Bacalah petunjuk di bawah ini terlebih dahulu sebelum membaca

You have been warned !

..

..

Title: The Way You Are

Chapter: 1 of 2

Length: Two shots

Pairing: HoMin ( YunHo x ChangMin )

.Warning: 18+, OOC, typos, harsh words, GENDERSWITCH for SOME UKEs, DLDR ..

.
No bashing ! No flame ! Yang anti GENDERSWITCH & anti HoMin tidak usah baca !

.

FF ini saya persembahkan untuk Cassie/fans yang mencintai berbagai couple di DB5K/TVXQ5/Toho5hinki

Please respect my fan fiction. Enjoy the story, people~

.


.

~ flashback POV ~

.

Changmin, yeoja, usia 13 tahun, pelajar SMP, tinggi badan 174 cm

.
"Iihh Minnie~ aku tidak mau berjalan bersamamu. Kau membuatku terlihat cebol. Aku pulang bersama Taeyeon saja."

Sunkyu, teman sebangku Changmin yang tingginya hanya 155 cm, mendahuluinya keluar dari kelas ketika bel pulang sekolah tiba. Sunkyu yang biasanya pulang bersama Changmin, kali ini pulang bersama Taeyeon yang tinggi tubuhnya tidak jauh beda dengan Sunkyu.

Changmin tertegun. Dia memandang pantulan tubuhnya di kaca depan kelas. Tubuhnya memang sangat tinggi untuk gadis seusianya. Selama ini Changmin mengabaikan fakta itu sampai Sunkyu memprotes tinggi badannya dan tidak mau lagi berjalan bersamanya.

Apa yang harus dilakukannya? Sunkyu adalah satu-satunya teman Changmin.

"Ummaa~ Kenapa aku tinggi sekali?" protes Changmin ketika sampai rumah. "Sunkyu tidak mau lagi berteman denganku!"

Shim ahjumma menghembuskan napas. Dia tidak menampik bahwa tinggi badan putrinya itu di luar batas. Apalagi mengingat dia masih berusia tiga belas tahun. Masih akan ada kemungkinan Changmin tumbuh lebih tinggi lagi. Tubuh tinggi merupakan ciri dari keluarga suaminya, kakek dan nenek Changmin.

"Minnie chagi, pertumbuhan yeoja dan namja beda. Namja masih bisa tumbuh tinggi lagi. Tapi tubuhmu akan berhenti tumbuh, nak," hibur Shim ahjumma.

..

Changmin, yeoja, pelajar SMU, tinggi badan 180 cm

.

"Umma bohong!" rutuk Changmin sambil menghempaskan tubuhnya dengan kesal di ranjang. Apa yang diucapkan umma-nya empat tahun lalu tidak pernah jadi kenyataan. Tubuh Changmin masih saja tumbuh tinggi. Setelah dia bertanya kepada guru Biologinya, dia jadi tahu bahwa yeoja juga masih bisa tumbuh tinggi selama masih berada dalam masa pertumbuhan seperti sekarang ini.

"Hiks~"

Changmin mengingat kejadian tadi siang.

Layaknya remaja, Changmin juga memiliki cinta pertama. Tadi siang Changmin menuju ke kelas KangTa, sunbae di sekolah. Dia bermaksud untuk menyatakan perasaannya. Changmin menyiapkan surat cinta dan bekal makan siang sejak dari rumah. Surat cinta sepanjang tiga halaman itu sudah disiapkannya sejak dua bulan yang lalu.

Dia pun rela bangun lebih pagi supaya bisa menyiapkan bekal dengan baik. Nasi mentega, cumi goreng, tumis sayuran, daging saus teriyaki, dan mi spesial sudah disiapkannya sejak jam enam pagi. Dia menghiasnya dengan cantik dan menatanya ke dalam sebuah kotak bekal yang dibelinya dengan harga cukup mahal untuk ukuran pelajar sepertinya. Ketika waktu istirahat tiba, Changmin memberanikan diri menuju ke kelas KangTa. KangTa hanya sendirian, sedang menempelkan sesuatu di majalah dinding depan kelas.

"A... annyeong KangTa sunbae," sapa Changmin sambil mendekat.

Yang dipanggil pun menoleh dan menghentikan kegiatannya. Dia memandang Changmin mulai dari kepala sampai ujung kaki. Siapa hoobae yang tubuhnya sangat tinggi dan agak canggung ini? Apakah dia mengenalnya?

"Annyeong. Eh siapa ya?"

"Changmin imnida dari kelas 2-C," jawabnya cepat-cepat.

Changmin meremas kotak bekalnya dengan gugup. "Oppa, mohon dibaca."

Segera diberikannya kotak itu kepada KangTa. Dia menunduk, wajahya sangat merah karena malu. Ini pertama kalinya dia suka kepada seorang namja dan hendak menyatakan cinta. Pikirannya blank, tidak bisa memikirkan apa pun. Dia tidak membayangkan akan diterima atau ditolak. Yang penting baginya adalah memberikan surat dan bekal ini dulu.

KangTa pun segera paham. Yeoja ini hendak memberikan surat cinta dan bekal makan siang padanya. Perlahan KangTa menerimanya. Changmin lega sekali ketika dua benda yang sudah dipersiapkannya dengan baik itu berpindah tangan kepada si namja yang diincarnya. Dia sudah berani mengangkat kepalanya sekarang dan memandang KangTa dengan penuh harapan. "Hmm..."

Dua orang namja teman KangTa muncul entah dari mana dan merangkul lehernya. "Yo! Man..." Yang seorang lagi melihat kehadiran Changmin di dekat KangTa dan bertanya padanya. "KangTa, dia siapa?"

KangTa tidak menghiraukan kedua temannya. "Kau manis juga..." Dia memperhatikan Changmin lekat-lekat. Hati Changmin melambung dipuji seperti itu. Dia tersenyum malu. "...tapi sayang tubuhmu tinggi sekali! Aku ingin yeojachingu yang lebih imut... dan lebih mungil dariku pastinya. Kalau denganmu masa aku harus mendongak terus tiap kali melihatmu?"

Ucapan panjang lebar dari KangTa itu membuat hati Changmin sedih seketika. Tubuhnya gemetar, malu karena ditolak mentah-mentah di depan umum. Apalagi kedua teman Kangta tersenyum-senyum melihatnya. Changmin merasa sangat malu dan menundukkan kepala.

"Tapi bekal ini sepertinya enak. Kubawa ya," ucap Kangta tidak tahu diri sambil memandang kotak bekal yang dihias dengan cantik oleh Changmin. Sudah menolak Changmin tapi masih ingin mengambil kotak bekal itu.

"N... ne. Sunbae ambil saja." Changmin masih saja menunduk. Dia membungkuk. "Maaf merepotkan. Annyeong." Dia berlalu dari kelas KangTa. Sayup-sayup didengarnya suara teman KangTa. "Gila. Gadis tadi tinggi sekali. Wajar kalau KangTa tidak mau. Dia kan suka yang mungil."

