Axis Power/Hetalia (c) Hidekazu Himaruya. no commercial profit taken.
a/n saya nulis ini waktu lepas pulang KKN, tapi lupa draft-nya disimpen dimana dan baru ketemu.
Jika Aku Masuk SMP ….
by marinated
Jika aku masuk SMP ….
Pena tak lagi menggoreskan kata di kertas, sebab aku berhenti menulis. Berpikir untuk mencari kalimat apa yang cocok untuk disambungkan dengan kalimat tadi.
Jam pelajaran Bahasa Indonesia tadi pagi, Bu Guru menghadiahi kami semua PR yang harus dikumpulkan lusa nanti. Membuat sebuah karangan pendek tentang diri kami ketika sudah berseragam putih-biru.
Kata orang, otak anak-anak seumuran kami ini adalah sumbernya imajinasi. Kami bisa pura-pura tenggelam dalam perang meski hanya bermain permainan sederhana semacam bentengan atau yang lainnya. Mungkin ini sebabnya Bu Guru sering sekali memberi kami PR mengarang. Untuk mengasah imajinasi kami.
Aku tidak pernah kesulitan. Tugas ini mudah.
Waktu itu, kami disuruh mengarang sebuah cerita dongeng dan aku melakukannya dengan cukup baik dengan mengarang cerita tentang seekor tikus dan raksasa di kebun timun. Tidak dapat nilai delapan seperti Wiji si bintang kelas, sih. Nilaiku cuma tujuh koma, tapi buatku itu lumayan.
Memang, mengarang tentang raksasa dan tikus yang bisa bicara bukanlah hal sulit untukku. Namun lain halnya ketika aku disuruh berandai-andai tentang masa depanku sendiri.
"Hmmm …. Kalau aku masuk SMP …." Aku menggesekkan badan pena ke depan hidung. Berpikir keras.
Aku tidak pernah membayangkan diriku berseragam putih-biru.
Aku tinggal di sebuah desa kecil yang harus menempuh berkilo-kilo jalanan berbatu hanya untuk sampai ke Kecamatan. Bangunan sekolah dasar yang ada di sini hanya tiga. Tak ada SMP mau pun SMA, apalagi perguruan tinggi.
Jika ingin melanjutkan ke SMP, maka aku harus pergi ke Kecamatan. Itu pun hanya ada 1 buah SMP di sana. Aku pernah ikut ke Kecamatan bersama Bapak dulu dan pantatku sakit karena harus duduk di jok motor butut milik Bapak selama satu jam lebih. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana Kak Restu dan Kak Ningsih, dua anak di desaku yang melanjutkan ke SMP di Kecamatan, tahan bangun pagi setiap hari dan menempuh berjam-jam perjalanan untuk sampai ke sekolah.
Tapi kata Bu Guru, sebagai seorang pelajar, kami harus menggantungkan cita-cita setinggi mungkin. Bapak juga pernah bilang hal-hal yang mirip seperti itu, walau kemudian besoknya dia memintaku mengurus kerbaunya setelah aku lulus nanti. Aku pun memutuskan untuk membayangkan apa-apa saja yang berhubungan dengan murid SMP. Siapa tahu bisa membantuku menulis.
Yang kujadikan contoh adalah Kak Restu dan Kak Ningsih. Mereka selalu mengenakan seragam putih-biru dan bersepatu hitam yang diikat rapi. Mereka selalu bangun sebelum subuh dan pergi naik motor waktu aku masih baru mau berangkat mandi.
Aku sudah mendapatkan sedikit gambaran dan mulai menulis di buku.
Kalau aku jadi siswa SMP aku akan pakai seragam baru. Baju putih dan celana biru panjang.
Aku akan jadi siswa SMP di SMP yang ada di Kecamatan. Jarak rumahku dengan SMP itu jauh, jadi aku harus bangun lebih pagi untuk mandi lalu berangkat mengendarai motor butut Bapak karena tidak ada angkutan beroperasi sampai sini.
Jika aku tidak diterima di SMP yang ada di Kecamatan, maka aku tidak akan pergi sekolah karena itu artinya aku harus ke SMP di Kabupaten yang jaraknya lebih jauh lagi.
Bapak bisa marah, sebab motor butut Bapak akan rusak dan tidak bisa dipakai lagi.
fin
