A/n: Ahem. Fic baru nih...
Sebelumnya saya mau ngasih tau kalau fanfic ini termasuk drabble. Yah, gitu aja sih XD
Hole of Fate!
Len x Miku
Vocaloid Yamaha © Crypton Future Media
Don't like, don't read!
.
.
.
.
.
.
Chapter
1 of 7
/Saudara sangklek/
"Hari yang bagus untuk nonton TV," ucap Rinto sembari duduk di sampingku. "Alah... Setiap hari juga hari yang cocok buat nonton tv keles!" celetuk gue yang lagi duduk di samping Rinto.
"Cih, gak setiap hari juga woi!" sahut Rinto tak kalah.
Namaku Len Kagamine. Anak kedua dari tiga bersaudara. Anak pertama yaitu Rinto, anak keduanya gue, anak ketiga yaitu Rin. Kami semua bermarga Kagamine.
"Woi kalian berdua! Ngapain nonton pagi-pagi? Sekolah woo!" Rin nyaut tiba-tiba sambil turun dari tangga. Aku dan Rinto terkejut.
Ha? Hari ini sekolah?
"Iya kah? Hari ini sekolah? Perasaanku hari ini libur," ucap Rinto sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Astaganaga! Hari ini hari Senin, bego!" ejek Rin, dia melempar tas Rinto kearahnya. Untung gue gak kena lempar.
Pfft..
"Lo juga!" Rin ngelempar tasku kearah diriku. Dasar adek kampret.
Teettt!...*
Suara klakson bis sekolah terdengar sampe ke dalam rumah kami. Kami bertiga langsung bersiap-siap menuju bis. Eh, tapi..
Rin dan Rinto sudah masuk ke dalam bis duluan, tetapi aku masih ada diluar. Eh tau-tau bisnya sudah jalan duluan. Spontan aku kejer tuh bis sampai ke sekolah. Sopir kampret, masa' segitunya sama gue? Liat-liat dulu kek sebelum ngegas.
(Sementara itu..)
Rinto POV
Gue udah duduk didalam bis. Gue juga biasanya duduk sama adek tersangklek gue, Len Kagamine.
Aku melirik ke samping, tepatnya ketempat duduk Len.
"Wuanjrittt!" reaksi gue saat ngeliat tempat duduk Len kosong.
"PAK SOPIIRR! LEN ILAANGGG!" teriak gue sambil lari menuju pak sopir –Gakupo Kamui– yang lagi mengemudi.
"Haa? Masa? Perasaan bapak tadi Len udah masuk?" ucap mas Gakupo, dia tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan.
Yaelah.
"Eh pak. Mungkin bapak salah liat kali. Yang bapak liat itu gue, bukan Len," jelasku sambil menepuk pundak mas Gakupo, "Nggak kok. Bapak gak salah liat. 'Kan di keluarga Kagamine cuma ada dua anak. Satu perempuan, satunya lagi laki-laki. Yang laki-laki itu adalah Len Kagamine. Bapak betul 'kan, nak?"
Nggak. Bapak salah.
Murid-murid yang lain hanya diam menahan tawa. Begitu pun dengan Rin. Dasar, adek kecil brengsek.
"Astaga! Jadi selama ini bapak kira, Rinto Kagamine itu tidak ada?" isakku menahan tangis.
"Rinto...Kagamine? Hmm, kayaknya bapak gak pernah tau deh."
JLEEEBB!
"Hm, sudah kami duga. Hahaha...," tawa murid-murid didalam bis.
Shit. Mas Gakupo kok sampe segitunya sama gue. Sakitnya tuh disinii, paak *nunjuk hati*.
(Kembali ke Len ~)
Len POV
"Grr. Akhirnya dah sampe di sekolah!" keluhku sambil berjalan menuju loker. Aku melihat Rin dan Rinto lagi berkelahi.