"Hiks~"

Changmin kembali terisak. Air mata kembali membasahi bantalnya. Dia belum berganti baju seragam tapi tidak peduli. Rasanya dunia selalu memusuhinya hanya gara-gara tinggi badannya yang di luar normal. Dia pun menghabiskan masa sekolah tanpa namjachingu seorang pun. Padahal rata-rata semua temannya punya. Sisi positif dari kesendiriannya tanpa kehadiran namjachingu bahwa Changmin bisa konsentrasi belajar untuk masa depannya. Hal ini ditunjang dengan kecerdasan otaknya pula. Nilai-nilainya bagus semua dan dia selalu mendapat juara di kelas serta juara paralel di sekolah.

"Umma, Minnie ingin kuliah di Seoul," ujar Changmin suatu hari ketika dia sudah lulus sekolah dan mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi.

Umma-nya bertanya dengan kaget karena tiba-tiba saja putri tunggalnya ingin pergi jauh dari keluarga. Keluarga Shim memang tinggal di Chungnam. Kalau Changmin pergi ke Seoul berarti dia hanya tinggal berdua saja dengan suaminya dong?!

"Wae, Minnie? Apakah di Chungnam tidak ada kampus yang bagus menurutmu?"

"Nngg... umma, di Seoul Minnie akan lebih mudah mencari pekerjaan..." jelasnya dengan pelan.

"Minnie kan juga bisa kuliah di Chungnam saja, nak. Setelah lulus kuliah barulah ke Seoul."

"Ummaa, lebih baik lagi kalau Minnie bisa mendapat kerja sebelum lulus kuliah. Bayangkan betapa banyaknya saingan Minnie nanti, iya kan?" rengeknya berusaha terdengar masuk akal. Tapi dia duduk dengan gelisah di kursinya. Matanya tidak fokus dan sesekali melirik kesana kemari.

Umma Changmin mengelus pipi putrinya. Dia sangat mengenal tabiat anak yang dilahirkannya itu. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan Changmin.

"Minnie, katakan pada umma nak, sebetulnya apa alasan Minnie ingin kuliah di Seoul? Pasti bukan hanya ingin mendapat pekerjaan bagus, bukan?"

Changmin menunduk. Tangannya bermain-main dengan ujung kausnya. "Minnie ingin mudah mendapat jodoh di Seoul, umma," jawabnya dengan suara kecil.

Dia merasa sangat malu. Pemikiran bahwa akan lebih mudah mendapat jodoh di Seoul bermula ketika Changmin menonton acara olimpiade. Disitu dia melihat para pemain bola voli dan bola basket Korea bertubuh tinggi-tinggi! Yang yeoja saja minimal tingginya 180 cm, apalagi yang namja. Sudah pasti akan lebih tinggi lagi.

Sebagai anggota tim nasional, para atlet yang bertubuh tinggi tersebut hanya tinggal di Seoul. Di Chungnam juga banyak atlet, dan mereka juga tinggi-tinggi, tapi tidak ada yang setinggi Changmin. Kesimpulannya, Changmin sangat ingin tinggal di Seoul dengan harapan akan mendapat jodoh salah satu atlet itu, karena mereka sudah pasti bertubuh tinggi.

Shim ahjumma tersenyum miris. Entah dia harus senang atau sedih dengan pengakuan putri tunggalnya itu. Dia sangat paham bahwa Changmin sedikit sensitif dengan kondisi tubuhnya karena banyak mendapat pengalaman yang tidak enak karena kondisi tubuhnya tersebut. Mulai dari dijauhi sahabatnya, ditolak namja yang disukainya, sampai tidak diterima masuk tim cheerleading sekolah karena yeoja lain tidak ada yang setinggi dirinya.

"Baiklah chagiya. Umma akan bicara dengan appa-mu dulu ya."

Changmin cepat-cepat menarik ujung baju umma-nya. "U... umma, bisakah umma tidak bilang appa tentang keinginan Minnie mencari jodoh di Seoul? Umma bilang saja bahwa Minnie ingin mandiri dan tinggal di Seoul," pinta Changmin dengan semburat merah memenuhi pipinya.

"Tentu saja, Minnie. Ini rahasia kita berdua."

Setelah hampir sebulan meyakinkan sang appa bahwa dia akan baik-baik saja di Seoul, akhirnya Changmin pun mendapat ijin untuk kuliah di ibukota. Dia mengambil jurusan Matematika dengan harapan akan bisa menjadi guru seperti kedua orang tuanya.

Setelah setahun kuliah dan tinggal di Seoul, Changmin pelan-pelan melupakan mimpinya untuk mendapat jodoh atlet nasional. Kenapa? Karena di Seoul, yang bertubuh tinggi tidak hanya para atlet. Kebetulan sekali di kampus sangat banyak sekali namja dengan tinggi tubuh minimal 180 cm. Pemikiran konyol, Changmin tersenyum sendiri mengingat "pengakuan"-nya kepada sang umma ketika hendak meminta ijin berangkat ke Seoul.

'Memang aku harus membuka wawasan dan berkenalan dengan banyak orang dulu,' pikirnya.

Meski demikian, kesulitan tidak berhenti sampai disini. Changmin memang berkenalan dengan banyak namja yang bertubuh tinggi di kampus. Tapi masalahnya kembali lagi seperti awal, apakah namja-namja tersebut juga menyukai Changmin? Seperti yang sudah diperkirakannya, kehidupan di kampus akan lebih kompleks daripada di sekolah. Maksudnya dalam hal mencari jodoh. Saingan juga lebih banyak. Dan lagi, namja Korea rata-rata lebih memilih yeoja yang tinggi rata-rata hanya 160 - 170 cm karena mereka terlihat mungil, aegyo dan imut seperti boneka, bukan memilih dirinya yang mempunyai tungkai dan lengan yang sangat panjang.

.

~ end of flashback POV ~

..

..

Changmin, yeoja, usia 27 tahun, dosen matematika di suatu akademi, tinggi badan 186 cm

.

"...dan jangan lupa bahwa laporan tugas hari ini dikumpulkan minggu depan. Saya juga akan mengadakan tes Rabu depan. Selamat malam."

Terdengar keluh kesah dari berbagai penjuru di ruangan tersebut. Changmin mengabaikannya. Kaki-kakinya yang panjang dan jenjang segera keluar ruangan dan kembali ke ruangannya sendiri.

"Changmin seongsaenim!"

Terdengar suara yeoja memanggilnya. Changmin berhenti berjalan dan menoleh. Ternyata dua orang mahasiswinya. Changmin mengangkat alisnya yang tertata rapi.

"Ya?"

