Title:Those Creepy Fangs – Prolog
Author:nanaspineapple
Pairing:Yewook, brotherhood!Minwook
Genre:Supernatural, drama
Rating:T
Disclaimer:Kesamaan nama tokoh memang disengaja
Summary:Didatangi dan dicintai makhluk bertaring pengisap darah bukan salah satu dari cita-cita seorang Kim Ryeowook, tapi itu karena dia tidak tahu takdir macam apa yang sudah disusun untuknya.


PROLOG

Gelap.

Ruangan itu besar dan gelap. Ukurannya sekitar 10x10 meter, tetapi tak ada apapun didalamnya, tak ada kecuali sebuah bola kristal besar dengan empat besi penyangga di sekitarnya. Bola kristal itu terletak tepat di tengah ruangan itu, dan menjadi satu-satunya sumber cahaya putus asa di ruangan itu, karena hanya ada satu pintu untuk masuk ke sana, juga tak ada jendela maupun ventilasi. Cahaya yang dikeluarkan bola itu remang-remang, seperti lampu yang mau habis masa pakainya. Cahaya itu terlihat akan mati kapan saja, hanya saja tetap ngotot untuk bercahaya. Biarpun begitu, hanya bola itulah yang memberikan cahaya pada ruangan yang entah sudah berapa bulan—bahkan tahun tidak dibuka itu.

Mungkin petugas yang seharusnya memberikan seluruh perhatian mereka pada ruangan itu dan bola kristal di dalamnya sudah tidak peduli lagi. Entah masih adakah di antaranya mereka yang ingat kapan terakhir kali mereka berusaha membuka pintu ruangan itu. Tak pernah ada tanda-tanda pergerakan di ruangan itu, sama seperti yang sudah-sudah. Tetapi keberadaan ruangan itu tetap dipertahankan, seperti yang sudah dilakukan selama berabad-abad lamanya.

Karena tak ada yang tahu apa yang akan terjadi berikutnya…

oooooooooooooo

Malam itu adalah malam yang sama dengan malam-malam sebelumnya. Gelap, tanpa matahari. Langit malam yang selalu gelap juga tetap sama, diisi rembulan yang selalu terlihat besar, tak peduli seberapapun bagian yang terlihat di langit. Bintang-bintang bertaburan di sekitarnya, tak pernah pergi.

Hanya saja, malam itu, ruangan yang seharusnya hampa seperti biasa itu mulai bergetar. Lantai dan dindingnya tak bisa diam, dan penyebabnya tentu hanya ada satu: bola kristal yang ada di sana.

Bola kristal yang biasanya hanya mampu bersinar sedikit seolah akan mati itu kini mulai mengeluarkan cahayanya. Ruangan itu mulai berwarna merah, sebagaimana cahaya yang dihasilkan bola kristal itu. Cahaya kemerahan itu semakin lama semakin terang, dan pancarannya merata ke berbagai arah di ruangan itu.

Cahaya yang muncul terlalu tiba-tiba itu langsung menghidupkan sensor pendeteksi cahaya yang dipasang di ruangan itu, dan membunyikan alarm peringatan di ruang pengawas. Petugas yang sedang berjaga saat itu langsung menginformasikan petugas lainnya untuk memeriksa ruangan itu bersama-sama.

"Bola kristal itu menyala lagi?!"

"Sudah lama sekali… tiga, atau malah empat tahun?"

"Siapa Pangeran yang akan kebagian undian kali ini?"

Para petugas sibuk berkasak-kusuk di depan ruangan itu selagi menunggu pintu dibuka. Pintu itu dikunci dengan pola sihir tertentu yang hanya bisa dibuka oleh satu dari kurang lebih 1500 petugas di sana. Dan karena sudah lama tak membukanya, petugas itu sedikit kesulitan dan jadi memakan waktu yang lebih lama.

Begitu pintu terbuka dan para petugas masuk dengan rapi, mereka terkejut saat melihat cahaya yang berpijar di depan mata mereka. Mereka begitu terkejut sampai-sampai tak ada yang mengucapkan sepatah katapun selama beberapa saat.

