a BTS FanFiction / College! AU Jin x Suga / Remake of a manhwa by Lee Aru, Window beyond Window.

.

.

.

Hei

Kim Seokjin

Kau masih tidur?

Kau memintaku untuk membangunkanmu di hari pertama kuliah

Aku menatap layar ponselku yang menampilkan ruang obrolanku dengan Seokin, masih belum mendapatkan balasan darinya.

"Kalau kau tidak bangun juga.." Jemariku kembali mengetik sesuatu di layar ponselku. ".. aku duluan."

Kalimat yang kuucapkan bahkan belum selesai kuketik, saat Seokjin muncul secara tiba-tiba dari jendela yang berada tepat berseberangan dengan jendela kamarku. "Yoongi-ah!"

"Kau berisik."

.

Aku memiliki seorang teman sejak taman kanak-kanak, namanya Kim Seokjin.

"Kenapa kau tidak membangunkanku?!" Protes Seokjin, panik.

Aku berbalik dan menatap lawan bicaraku, "Sudah. Kau sudah bangun, kan?" Tanyaku, dengan wajah datar seperti biasanya.

"Bagaimana bisa kau membangunkan seseorang melalui Ka-Talk?!" Protesnya lagi. "Berangkat bersama, ya? Tunggu aku!"

"Kita berangkat.." Aku memberi jeda pada kalimatku untuk melirik arloji yang kukenakan, sebelum kembali melanjutkannya, ".. sepuluh menit lagi."

"Sepuluh menit?!" Seokjin mengulangi kalimat itu dengan sedikit penekanan dan matanya yang membulat.

"Kalau kau tidak mau, aku duluan." Kataku.

"Yah! Aku akan kembali secepatnya, pokoknya tunggu aku!" Katanya dengan tatapan memelas, terlihat begitu panik.

"Baiklah. Cepatlah bersiap-siap." Jawabku sekenanya.

Setelah kalimat terakhir yang kuucapkan, Seokjin langsung berbalik dan melangkah menjauhi jendela. Sementara kedua mataku masih saja menatap kearahnya hingga punggungnya sudah tak terlihat lagi.

"Aah, aku pasti sudah gila." Aku menghela nafas seraya menutupi wajahku yang memerah dengan salah satu tanganku. Sial, dia bahkan terlihat sangat manis ketika baru bangun tidur.

Aku menyukai temanku itu.

.

.

.

Pertama kali aku menyadari kalau aku menyukainya adalah ketika tahun pertama di sekolah menengah.

Saat itu, sepertinya aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya.

Seperti hari itu, misalnya.

.

Bukannya memperhatikan sang guru menjelaskan materi, aku justru sibuk menatapnya, hingga akhirnya ia menyadari tatapanku dan membalasnya dengan senyum manisnya. Membuatku mengalihkan pandanganku kearah lain secara spontan.

Sial. Kenapa si brengsek ini terlihat semakin tampan hari ini. Kenapa juga aku harus menghindari tatapannya?!

Baru saja aku berniat untuk mencatat materi yang tertulis di papan tulis, tanganku malah menyenggol pulpenku hingga terjatuh ke lantai dan menggelinding.

Niatku untuk mengambil pulpen itu kuurungkan karena tangan seseorang berhasil meraihnya terlebih dulu.

"Ini dia, pulpenmu." Seokjin meraih pulpen itu dan mengulurkannya padaku. Jangan lupakan senyum manis yang lagi-lagi menghiasi wajah tampan sialan itu.

"Oh, terima kasih."

.

Sejak saat itu, aku selalu memanfaatkan momen sepele seperti itu sehari-hari.

.

.

.

Hingga akhirnya enam tahun berlalu.

Suara derap langkah kaki yang cepat itu mengusik peperhatianku. Namun sebelum aku sempat menoleh, tiba-tiba Seokjin menerjangku dengan tangannya yang melingkari tubuhku dari belakang.

"Min Yoongi~!"

"Ack!"

"Jahatnya! Kukira kita akan berangkat bersama!"

"Menjauhlah, idiot. Biarkan aku pergi!" Aku meronta guna melepaskan tangannya yang melingkari tubuhku. Namun pergerakanku itu justru membuat wajahku menjadi berdekatan dengan wajahnya. Terlalu tekat, jantungku bahkan berdetak semakin cepat karenanya.