"Eh annyeong seongsaenim. Bo... bolehkah saya mengumpulkan tugas sebelum waktunya? Karena pada hari Rabu depan saya ijin tidak masuk kuliah. Ada kegiatan kampus," tanya salah satu yeoja itu takut-takut sambil mendongak memandangnya. Dia bersenggol-senggolan dengan temannya.

"Tidak bisa. Tugas harus dikumpulkan tepat pada waktunya. Kalau saya bilang Rabu ya Rabu. Kalau anda ingin mengumpulkan sebelum waktunya, titipkan saja ke ketua kelas. Biar dia sendiri yang menyerahkannya kepada saya," tolak Changmin tegas.

"Terima kasih seongsaenim." Si mahasiswi membungkuk dan berlalu. Lamat-lamat Changmin masih bisa mendengar suara keduanya. "Dia judes sekali. Pantas saja belum menikah." Mereka pun terkikik.

Satu atau dua komentar seperti itu sering didengarnya dari mahasiswanya di kampus tempatnya bekerja ini. Setelah lulus kuliah di usia dua puluh satu tahu, Changmin memang mengabdi kepada kampusnya dan menjadi dosen disini. Orangtuanya pun tidak keberatan jika putri mereka mengikuti jejak mereka dengan menjadi pengajar.

Changmin menghela napas. Bekerja sebagai staf pengajar di kampus memang memungkinkan untuknya bertemu dengan mahasiswa yang usianya tidak begitu jauh berbeda dengannya. Tapi itu tidak membuat Changmin merasa muda. Sebaliknya, dia malah merasa sangat tua sekarang. Dia iri melihat para mahasiswanya masih bisa bersenang-senang di sela-sela tugas yang banyak. Changmin merasa hidupnya semakin lama semakin membosankan, terutama ketika dia hanya sendirian di rumah.

"Vicky," panggilnya lirih ketika sampai di parkiran kampus. Victoria temannya sudah menunggu di dalam mobil. Victoria bekerja di kampus juga tapi dia mengajar subjek bahasa Mandarin, sesuai dengan daerah asalnya. Dia sudah menjadi imigran di Korea selama beberapa tahun.

Changmin dan Victoria pertama kali berkenalan ketika sama-sama makan di kantin kampus. Sejak saat itu mereka menjadi sahabat meski berbeda gedung. Tiap hari Jumat, Changmin selalu menumpang mobil Vic dan tidak menyetir sendiri ke kampus. Kebetulan mereka sama-sama mengajar sampai malam di hari Jumat. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Changmin. Pulang mengajar, dia dan Vic sering berjalan-jalan atau sekadar window shopping di Jumat malam.

"Kita kemana?" tanya Changmin. Dia memijat-mijat pelipisnya. Matanya terpejam.

"Kau mau kemana?" Victoria bertanya balik.

"Aku mau pulang saja deh Vic."

"Oke. Terserah."

Suasana hening sepanjang perjalanan pulang. Changmin sendiri tidak mengoceh seperti biasanya. Victoria mengarahkan mobil menuju apartemen Changmin. Tempatnya terletak di daerah sub-urban Seoul. Disini memang terdiri dari kompleks-kompleks apartemen sederhana dengan harga terjangkau oleh Changmin. Dia mendapatkannya lewat rekomendasi sesama rekan staf pengajar. Temannya itu hendak menikah dan pindah ke rumah Changmin yang menempati apartemennya.

"Masuk dulu yuk. Aku baru belanja kemarin. Kita bisa makan malam bersama," tawar Changmin setelah melirik jam tangannya. Waktu masih menunjukkan jam tujuh lewat dua puluh menit. Dia melepas sabuk pengaman dan mengambil map berisi soal-soal tes untuk mahasiswanya yang tadi diletakannya di bawah kursi penumpang.

"Eehh sebenarnya aku hari ini ada janji makan malam dengan Zhou Mi." Vic agak menyesal menolak tawaran Changmin untuk mampir.

"Zhou Mi pacarmu? Dia ada di Korea?" Zhou Mi adalah namjachingu Vic yang sama-sama berasal dari Cina.

Vic mengangguk. "Iya, dia ada di Seoul sekarang."

"Lho lalu kenapa tadi kau ajak aku jalan?"

"Sebetulnya aku tadi ingin mengajakmu makan bareng Zhou Mi, Min. Sekalian saling memperkenalkan kalian berdua. Tapi ternyata kau sedang tidak ingin jalan-jalan malam ini," jelas Vic.

Changmin mengangguk-angguk dan memandang Victoria. "Hahh, senangnya punya pacar~" ujarnya iri.

Vic tertawa kecil. "Sabarlah Min. Suatu saat pasti kau juga punya pacar kok." Dicubitnya pipi Changmin.

"Vic pabbo! Nanti pipiku melar!" omel Changmin. Tapi matanya berbinar-binar. "Benarkah?"

"Tentu saja! Kau manis dan pintar."

"Mahasiswaku bilang bahwa aku judes." Bahu Changmin kembali lunglai mengingat perkataan muridnya setengah jam yang lalu.

"Ah, jangan gampang terbawa omongan orang, apalagi jika mereka mahasiswamu. Mereka itu hanya iri saja tidak punya tubuh semampai sepertimu." Vic mengibaskan tangan ke udara. Satu yang membuat Changmin menyukai komentar Vic adalah, sahabatnya itu tidak pernah menggunakan kata "tinggi" untuk menggambarkan proporsi tubuh Changmin. Dia selalu bilang bahwa Changmin "langsing semampai" atau "ramping." Dia sangat paham bahwa Changmin sangat benci dianggap "tinggi" seolah-olah dia ini tiang listrik ._.

"Thanks Vic. You really made my day." Dipeluknya sahabatnya yang berbeda kewarganegaraan itu. Dia cepat-cepat keluar dari mobil karena hujan sudah mulai turun.

"Ayo, Min. Aku pulang dulu. Sampai jumpa Senin," pamit Vic sambil membunyikan klakson.

"Gomawo atas tumpangannya, Vic. Have fun with your boyfriend!"

Changmin segera masuk ke gedung apartemennya. Gedung ini tidak mempunyai resepsionis. Tapi di lobinya yang kecil terdapat loker untuk meletakkan surat bagi para penghuninya. Changmin segera menuju ke lokernya. Hanya ada beberapa surat tagihan yang diletakkan disana. Diambilnya surat-surat tagihan itu dan dia segera menuju ke atas.

"Aku pulang..." ucapnya lirih tidak kepada siapa-siapa ketika memasuki apartemennya yang gelap gulita. Tombol lampu dekat pintu dinyalakan dan voila, terlihat isi apartemen Changmin yang rapi. Bukan karena dia seorang yeoja, tapi memang pada dasarnya dia adalah orang yang rapi. Tidak akan ada barang berantakan disini. Semua tertata di tempatnya. Dia menaruh map dan tasnya di atas meja kerjanya yang juga penuh tumpukan kertas-kertas tes mahasiswanya.