"Merah…" begitu kata itu lolos dari bibir salah satu petugas, yang lain seolah tertampar ke alam nyata dan kesadaran mereka kembali.

"Merah… bola kristalnya merah…"

"K-kalau begitu, hanya ada satu yang sudah pasti…"

"Y-yang itu, 'kan…?"

Selama para petugas kebingungan sedang saling melempar pandangan kaget, di bagian lain dari gedung itu, yang sebenarnya lebih terlihat seperti gedung yang berbeda dari tempat para petugas itu, sedang diadakan pertemuan besar-besaran. Di hall yang mewah itu, para pria tampan sedang berkumpul, mengobrol, bercanda, makan dan minum. Hanya sebuah pertemuan santai yang sesekali diadakan khusus untuk mereka.

"Hei, lihat itu. Itu 'kan Yang Mulia…"

"Ou, telat seperti biasa, ya."

"Kurasa kalau Sesepuh tidak menyuruhnya datang, ia akan tetap di kamarnya."

Berbagai komentar terus mengalir deras seperti bendungan bocor begitu seorang pria berkepala merah memasuki hall tersebut. Pria itu tidak menanggapi. Matanya yang juga merah terlihat redup seperti biasa. Ia terus saja berjalan menyusuri hall itu, melewati lautan vampir dan dihujani berbagai macam tatapan. Ada yang segan dan langsung diam, ada yang sebal dan langsung mencemooh, ada yang menghormati dan langsung membungkuk, ada yang biasa saja dan menyapanya ramah. Pria berkepala merah itu terus berjalan, sampai ke meja yang menyediakan buah-buahan. Ia mengambil piring dan menyendok beberapa potong semangka dan menuangnya ke piringnya, lalu mengambil garpu dan memakan semangka itu dengan gerakan yang anggun.

"Selamat malam, Yang Mulia!" salam seorang vampir di sebelah pria itu, senyumnya begitu lebar sampai-sampai taringnya yang entah kenapa muncul kelihatan.

"Malam…" balas Pria Kepala Merah itu, lalu melahap semangkanya lagi.

"Hahaha, cuek seperti biasa, ya? Tak apa-apa, sih. Toh buat kami, itu bukan hal yang asing lagi. Vampir yang derajatnya tinggi seperti Anda memang harus punya harga diri seperti itu. Jual mahal kadang-kadang tidak buruk, kok. Iya 'kan? Yang Mulia Kim Jongwoon?" lanjut pria itu, lalu meminum wine dari gelasnya.

Jongwoon, Si Vampir Kepala Merah ini, masih dengan garpu dijepit di antara kedua bibirnya, menatap vampir itu sambil mengernyit. Tetapi sekejap kemudian ia langsung tidak peduli dan melanjutkan makan semangka.

oooooooooooooo

"Buka pintu kamarnya!"

"Tapi bagaimana kalau ia marah karena diganggu?"

"Bisa-bisa dia menghajar kita semua!"

"Dia bukan vampir seperti itu, jelaskan saja pelan-pelan apa maksud kedatangan kita, dia pasti mengerti!"

Petugas yang ada tepat di depan pintu lalu melayangkan telapak tangannya beberapa cm dari depan pintu. Pola yang mengunci pintu itu memudar perlahan, membuat pintunya berderit terbuka. Petugas itu menelan ludah dan mengatur napasnya sendiri sembari mendorong pintu agar terbuka lebih lebar.

"Yang Mulia Kim Jongwoon?" panggilnya gugup. Tetapi mata khawatirnya berubah menjadi pandangan kebingungan saat mendapati kamar itu kosong sama sekali. "Tidak ada siapapun di sini," lapornya sambil menengok ke belakang. "Apa para Pangeran sedang ada pertemuan?"

"Oh, iya! Mereka sedang di hall!" seru salah satu petugas, membuat yang lain mengiyakan.

"Kalau begitu, segera susul ke hall!"

oooooooooooooo

KRAAAKK!

