Jeden
"Tak kusangka, kau nyaman juga jika aku jadikan bantal guling bernyawa. Ah, selamat tidur.." –Lgl.
Knock..
Knock..
Keheningan malam pecah saat itu juga karena sosok makhluk imut dengan tidak sabarannya terus mengetuk pintu, entah itu pintu rumah siapa.
Knock!
Knock!
Knock!
"Cepatlah.. Kumohon," pemuda imut itu menoleh ke kanan dan kekiri seperti sedang was was akan sesuatu hal.
Merasa kesal karena ketukannya tidak digubris sang pemilik rumah. Kini si imut memilih mengetuk pintu itu dengan lebih kuat.
Masih tidak ada jawaban.
Jelas saja bukan?
Ini sudah hampir tengah malam, dan pasti pemilik rumah itu juga sudah berada di alam mimpinya.
"Aish, malam-malam begini siapa yang bertamu, hah?"
Ia terbangun lalu menyelimuti dirinya kembali tidak berniat membuka pintu.
Benar saja, sang pemilik rumah ternyata memang sedang berada di alam mimpinya beberapa menit yang lalu sebelum—
Bugh!
Bugh!
Masih tidak menyerah ternyata.
Sekarang bukan mengetuk, tapi menggebrak cukup kencang.
"Iya-iya aku keluar! Dasar orang keras kepala, kerasnya melebihi pintu yang dia ketuk.."
Suara sang pemilik rumah disertai langkah kaki malas berjalan menuju pintu rumahnya yang terus saja menimbulkan bunyi yang mengganggu.
Ia membuka pintu dengan perlahan menggunakan satu tangan. Satu tangannya lagi mengucek matanya dan mengusap wajahnya untuk mengusir kantuk.
Sesekali menguap tidak menghilangkan ketampanannya yang permanen itu.
Sosok pemuda imut yang sedaritadi diluar dengan menggenakan baju tidurnya bernapas lega saat pintu dibuka oleh pemuda jangkung yang lebih tinggi darinya itu. Ia lalu berhambur masuk terburu-buru ke dalam rumah tanpa seizin pemiliknya.
Bruk!
Pemuda imut itu dengan cepat menutup pintu rumah dan menguncinya lalu bersandar di pintu yang telah tertutup itu.
"Haahh.. Hah.. Aku hampir saja mati karena menunggumu membuka pintu, Guan!" teriak pemuda manis itu kepada sosok mengantuk yang di panggilnya dengan sebutan Guan itu.
"Huh? Bae?" sepertinya si Guan ini baru sadar yang masuk ke rumahnya adalah Bae Jinyoung, kakak kelas sekaligus tetangganya.
"Bangun dasar bodoh! Buka matamu!" Bae Jinyoung lagi-lagi meneriaki adik tingkatnya yang bernama lengkap Lai Guanlin itu.
Jinyoung terus menetralkan napasnya dan menengok kesana kemari entah apa sebabnya.
"Kau kenapa, Bae? Tidak biasanya kau datang ke rumahku? Kau habis olahraga malam, ya?" tebak Guanlin asal, alhasil Jinyoung kembali meneriakinya.
"Dasar bodoh! Siapa yang olahraga malam?!" wajah kesal Bae Jinyoung benar-benar lucu sekarang.
"Tenang dulu, tenang! Sudah membangunkanku, memarahiku pula! Sudahlah, sekarang kau duduk dulu aku akan mengambil minum," Guanlin menyiapkan kursi setelah itu ia berjalan pelan mengambil air putih untuk Jinyoung.
Seraya menunggu Guanlin mengambil minum, Jinyoung memposisikan diri duduk di kursi. Lalu bermonolog,
"Itu terlalu nyata untuk dikatakan halusinasi.."
Setelah itu, Guanlin datang dengan sebuah gelas penuh berisi air putih.
"Ini min—" belum selesai Guanlin berbicara untuk mempersilahkan, Bae Jinyoung langsung merebut gelas itu lalu meminumnya hingga habis.
"Hah.. Hah.."
Lagi-lagi si mungil menetralkan napasnya yang tidak karuan itu. Sebenarnya ada apa?
"Bae, pelan-pelan! Nanti kau tersedak!" nada suara Guanlin sedikit khawatir.
Disisi lain, Guanlin masih heran dengan perilaku kakak kelasnya yang tidak biasa itu.
"Aturlah napasmu dulu. Aku heran, ada apa sebenarnya malam-malam begini?" lanjut Guanlin yang dilanda perasaan penasaran.
Guanlin menguap sesekali, ia tampaknya masih tidak merelakan tidur indahnya di malam ini. Sambil mengucek mata beberapa kali, ia tetap berusaha fokus memperhatikan Jinyoung yang masih terlihat mengherankan.
