini" Annie melepaskan rangkulan Eren dan segera berbalik menatap pemuda itu.
"A-ah, sumimasen. Ano, apa kau menyukainya, Annie?" Tunjuk Eren malu-malu pada kalung yang sangat cocok di leher gadis itu. Annie mengikuti arah pandang Eren dan menemukan sebuah kalung perak yang sangat cantik di dadanya.
"Iya, aku menyukainya. Arigatou, Eren" Annie tersenyum bahagia. Baru kali ini ia diperlakukan selayaknya seorang perempuan.
"Ah, yokatta" Pemuda Jaeger itu tersenyum. Ia harus berterima kasih pada Armin yang sudah membantunya memilih kalung tersebut.
"Annie, aku menyukaimu. Sangat menyukaimu. Maukah kau menjadi kekasihku, Annie Leonhardt?" Eren menyatakan perasaannya. Gadis itu nampak terkejut namun sedetik kemudian ia menyunggingkan senyum dengan mata berkaca-kaca.
"Aku juga menyukaimu, Eren. Iya, aku mau menjadi kekasihmu, Eren Jaeger" Eren segera menarik tubuh Annie ke dalam pelukannya dan mencium bibir gadis tersebut. Terlihat Annie menyambut ciuman Eren dengan penuh hasrat.
Akhirnya setelah usaha pendekatan yang cukup panjang, Eren Jaeger berhasil menaklukkan sang Ice Princess menjadi kekasihnya.
"Ayo kita ke dalam, kita belum mengucapkan selamat dan memberi kado pada Krista" ternyata pemuda itu tidak lupa dengan tujuannya datang kesini. Saling bergandengan tangan, pasangan baru itu kembali memasuki aula rumah yang sudah penuh oleh tamu undangan yang mereka kenal.
Sementara itu Mikasa yang sedari tadi menyaksikan hal tersebut hanya bisa menahan rasa sakitnya. Hatinya hancur bahkan sebelum Eren mengetahui perasaannya. Dengan gontai gadis tersebut berjalan memasuki tempat pesta berlangsung.
.
.
Suara musik dan orang-orang berbincang memenuhi ruangan. Ia bisa melihat teman-temannya nampak bergembira disana.
Connie yang lomba makan dengan Sasha, Jean yang sibuk mendekati gadis-gadis, Ymir dan Reiner yang berdebat merebutkan sang tuan rumah (Krista) dan pasangan-pasangan yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Bahkan ia melihat beberapa dosen seperti Erwin, Hanji, Mike, Rico, Gustav dan lainnya datang ke pesta tersebut. Ia sedikit heran, apa Krista berasal dari keluarga sangat terpandang hingga bisa mengundang para dosen ke acaranya?
Gadis bersurai hitam itu berjalan menuju counter minuman untuk meredakan rasa nyeri pada dadanya. "Konbanwa nona. Ingin pesan apa?" sapa bartender dengan ramah.
"Vodka" ucap gadis itu asal. Sebenarnya gadis itu belum pernah sekalipun meminum minuman beralkohol tapi untuk malam ini sepertinya ia ingin mencobanya. Toh umurnya sudah 20 tahun.
"Hm, baiklah. Akan ku buatkan yang spesial untuk anda nona" bartender itu tersenyum -yang lebih terlihat seperti sebuah seringai- lalu menuangkan minuman pada gelas kemudian menyodorkan minuman tersebut pada Mikasa.
"Ha'i, dozo"
Mikasa segera mengambil gelas tersebut dan meminumnya. Rasa manis mengaliri tenggorokannya. Sebenarnya kepala gadis itu sedikit pusing setelah menenggak minuman tersebut, namun ia tidak menghiraukannya. Ia kembali memesannya pada bartender.
Tenggorokannya tergelitik untuk terus menikmati minuman tersebut, sudah lima gelas yang gadis itu minum. Ia tidak sadar kalau dirinya sudah mabuk. Tangannya kembali terjulur untuk kembali mengambil segelas minuman beralkohol tinggi itu, namun sebuah tangan menahannya.
"Apa yang kau lakukan, Ackerman?"
Suara familier itu terdengar sangat jelas ditelinganya. Mikasa yang sedari tadi menyandarkan kepalanya pada meja counter berusaha menoleh untuk melihat siapa yang sudah mengganggu kesenangannya.
"Ah, kau rupanya" gumam gadis itu seraya menyingkirkan tangan pria itu lalu kembali mengambil gelas berisi vodka tersebut. Dengan cepat pria itu merebut gelas dan menyimpannya jauh dari jangkauan Mikasa.
"Tcih. Tolong satu gelas la-"
"Tidak! Kau sudah mabuk, Ackerman! Ayo kita pergi" pria itu melingkarkan lengan Mikasa pada pundaknya.
.
.
.
TBC
.
.
Hallo semuanya. Haru kembali lagi setelah berbulan-bulan menjalankan tugas negara.
Mohon maaf banget buat yang udah lama nunggu kelanjutan fic-fic Haru yang sebelumnya. Yang lama aja belom kelar, eh malah bikin yang baru. Hehehehe. Mohon maaf banget ya. Untuk fic-fic sebelumnya terpaksa belum update akibat datanya hilang.
Alasan klasik sih, but that's true. Jadi Haru mesti muter otak lagi buat merangkai.
Kali ini Haru memberanikan diri membuat fic dari Om Hajime Isayama. Entah kenapa tiba-tiba muncul ide ini saat Haru berusaha membuat fic lanjutan dari yang sebelum-sebelumnya. Hehehe.
Jujur, gue sempat geli juga harus ngasih judul yang terkesan sinetron banget ini. Tapi mau bagaimana lagi? Haru juga bingung mau kasih judul apa yang cocok buat ini fanfic. :D :D
Semoga readers bisa menikmati fic Haru yang sangat jauh dari sempurna ini.
Seperti biasa bila readers berkenan silahkan tinggalkan reviewnya ya. Tapi tetap, Haru tidak menerima review pedas dan semacamnya. Kan sudah ada himbauan di awal. So, up to you guys. Hahaha.
See you next chap... hope you all enjoyed it.