Rutinitas Changmin tiap pulang kerja selalu sama: meletakkan barang apapun yang dibawanya -baik itu tas, buku atau barang belanjaan- di tempatnya, melepas mantel dan sepatu, mencuci tangan, membersihkan wajah, mandi air hangat lalu memasak makan malam. Changmin akan merasa kurang jika tidak melakukan satu saja hal tersebut. Selain karena dia menjaga kebersihan tubuh dan wajahnya, rutinitas juga membuatnya merasa nyaman dan aman. Memang membosankan.

Selesai makan malam biasanya Changmin akan memeriksa tugas-tugas mahasiswanya, membuat silabi mata kuliah atau apa pun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Jika dia tidak melakukan itu, biasanya dia akan online internet atau menonton film-film di tv kabel Amerika.

Seperti malam ini misalnya. Setelah menghabiskan makan malamnya yang terdiri dari nasi, kimchi, bulgogi, spaghetti, tempura dan segelas besar jus alpukat buatan sendiri, Changmin duduk kekenyangan di sofa sambil mengemil cheese cake. Tak lupa dia juga membuka sekantong besar potato chips dan sebotol besar cola. Satu hal yang membuatnya bangga: tubuhnya sangat susah gemuk. Hal ini membuatnya tidak ragu makan apapun, pada jam berapa pun. Changmin bangga karena Vic pun iri padanya akibat tubuhnya yang susah gemuk ini.

Dia melakukan aktivitas makan sesi 2 sambil mengganti-ganti channel tv kabel. Yang menjadi favoritnya adalah channel yang memutar film-film lama Amerika, film yang masih berwarna hitam putih. Changmin bergelung sambil merapatkan selimutnya. Sebetulnya malam ini agak panas mengingat saat ini adalah musim panas, tapi Changmin tetap memakai selimut karena dia hanya mengenakan baju tipis dan minim untuk tidur. Dia meringkuk di sofa sambil menonton film lawas "Gone With The Wind" yang diputar ulang.

"Oh Scarlett O'Hara..." ujarnya sambil meniru dialognya.

Changmin terkikik sendiri, membayangkan dia adalah tokoh utama dalam film. Salah satu alasannya gemar melihat film-film lawas Hollywood adalah karena film-film itu kebanyakan bertema roman dan percintaan. Ya, di lubuk hatinya Changmin adalah orang yang romantis. Sayang sekali belum ada namja beruntung yang akan menerima perlakuan romantisnya.

Lama kelamaan kelopak mata Changmin menjadi semakin berat. Selain karena malam pun semakin larut dan tubuhnya juga cukup capai, dia juga makan sangat banyak sehingga kekenyangan dan mengantuk. Perlahan dirinya pergi ke alam bawah sadar.

.

"Oppa, kita mau apa disini?" tanya Changmin pada si namja ketika mereka sedang berada di kamar si namja. "Aku besok masih ada kuliah pagi loh~"

Namja yang tubuhnya lebih pendek itu menyeringai. Dia mengelus-elus paha Changmin yang duduk di sebelahnya. "Changmin-ah, kau cinta padaku kan?"

"Tentu saja, oppa. Jika tidak, aku tidak mungkin berkencan denganmu sebulan ini." Changmin memberikan sebuah senyumnya yang paling manis.

Seringai namja itu pun semakin lebar. "Nah, Changmin. Aku ingin bukti cintamu."

"Maksud oppa?"

"Aku ingin melakukan 'itu' denganmu," jawab si namja tanpa basa basi. Dia mengelus pipi mulus Changmin. Perlahan semburat merah muncul disana.

Tapi...

"O... oppa, tidakkah ini terlalu cepat?" tanyanya pelan. Takut membuat si namja marah.

"Jadi Changminnie tidak cinta oppa?"

"Bukan begitu oppa," geleng Changmin cepat-cepat.

"Kalau begitu apa yang Changmin tunggu?"

Changmin sendiri ragu. Dia menunduk. Benarkah ini saatnya?

"Ayo Changminnie..." rayu si namja sambil mendekat dan mulai mencium bibirnya. Changmin tidak sempat berpikir apa pun. 'Ugh, ciumannya buruk sekali,' keluh Changmin dalam hati. Tapi Changmin diam saja. Karena Changmin tidak merespon ciumannya, namja itu jadi sedikit terseinggung tapi tidak berkata apa pun.

Perlahan dia melucuti baju yang dikenakan Changmin. Ketika selesai melepaskan celana jins yang dipakai Changmin, dia tertegun sendiri. Changmin yang berbaring sambil memejamkan mata heran kenapa tiba-tiba namja ini berhenti melakukan aksinya.

"O... oppa? Wae?" tanyanya sedikit malu karena tubuhnya yang hanya mengenakan underwear saja dipandangi dengan sedemikian rupa oleh si namja.

Mimik wajah si namja berubah. "Pakai bajumu," ucap si namja sambil melemparkan celana dan baju Changmin. "Oppa akan mengantarmu pulang."

Entah kenapa, sejak saat itu si namja tidak pernah menghubungi atau mengunjungi Changmin lagi. Tentu saja dia bingung. Apa salahnya? Ketika suatu saat Changmin bertanya padanya, dia hanya bilang, "Jangan menghubungi oppa lagi. Kita selesai sampai disini."

Di kemudian hari Changmin tidak sengaja mendengar pembicaraan si namja dari balik pohon yang ada di kampus. "...kakinya panjang sekali! Menakutkan! Mungkin satu meter lebih panjangnya. Aku takut jika "punya"-ku sampai tertendang olehnya ketika kami bercinta nanti..."

"Hahahaa benarkah Shim Changmin sepanjang itu kakinya?" tanya temannya.

"Ne. Tubuhnya juga lurus, tidak lembut seperti kebanyakan fitur wanita lainnya. Rasanya aku seperti akan meniduri namja saja. Hiiiyyy..."

.

.

.
'tubuhnya lurus seperti papan'

.
'tubuhnya tidak seperti yeoja'

.
'kakinya sangat panjang seperti jerapah'

.

.

.

"Hiks~"

Changmin menangis dalam tidurnya. Air mata hangat menuruni pipinya. Kelopak matanya bergerak-gerak. Bisa didengarnya ada suara gemerisik. Perlahan dia membuka mata. Napasnyamasih terengah-engah. Pemandangan ruang tengah apartemennya terpampang di hadapannya. Tadi dia tertidur sehingga lupa tidak mematikan TV 'Mimpi itu lagi.'

Dia meraih tisu yang ada di meja dan mengelap dahinya yang berkeringat. Setelah mematikan TV, rambutnya yang panjang itu diikat di puncak kepala karena dia merasa kegerahan. Diusapnya-usapnya wajahnya, berusaha memulihkan diri setelah terbangun dari tidurnya.

'Kenapa aku tiba-tiba bermimpi seperti itu?'

