Fairy Tail © Hiro Mashima

Bisakah Kau Melihat dan Mendengar suaraku? © Minako-chan Namikaze

.

Summary : Gelap dan Sunyi. Itulah yang dirasakan Natsu Dragneel saat ini. Hidupnya berubah drastic semenjak sebuah tragedi merenggut penglihatan dan pendengarannya. /"Mungkin dia akan terus seperti ini selamanya."/"Jangan meminta maaf, Luce. Ini semua bukan kesalahanmu."/"Kalau begitu, jadikanlah aku sebagai mata sekaligus telingamu."/

Pair : Natsu. D & Lucy. H

Genre : Hurt/Confort & Romance

.

.

.

Lucy POV

Pagi ini, sekitar pukul 8 pagi aku sudah berada di Guild. Tepatnya diruang kesehatan. Aku duduk disamping tempat tidur seorang laki-laki berambut merah muda. Cuaca pada hari ini sangat bagus, tidak ada awan mendung dan matahari juga tidak terlalu panas. Aku berdiri dari dudukku dan berjalan kearah jendela. Kubuka jendela itu agar angin musim panas bisa masuk dan menyegarkan ruangan yang sedikit sumpek ini.

"Ng…." terdengar erangan dari kasur yang ditiduri laki-laki berambut pink tadi. Tampaknya dia terbangun karena merasakan ada angin yang tiba-tiba menerpanya..

"Luce…? Kaukah itu?" tanyanya sambil mengendus sesuatu. Aku mengangguk walaupun aku tahu dia tidak mungin melihatnya. Kuhampiri tempat tidurnya lalu kugenggam tangannya, tanda itu memang adalah aku.

"Oh, syukurlah. Aku kira siapa. Aku senang kau datang." Ucapnya sambil tyersenyum. Aku ikut tersenyum. Aku meraih telapak tangannya dan menuliskan sesuatu disana dengan jariku

'Apa kau apar?'

"Ya, kuarasa aku sedikit lapar." Jawabnya.

'Mau kubelikan bubur?'

"Boleh juga."

'Tunggu sebentar, ya'

Dia mengangguk, lalu aku aku beranjak kleuar dari ruang kesehatan dan memesan bubur kepada Mira.

"Bagaimana keadaan Natsu sekarang?" Tanya Mira sambil menyerahkan semangkuk bubur ayam kepadaku.

"Ada sedikit kemajuan. Sekarang dia sudah bisa menggerakkan anggota badannya, meskipun belum bisa berdiri." Jawabku.

Mira menghela napas,

"Kuharap dia bisa kembali ceria seperti dulu, walaupun dia kehilangan pendengaran dan penglihatannya." Ucap Mira dengan sedih. Aku mengangguk. Aku juga sangat berharap begitu. Namun aku sendiri juga tidak yakin apakah Natsu mampu tersenyum seperti dulu lagi setelah apa yang telah menimpanya sekarang.

"Kalau begitu, aku keatas dulu ya, Mira." Kataku sambil membawa nampan yang sudah berisi bubur dan obat untuk Natsu. Mira mengangguk sambil menatap kepergianku.

XXX

Aku membuka ruang kesehatan dan mendapati Natsu sedang duduk diatas tempat tidur. Matanya menatap lurus kedepan dengan pandangan kosong. Sudah tidak ada lagi sinar keceriaan yang terpancar dari mata itu, walaupun hanya setitik saja. Melihatnya begini, aku merasa dadaku tercabik-cabik dan mataku selalu ingin mengeluarkan butiran airnya. Semua gara-gara aku….

Menyadari kehadiran seseorang, Natsu tiba-tiba mengendus. Mencari tahu siapa orang yang masuk kesini dari aromanya.

"Luce…?" tanyanya. Aku berjalan kearahnya lalu menaruh nampan yang berisi bubur dan obatnya itu diatas meja.

Aku menarik kursi tepat disamping Natsu. Kugenggam tangannya dengan erat, meyakinkan kalau aku sudah disini, disampingnya. Dia tersenyum senang. Lalu aku menyuapinya dalam diam. Mataku terasa ingin mengeluarkan air mata lagi melihat dia salah arah untuk memasukan sendok ke mulutnya. Kenapa takdir begitu kejam kepada Natsu. Seharusna aku yang berada di posisi Natsu sekarang. Menggantikan dia yang kini hidup didalam kegelapan dan kesunyian seperti ini. Sekarang, Natsu tidak bisa melihatku ataupun mendengar suaraku. Hal yang bisa kulakukan untuk berkomunikasi dengannya hanya dengan menuliskan huruf demi huruf di telapak tangannya.

Setelah selesai menyuapai Natsu, aku meminumkan obat yang diberikan Porlyusica-san kepada Natsu. Setelah itu membaringkannya ditempat tidur. Kutulis lagi di telapak tangannya.