Suara garpu yang dipakai Jongwoon untuk makan semangka yang tiba-tiba patah itu mengagetkan beberapa vampir di sekitarnya. Mereka menatap Jongwoon dengan bingung. Untuk beberapa saat, Jongwoon terdiam dengan wajah agak kaget sambil memegang garpu patah di depan mulutnya.

"A-ada apa, Yang Mulia?" tanya salah satu vampir, penasaran.

Bukannya menjawab, Jongwoon malah menoleh-noleh, seperti sedang mencari sesuatu. Biarpun ia tidak pendek jika dibandingkan vampir-vampir lain di sana, saat itu ia berjinjit dan mengangkat kepalanya lebih tinggi. Ia mengernyit karena tak ada apa-apa. "Sepertinya dari tadi ada yang memanggilku…?" tanya Jongwoon pelan.

"Intuisi seorang Halfwing memang selalu tajam! Tak apa, Yang Mulia. Sebentar lagi juga datang," ujar vampir lain.

Jongwoon memang tidak mengangguk atau membalas dengan kalimat lain, tetapi dari sorot matanya, vampir itu tahu kalau Jongwoon setuju dengan pernyatannya barusan. Jongwoon meletakkan garpu patahnya di pinggir meja dan mengambil garpu lain untuk menghabiskan potongan semangka yang tersisa.

"YANG MULIA KIM JONGWOON!"

Seluruh vampir di hall langsung menengok ke arah sumber suara. Tiga orang petugas berdiri di lantai dua, yang paling depan memegang pembatas koridor, yang mana adalah orang yang barusan berteriak memanggil Jongwoon. Jongwoon sendiri hanya menatap mereka datar. Namun melihat mereka yang begitu serius, Jongwoon melahap potongan semangka terakhirnya, mengembalikan piring serta garpunya di meja dan berteleportasi ke lantai dua.

"Ada apa?" tanya Jongwoon begitu sampai di depan mereka, kerah kemejanya berkibas sedikit. Ketiga petugas itu langsung berlutut di atas satu lutut mereka. Petugas yang paling depan mengangkat kepalanya.

"Yang Mulia, baru saja—err, bibir Anda?" ucapnya tidak nyambung, membuat dua temannya di belakang ikut mendongak. Rupanya ada air semangka yang menetes dari salah satu ujung bibir Jongwoon. Dengan canggung ia mengelapnya dengan bagian bawah pergelangan tangannya, meninggalkan noda merah di tepian bawah sarung tangan putih yang ia pakai, tetapi ia tidak peduli.

"Lanjutkan," perintahnya.

"Baik. Yang Mulia, baru saja Kristal Suci menyala, dan kami kira kali ini adalah giliran Anda, Yang Mulia Kim Jongwoon."

Pemberitahuan itu membuat seisi hall berisik. Vampir-vampir saling pandang dan berkomentar.

"Wah, penungguan hampir sepuluh tahun tidak sia-sia. Kasihan juga, sih. Tidak punya teman seangkatan."

"Empat tahun kristal itu mati, dan saat menyala ternyata giliran Si Halfwing itu, ya?"

"Padahal ia satu-satunya Halfwing yang tersisa di kerajaan ini, 'kan?"

"Kelelawar Merah memang sudah lama punah di dunia manusia, sih. Mau bagaimana lagi…"

Jongwoon hanya diam di sana, tidak bergerak ataupun bicara apapun. Selama sepuluh tahun tinggal di kerajaan, sudah beberapa kali ia melihat vampir-vampir yang harus pergi meninggalkan kerajaan karena nyala kristal itu. Sekarang begitu ia yang mengalaminya sendiri, ia tidak tahu harus merespon bagaimana.

"La… lalu?" tanya Jongwoon bingung, tidak bisa menyembunyikan alisnya yang mengkerut.

"Kami akan mengantar Anda pada Sesepuh untuk konfirmasi. Nanti sisanya mereka yang akan mengurusnya untuk Anda," jawab Si Petugas. Jongwoon terdiam sebentar.

"Kita pergi sekarang."

"Baik, Yang Mulia."