"Pergi kau, sialan!" Umpatku sembari menyundulkan kepalaku ke wajahnya.

"Yah!"

Aku mengalihkan pandanganku untuk menyembunyikan wajahku yang kembali memerah dan meremas bagian kaus yang kukenakan. Sial, yang tadi benar-benar mengejutkanku.

Kim Seokjin tumbuh bersama kakak perempuannya, jadi ia terbiasa bersikap manis dan skinship adalah sesuatu yang wajar baginya.

Tapi tetap saja itu mengejutkan orang-orang sekitarnya.

Terutama aku.

Begitu detak jantungku kembali menemukan temponya, aku langsung mendapati Seokjin yang tengah menatapku dengan wajah ingin menangis yang dibuat-buat dan tangannya yang memegangi bagian wajahnya yang sepertinya terkena sundulan kepalaku.

Lihat sisi baiknya, ia akhirnya melepaskan tangannya dariku.

Sisi buruknya? Ia terlihat semakin manis.

"Ah, maaf, apa itu sakit?" Kekhawatiran tiba-tiba menyelimutiku, aku benar-benar tidak bermaksud melukainya.

"Apa kau sebegitunya tak menyukaiku?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Seokjin malah kembali bertanya dengan wajah sedihnya yang terlihat sangat manis. Baiklah, sudah berapa kali aku menyebutkan kata 'manis'?

Jangan lagi. Jangan membuat wajahku memerah lagi, Kim Seokjin.

"A-ah, bukan begitu, aku hanya.." Aku berusaha menemukan jawaban yang tepat untuk dijadikan alasan yang cukup masuk akal, "Ah, cuaca belakangan ini benar-benar panas, tapi AC di kamarku malah rusak. Benar! Karena itu! Kau tahu, mood-ku menjadi jelek karena itu, makanya.."

"AC di kamarmu rusak? Kalau begitu kau bisa datang ke kamarku dan kita bisa tidur bersama untuk sementara." Kata Seokjin.

Tidur bersama.

Tidur bersama?

Seketika, wajahku kembali memerah.

"L-lupakan. Lebih baik aku memanggil tukang reparasi." Aku mempercepat langkahku, berusaha untuk tidak memperlihatkan wajahku pada Seokjin.

"Yoongi-ah, jangan tinggalkan aku!" Kata Seokjin seraya mengejar langkahku.

"Makanya jalan yang cepat, dasar lamban!"

.

.

.

"Sekian untuk hari ini. Terima kasih." Maka dengan kalimat yang diselesaikan oleh sang dosen, berakhirlah kelas kali ini.

Satu persatu hingga sekumpulan mahasiswa keluar dari ruang kelas, begitu juga denganku dan Seokjin yang kini berjalan beriringan menyusuri koridor kampus.

Aku meraih ponselku di saku celanaku, memastikan bahwa yang barusan adalah kelas terakhirku untuk hari ini. "Kau ada kelas lagi setelah ini?" Tanyaku pada Seokjin.

"Ya, Seni Liberal 1 dan itu berarti aku harus pergi jauh-jauh ke gedung kesenian." Jawab Seokjin, menghela nafas. "Ah, aku juga.." Belum sempat Seokjin menyelesaikan kalimatnya, seorang mahasiswi tiba-tiba menabraknya dengan segelas ice coffee yang ia bawa hingga tumpah dan mengenai kemeja yang Seokjin kenakan.

"Astaga, maafkan aku!" Gadis itu memekik, "Aah, apa yang kulakukan? Aku tak bisa mengganti rugi sekarang, tapi kalau kau mau, aku bisa membersihkan noda itu untukmu." Ujarnya, panik? Atau mungkin pura-pura panik?

Ya, sepertinya ia sengaja.

"Tidak, tidak apa-apa." Kata Seokjin.

Aku mengamati interaksi keduanya, lalu pandanganku beralih hanya pada Seokjin.

Tinggi tubuh lebih dari 180 cm, wajah tampan namun juga cantik yang membuat siapapun berpaling menatapnya, kemudian kepribadian yang cerah dan menawan.

