Chapter 2

He's Trouble in My Life

Summary : "Sial kau Inaho..! kenapa kau harus datang lagi ? Kenapa kau kembali lagi ? Kau… adalah masalah besar dalam hidupku, dasar Inaho sialan."

Slaine berjalan gontai menuju sekolahnya , seperti biasanya sekotak susu menemani perjalanannya menuju sekolah, lagi-lagi Harklight terlambat dan mengejarnya. Dan mereka berjalan seperti biasanya, tidak ada yang berubah dari kehidupan Slaine, walaupun ia tahu sesaat lagi masalah besar akan muncul dihadapannya. Sejenak otaknya kembali mengingat masa kecilnya yang menurutnya sangat tidak menyenangkan karena ulah anak tetangganya, ucapan-ucapan Harklight seakan-akan perlahan menghilang. Masa lalu yang buruk itu tiba-tiba masuk ke dalam kepalanya.

"Slaine..tolong jaga Inaho ya ? dia tidak boleh berlarian, tidak boleh main air" ucap seorang wanita muda berkacamata pada anak berambut pirang itu, sebelah tangannya mengelus lembut rambut anak laki-laki berambut coklat di sampingnya. Anak berambut pirang itu mengangguk pelan dan senyum yang terlihat di paksakan. Dia menggenggam tangan anak berambut coklat itu dan berjalan meninggalkan wanita berkacamata itu. Setelah sampai di tikungan, Slaine melepaskan genggamannya dengan kasar sampai anak berambut coklat itu terhuyung. "Dengar yah.. kau jangan menyusahkan ku, kalau kau membuat masalah akan ku tenggelamkan kau di danau..dasar, kenapa aku harus menjaga anak lemah seperti mu merepotkan sekali.." ucap Slaine sambil menepuk dahinya dan menatap jijik anak berambut coklat bernama Inaho itu. Inaho hanya menatap datar kepada Slaine. "Aku suka wajah kesal mu..seperti wajah kelelawar." Ucapnya datar, Slaine menatapnya marah. "Kau berani mengatai ku kelelawar hah ?" Slaine menjadi berang dan hampir saja melayangkan tinjunya ke wajah Inaho tapi Slaine berhasil menahan amarahnya. "Tsk.. kalau saja ayahmu itu tidak berjasa karena telah menyelamatkan ayahku dulu, aku tidak akan mau berteman dengan anak aneh dan lemah sepertimu, kau hanya menyusahkanku."

"Slaine..Slaineeeee..oiii" Harklight akhirnya berteriak dan membuyarkan lamunan Slaine. Slaine tergagap dan mengusap wajahnya, "Kau tidak perlu berteriak aku mendengar suaramu baka.." ucap Slaine berang. Harklight sedikit cemas dengan sikap sahabatnya hari ini, "Ini belum jam 7 dan kau sudah melamun seperti ini, sepertinya kau memang tidak sehat" kata Harklight sambil menyentuh dagunya dan berlagak sok tahu. Slaine memukul kepalanya pelan "Kau bicara seperti ibuku saja, diamlah. Aku baik-baik saja." Slaine berjalan mendahului Harklight dan masuk ke kelas nya, dia menyapa beberapa temannya di dalam kelas dan terpaksa menjawab sapaan beberapa siswa perempuan yang memang menggilainya, Slaine memang sangat popular di sekolah karena ketampanannya dan kepandaiannya dalam memanah, tidak sedikit siswa perempuan yang berusaha menyatakan cinta padanya walau pada akhirnya hanya mendapatkan ucapan terima kasih dari Slaine.

