My Charming Son's Teacher

Untuk pertama kalinya.

Untuk pertama kalinya.

Untuk pertama kalinya.

Untuk—okay, cukup. Jangan diulang. Tapi untuk pertama kalinya, Sehun bersungguh-sungguh mencintai Kyungsoo. Kini ia bertekad untuk mulai memperlihatkan afeksinya pada Kyungsoo secara terang-terangan. Mungkin dengan memeluk Kyungsoo erat apabila mereka dipertemukan, lebih sering membelai lembut rambutnya, atau memuji setiap hal baik yang dikerjakannya, atau apa pun.

Apa pun demi dapat menarik perhatian seorang guru tampan yang mengajar Kyungsoo di taman kanak-kanak ini.

Seluruh makhluk hidup di dunia ini harus tahu bagaimana tampannya cara sang guru berbicara, cara ia berjalan, berinteraksi dengan anak-anak, tersenyum, bahkan menghela napas sekalipun—ugh, too damn hot.

Terkadang Sehun harus menahan dirinya untuk tidak berteriak kencang dan mencurahkan rasa kekagumannya pada pria yang telah mempesonakannya itu, Kim Jongin. Ya, namanya Kim Jongin; seorang insan yang Sehun ragukan merupakan manusia karena Jongin terlalu tampan untuk disebut sebagai homo sapiens.

Imajinasi Sehun mungkin terlalu tinggi, atau ia memang sudah gila karena selalu melihat bagaimana kumpulan sinar cerah matahari akan memancarkan kilau indahnya ke wajah Jongin yang memang sudah mendeskripsikan kata 'indah'.

Don't judge a book by its cover!

Tapi mau bagaimana lagi, kepribadian Jongin pun dapat membuat siapa saja yang ada di dekatnya—takluk dan meleleh. Sama seperti hati Sehun yang secara perlahan mencair setiap kali mendengar Jongin berbicara kepadanya dengan nada sopan meski hubungan mereka kini sudah cukup erat untuk disebut sebagai teman dekat.

Topik pembicaraan—yang membuat pertemuan singkat mereka bertambah durasi—biasanya mengenai bagaimana perilaku Kyungsoo pada teman-temannya, pernahkah putra berumur empat tahunnya itu melakukan kesalahan, atau ya—kalau benar-benar kehabisan hal menarik untuk dibicarakan, biasanya Jongin dan Sehun hanya akan saling bertukar senyum. Tipikal pertemuan antara sepasang remaja lugu yang akan kaudapati di masa sekolah menengah. Meskipun Sehun sudah tidak remaja dan lugu lagi … tapi seperti itu kira-kira penggambarannya.

"Sehun, kau mendengarkanku?" mungkin ini salah contohnya. Sebuah kalimat sederhana yang Jongin ucapkan saja dapat membuat jantung Sehun berdebar lebih cepat dari biasanya—membuat ia merasa lemas, serasa akan mencair.

"Ah, mommy! Sebentar lagi hujan." Ucap Kyungsoo—putra satu-satunya yang kini sedang merengek meminta untuk Sehun segera mengakhiri percakapannya dengan Jongin sehingga Kyungsoo dapat lebih cepat merasakan kenyamanan rumah dan bermain bersama Pudding juga Jojo. Well, nama yang cukup aneh untuk boneka panda dan beruang, ini mungkin ada kaitannya dengan daya khayal Sehun yang mulai menurun pada sang putra.

Setetes anugerah dari langit—berupa air yang disebut hujan—terasa menyentuh keningnya. Sehun tidak akan menyebutkan secara jelas bahwa hujan adalah anugerah jika Jongin tidak berkata, "Mungkin kalian ingin menumpang mobilku? Aku bisa mengantarkan kalian sampai ke rumah, lagipula sepertinya hujannya akan bertambah besar."

Ucapan itu doa, balas Sehun dalam hati. Ia tanpa sadar menyuarakan, "Amen." disusul dengan gemuruh petir menyambar langit, serta jutaan bulir air yang mulai turun ke bumi.

.

.

.

Mereka duduk pada tempat yang seharusnya, dalam artian; Jongin mengambil alih kemudi, Sehun di sampingnya, dan Kyungsoo boleh memiliki dua bangku di belakang hanya untuk dirinya sendiri. Kekuasaan tersebut membuat Kyungsoo bersorak gembira sambil melompat-lompat di tempat dengan riangnya, membuat Jongin tertawa melihat kelucuannya (sekaligus membuat Sehun harus mengatur dirinya agar tidak terjatuh pingsan melihat bagaimana tampannya cara Jongin tertawa).