Kemanapun Kim Seokjin pergi, ia selalu menjadi pusat perhatian. Dia adalah sosok yang diinginkan semua orang.

"Oh, lihat, dia berbicara denga Seokjin."

"Mencari kesempatan, eoh?"

"Betapa beruntungnya ia."

Sedari dulu, 'kecelakaan' dan bisik-bisik disekitarnya seperti ini sudah sering terjadi. Meskipun begitu, Seokjin masih saja memancarkan kharismanya.

Faktanya, kepribadiannya yang kelewat cerah itu justru menyulitkannya.

"Kalau begitu, sebaiknya kau menghubungiku nanti jadi aku bisa membayar untuk laundry kemejamu." Mahasiswi itu masih bersikeras, rupanya.

"Tidak, tidak apa-apa, sungguh. Aku benar-benar tidak apa-apa." Kini Seokjin terlihat semakin kesulitan untuk menyanggah mahasiswi itu.

Selama bertahun-tahun, aku sudah biasa berada disampingnya, dan adalah sesuatu yang selalu kulakukan untuknya, setiap kali 'kecelakaan' seperti ini terjadi.

Aku memutuskan untuk membuka suara, setelah selama beberapa saat menjadi pengamat diantara mereka. "Hei, bukannya kau seharusnya pergi ke gedung kesenian? Sebaiknya kau bergegas." Kataku seraya menepuk punggung Seokjin.

"O-oh ya, kau benar." Seokin sedikit membungkuk. "Ah, maaf. Kurasa aku harus segera pergi."

"T-tunggu!" Mahasiswi itu masih saja berusaha menahannya. Beruntung karena Seokjin sudah tak lagi mengindahkan kalimatnya dan berjalan menjauhi sang mahasiswi.

.

"Terima kasih, Yoongi-ah. Berkat dirimu, aku berhasil keluar hidup-hidup!"

"Bukan masalah besar, kau tahu aku selalu melakukan itu hampir setiap hari." Aku melirik bercak cokelat gelap yang menodai kemeja yang Seokjin kenakan. "Omong-omong, bukankah noda itu terlalu banyak?"

"Tak apa, aku akan membersihkannya nanti." Seokjin melirik kemejanya. "Untuk sekarang, kurasa tak masalah."

Aku terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali bertanya, "Jadi, apa dia tidak sesuai dengan seleramu?" Tetang mahasiswi tadi, maksudku.

"Hah? Apa?" Seokjin kembali bertanya dengan wajah polosnya. "Kopinya?"

"Tidak. Bukan apa-apa." Aku memutuskan untuk mengurungkan pertanyaan tak penting yang sempat melintas di benakku. "Berikan bajumu padaku, kau tak mungkin berkeliaran dengan baju seperti itu." Kataku lagi, berusaha mengalihkan pembicaraan. Trik yang digunakan mahasiswi tadi boleh juga, omong-omong.

"Kau akan mencucinya? Terima kasih kalau begitu!" Seokjin lantas membuka kemeja yang melapisi kaus yang ia kenakan, kemudian menyerahkannya padaku.

Aku hanya menjawab dengan anggukan. Setelah menerima uluran kemejanya, aku berbalik dan berjalan menjauhinya. "Aku duluan, kalau begitu."

"Tentu, sampai jumpa nanti!"

.

.

.

"Ah, panasnya." Keluhku seraya mengibaskan kaus yang kukenakan, berharap tindakanku itu dapat memberikan sedikit angin. Musim panas di Seoul benar-benar menyebalkan. "Kapan musim gugur datang? Ini kan sudah bulan Semptember.."

Setibanya di kamarku, aku langsung meraih remot AC, namun mesin itu tak kunjung menyala meskipun aku sudah menekan power berkali-kali. "Ah, aku lupa kalau AC-nya rusak."

Jika mesin pendingin ruangan itu tak bisa bekerja, maka satu-satunya sumber angin yang dapat kuperoleh hanyalah angin yang berhembus dari luar. Aku lantas beranjak menuju sisi jendela untuk membukanya. Begitu membuka jendela, aku kembali teringat akan kejadian tadi pagi. Kembali teringat akan wajah baru bangun tidur Seokjin yang tak bisa dilewatkan, apalagi dengan ekspresi paniknya yang begitu menggemaskan.