Hari ini Slaine benar-benar kehilangan konsentrasi belajarnya, bahkan bel tanda pelajaran berakhir pun tidak ia dengar. "Slaine..kau tidak mau makan siang ?" Harklight menepuk bahunya, Slaine tersadar dari lamunannya dan mengangguk pada Harklight. Mereka berdua meninggalkan kelas dan berjalan menuju atap tempat biasa mereka menghabiskan waktu makan siangnya. Tapi sebelum mereka sampai ke atap, beberapa siswa perempuan terlihat berkerumun di depan kelas 2-A, Slaine dan Harklight saling bertatapan dan merasa sedikit ingin tahu apa yang terjadi. Seorang siswa perempuan tampak berlari melewati Slaine dan Harklight, tangan Harklight meraih lengan gadis itu dan membuat langkah gadis itu terhenti "Anoo.. kenapa disana ramai sekali ? ada apa sebenarnya ?" tanya Harklight. "Ada murid baru, dia pindahan dari Jerman dia sangat tampan dan pandai makanya aku ingin melihatnya" gadis itu meninggalkan Slaine dan Harklight yang masih bingung, "Setampan apa dia ? taruhan pasti dia lebih tampan dari kau Slaine hahaha.." Harklight tertawa sambil menepuk bahu Slaine keras. "Urusai..! kau tidak dengar gadis itu bilang apa ? dia dari Jerman, taruhan pasti dia adalah anak menyebalkan itu." Ucap Slaine penuh keyakinan. "eee.. kenapa kau begitu yakin kalau itu dia ? bisa saja dia tidak bersekolah disini kan ?" kata Harklight dengan wajah menerawang. " Kau tahu ibunya selalu menginginkan aku di dekatnya kan, pasti dia akan menyuruh nya bersekolah di tempat ini juga, sial ! aku benar-benar akan pindah sekolah sekarang.." ucap Slaine berang, entah kenapa dia begitu yakin dengan perasaannya, padahal dia belum memastikan apakah benar orang yang menjadi pusat perhatian saat ini adalah orang yang selalu membuat masalah dalam hidupnya. "Kau mau memastikannya ?" tanya Harklight. Slaine menggeleng dan memberi isyarat untuk bergegas ke atap dan memakan makan siang mereka. Pikiran Slaine masih tertuju pada orang yang menjadi perbincangan semua orang di sekolah ini. Entah kenapa dia sangat yakin kalau orang itu adalah Inaho Kaizuka, sumber masalahnya yang telah lama hilang. Dan sekarang dia kembali untuk membuat masalah barunya di hidupnya.

Slaine selalu berpikiran kalau Inaho adalah sumber masalahnya sejak ia kecil, mereka selalu bersama sejak kecil, atau lebih tepatnya Inaho lah yang selalu mengikuti Slaine kemanapun karena pesan dari ibunya yang selalu menyuruhnya berada di sisi Slaine supaya aman. Slaine sama sekali tidak senang dengan keadaan ini, tapi dia terpaksa melakukannya atas keinginan ayah dan ibunya juga, ini juga sebagai balas jasa pada ayah Inaho yang telah menyelamatkan ayah Slaine dari kecelakaan maut yang hampir merenggut nyawa ayah Slaine. Kalau bukan karena hal itu Slaine tidak akan pernah mau melakukannya, diikuti kemana pun dia pergi oleh anak yang lemah, merepotkan dan bahkan tidak bisa berlari cepat. Slaine selalu mendapat masalah karena berusaha melindunginya, dia dijauhi oleh teman-teman sepermainannya karena Inaho, hanya Harklight yang masih mau berteman dengannya.

Bel tanda pelajaran hari ini usai telah berbunyi, Slaine mengajak Harklight untuk segera meninggalkan kelas dan bergegas menuju dojou tempat mereka latihan memanah. Baru saja ia keluar dari kelas, sebuah pemandangan yang tidak mengenakkan tampak jelas merusak mood Slaine yang memang sejak awal sudah tidak bagus. "Hi Slaine, para gadis disana bilang kau adalah ketua dari ekstrakulikuler memanah, makanya aku datang untuk menemui mu, aku memutuskan untuk masuk klub memanah." Inaho datang sambil membawa selembar surat di tangannya, Slaine menatap jijik padanya dan mengabaikannya. Slaine berjalan lurus ke depan dan tidak menghiraukan Inaho yang mengikutinya seperti seekor kucing yang mengikuti majikannya. Bahkan Slaine lupa dan meninggalkan Harklight di kelas, Slaine merasa sangat marah sekarang, tangannya mengepal dan hampir saja ia kehilangan kendali dan akan melayangkan tinjunya kea rah Inaho. Setiap kali melihat Inaho dia pasti merasa marah, bahkan hanya mendengar namanya saja moodnya langsung berubah buruk. Slaine amat sangat membenci Inaho.