Dan ada satu informasi lainnya yang harus Sehun ingat baik-baik mengenai sang pujaan hati; Jongin menyukai musik klasik. Bahkan aroma di dalam mobilnya pun tercium sedap seperti klasik, entahlah, yang jelas aromanya bukan floral atau buah-buahan. Hal ini membuat Sehun baru menyadari bahwa aroma klasik tersebut sepertinya sama dengan aroma khas yang melekat di tubuh Jongin.

"Ada apa? Udaranya tidak segar?" tanya Jongin tiba-tiba sambil membukakan kaca jendela di samping Sehun tak terlalu lebar setelah mendapati Sehun sedang mengendus-endus udara di sekitarnya.

"A-ah, itu hm …," Sehun memaki dirinya sendiri dalam hati, Kyungsoo tertawa geli melihat orangtuanya itu salah tingkah. "ada bau."

"Oh, maaf. Apa itu berasal dariku?"

Shit. Kerja bagus, Sehun. Kau membuat Jongin merasa tidak nyaman. "Tidak, tentu saja tidak!" balas Sehun cepat, "i-itu mungkin karena … karena … aku akhir-akhir ini sering berkeringat juga malas mandi—e-eh m-maksudku aku memang sering berkeringat dan mandi, tapi tak terlalu sering juga, t-tapi tapi tubuhku tidak seburuk itu—" shit shit shit, "ya Tuhan, maksudku bukannya aku mempromosikan tubuhku padamu," Jongin mengernyitkan alisnya. Combo shits. "maksudkumaksudku—"

"Mr. Kim, berhenti di sini!"

Sehun tidak tahu harus bagaimana untuk berterimakasih pada Kyungsoo saat itu juga.

"Kalian tinggal di sini?" Jongin bertanya seraya menginjak pedal rem perlahan. Ia memberhentikan kendaraannya di dekat sebuah rumah sederhana yang warna catnya mulai terlihat pudar, lalu menelusuri pandangannya ke sekitar, mendapati hujan sudah reda.

"Ya, begitulah. Kami tidak terlalu membutuhkan rumah mewah." Kata Sehun yang memaksakan sebuah senyum di akhir kalimat. Ia merasa malu pada Jongin karena telah menunjukkan bagaimana kondisi ekonominya yang serba kekurangan. "Mau mampir?"

"Tidak, terimakasih." Katanya menolak halus, ia kemudian membalas senyum Sehun, dan Sehun bersumpah ini bukan hanya khayalannya semata tapi senyuman itu sungguh terlihat tulus. "Senang bisa mengenalmu, Sehun. Kau orang yang baik."

'Kau orang yang baik.'

Tuhan, cubit aku! Katakan bahwa ini semua bukanlah mimpi. Katakan bahwa Jongin tidak berpikir aku ini memalukan, katakan—"Ah!" sebuah cubitan kecil menyakiti kulit lengannya, ia pun kembali tersadar dari pikiran. Sehun menolehkan kepala pada si pelaku. Ia mendapati Kyungsoo dengan pipi gempalnya yang terlihat memerah, mata sayunya berair, yang menandakan bahwa putranya itu merasa mengantuk.

"Mommy, pulaaang!"

"Okay, okay, baby Soo." Kata Sehun pasrah dan dengan terpaksa keluar dari mobil Jongin.

Sehun menghela napasnya berat ketika melihat Kyungsoo sepertinya tiba-tiba saja tidak ingin keluar dari mobil apabila tidak digendong.

"Soo, kau tidak ingin cepat-cepat tidur? Ada Pudding dan Jojo yang sedang menunggumu." Sehun yang berdiri di ambang pintu kendaraan tersebut—berusaha membujuk Kyungsoo untuk segera meninggalkan mobil Jongin. Dengan sabar ia menunggu. "Kaubilang tadi ingin pulang, 'kan?"

Merasa kesal, Kyungsoo mengerucutkan bibir mungilnya kemudian membuka kedua tangannya lebih lebar, tetap meminta untuk digendong.