"Woi! Tadi nasib gua apes!" celaku sambil melerai mereka. Mereka menatap sinis kearahku. Aku hanya bisa menelan ludah.
"Gak nanya!" balas mereka singkat.
What? Cuma gitu? Balasannya cuma 'gak nanya'?
"Kasihani gue kek. Gue beneran apes tau! Saudara sendiri di kacangin."
"Gak peduli!" tukas mereka cepat.
Anjir nih saudara. Kejem amat sama saudara sendiri. Gue kentutin baru tau rasa.
"Dasar! Saudara brengsek!" entah kenapa, suaraku menjadi sedikit girly.
Rin dan Rinto langsung berhenti berkelahi, mereka menatapku dengan tatapan horor. Semua orang yang lagi di koridor juga menatapku. Begitu juga Miku Hatsune, cewek yang kusukai sejak pertama kali masuk SMA.
T-tunggu dulu...
M-Miku Hatsune?
"HAHAHAAA! Len kayak banci!" cela Rinto tiba-tiba sambil memegang perutnya, "Kampret lo! Tega bener ngatain adek sendiri kayak gitu!"
"Hahahaa, kan itu elo. Bukan gue. Jadi gue boleh ngatain lo seenaknya. Gue kan kakak elo!"
"Ya tapi gak gitu juga kali!" ringisku pelan, menahan rasa malu yang teramat banyak. Lalu Rinto menepuk pundakku, "Be a real gentleman, bro," dasar banget.
"Len kayak cewek! HAHAHAHA!" sekarang giliran Rin yang ngatain gue. Nih adek juga brengsek banget. Kakak sendiri dikatain.
"Heh! Gak boleh ngatain kakak sendiri wo! Dosa tau!" ejekku balik sambil mendecakkan lidah.
"Gak peduli. Hihi...," Rin langsung ngacir entah kemana. Ah, seandainya gue pukul dia dulu, baru dia boleh ngacir.
"Udahan yak! Gue mau kekelas dulu," ucap Rinto lalu pergi meninggalkanku sendirian tanpa merasa bersalah.
"L-Len?" sapa seseorang tiba-tiba.
Aku kaget setengah mati. Anjrit, perasaan tadi tinggal gue sendirian di koridor. Trus, siapa dong yang nyapa gue tadi?
Aku menoleh patah-patah kearah sumber suara tersebut.
"Ya ampun!" reaksiku sambil terpental ke belakang saking kagetnya. Dia malah nyengir, "Hai. Apa kabar?"
"B-baik. Kalo elu sendiri?" tanyaku.
"Gue tadi sekarat."
"Lho? Kenapa?"
"Gue tadi ngakak mati-matian ngeliat reaksi lu sama saudaramu tadi " kok dia jadi ikut-ikutan kampret sih?
"Yeee! Terserah elu dah! Mau ngapain?" guenya cuek, "Um... Gue mau minjem pulpen elo."
Mataku bersinar-sinar setelah mendengar perkataannya tadi.
Aku berdeham, "Boleh kok. Entar balikin pas pulang ya?" Dia mengangguk paham.
Aku buka kotak pensilku yang bewarna kuning itu. Bukan kuning yang ngambang-ngambang itu lho. Walaupun kotak pensil gue mirip yang suka ada di sungai itu, tapi tetep aja beda.
Gue ambil pulpen bewarna pink, cocok untuk seorang cewek, "Hah? Lo punya pulpen warna pink?" tanyanya dengan nada mengejek.
"Terserah gue dong. Yang punya aja gue," jawabku, walaupun wajahku agak menghangat.
"Oke. Makasih ya. Jaa nee, Len!"
"Jaa nee, Miku!"
"Tadaima!"
"Okaeri. Darimana aja lu? Kok pulangnya telat?" suara itu. Kakak paling kepo sekeluarga Kagamine.
Gue gak bakal ngasih tau kalo gue barusan dari rumah Miku.
"Ano, abis dari pasar."
"Mana ada pasar buka malem-malem."