" Tidak kah kau terlalu egois ketua, biarkan saja dia masuk klub kita, apa salahnya ?" Kanclain memprotes keputusan Slaine yang menolak Inaho untuk bergabung dengan klub memanahnya. "Tidak, keputusan ku sudah mutlak, dan jangan ada yang mengganggu gugat, mengerti kalian, dan kau .. lebih baik kau segera pulang. " Slaine menatap Inaho masih dengan pandangan yang sama, mata yang memancarkan aura kebencian yang kuat. Inaho menggeleng dan mengambil sebuah busur panah beserta anak panahnya, tanpa memakai pengaman dia maju dan mebidik target di hadapannya, semua anggota klub berbisik-bisik mengenai kenekatan Inaho, Inaho melepaskan anak panahnya dan yah, Inaho berhasil membidik tepat di tengah. Semua orang terkejut sejenak dan berdecak kagum melihat kemampuannya. "Waaah.. dia hebat, dia juga tampan yah.. dia bisa menjadi pesaing Slaine." Bisik-bisik anggota perempuan. "Waah.. kemampuannya luar biasa, kenapa Slaine tidak membiarkannya masuk klub saja, dia akan sangat menguntungkan dalam pertandingan." Bisik-bisik anggota lain. Slaine merasa tidak nyaman dengan semua komentar mereka, seakan-akan mereka sedang berusaha memojokkannya sekarang. "Baiklah.. ku biarkan dia masuk klub, ingat kau anak baru, kalau kau mengacau aku akan langsung mengeluarkan mu." Slaine meninggalkan mereka yang sibuk berkenalan dengan Inaho. Slaine masuk ke ruang ganti dan meninju lemari besi di hadapannya. "Sial kau Inaho..! kenapa kau harus datang lagi ? Kenapa kau kembali lagi ? Kau adalah masalah besar dalam hidupku, dasar Inaho sialan."

Pulang ke rumah pun tidak membuat suasana hati Slaine membaik, keluarganya malah mengundang keluarga Inaho makan malam di rumahnya dan tentu saja membuat Slaine harus makan denga perasaan benci dan marah. Slaine tidak henti-hentinya memandang Inaho dengan tatapan jijiknya. Tapi Inaho hanya membalasnya dengan tatapan datar seakan-akan tidak terjadi apa-apa, dan itu makin membuat Slaine kesal. "Aku sudah selesai.. aku harus mengerjakan PR ku, aku permisi.." Slaine bangkit dari duduknya dan hendak berjalan ke kamarnya di lantai atas. "Kenapa tidak belajar bersama Inaho saja Slaine ?" tanya ayahnya. Slaine menghela nafas, dia sudah menduga pertanyaan seperti itu pasti akan datang. "Kami di kelas berbeda, Inaho masih kelas 2, dan aku sudah kelas 3 tentu saja pelajaran kami berbeda." Kata Slaine menjelaskan. "Kalau begitu kau bisa mengajari Inaho kan Slaine ?" ucap Ibu Inaho. Slaine menghela nafas, tangannya sudah mengepal erat dan rasanya sudah mati rasa. Slaine tersenyum terpaksa, " maaf aku ada ujian besok, aku harus berkonsentrasi belajar, mungkin lain kali." Slaine bergegas masuk ke kamarnya sebelum kembali di gempur oleh pertanyaan-pertanyaan ayah dan ibu nya. Slaine memukul dinding di kamarnya untuk melampiaskan amarahnya. "Inaho brengsek..! aku benci anak itu, Tuhan.. kenapa dia harus selalu ada di kehidupanku ? Kenapa Kau memberi masalah dalam bentuk anak itu dalam kehidupan ku ?" Slaine mengacak rambutnya dan berusaha menenangkan diri, dan ia tahu percuma saja ia melakukan itu, dirinya tidak akan pernah tenang lagi. Masalah dalam hidupnya telah kembali.