Jongwoon berjalan dan ketiga petugas itu segera mengikutinya. Langkah vampir yang anggun tetapi cepat itu membuat para petugas itu harus sedikit berlari untuk menyamakan langkah dengan vampir di depan mereka. Jongwoon berjalan sambil menunduk, memikirkan hal-hal yang akan terjadi. Apa yang akan dikatakan Sesepuh padanya? Apa yang akan mereka lakukan? Apa yang akan vampir lain lakukan setelah ia pergi? Selama ini, apapun yang terjadi pada vampir-vampir yang pergi meninggalkan kerajaan tidak pernah diberitahu oleh Para Sesepuh. Kalau Kristal Suci yang menyala mengisyaratkan seorang vampir harus pergi, maka vampir itu akan pergi tanpa ada yang tahu jejak selanjutnya.

Seluruh vampir di Divisi Kerajaan dan memegang posisi Pangeran menginginkan giliran mereka untuk meninggalkan kerajaan cepat datang, karena menurut mereka kehidupan di sana membosankan. Ya, seluruhnya kecuali Jongwoon. Dibanding vampir lain, Jongwoon adalah satu-satunya yang sudah cukup lama berada di sana, hampir sepuluh tahun. Tetapi, ia menikmatinya dan tidak pernah berharap untuk pergi. Namun berapa kalipun ia berpikir seperti itu, takdir seorang vampir tidak bisa diubah, dan itu terjadi hari ini.

Jongwoon dengan ketiga petugas di belakangnya itu sampai di depan ruang Sesepuh. Pintu terbuka sendiri dan mereka masuk. Ruangan itu luas, sebenarnya. Tetapi bagian belakangnya sangat gelap jadi tidak terlihat tepi ruangannya. Para Sesepuh duduk di balik meja-meja mereka. Tiga Sesepuh utama duduk di meja di tengah, dan meja itu diapit dua meja lain di sisi kiri dan kanannya dalam posisi miring, berbentuk seperti trapesium tanpa alas. Beberapa meter di depan meja utama ada lambang Tetua Vampir pertama yang disorot langsung oleh cahaya yang keluar dari jendela bundar jauh di atas.

Begitu masuk, ketiga petugas yang mengawal Jongwoon langsung berdiri di sisi dinding, bergabung dengan penjaga ruangan yang berbaju zirah yang berdiri memanjang sepanjang dinding. Sementara Jongwoon berjalan sampai kedua kakinya menginjak lambang Tetua Vampir pertama yang bergambar siluet pria mancung dengan rambut klimis dari samping, rambut panjangnya dikuncir rapi di belakang dan bergelombang. Di belakang pria itu terdapat siluet sayap kelelawar yang tidak menyatu dengan punggungnya. Lambang itu bulat, dan di tepiannya terdapat pola sihir kuno yang sangat rumit, dan Jongwoon tidak pernah repot-repot berusaha membacanya, sesering apapun ia melihat lambang itu.

Jongwoon berhenti di atas lambang itu, lalu menjatuhkan diri di atas lutut kanannya.

"Yang Mulia Kim Jongwoon…" ucap Sesepuh utama yang duduk di tengah. Orang itu sudah tua—tentu saja. Rambut putihnya sudah tipis dan bentuk rahangnya aneh sampai-sampai Jongwoon saja malas melihatnya. Matanya kecil seperti garis, hidungnya seperti beo dan jarak antara alis dan matanya sangat jauh, sampai sulit dibedakan mana kelopak mata dan mana dahi. "Sepuluh tahun Anda tinggal di sini… jujur saja, sejak aku menjabat jadi Sesepuh 476 tahun yang lalu, belum pernah ada vampir lain yang harus menunggu selama itu. Bahkan dari Halfwing sekalipun, Anda yang paling lama. Anda satu-satunya di lima abad terakhir ini…"

"Sekarang, Yang Mulia…" lanjut Sesepuh yang lain, yang duduk di sisi kiri Sesepuh yang baru saja bicara. Yang ini terlihat seperti orang tua biasa. Gemuk, bagian atas kepalanya botak. Alisnya tebal dan tatapan matanya menyebalkan. "Waktu anda sudah tiba. Kami yakin Anda tidak tahu apa yang akan kami lakukan pada Anda."