Jinyoung mengatur napas sesuai perintah Guanlin beberapa detik yang lalu. Ia mengambil napas panjang kemudian berucap,
"Maaf mengganggu tidurmu.." si mungil nan manis ini menatap Guanlin sedikit merasa bersalah.
"Tidak masalah, ayo ceritakan ada apa," Guanlin tersenyum walau masih sulit menghilangkan rasa kantuknya.
"Tapi aku tidak ada pilihan lain, aku benar benar ketakutan. Tadi selesai bekerja aku langsung tertidur mungkin karena terlalu lelah,"
Jeda beberapa detik, ia mengambil napas. Guanlin memperhatikan disela-sela rasa kantuknya.
"Tiba tiba aku merasa ada yang mencekik leherku, rasanya benar benar nyata. Jadi aku terbangun-"
"Ada yang mencekikmu? Siapa yang mencekikmu? Kau takut pada hantu?" tanya Guanlin bertubi-tubi.
Kali ini si manis menggigit bibir bawahnya takut. Jika saja Guanlin tidak sedikit mengantuk, maka ia akan melihat pemandangan yang sangat menggemaskan sekarang. Sayangnya dia tidak terlalu fokus.
"A-aku bukannya penakut, hanya saja.." lanjut Jinyoung sambil mengalihkan pandangannya sekilas. Malu mungkin?
"Aku sudah berusaha berpikir rasional. Aku terbangun karena cekikannya benar benar membuatku tidak bisa bernapas. Aku sudah mencoba tidur lagi tapi seperti ada yang meniup telingaku.."
Guanlin terdiam sejenak mendengar lontaran pelan Jinyoung yang sekarang sedang meremas ujung bajunya mengingat kejadian yang terjadi padanya.
"Mungkin itu hanya pengaruh dari rasa takutmu.." ujar Guanlin mencoba berpikir positif.
"Sebenarnya aku sudah sering merasa ada yang mengganggu tapi aku tidak terlalu peduli. Tapi kali ini benar benar membuatku takut.."
Jinyoung menatap wajah Guanlin yang sedang serius mendengarkan ceritanya
"Jadi kau mau apa sekarang?" tanya Guanlin pelan.
"Jadi.. Kau mau kan tidur denganku– ah maksudku temani aku tidur.. bukan bukan, biarkan aku menginap dirumahmu.."
Jinyoung menunduk kemudian meruntuki diri sendiri karena kebodohannya yang mengucapkan hal ambigu seperti tadi. Wajahnya memerah malu, berharap Guanlin cukup mengantuk untuk tidak mencerna kata-katanya barusan.
Guanlin menatap Jinyoung dengan tatapan orang mengantuk lalu berucap,
"Ah- Sudah kuduga. Baiklah kau bisa menginap di rumahku. Tapi ingat, bayaran satu juta won!"
Jinyoung lagi-lagi meneriakinya, "Aku serius bodoh!"
"Haha baiklah-baiklah, ayo sekarang sudah malam. Aku benar-benar mengantuk,"
Guanlin berjalan menuntun Jinyoung yang mengekor di belakangnya. Berjalan pelan menuju kamar Guanlin di lantai dua.
"Ayo tidur! Aku di atas kasur, dan kau di bawah," ucap Guanlin setelah sampai di kamarnya sambil melemparkan satu bantal kepada Jinyoung yang masih membeku di ambang pintu kamar Guanlin.
Ia tidak percaya, adik kelasnya setega ini.
Jinyoung menangkap bantal yang di lempar Guanlin lalu menatap adik kelas kurang ajarnya yang kini sedang berbaring dengan nyaman di kasurnya.
Jinyoung mendengus kesal sambil memeluk bantal karena Guanlin terus saja menyebalkan.
"Sudah, sana tidur," ujar Guanlin sambil menguap. Benar-benar mengantuk sepertinya.
Jinyoung melirik Guanlin yang terus menguap lalu ia mengalihkan pandangan ke lantai yang tanpa alas apapun.
"Tidur katanya?"
Jinyoung memasang wajah datar
"Tidurlah Baejin-ah, jangan memikirkan hal yang aneh terus!" lagi-lagi suara menyebalkan seorang Lai Guanlin.
Jinyoung terlihat masih berdiri berpikir akan tidur dilantai itu atau tidak lalu ia melirik Guanlin yang sudah hampir terlelap.
"Idiot ini benar benar.."
Keputusan yang sangat berat sepertinya. Ia menghela napas berat,
"Apa boleh buat."
Jinyoung benar-benar akan tidur di lantai yang dingin karena ulah sang adik kelas. Ia menyimpan bantal di lantai lalu tidur di lantai tanpa alas apapun.
Hening.
Mereka berdua sudah memasuki alam mimpi masing-masing. Jinyoung yang sekarang tertidur dilantai mulai tidak nyaman. Mungkin mulai merasa kedinginan.
Jam menunjukkan pukul 2 pagi.