Perkataan teman kencannya di masa lalu sangat membekas di hatinya meski si namja tidak mengucapkan langsung padanya dan Changmin hanya mendengarnya karena kebetulan menguping. Jadi itu yang dipikirkan si namja tentangnya. Kondisi fisiknya membuat si namja turn off, padahal mereka sudah hampir separuh jalan melakukan this-and-that. 'Diberi gratisan saja masih menolak,' pikir Changmin enam tahun lalu itu memang sangat melukai harga diri Changmin sebagai wanita (?)

Sejak saat itu dia menyerah mengejar namja. Lebih baik menunggu saja. Tapi sampai kapan? Lagipula dia juga tidak banyak mengenal namja selain rekan-rekannya di kampus. 'Mungkin aku harus mengikuti suatu klub tertentu untuk mencari teman, syukur-syukur mendapat jodoh,' pikirnya sambil mengusap-usap wajahnya.

Changmin membersihkan bungkus potato chips dan cola yang berserakan di meja ruang tengah. Bukan kebiasaannya berantakan, tapi tadi dia kan ketiduran. Di dapur Changmin juga tidak lupa memasak dua bungkus ramen pedas kegemarannya. Setelah selesai dia membawanya ke ruang tengah. Changmin menikmati semangkuk besar ramen pada pukul tiga dini hari. Dia makan di sofa sambil meletakkan kakinya di atas meja.

'Oh my, kakiku memang panjang sekali,' pikirnya heran. Changmin bisa melihat kakinya yang jenjang karena saat ini dia hanya mengenakan tank top dan panty saja. 'Pantas saja teman kencanku bilang aku seperti jerapah...'

Mengingat itu membuat Changmin marah lagi. Dengan brutal dihabiskannya ramen itu dan sesudahnya dia menyambar satu bucket besar es krim yang ada di kulkas. Dibukanya jendela dan dihirupnya udara malam. Angin musim panas yang hangat membelai leher dan lengannnya. Sayup-sayup didengarnya suara TV dari tetangga apartemennya.

Changmin melayangkan pandangan ke kejauhan. Beruntung kamarnya terletak di lantai empat sehingga bisa melihat pemandangan di kota. Langit malam ini bersih tak berbintang. Sebuah objek berkilat di atas sana segera menarik perhatiannya. Sebuah bintang berekor terlihat bergerak di langit kelam.

'Shooting star? Bintang jatuh?' pikirnya tertarik. 'Jika aku membuat permohonan ketika ada bintang jatuh, apakah akan terkabul?'

Jelas sekali bahwa Changmin kebanyakan melihat film-film romantis Hollywood. Bucket berisi es krim diletakkannya di meja lalu dia memandang ke langit sambil menangkupkan tangan dan memejamkan mata.

'Dear shooting star, hear my prayer. I wish I could have a lover. I will love him always and forever...'

Dihelanya napas, sadar bahwa berdoa meminta sesuatu ketika ada meteor jatuh merupakan sesuatu yang romantis... dan konyol. Dia tidak tahu bahwa alam semesta bekerja dengan cara yang sama sekali tidak terduga

.

Setelah menjalani akhir pekan yang membosankan, hari Senin rutinitas kembali dimulai. Changmin akan bangun pukul 6:30 pagi dan berolahraga sebentar -biasanya naik sepeda statis miliknya- hingga pukul 7. Nonton TV sebentar lalu mandi dan menyiapkan sarapan. Changmin selalu membawa potongan buah-buahan segar untuk dimakan jika ada break mengajar. Jam 8 pagi Changmin sudah berada di dalam mobilnya lantas melaju ke kampus. Mobil yang merupakan hadiah dari orang tuanya karena dia lulus dengan predikat magna cum laude.

Pagi ini Changmin merasa malas membawa mobil. Di musim panas, matahari sudah bersinar pada pagi hari seperti ini. Dia ingin menikmati sinar matahari pagi di kulitnya. Pukul 7:30 Changmin sudah menyusuri jalanan kecil dari rumahnya menuju halte bus. Entah darimana, tiba-tiba angin berhembus dan meniup sesuatu hingga mengenai wajahnya. Changmin berteriak karena kaget. Ketika mengamati, ternyata angin meniup sobekan koran hingga mengenai wajahnya.

Changmin berjalan sambil membaca apa yang tertulis di koran tersebut. 'Eh? Biro jodoh?' Changmin merasa tertarik dengan satu iklan yang ada di sudut halaman koran. Mata bambinya membulat. "Biro jodoh MIROTIC: Kami Siap Membantu Anda Menemukan Pasangan Sejati." 'Ow... ow... sepertinya ini cocok untukku...' Artikel ini membuat Changmin sedikit bersemangat. Dia menyimpan sobekan koran dan memasukkan ke dalam tas kerjanya.

Changmin hampir lupa tentang iklan biro jodoh sampai waktu jam istirahat siang tiba. Ketika dia mengambil dompet hendak menuju ke kantin kampus, dilihatnya sobekan koran di dalam tasnya. Daripada lupa, dia berniat untuk mencari info sekarang juga. Setelah selesai makan, dia berpamitan kepada ketua jurusannya dan bilang bahwa akan kembali ke kampus sekitar jam dua siang.

Changmin segera menuju ke kantor biro jodoh itu yang terletak di salah satu daerah elit Seoul. Dia punya banyak waktu karena jadwal mengajar berikutnya pada pukul tiga sore. Sekarang masih jam setengah satu siang. Mobilnya parkir tepat di depan bangunan dua lantai yang tidak ada tulisan apa pun. Mulanya dia tidak yakin itu kantor biro jodohnya, tapi setelah bertanya kepada pihak security yang menjaga di depan pintunya, Changmin yakin dia memasuki tempat yang benar.
Changmin memasuki sebuah lobi yang sangat luas. Di pinggir-pinggir lobi ada pintu-pintu, tampaknya merupakan pintu tempat ruang-ruang kantor berada. Di tengah-tengah lobi terdapat meja resepsionis. Dia segera menuju kesana dan disambut oleh resepsionis yeoja yang mungkin masih sangat muda. Changmin melihat name tag yang ada di meja sebelum menyapanya.

"Annyeonghaseyo Minzy-ssi."

Resepsionis yang bernama Minzy itu mengangkat wajah dari agenda yang sedang dihadapinya. Dia segera berdiri dan melemparkan seulas senyum. "Annyeong."

"Changmin imnida. Emm, bisakah saya mendapat keterangan mengenai eh... biro jodoh ini?" Changmin bertanya terus terang.

"Baiklah. Changmin-ssi apakah sudah membuat janji sebelumnya dengan konsultan kami?" tanya Minzy sambil membuka buku tamu.

Changmin menggeleng. "Saya baru pertama kali kesini."

"Aahh baiklah. Kalau begitu..." Minzy membuka-buka sebuah buku besar, "...saya akan mengantarkan anda kepada konsultan kami. Apakah anda memilih konsultan namja atau yeoja?"