"Aah." Aku menjatuhkan tubuhku diatas kasur sembari memeluk kemeja Seokjin yang kubawa pulang. "Untung saja kita sudah dekat sejak dulu. Kau terlalu populer sekarang, pasti akan sulit mendekatimu."

Aku mendekatkan kemejanya ke wajahku dan mengendusinya. "Aah, harum."

"Kim Seokjin.."

.

.

.

Kim Seokjin tengah berada diatasku, sedikit menindih tubuhku. Salah satu tangannya bermain di dadaku, dengan bibir penuhnya yang memagut bibirku, melumatnya penuh nafsu.

"Aah.." Aku membuka mulutku, memberi akses masuk bagi lidahnya. Lidahku pun menyambutnya dan bermain dengan lidahnya, saling bertukar saliva. "Ngh.." Aku sedikit melenguh ketika ia akhirnya menyudahi permainan lidahnya untuk kemudian menatapku.

"Yoongi-ah.."

"Kim Seokjin?"

"Yoongi, aku menyukaimu." Seokjin lantas membalikkan tubuhku dan menarik turun celana yang kukenakan hingga menampilkan pantat juga lubang pantatku."

"Aku akan memasukkannya."

"Hei, tunggu!" Aku meronta ketika aku merasakan sesuatu yang keras menggesek lubang pantatku. "Aku bilang, tunggu!"

Tanpa mengindahkan kalimatku, Seokjin langsung memasukkan penisnya kedalam lubang pantatku dalam sekali hentakan. Setelah penisnya terbenam seluruhnya di dalam, Seokjin mulai bergerak maju dan mundur, mengeluarkan lalu memasukkan lagi penisnya ke dalam, dengan tempo yang semakin cepat.

Ia lalu mendekatkan wajahnya dan kembali memagut bibirku, kali ini dengan permainan lidah yang lebih liar dari sebelumnya, diiringi dengan penisnya yang meghentak lubang senggamaku semakin kasar.

.

.

.

Tentu saja itu tidak benar-benar terjadi, itu hanyalah imajinasiku semata.

.

"Ah.."

Aku memiliki seorang teman sejak taman kanak-kanak.

"Hh.."

Sampai-sampai aku bermain dengan pantatku hingga berdenyut.

"Ngh.."

Aku menyukainya.

Tanganku masih sibuk mengeluarkan kemudian memasukkan kembali dildo pada lubang pantatku, membayangkan kalau benda yang bermain dengan lubangku adalah penisnya.

"Kim Seokjin.."

.

Kau tahu, Kim Seokjin, kita telah berteman selama lima belas tahun lamanya.

Apa yang kulakukan dibalik jendela yang bersebelahan denganmu..

Apa yang sejujurnya kupikirkan tentangmu selama itu..

Kau tidak akan pernah tahu, brengsek.

.

Kau tidak akan pernah mengetahui perasaanku seumur hidupmu.

.

"Haa.. Aah.." Kenikmatan sedari tadi kurasakan membuatku seakan melupakan dunia. Alam bawah sadarku masih sibuk menjelajahi imajinasi liar bersama Seokjin, hingga mataku terasa terlalu berat untuk terbuka barang sedikit.

Salahkan udara yang begitu panas hingga membuatku lupa untuk menutup jendela atau bahkan tirai jendela.

Karena saat aku berhasil membuka mataku, di sanalah Seokjin berdiri, dibalik jendela kamarnya, menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.

Seokjin kemudian berbalik dan melangkah menjauh bersamaan dengan diriku yang akhirnya mencapai klimaks dan mengeluarkan cairan kenikmatanku.

.

.

.

Kim Seokjin..

Kalaupun akhirnya kau tahu,

.

.

.

Kau tidak seharusnya tahu.

.

.

.

.

.

To be Continued

.

.

.

a/n :

Ini gila.

Setelah sekian lama tidak menulis, saya kira saya benar-benar akan berhenti menulis selamanya. Tapi manhwa karya Lee Aru ini benar-benar tidak bisa dilewatkan. Karenanya, saya malah kembali lagi kesini dan menulis lagi, dan lagi-lagi ini adalah tulisan bertema yaoi dan Rate M lagi.