"Pasar malem, kak," celetuk Rin tiba-tiba. Woah, tumben Rin tau. Biasanya dia cuma melongo gak jelas.
Tapi Rinto masih memasang tampang tidak percaya, "Iya juga sih. TAPI MASA LU PERGI SENDIRIAN? PASTI LU PERGI SAMA CEWEK, YA KAN?" bentak Rinto sambil mengunyah makan malamnya.
Hati-hati entar keselek.
"Yaudah kalo gak percaya," ucapku santai. "Memang gue gak percaya kok," balas Rinto.
Kampret.
"Udahan lah. Len memang sering bohong kok. Jangan percaya sama wajah sok polosnya itu," cela Rin sambil mengaduk-aduk jus jeruknya.
Sumpah, saudaraku pada ngeselin semua. Rasanya pengen gue gebukin satu-satu biar tau rasa.
"Dasar. Kalian semua jahat."
"Terima kasih yang lebih...," ucap mereka sok formal. Gue masang poker face, lalu berlari menuju kamar.
Setelah sampe dikamar, aku langsung ngelempar tas lalu merebahkan diri diatas kasur. Aku mengambil sebuah foto dari dalam tasku.
Vocablur Festival - Rolercoaster, 27-11-20**.
Fotoku dan Miku Hatsune. Saat itu kami lagi naik rolercoaster. Yah, walaupun di foto itu wajah kami bener-bener gak banget, tapi aku nggak malu kok.
Lagi pula, tuh foto diambil pas rolercoasternya mau terjun kebawah. Mau teriak tapi difoto. Mana gaya fotonya gak elit, lagi — Menampakkan beberapa orang berwajah jelek.
Tapi anehnya, wajah Miku tetep cantik kok. Mungkin gara-gara naksir banget kali ya?
"Cie. Ngeliatin siapa tuh?" suara itu lagi! Aku menoleh kesamping.
"ANJRIT!"
"CIEEEEEEE... LAGI NAKSIR SAMA MIKU HATSUNE NIH!" goda Rinto sambil mencubit pipiku.
"HEH! Nyubit-nyubit aja. Pipi gue cuma boleh dicubit sama Miku, tau!" jawabku kesal. Lalu Rinto menempelkan sebuah stiker dipipiku.
Property of Miku Hatsune.
Darimana dia dapet stiker kayak gitu?
"Cie naik rolercoaster. Mana pula kalian gak ngajak gue. Eh tapi kalian ciuman gak pas selesainya?" tanya Rinto kepo tingkat akut. Wajahku langsung memerah seketika.
"Eh –ohok– Ehehe, mau tau aja," jawabku malu-malu.
"Len! Rinto! Gue ikut!" teriak Rin sambil ngedor-ngedor pintu kamar gue. Lho, emang pintunya dikunci sama Rinto? Dasar Rinto kampret.
"Nope! Boys talk!" ucap Rinto enteng, "Alay dah lu!" keluh Rin sembari meninggalkan kamarku. Aku menghela nafas.
"Kalian ciuman gak?" lagi-lagi itu pertanyaannya. Rinto memang anak terkepo dari tiga bersaudara Kagamine.
Tapi apesnya, pipiku merona.
"Cie yang ngeblush. Pasti iya, 'kan? Ya 'kan? YA 'KAN? Pasti itu! Karena Rinto Kagamine, anak dari Lily Kagamine dan Leon Kagamine. Pasti dia selalu benar!" jelas Rinto sambil membusungkan dadanya.
"Brisik!" ucapku kesal lagi. Masa gue selalu di ganggu mulu?
"Hus! Pergi sana. Jangan ganggu gue!" usirku seraya mendorong Rinto keluar kamar.
"Aye," jawabnya singkat lalu ngacir entah kemana. Pas gue mau nutup pintu, tiba-tiba muncul asap misterius memasuki kamarku.
"Asap apaan ini?" gumamku penasaran.