"Tolong konsultan yeoja saja, terima kasih," angguk Changmin. Dia merasa lebih nyaman berbicara dengan sesama yeoja, apalagi jika urusannya adalah untuk mencari jodoh.

Minzy berdiri dari kursinya. "Changmin-ssi, mari saya antar anda menemui Dara-ssi." Changmin segera mengikuti langkah Minzy menuju ke salah satu pintu yang ada di lobi. Ternyata pintu itu merupakan menuju ke sebuah kantor kecil.

Tok... tok... tok...

"Masuk." Sebuah suara terdengar dari dalam ruangan.

"Dara-ssi," Minzy melongokkan kepala. "Saya bersama Changmin-ssi." Dia mengajak Changmin masuk dan mengenalkan mereka berdua. Setelah berkenalan, Changmin dan Dara duduk di sofa yang sangat nyaman sambil menunggu Minzy mengantarkan minuman. Changmin memandang konsultannya. Dara merupakan seorang wanita cantik dengan wajah yang tampak muda. Changmin kesulitan menebak berapa usianya.

"Dara-ssi, apakah anda sudah menikah?"

Dara terlihat terkejut dengan pertanyaan Changmin yang tiba-tiba. Lantas dia tersenyum. "Sebetulnya semua konsultan yang ada disini sudah menikah, Changmin-ssi. Perusahaan memang mempekerjakan orang-orang yang sudah menikah, kecuali resepsionis. Kami tidak mungkin membantu orang mendapat jodoh jika kami sendiri belum mempunyai jodoh, bukan?" Dara tertawa renyah. Changmin mengangguk-angguk. Betul juga. Mana mungkin orang single bisa membantu orang single lainnya mendapatkan jodoh, padahal dia sendiri juga masih mencari jodohnya.

Setelah berbasa basi sejenak, pembicaraan mereka berdua sampai kepada intinya. Dia memberikan Changmin sebuah buku yang berisi data-data klien biro jodoh MIROTIC. Changmin pusing melihat banyaknya klien yang ada di buku itu. Sekitar setengah jam kemudian dia menyerah dan menutup buku tersebut.

"Apakah anda sudah menemukan yang anda inginkan?"

Changmin duduk bersandar di sofa. Kepalanya pusing. Banyak sekali klien yang bagus. Dara tersenyum kecil. "Banyak kok klien kami yang juga bingung seperti anda, apalagi jika baru pertama kali. Baiklah kalau begitu, sekarang kita fokuskan saja pada keinginan Changmin." Dara membuka agenda tebal yang dari tadi ada di sampingnya.

"Changmin-ssi ingin pria mana, maksud saya nationality-nya?"

"Pria Asia saja." "Tidak ingin mencoba pria Kaukasia?"

"Tidak tidak," geleng Changmin cepat-cepat. Entah kenapa dia tidak berminat dengan pria-pria bule. Makanan utama mereka adalah daging, oleh karena itu tubuhnya banyak yang berbau tidak sedap. Ugh. Membayangkannya saja membuat Changmin mual.

Dara mencatat sesuatu di agendanya. "Pria Amerika? Pria Inggris?"

Changmin menggeleng.

"Pria Rusia?" tanya Dara lagi. Andwae! Wajah Changmin berubah horor. Dia dengar bahwa ehmm... alat vital pria Rusia SANGAT panjang. Ada yang hampir 30 cm, itu pun masih dalam keadaan 'tidur.' Changmin sudah ketakutan sendiri membayangkan dirinya yang masih perawan akan 'dilubangi' oleh benda sepanjang itu. Di usia dua puluh tujuh ini Changmin memang masih perawan. Entah dia harus bangga atau sedih.

"Dara-ssi, kumohon... pria Asia saja please..." pinta Changmin dengan wajah memelas. Dengan pria Asia, akan lebih mudah menyesuaikan semuanya. Mereka sama-sama makan nasi dan cinta keluarga, terutama orang tua.

"Hmm, baiklah." Dara sibuk mencatat.

"Kisaran usia?"

"Antara 22 - 35 tahun bolehlah."

Dara mendongak dari agendanya. "Changmin-ssi, anda berusia 27 tahun bukan?" Changmin mengangguk. "Tidak masalah jika berpasangan dengan namja yang lebih muda?"

"Umm, tidak apa-apa sih kalau kepepet..." jawabnya jujur.

"Oke. Apa ada lagi?"

"Mungkin itu saja dulu."

"Baiklah." Dara menutup agendanya. "Karena Changmin-ssi belum juga menentukan pilihan, kami akan menyertakan anda dalam jadwal blind date kami."

"Blind date?"

Dara mengangguk. "Ya. Blind date. Kencan buta. Sistem ini kami terapkan pada klien yang belum bisa menentukan siapa yang akan dikencaninya setelah melihat daftar di buku kami. Contohnya seperti anda. Untuk itu saya akan memberikan anda jadwal blind date dengan klien kami. Pada hari, waktu dan tempat yang sudah ditentukan, anda akan bertemu dengan klien kami." Dara menyorongkan sebuah kertas berisi jadwal blind date kepada Changmin. "Silakan anda baca dulu."

Selesai membaca, Changmin pun bertanya. "Dengan siapa saya akan berkencan?" Changmin tidak melihat ada satu nama pun di dalam kertas.

Dara tertawa. "Yah Changmin-ssi, namanya saja blind date, tentu saja anda tidak akan tahu nama orang yang akan anda temui bukan? Yang jelas, dia juga klien kami. Sama seperti anda, dia juga tidak tahu apakah akan bertemu dengan anda. Disini kami hanya mengatur jadwal saja. Selanjutnya terserah anda berdua."

"Bagaimana jika saya tidak berminat dengan teman kencan saya?" tanya Changmin kuatir. Jika dia bisa langsung cocok dengan orang pertama yang ditemuinya, itu adalah takdir. Tapi jika tidak cocok?

"Tidak masalah. Untuk satu kali jadwal, kami menyediakan sepuluh calon yang bisa anda pilih. Pasti ada yang cocok dengan anda. Jika masih belum ada yang cocok, anda bisa mencoba jadwal kami berikutnya. Waktunya tetap di hari Sabtu malam."

Changmin menghela napas. Dia sudah terlanjur mendatangi biro jodoh ini, tidak ada waktu untuk mundur lagi. Dia kembali ke kampus setelah menyelesaikan urusan administrasi.

Dalam waktu beberapa hari ini Changmin mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menjalani blind date di hari Sabtu. Dia merapikan rambut dan memberi sentuhan highlight coklat di sana sini. Tak lupa menjalani laser treatment supaya wajahnya tetlihat cerah. Dia juga membeli beberapa gaun baru dengan warna-warna terang. Sebetulnya Changmin minder jika harus mengenakan gaun karena itu berarti dia harus memamerkan kakinya yang sangat panjang. Dia tidak mau teman kencannya nanti ketakutan melihatnya, seperti yang sudah-sudah. Atau bahkan minder melihat tinggi tubuhnya.