'Tidurlah.'

Dia mengangguk dan memejamkan matanya. Tidak lama terdengar dengkuran halus dari mulutnya.

Kutatap wajah tidurnya dalam-dalam. Wajahnya sudah tidak sepucat seminggu yang lalu. Luka-luka disekujur tubuhnya pun mulai membaik berkat bantuan sihir penyembuhan Wendy dan obat-obat dari Porlyusica-san. Kuelus rambut pinknya dengan pelan agar tidak membangunkannya. Sudah satu minggu dia seperti ini, dan selama itu juga aku terus berada disampingnya. Aku mengingat tragedy seminggu yang lalu. Sebuah tragedy yang telah merenggut penglihatan sekaliguspendengaran Natsu.

Waktu itu kami berdua, Happy, Erza dan juga Gray sedang menjalankan misi kelas S.. dan ditengah-tengah misi itu kami bertemu seorang penyihir bernama Argon. Dia tidak terlalu kuat, namun mempunyai banyak mntra sihir yang sangat berbahaya. Berkat mantra sihirnya, dia berhasil menghambatku, Erza dan juga Gray. Dia melawan Natsu satu lawan satu. Natsu berhasil mengalahkan penyihir itu, dan dengan itu sihir yang sedari tadi mengurung kami lenyap. Aku pun berlari menghampiri natsu. Natsu berbalik badan menghadapku sambil menunjukan cengirannya. Aku ikut tersenyum melihatnya. Namun tidak disangka-sangka, penyihir yang kami kira sudah kalah sedari tadi tiba-tiba bangkit dengan cahaya putih menyelimuti seluruh tubuhnya. Kulihat mulutnya komat-kamit membacakan mantra. Dan dengan tiba-tiba sebuah cahaya meluncur kearahku yang kuyakini datang dari tangan kanan penyihir itu. Aku kaget bukan main karena Natsu tiba-tiba sudah berdiri didepanku dengan tubuh yang diselimuti api. Cahaya itu menghantam tubuh Natsu dan aku yang berada dibelakangnya. Cahaya itu terasa menghisap energi shihirku. Kulihat Natsu mati-matian menahan cahaya itu dengan api yang menyelimuti tubuhnya. Namun rupanya cahaya itu juga menyerap sihir Natsu sehingga perlahan-lahan api Natsu menghilang. Cahaya itupun menghantam kami berdua dengan sangat keras. Terdengar guncangan sangat dahsyat ketika kami terhempas ketanah. Aku mencoba berdiri, namun rasanya tulang-tulangku terasa remuk sehingga aku kembali terjatuh. Kulihat Erza dan juga Gray mengepung penyihir itu dari arah depan dan belakang. Karena merasa terdesak, penyihir itu membaca mantra dan meledakkan dirinya sendiri. Apa dia mati?

Kuedarkan pandanganku mencari sosok Natsu. Kulihat dia tergeletak pingsan dengan banyak luka lebam disekujur tubuhnya. Lalu setelah itu semuanya menjadi gelap.

Saat aku membuka mataku, aku sudah berada di Guild. Kulihat semua orang memandangku dengan pandangan khawatir. Aku mengatakan kalau aku baik-baik saja walaupun badanku terasa sangat sakit. Lalu tiba-tiba aku teringat dengan Ntasu. Jika badanku saja sudah sesakit ini, bagaimana dengan Natsu yang menerima langsung serangan dari penyihir tadi? Kulihat disebelah tempat tidurku, Natsu terbaring dengan banyak perban yang membalut sekujur tubuhnya. Tidak lama setelah itu, Natsu pun sadar. Tapi ada yang aneh,

"Kenapa ini? Kenapa semuanya gelap? Aku tidak bisa melihat apapun!"

Semua anggota Guild terkejut tak terkecuali aku. Gray dan Elfman menanyakan pertanyaan ke Natsu, namun seperti tidak mendengarnya Natsu malah mengenduskan hidungnya.

"Aku bisa mencium bau anggota Guild, tapi kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa?! Aku bahkan tidak bisa mendengar suaraku sendiri! Apa yang sebenarnya trejadi denganku!" Natsu begitu histeris. Kami semua terkejut setengah mati. Porlyusica-san memeriksa Natsu dan menyimpulkan kalau Natsu kehilangan indra penglihatan dan pendengarannya. Dan rupanya sihir yang ditembakan oleh penyihir tadi adalah sihir kuno yang jika ditembakan akan menghancurkan ke-lima indra orang yang menerima sihir itu. Namun karena Natsu adalah seorang Dragon Slayer, dia hanya kehilangan dua indranya saja.

"Mungkin dia akan terus seperti ini selaanya." Ucap Porlyusica-san dengan sedih.