Jeng jeng!...*
"Lho? Kok ada suara aneh?" gumamku lagi. Tiba-tiba sebuah cahaya kuning melintas didepanku.
Eh? Apa itu tadi? Kok warnanya kuning?
Krik krik...*
Jangkrik lagi kontes.
"Saksikanlah, penampilan dari gadis cantik nan imut ini. Rin Kagamine!" Rin mempersembahkan dirinya sendiri.
Aneh.
"Oi. Ngapain lu diem-diem masuk ke kamar gue hah?" tanyaku sambil menjambak rambut Rin.
"KYAAA! JANGAN JAMBAK RAMBUT GUE DONG!" rengek Rin kesakitan. Lah? Kan salahnya sendiri.
"Yeee! Makanya pergi sono! Ganggu aja," usirku lagi sambil mendorong Rin keluar kamarku. Lalu aku menguncinya rapat-rapat.
"Hufft! Dasar mereka!" aku merebahkan diri lagi diatas kasur. Tapi, ketika badanku jatuh...
"Aww!" suara misterius terdengar ke telingaku.
S-suara siapa lagi itu?
Lalu aku melihat kearah asal suara yang berada di bawahku. Aku berdiri lalu menoleh...
"NGAPAIN LO DISINI LAGI, RINTO KAGAMINE!?" teriakku histeris.
"Alah. Cuma mau masuk doang aja gak boleh. Kejem amat lu jadi adek," ejeknya seraya berdiri.
"Astaga!" aku menepuk jidatku, "Kok kalian pada ngeselin –na'uzubillah– sih? Seneng amat ganggu orang," sambungku.
"Ya namanya juga iseng. Gak boleh ya? Coba kalo tadi yang gantiin posisi gue itu Miku. Pintu kamar lu di kunci lagi. Terus lu jatuh di atas Miku. Lalu lu ngebuka baju elu, dan lu juga ngebuka baju Miku. Lalu, lalu—" sebuah darah mengalir dari hidung Rinto. Haha, sukurin lo!
"Dasar otak mesum!" ejekku balik.
"Kalo itu beneran terjadi gimana? Gue berani taruhan kalo lu pasti akan ngelakuin itu sama Miku," ucap Rinto sok tau. Wajahku memerah lagi.
"Y-ya d-doain aja pasti," jawabku ragu-ragu. Lalu Rinto menyeringai, "Sip dah! Pasti gue doain, apapun untuk adek tersangklek gue," Rinto menepuk pundakku.
Setelah itu mata Rinto berubah tajam, "TAPI JANGAN SAMPE BUAT DIA *** LHO! AWAS YA!" teriak Rinto tiba-tiba.
"Eh?" responku bingung. *masang wajah polos tapi udah tau apa maksud dari Rinto*.
"Oke deh. Gue capek! Gue mau tidur dulu ya! Good luck, Adek Sangklekku!" ucap Rinto sambil membukakan kuncinya lalu pergi dari kamarku.
(Sementara itu, Rinto dan Rin)
Ketika Rinto sudah keluar dari kamar Len, ia bertemu dengan Rin.
Rin POV
"Gimana rencannya?" tanyaku dengan kepo. Aku dan Rinto ber-high five.
"Berjalan lancar!" jawab Rinto. Kami berdua pun menyeringai.
To be continued.
A/n: Aneh 'kan? Ya 'kan? YA 'KAN? Udah dikasih tau iih –3–"
Jadi, cerita ini terinspirasi dari kartun The Amazing World of Gumball. Gumball nya itu si Len, Rinto itu Darwin, dan Rin itu Anais. Tapi bukan meniru, kok. Kalau ditiru beneran, pasti saya ngetiknya jadi ilfeel dan dibilang plagiat (tapi saya gak pernah bermaksud untuk memplagiat). Saya buat Miku itu jadi Penny—yang disukai sama Gumball.
Pft, Mind to review?