"Honey, kau tahu 'kan kau itu sudah besar, jadi …"

Karena tahu bahwa keinginannya tidak akan terkabul, Kyungsoo mulai kembali merengek manja. Kali ini sambil memukuli kedua tangan Sehun yang mencoba membawanya keluar dari mobil. "Bad mommy, bad mommy!" Bahkan pada kondisi di mana ia sangat menyebalkan seperti ini, ia tetap terlihat menggemaskan di mata Sehun.

"Maaf, Kyungsoo … maaf …," tangan Kyungsoo memukul wajahnya tak sengaja, "mommy akan menggendongmu, okay? kita pulang." Ucap Sehun di sela-sela usaha kerasnya untuk mengendalikan tangan Kyungsoo yang meronta meminta dilepaskan. Ini berasal dari masalah yang sepele, tapi entah mengapa Kyungsoo hari ini menjadi sangat manja, ia biasanya tidak seperti itu. Sehun bahkan telah bersedia untuk menggendong Kyungsoo, lalu apa lagi yang diinginkan?

"Kita pulang, kau tidak ingin merepotkan Mr. Kim, hm?"

Kondisi memburuk. Kyungsoo malah menangis di dalam mobil Jongin, membuat si pemilik mobil mau tak mau turun tangan untuk membantu Sehun yang sepertinya mulai kewalahan menghadapi Kyungsoo. Ia mematikan mesin kendaraannya lalu ikut keluar dari mobil dan mendekati Kyungsoo.

"Hey, Kyungsoo," Kyungsoo menoleh ke arah sumber suara, "bagaimana kalau kita berjalan-jalan di komplek ini sebentar? Nanti akan kubelikan apa pun yang kausuka." Jongin berusaha membuat sebuah kegiatan mengelilingi komplek perumahan terdengar menarik bagi Kyungsoo dengan iming-iming akan membelikan sesuatu. Jongin cukup berpengalaman dalam hal ini, dan biasanya sogokan akan selalu berhasil pada anak-anak.

Usaha itu pun memperlihatkan hasil.

Tangisannya mulai mereda, Kyungsoo menatap Jongin agak ragu, namun ketika melihat senyum yang diberikan pria itu kepadanya, ia pun jadi yakin bahwa ini bukan hanya sebuah bualan untuk membujuknya agar cepat masuk ke dalam rumah. Ia membuka kedua tangannya lebar, meminta untuk digendong oleh Jongin. "I-ice cr-cream boleh?" tanya Kyungsoo malu-malu di sela sesenggukannya, ia menggosok kedua mata sembabnya yang terasa gatal.

"Jongin, tidak perlu! Kyungsoo akan merepotkanmu." Sela Sehun cepat melihat bagaimana Kyungsoo tidak menolak ketika Jongin membawanya untuk dirangkul dengan nyaman, anak kecil itu menyandarkan kepalanya di dada pria tersebut.

"Tidak apa-apa, aku juga ingin melihat-lihat lingkungan di sekitar sini." Jongin meyakinkan, ia mengayun-ayun tubuhnya pelan untuk meninabobokan Kyungsoo.

"Tapi Kyungsoo itu manja … kau akan merasa kerepotan, lagipula sepertinya ia sedang senang bertingkah atau membuat keributan. Kau juga 'kan harus beristirahat—"

"Aku sudah terbiasa. Anak-anak memang merepotkan, tapi mereka juga terlalu polos untuk disebut seperti itu." Tuturnya cukup panjang, ia lalu mengalihkan pandangan pada anak kecil yang sedang direngkuhnya. "Kyungsoo itu anak yang baik, ia tidak biasanya seperti ini, bukan? Mungkin aku juga akan mencaritahu apa sebabnya."

"Kau terlalu direpotkan olehku."

Jongin tersenyum simpul, semburat merah di pipinya terlihat samar. "Sejujurnya … aku senang menghabiskan waktu bersama kalian."

Ya Tuhan, jika ini adalah sebuah mimpi, kumohon jangan bangunkan aku.

"O-oh, begitu ya." Untungnya Sehun dapat menjawab dengan wajah yang tenang. Ia berusaha untuk tetap fokus pada percakapan yang sedang dilakukannya juga supaya tidak terlalu terpana pada sosok Jongin yang kini terlihat sungguh cocok sebagai ayah Kyungsoo—eh, ya Tuhan, maksudnya, seorang ayah.