Karena alasan ini pula Changmin jarang memakai high heels. Untuk baju pun dia lebih memilih warna terang karena warna gelap seperti biru tua atau hitam akan membuat tubuhnya terkesan langsing... dan terlihat sangat tinggi.

.
Pada hari Sabtu, Changmin sampai di restoran lima belas menit sebelum waktu kencan dimulai. Dia ingin mengobservasi tempat terlebih dahulu. Sepertinya restoran ini memang didesain untuk dijadikan tempat kencan. Suasananya sangat romantis. Meja-meja berderet dan diberi nomor. Jarak meja satu dengan lainnya lumayan, sekitar satu setengah meter. Di antara meja-meja itu terdapat sekat berupa tirai tipis untuk menjaga privasi tiap meja. Dia mendapat meja bernomor lima. Di sudut ruangan ada pemain musik yang memainkan lagu-lagu kalem dan romantis.

Changmin mengenakan gaun terusan selutut berwarna kuning dengan sabuk hitam dan dia mengenakan korsase bunga berwarna pink. Korsase ini sebagai penanda bahwa dia adalah peserta blind date. Sebelum teman kencannya datang, Changmin ke toilet terlebih dahulu. Disana dia bertemu yeoja berambut pendek yang juga mengenakan korsase bunga berwarna pink di dadanya. Karena penasaran, dia memberanikan diri bertanya.

"Iya, saya juga peserta blind date MIROTIC. Ini kali kelima saya menjalaninya," jawab si yeoja. Dia juga mengiyakan ketika Changmin bertanya apakah Dara yang memberinya korsase tersebut.

Changmin membelalakkan mata. "Anda sudah bertemu dengan lima puluh orang tapi belum ada yang cocok?" Yeoja ini bisa disebut veteran sebagai peserta blind date.

Yeoja itu tertawa. "Tidak,tidak samapai lima puluh orang. Tentu tidak semua bisa langsung menemukan jodoh. Banyak kok yang belum menemukan jodoh dan tetap mengikuti jadwal blind date," jelasnya.

"Jadi anda pernah beberapa kali bertemu dengan orang yang sama di kencan ini?"

Yeoja itu mengangguk. "Prosedurnya seperti itu. Kita duduk di meja yang telah ditentukan. Anda akan diberi waktu mengobrol selama sepuluh menit. Jika anda berdua merasa ingin mencoba melanjutkan hubungan di luar jadwal, anda tinggal membunyikan bel dan konsultan yang sudah hadir disitu akan mencatat nama anda berdua."

"Jika saya belum cocok dengan klien tersebut?"

"Mudah saja. Anda tinggal bergeser ke meja selanjutnya setelah terdengar bunyi bel tanda waktu sepuluh menit habis. Begitu seterusnya hingga orang kesepuluh." Memang hanya ada sepuluh namja dan sepuluh yeoja dalam tiap kali sesi blind date di Sabtu malam.

Changmin sudah paham sekarang. Dengan cepat dia menyisir rambutnya, memperbaiki riasan dan kembali ke dalam Ketika kembali ke mejanya dan semua peserta sudah berkumpul, konsultan yang hadir juga memberikan keterangan yang sama persis dengan keterangan yeoja yang ditemuinya di toilet. 'Berarti aku harus berbicara dengan padat, ringkas dan jelas tentang diriku.' Dia mengusap telapak tangannya yang sedikit berkeringat dengan serbet tisu yang ada di meja. Changmin sudah menyiapkan kertas dan alat tulis sesuai instruksi Dara sebelumnya di kantor.

Pelayan memberikan pengumuman bahwa acara blind date akan dimulai. Para pemain musik berhenti memainkan lagu. Wajah-wajah tegang peserta yeoja di sekitar Changmin membuat perutnya terasa mulas. Dia sendiri juga gugup. Konsultan mempersilakan peserta namja masuk. Jumlahnya sepuluh orang. Masing-masing dari mereka mengenakan korsase warna putih yang ukurannya lebih kecil dari korsase yang dipakai yeoja. Changmin merasa jantungnya akan copot karena deg-degan ketika namja pertama duduk di depannya.

.

#1 : Seungri

.

"Annyeong," sapa seorang namja sambil membawa buku agenda seperti milik Changmin. Dia membaca name tag yang ada di dada Changmin. "Dengan Changmin-ssi?"

"I... yaaa benar, Seungri-ssi." Di depan Changmin berdiri seorang namja dengan seringai lebar dan tampak terlalu percaya diri.

"Coba ceritakan tentang diri anda." Maksud Changmin adalah meminta Seungri bercerita seperlunya saja, kemudian gantian dia yang berbicara mengenai dirinya.

Tapi apa yang terjadi? Hampir sepuluh menit kemudian Changmin disuguhi cerita tentang diri namja bernama Seungri itu tanpa sekalipun si namja bertanya tentang dirinya. Bahkan Seungri pun tidak bertanya tentang nama lengkapnya. Namja itu sibuk bercerocos sendiri tanpa memperhatikan bahwa Changmin bosan dengan monolognya. Changmin memasang wajah cukup sopan dan pura-pura tertarik dengan ceritanya meski cerita diri Seungri sama sekali tidak masuk ke kepalanya. Ketika waktu sudah habis dan pelayan membunyikan bel, Changmin membiarkan Seungri pindah ke meja selanjutnya dan dia menunggu orang berikutnya.

.

#2 : Nichkhun Buck Horvejkul

.

Namja kedua mempunyai nama yang sulit dilafalkan Changmin: Nichkhun Buck Horvejkul Dia seorang namja dengan wajah menyenangkan. Ternyata dia adalah warga negara Thailand yang bekerja di kedutaan Thailand yang ada di Seoul. Nichkhun lumayan fasih berbahasa Korea. Dia juga bicara seperlunya saja tentang dirinya. Tidak lupa juga meminta Changmin bercerita dengan dirinya dan dia tekun mendengarkan.

Changmin merasa nyaman dengan namja ini sampai ketika Nichkhun berkata. "Saya ingin mendapat jodoh wanita Korea dan akan saya bawa ke Thailand. Kebetulan dua tahun lagi masa kerja saya habis di kedutaan."

Changmin tertegun. Sama sekali tidak terpikir dia akan tinggal di luar negeri. Bagaimana dengan orang tuanya? Bagaimana pun Changmin adalah anak tunggal. Orang tuanya sangat mengandalkannya. Ketika tahun-tahun pertama hidup di Seoul saja berulangkali orang tuanya meminta dia sering-sering pulang ke Chungnam. Changmin tidak bisa membayangkan jika tinggal di luar negeri. Berapa tahun sekali dia akan pulang ke Korea?