Jongwoon masih menunduk dan ia menggeleng pelan. "Tidak, Tuan Sesepuh," aku Jongwoon.

"Sesungguhnya kami akan mengirim anda ke dunia manusia, seperti vampir-vampir yang sebelumnya."

Kali ini Jongwoon mengangkat kepalanya dengan kaget. Ia mengangkatnya begitu tiba-tiba, seolah seperti akan menyentak kepalanya sampai putus dari lehernya, dan itu membuat beberapa Sesepuh di depannya kaget. "Ke dunia manusia?!" tanyanya. "T-tapi…!"

"Itulah yang selalu kami lakukan pada vampir yang meninggalkan kerajaan. Tak terkecuali Anda. Waktu Anda sudah tiba, Yang Mulia. Seluruh vampir termasuk Anda seharusnya sudah tahu, 'kan? Vampir berasal dari manusia. Hal yang Anda tak tahu adalah vampir membutuhkan darah manusia untuk hidup. Tak selamanya Anda akan berada di sini, Yang Mulia. Semua vampir akan dikembalikan pada manusia."

Jongwoon menatap para Sesepuh itu dengan tidak percaya. Ia terlihat belum bisa mencerna penjelasan Sesepuh barusan. Semua vampir tahu itu dunia yang berbeda dengan mereka, dan butuh sihir khusus untuk melewati ruang dan waktu untuk pergi ke sana. Di seluruh dunia setan, yang menguasai sihir itu hanyalah para Sesepuh setiap ras, Para Tetua, dan penyihir yang mempelajarinya.

Selama mereka di kerajaan, mereka tidak diberitahu banyak soal dunia manusia, kecuali mengenai dunia itu dihuni banyak, yah, manusia. Karena tak tahu apa-apa itulah, dunia manusia bukanlah obrolan sehari-hari para vampir, dan pergi ke sana mungkin adalah sesuatu yang tidak masuk akal bagi mereka. Dan mungkin akan jadi hal terakhir yang akan mereka pikirkan.

"Karena Kristal Suci sudah menunjukkan bahwa Anda yang harus segera dikirim, kami harus segera mengirim Anda. Untuk persiapan sihir Menembus Ruang dan Waktu butuh waktu 3 jam, dan itu bisa kami lakukan kapan saja. Kalau Anda belum siap, kami akan memberi waktu seminggu untuk bersiap-siap… dengan syarat tidak boleh keluar kamar. Kapan Anda mau berangkat?"

Ruangan itu mendadak menjadi hening karena Jongwoon tidak langsung menjawab. Vampir berambut merah itu terdiam, matanya yang juga merah menatap tajam ke arah lantai. Ia berkedip beberapa kali sebelum menunduk lebih dalam. "Secepatnya," katanya akhirnya.

Sesepuh utama yang duduk di kiri berdiri. "Siapkan sihir untuk Menembus Ruang dan Waktu! Pengiriman akan segera dilakukan! Jangan ada cacat apapun dan lakukan secepatnya!"

Para penjaga berbaju zirah yang berdiri di tepi dinding langsung mengangkat tombaknya dan berlarian keluar. Tiga petugas yang tadi mengawal Jongwoon juga ikut keluar.

Jongwoon lalu perlahan-lahan berdiri, masih dengan kepala menunduk. Sesepuh utama yang duduk di tengah menatapnya dalam-dalam. "Yang Mulia Kim Jongwoon… persiapan sihirnya akan memakan waktu 3 jam… selama 3 jam itu kami akan menyuntik Anda dengan sihir baru agar Anda tidak kesulitan nanti di dunia manusia…" ucapnya. Kata-katanya begitu pelan dan lembut, membuat Jongwoon mendengarkannya dengan serius. "Apa ada kata-kata terakhir yang ingin Anda katakan sebelum meninggalkan kerajaan… Yang Mulia?"