Menyebalkan.

Saya sudah berbuat terlalu banyak dosa.

Ah, sudahlah. Biarlah kesegsaraan ini saya sendiri yang merasakannya.

Omong-omong, adakah yang sudah membaca manhwaWindow beyond Window juga? Saya harap kalian memiliki pemikiran yang sama dengan saya, karena sial, Ginu dan Yubin terlalu menggemaskan. Sial. Saat pertama kali membacanya, saya kira Ginu adalah uke dan Yubin adalah seme karena yah, kalian bisa lihat sendiri bagaimana penampilan Ginu yang memang terlihat cantik dan manis, meskipun sebenarnya Yubin juga manis kalau sedang tersipu, ditambah dengan tingkat tsundere Yubin yang kelewat parah itu juga menambah kadar manisnya. Astaga. Gemas sekali.

Untuk kalian yang belum membaca, saya sangat merekomendasikan manhwa ini. Oh ya, saat membaca tulisan ini, adakah dari kalian yang mengira bahwa Seokjin adalah uke-nya? Hahaha. Untuk memperjelas saja, di bagian akhir kalian juga sudah mengetahui kalau Yoongi bermain dengan lubangnya, yah, karena memang Yoongi yang sebenarnya adalah uke. Pada manhwa sebenarnya, Ginu (Seokjin) memang tipikal berwajah tampan namun juga manis disaat bersamaan. Sedangkan Yubin (Yoongi) merupakan tipikal uke tsundere, begitulah.

Tadinya saya berniat untuk membuat pairingNamJin atau MinYoon, tapi image cantik dan manis seperti Ginu tidak akan cocok pada Namjoon atau Jimin, menurut saya. Jadi, ya sudah, saya mengambil perwakilan dari mereka saja, Seokjin dan Yoongi. Seokjin memang memiliki wajah tampan sekaligus cantik, kan? Kalau Yoongi, sepertinya kita tak perlu meragukan sifat tsundere-nya itu.

Ini adalah remake pertama yang saya buat. Jangan terlalu banyak berharap setelah saya menghilang, karena sepertinya saya telah kehilangan kemampuan menulis saya. Meskipun memiliki banyak inspirasi, saya selalu kebingungan untuk memulai. Apakah ini yang dinamakan dengan WB? Sigh.

Oh ya, mengenai tulisan-tulisan saya yang sebelumnya, saya tidak berjanji akan melanjutkannya, jadi sekali lagi, jangan terlalu berharap. Tapi tetap saja, saya tidak menutup kemungkinan akan melanjutkannya.

Terkhusus untuk Bad Enough, saya sudah lama memikirkannya, sejak sebelum saya menghilang dari sini. Saya berpikiran untuk merombak ulang ceritanya dari awal, karena menurut saya alurnya terlalu cepat dan beberapa bagian tidak masuk akal, menurut saya, sepertinya saya perlu melakukan riset sebelum menulis sesuatu. Sayangnya, selama saya menghilang, saya belum mempersiapkan apapun, jadi sekali lagi jangan terlalu berharap untuk kelanjutan Bad Enough. Ampuni saya. Hiks.

Kalian bisa mengetahui permasalahan saya dalam menulis disini dan juga rencana saya untuk Bad Enough di fic milik Kimaudrlie yang berjudul My Teacher My Husband pada author's note di chapter 3. ( www . fanfiction s /12006670/3/My-Teacher-My-Husband)

Berhubung saya masih belum mampu menciptakan cerita yang berkualitas, saya akan mencoba menulis lagi dengan remake ini. Semoga kalian menyukainya, ya.

Dalam rangka memupuk rasa percaya diri dan semangat untuk melanjutkan tulisan ini sesegera mungkin, saya membutuhkan bantuan kalian semua untuk memberi tanggapan, kritik, saran, dan pendapat kalian mengenai tulisan ini. Kalian bisa membantu saya dengan cara Review, dan tentu saja saya akan merasa sangat berterima kasih karena itu benar-benar membatu saya.

Terima kasih!

.

.

.

a Review, please?