Jinyoung terbangun karena tidak tahan akhirnya ia dengan setengah sadar naik ke kasur Guanlin yang nyaman itu.
Jinyoung memeluk pinggang Guanlin dari samping. Pasti refleks karena kedinginan.
"Uhm.. Hangat-" Jinyoung tidak sadar mengeluarkan suaranya lalu tertidur di samping Guanlin dengan tenang.
Tidak selang beberapa lama, Guanlin merubah posisi tanpa disadari menjadi saling berhadapan dengan Jinyoung.
Sepertinya refleks membalas pelukkan Jinyoung yang lagi-lagi tanpa disadari.
Jinyoung yang masih tertidur masih tidak puas dengan kehangatan yang menyelimuti tubuhnya sekarang. Ia masih kedinginan dan bergerak kecil mencari kehangatan lain.
Guanlin merasakan pergerakan kecil dari pemuda manis yang berada di pelukannya sekarang.
Guanlin mulai membuka matanya perlahan-lahan karena terganggu.
"Aish, ada ap—" seketika Guanlin langsung terkejut melihat siapa yang dia peluk.
Ia melepaskan pelukan dipinggang Jinyoung pelan dan membiarkan pemuda mungil itu tertidur pulas sambil memeluk tubuh atletisnya.
"B-Baejin?" Guanlin terlihat sadar sepenuhnya sekarang.
Ia diam sejenak, memikirkan sesuatu,
"...jangan bilang kalau kau menuruti perkataanku ketika aku sedang mengantuk. Apa sebelum ini dia tertidur di lantai? Aish lidahku ini memang keparat!"
Guanlin langsung menyesali ucapannya sebelum tidur tadi. Ia kemudian beralih melirik Jinyoung yang tampak masih kedinginan. Buru-buru ia menarik selimut pelan-pelan untuk menyelimuti Jinyoung saja. Guanlin menyelimutinya hingga ke dagu.
Akhirnya Jinyoungpun mulai bisa tidur dengan nyenyak dengan nafas yang teratur setelah diselimuti oleh Guanlin.
"Hm, sepertinya Baejin memang tidur di lantai." Guanlin sepertinya hobi bermonolog sekarang.
Guanlin lagi-lagi memperhatikan Jinyoung, tanpa sadar tersenyum lebar.
"Hey, kau terlihat sangat damai ketika tidur. Tapi, kau kembali menjadi galak jika sudah bangun." benarkan? Guanlin hobi bermonolog.
Perubahan raut wajah Guanlin yang tadinya senyum lebar sekarang menjadi menyeringai jahat.
Ia kemudian mengambil ponsel yang berada di bawah bantalnya.
Apa yang akan dilakukan bocah itu?
Ia seperti sedang memposisikan ponsel seperti ingin mengambil gambar. Guanlin memposisikan kameranya di depan wajahnya dan wajah Jinyoungyang tengah terlelap.
"Lai Guanlin tampaaan!" oke, dia terlalu percaya diri.
Tapi memang tampan, sih.
Guanlin berpose V sign, dan
Cekrek!
Satu foto baru kini tersimpan di memori ponsel Lai Guanlin. Ia tersenyum puas ketika melihat hasil fotonya itu.
"Wah, bagus! Hahaha, ini akan menjadi kenang-kenangan bagiku. Kalau perlu, aku akan mencetak foto ini dengan ukuran sebesar karton lalu menempelkannya ke mading sekolah dengan bangga. Hahah—"
Jeda sejenak.
"...tapi kalau kupikir lagi, melakukan hal itu seperti bunuh diri. Hah sudahlah, aku memang selalu pintar seperti biasanya."
Guanlin semakin menjadi-jadi. Entah ini yang keberapa kalinya dia bermonolog seperti orang idiot.
Guanlin kembali meletakkan ponsel ke bawah bantalnya lalu kembali memeluk Jinyoung.
Ah, ini bukan tidak sadar lagi. Ini benar-benar dilakukannya secara sadar. Ia lalu menaruh dagu ke atas kepala Jinyoung dan tersenyum kecil.
Sepertinya nyaman sekali ya?
"Tak kusangka, kau nyaman juga jika aku jadikan bantal guling bernyawa. Ah, selamat tidur.."
Guanlin yang sudah menyelesaikan scene bermonolognya-pun akhirnya memejamkan matanya lagi.
Ia sesekali mendusalkan dagunya ke ubun-ubun milik Jinyoung yang masih betah di alam mimpinya.
Sebenarnya mimpi apa Jinyoung ini? Ada yang ingin tau?
Lupakan tentang mimpi apa Jinyoung sekarang. Guanlin akhirnya mulai kembali tertidur.
TBC
Heyyyaaaa~
ADA YANG BACA GA SIH?!
ADA GA?!
LANJUT? YAY OR NAY?
~T_T~