Jongwoon mengangkat kepalanya, tatapan matanya menajam, warna matanya entah kenapa semakin jelas dan cerah. Ia mengangkat tangan kirinya sejajar dengan wajah, jari-jarinya lurus ke atas dan jempolnya menekuk di samping telapaknya. Tangan kanannya diletakkan di dada kirinya, jempolnya berada di tengah tulang selangkanya. Untuk sesaat, cincin yang ia pakai di telunjuk kirinya bersinar. Semua Sesepuh yang ada di sana kaget melihat pose itu. "Aku bersumpah atas nama Klan Halfwing dan semua vampir di dunia ini, aku tidak akan memegang janji yang tak bisa kugenggam dengan jari-jariku, menjilat ludah dari mulutku sendiri, dan mengatakan kebohongan dengan lidahku. Jika terjadi salah satu, dua atau ketiganya, maka tubuhku akan lebur menjadi abu yang terbakar di udara."

Sesaat, atmosfir di ruang Sesepuh terasa begitu berat. Tidak akan ada yang menyangka bahwa Jongwoon akan mengatakan sumpah seperti itu. Sumpah setiap vampir mengandung kutukan yang selalu menjadi nyata, entah kutukan itu ditujukan pada diri sendiri atau orang lain. Setiap vampir membawa kutukan itu, dan tidak banyak yang menggunakannya.

Jongwoon menurunkan kedua tangannya. "Aku akan menuju ruang persiapan," katanya sambil menunduk, lalu membalik badan dan keluar dari ruangan itu.

"Entah aku harus bilang dia sombong, kelewat percaya diri atau terlalu berani… tapi, mengutuk diri sendiri seperti itu…" ujar salah satu Sesepuh begitu Jongwoon pergi, sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya.

"Kim Jongwoon… ia menanggung beban sebagai penerus terakhir Klan Halfwing yang begitu disegani di seluruh Dunia Setan… tentu saja ia punya harga diri seperti itu juga," komentar Sesepuh utama yang duduk di tengah. Wajahnya menyiratkan kepuasan—atau mungkin kebanggaan.

oooooooooooooo

Seorang vampir terdiam dengan mata membelalak saat ia melewati kamar Jongwoon, bahkan sampai tidak sadar bahwa ia menahan napas. Nama Kim Jongwoon dan lambang Halfwing di bawahnya yang terukir rapi di daun pintu itu memudar perlahan-lahan sampai hilang sama sekali. Tak lama, muncul tulisan tipis yang berupa proyeksi sederhana yang bertuliskan 'kosong.' Vampir itu mengernyit melihat pintu itu, lalu mengatur napasnya sendiri. Ia menutup matanya, lalu membungkuk di depan pintu itu.

"Selamat jalan, Yang Mulia Kim Jongwoon."


A/n:Helo heloooo :D
Saya balik lagi dengan sebuah vamfic terbaruu, semoga kalian gak bosen yah, hehehe

Kali ini yang jelas beda dengan vamfic yang sebelumnya adalaaaaah, Vampire!Jongwoon~ yeaaay!

Di sini ceritanya gak ada yang sama dengan vamfic sebelumnya. Sama-sama di Korea, sih. Tapi alur, latar keseluruhan, dasar cerita, penokohannya akan saya buat berbeda. Mungkin tokohnya juga enggak sama dengan vamfic sebelumnya.
Dan, di sini mungkin ceritanya agak njelimet (?) dibandingkan vamfic yang sebelumnya karena mengenai vampirnya itu sendiri terlalu banyak detil yang saya buat -_- tapi bakal saya jelasin pelan-pelan kook, oke?

Oiya, selain itu, saya gak akan cuman pake nama-nama anak Suju doang. Mungkin pake nama-nama artis yang dinaungi SM kayak SHINee, TVXQ!, atau malah ex-SM kayak JYJ? Saya mungkin juga pake nama artis dari luar SM, hehehe :D

Ya intinya gitu, lah. Males jelasin banyak-banyak -_-

Makasih buat yang udah nyempetin baca, terutama yang nyempetin review :B