Aku merasa nyawaku sudah tercabut dari tubuhku sehinggaaku hanya bisa diam mendengarkan penjelasan Porlyusica-san. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dadaku terasasesak dan butiran airmata tidak henti-hentinya keluar dari pelupuk mataku.

"Tidak… Natsu…."

Natsu sangat terpukul dan menolak menemui siapapun selama tiga hari. Dia hanya memperbolehkan Happy masuk keruang kesehatan, dan itupun hanya untuk mengantarkan makanannya.

Para anggota Guild menjadi sangat khawatir, begitupun denganku. Aku yang sudah tidak tahan dengan semua itu, nekat masuk keruangannya dan memeluknya dengan erat. Dia diam saja dan menggumamkan namaku. Dia butuh pelukan. Dia butuh pelampiasan. Dan dia butuh seseorang disampingnya untuk menenangkannya.

"Maaf!" kataku. Walalupun aku tahu dia tidak akan bisa mendengarnya. Kuucapkan kata itu berkali-kali ditelinganya sambil menangis tersedu-sedu.

Mengetahui kalau aku menangis, Natsu membalas pelukanku. Dia juga menangis. Dia menangis dipundakku. Kueratkan pelukanku dan kuelus kepalanya dengan pelan. Natsu melampiaskan kesedihan dan keputusasaannya kepadaku. Memelukku dengan sangat erat. Akupun hanya ikut menangis melihatnya seperti ini. Apakah aku tidak akan bisa melihat Natsu yang selalu tersenyum seperti dulu lagi?

Selalu pertanyaan itu yang terngiang di kepalaku semenjak Natsu berubah menjadi seperti ini.

Setelah cukuplama menangis, aku meraih tangan Natsu dan meuliskan sesuatu disana.

'Maaf. Ini semua salahku.'

Dia tidak bereaksi. Namun tidak setelah itu dia menggeleng, dan berkata.

"Jangan meminta maaf, Luce. Ini semua bukan kesalahanmu." Katanya sambil tertunduk.

Aku merasa dadaku kembali remuk mendengar kata-katanya. Kutuliskan lagi di telapak tangannya,

'Tidak! Ini semua gara-gara aku. Seharusnya aku yang berada di posisimu sekarang'

Dia kelihatan marah.

"Sudah kubilang ini semua bukan kesalahanmu! Aku sendiri yang maju kedepan dan menerima sihir itu. Semua karena kecerobohanku. Namun kalau aku tidak melakukan itu, pasti kaulah yang akan terkena serangan itu. Lebih baik aku terus seperti ini dari pada membiarkan temanku yang paling berharga terluka!" bentaknya padaku. Aku sedikit terkejut. Aku menundukan kepalaku dalam-dalam dan menangis dalam diam. Lalu kutuliskan sebuah kata di telapak tangannya.

'Kalau begitu, jadikanlah aku sebagai mata sekaligus telingamu.'

Dia terdiam cukup lama, lalu kemudian tersenyum lembut.

"Baiklah, asal kau tidak menyalahkan dirimu lagi."

Kutulis di telapak tangannya,

'Baiklah.'

"Dan juga satu lagi."

'Ya?'

"…Tersenyumlah." Katanya sambil menunjukan cengirannya.

Mataku terbelalak, lalu kemudian aku tersenyum lembut. Walaupun dia tidak bisa melihatku tersenyum, aku tahu kalau dia bisa merasakannya.

"Natsu… Mulai sekarang aku akan terus berada disampingmu." Ucapku sambil mengenggam tangannya.

Bersambung….

Next Chapter :

"Natsu, aku membawakanmu buku cerita dengan huruf brayle."

"Mulai sekarang, kau akan tinggal di penginapanku."

"Luce… Aku mau mandi."

"A-apa?!"

"Aku akan tidur di sofa, kau tidur saja ditempat tidurku."

"Aku tidak mau tidur, sebelum kau membaringkan tubuhmu ketempat tidurmu dan kita tidur sama-sama."

.

Penasaran dengan kelanjutannya? Review dan tunggu chapter selanjutnya.

Author menerima saran dan juga masukan dari para pembaca untuk menambah dan membuat cerita ini jauh leih menarik.

Jadi yang punya saran atau masukan untuk momen Natsu dan Lucy, bisa kalian sampaikan ke author melalui review ^^

Itu sangat membantu author untuk mengembangkan cerita ini dengan berbagai masukan dari para pembaca sekalian. Dan satu lagi, sebenarnya ini fanfic Fairy Tail pertama author, jadi harap maklum kalau banyak typo dan karakternya yang OOC.

Kalau begitu sampai jumpa di Next Chpater, Minna-san!

Salam manis,

Minako-chan Namikaze