"Oh, ya, Jongin. Bukannya aku tidak ingin menggendong Kyungsoo. Hanya saja tulang punggungku masih belum pulih dan—"

"Aku tahu." Sanggahnya yang diikuti sebuah senyum. Ia melirik arloji di pergelangan tangannya untuk mengkalkulasi waktu. "Nanti akan kuantar lagi Kyungsoo kemari. Mungkin, hm, pukul empat? Tidak apa, kan?" alisnya naik sedikit, hal kecil yang Sehun sadari akan Jongin lakukan apabila ia sedang bertanya.

Bisakah kau berhenti tampan sedetik saja?!

"Ya, kau boleh menculiknya ke mana pun kausuka."

Jongin tersenyum mendengar Sehun bergurau, kemudian meraih tangan kecil Kyungsoo dan menggerakannya untuk dilambaikan pada Sehun. "Bye-bye, mommy!" kata Jongin memberi contoh pada Kyungsoo. Ia mulai berjalan untuk menjauh.

"Bye, mommy." Bisik Kyungsoo yang menenggelamkan sebagian wajahnya ke dada Jongin. Ia masih merasa malu pada Sehun atas kejadian sebelumnya.

Sehun juga ikut melambaikan tangannya pada Kyungsoo dan Jongin, ia ternyata sudah mulai ahli dalam mengatur kebahagiaannya agar tidak meluap begitu saja di hadapan orang-orang yang membuatnya merasa selalu bahagia dan bersyukur atas kesempatan keduanya untuk hidup di dunia ini setelah selamat dari kecelakaan maut yang merenggut nyawa kekasihnya tiga tahun yang lalu. Untungnya Kyungsoo sedang tidak bersama mereka. Kecelakaan tersebut sebenarnya yang menyebabkan tulang punggung Sehun patah. Tidak lebih dari enam bulan setelah kecelakaan itu terjadi, ia dinyatakan sembuh, tapi sekitar empat bulan yang lalu sebuah kecelakaan mobil lainnya menimpa Sehun. Hal tersebut membuatnya kembali dilarikan ke rumah sakit, ia pun jadi trauma mengemudikan mobil.

Semuanya memang cukup sulit untuk dihadapi. Tapi Sehun bukan tipe orang yang mudah menyerah pada hidupnya. Maka hari-hari kelam itu sirnalah sudah ketika ia dipertemukan dengan Kim Jongin.

Jongin, makhluk yang tampan, mempesona, dan bau klasik, tidak bisakah kau melihatku seperti bagaimana aku melihatmu?

"Oh Sehun!" terdengar suara merdu memanggil namanya, atau … yang menurut Sehun merdu.

"Ya?"

"Boleh nanti aku mampir dulu ke rumahmu?"

Oh yeah, Sehun. Kau masih memiliki banyak kesempatan untuk mewujudkan keinginanmu itu.

"Tentu s-s-saja!" jawabnya agak terbata. Ia jadi merasa gugup membayangkan Jongin yang akan mengunjungi rumahnya. Ini berarti mereka akan memiliki waktu bersama yang lebih lama. Mungkin Tuhan akan menjawab permohonan mengenai jodoh yang selama ini Sehun butuhkan.

"Tenang saja, aku tidak akan lama-lama. Mungkin sekitar setengah jam? Entahlah, nanti kukabari lagi kalau putraku membalas pesanku. Kami pergi dulu, Sehun!" ia berpamitan sekali lagi, dan melambaikan tangan kirinya di mana terdapat sebuah benda berkilau tertautkan di jari manisnya.

Dia sudah berkeluarga? Ha-ha.

Oh, tunggu.

Apakah patah di bagian tulang punggung ada keterkaitannya dengan mengapa hati Sehun saat ini merasa nyeri? Bodohnya ia baru menemukan informasi terpenting mengenai Jongin. Kenyataan hidup memang lebih pahit dari apa pun.

"Okay. Bye, Jongin!"

Bye-bye happy life.

.

.

.

.

.

.


author chingchong: pertama kalinya lagi bikin yg genre-nya begini, maaf ya 4LaY dan gak realistis ceritanya. tbc atau fin aja? untuk saat ini mungkin anggap fin aja? eh itu pun kalau ada yang mau lanjut. saya mau selesain ff yang berchapter dulu hehe. terimakasih yang sudah membaca! review akan sangat dihargai! :D