"Maaf Nichkhun-ssi, aku tidak bisa tinggal di luar negeri," ucap Changmin menyesal.

"Wae?"

Changmin menjelaskan kondisinya. Nichkhun pun paham dan tidak masalah. Mereka malah bertukar kartu nama. Nichkhun berjanji akan merekomendasikan kampus Changmin kepada kenalannya. Changmin pun berjanji kapan-akapan akan mengunjungi pantai-pantai di Thailand yang terkenal indah.

'Sayang sekali dia orang asing dan berniat kembali ke negaranya setelah tugasnya selesai. Jika dia tetap disini aku mau kok berkencan dengannya,' pikir Changmin sambil menunggu peserta berikutnya.

.

#3 : Lee Taemin

.

Namja ketiga adalah orang Korea. Tapi tunggu... kenapa dia tampak sangat muda?

"Berapa usiamu?" tanya Changmin kepada Taemin.

"Dua puluh tahun," jawabnya malu-malu.

Changmin memijit pelipisnya. Ini sama saja dengan usia mahasiswanya di kampus.

"Dan kenapa kau ingin ikut blind date ini, Taemin-ssi?" "Emm, aku ingin punya pengalaman berkencan. Aku belum pernah berhubungan dengan seorang wanita sebelumnya."

"Apakah orang tuamu tahu tentang ini?"

"Tentu saja, noona. Bahkan mereka lah yang menanggung biaya administrasiku di biro jodoh ini," terang Taemin dengan jujur. Sepertinya dia memang tipe yang tidak bisa berbohong dan jujur. Benar-benar masih polos dan belum berpengalaman.

Changmin merasa kasihan, tapi juga tidak ingin dianggap sebagai pedo noona dengan memacari namja yang usianya tujuh tahun lebih muda. "Ini untuk ongkos taksi." Diberikannya uang lima puluh ribu Won sebelum bel berikutnya berbunyi. Taemin menerimanya dengan senang hati.

.

#4 : Lee Donghae

.

Namja kali ini, Donghae mempunyai wajah kalem dan lembut. Tutur katanya juga halus. Yang terpenting, dia juga cukup umur karena usianya sama dengan Changmin.

"Panggil saja Changmin-ah." Changmin berusaha membuat Donghae merasa nyaman.

"Baiklah Changmin-ah. Kau juga boleh berbahasa informal denganku," tambah Donghae. Dia menceritakan berbagai lelucon dan Changmin tertawa bersamanya. Dia merasa sangat santai dan mudah tertawa ketika mengobrol bersama Donghae. Changmin tidak memperhatikan gelas berisi air di depannya ketika dia tertawa terbahak-bahak dan menyenggol gelas tersebut hingga tumpah. Isinya membasahi jas Donghae.

."Ah! Mian Dongahe-ah!" Changmin memekik dan berdiri. Dia menuju ke kursi Donghae sambil membawa selembar serbet tisu. Berusaha membershikan jas Donghae dari sisa air. 'Kenapa aku begitu kikuk sih,' rutuknya dalam hati.

Donghae yang melihat Changmin di sampingnya membelalakkan mata. Dia mendongak sambil mulutnya terbuka lebar. "Changmin-ah, berapa tinggimu?"

"Se... seratus delapan puluh enam senti..." jawab Changmin dengan suara kecil sambil diam-diam menyusup kembali ke kursinya. Dia tidak ingin Donghae mendongak ketika melihatnya. Perasaannya sendiri sudah tidak enak mendengar pertanyaan Donghae. "Kau sendiri, berapa tinggimu?" Changmin balik bertanya.

"Aku... seratus tujuh puluh lima senti."

Mereka berdua diam.

"Apakah... ada masalah jika aku lebih tinggi darimu?" Changmin tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Tentu saja." Kata Donghae pelan.

Keakraban yang terjalin di awal tadi berubah menjadi suasana canggung setelah pembicaraan mengenai tinggi tubuh mereka terungkap.

.

#5: Choi Seunghyun

.

Seorang namja bertubuh tegap dan mengenakan kacamata merupakan calon berikutnya. Choi Seunghyun, begitu Changmin melihat name tag yang tersemat di jas hitam yang dipakainya.

Pertama kali bertemu dan Changmin sudah terkesan dengan figurnya. Ketika memulai pembicaraan, Changmin menjadi tidak yakin. Kenapa? Dia sedikit bergidik ketika memandang namja di depannya ini. Seunghyun mempunyai pandangan mata yang tajam. Namja ini sangat tampan tapi termasuk tipe yang irit bicara. Changmin lah yang banyak bertanya tentang dirinya, baru Seunghyun menjawabnya. Dia merasa tertarik dengan Changmin tapi Changmin sendiri merasa kurang sreg.

"Maaf Seunghyun-ssi, anda bukan tipeku," ujar Changmin ketika Seunghyun hendak membunyikan bel di meja.

Kenapa Changmin menolaknya? Menurutnya wajah Seunghyun terlihat sadis dan kejam. Di kampus sendiri Changmin diam-diam dijuluki judes oleh mahasiswanya karena wajah juteknya. Changmin tidak ingin couple mereka dinamai 'couple judes dan sadis' jika dia berpasangan dengan Seunghyun nantinya.

.

#6: Choi Minho

.

Rata-rata peserta kencan namja tidak membawa apa-apa. Handphone pun mereka masukkan di kantung celana atau saku jas. Tapi penampilan namja berikut ini menarik perhatian Changmin. Dia mengenakan setelan jas tapi membawa sebuah sport bag dengan ukuran yang mencolok. Choi Minho, usia dua puluh tiga tahun.

"Saya pemain sepak bola dan bermain untuk K-League," ujar Minho bangga ketika memperkenalkan diri. Untuk ukuran pemain sepak bola, Minho termasuk tampan. Rambutnya hitam lebat dan bermata belo.

Mendengar keterangan Minho, Changmin jadi ingat sesuatu. "Minho-ssi tidak berniat untuk main di Liga Eropa?" tanyanya memancing.

"Tentu saja saya sangat ingin bermain di sana. Eropa adalah impian tiap pemain bola. Jika ada klub Eropa yang berminat, saya akan mempertimbangkannya."

"Oh." Wajah Changmin terlihat kecewa. Sudah dua kali ini calon teman kencannya mengatakan akan tinggal di luar negeri.

Tampaknya Minho menyadari perubahan mimik wajah Changmin. Dia menggeser kursinya lebih dekat ke samping Changmin dan berujar, "Jangan kuatir. Meski bermain di Liga Eropa, pada akhirnya saya ingin pensiun di Korea."

Changmin manggut-manggut.

"Dan lagi, itu kan masih seumpama. Buktinya saya masih bermain di K-League saja kok," tambah Minho. "Bisa kan kita mencoba berkencan?"

"Eh Minho-ssi... bagaimana pendapatmu tentang yeoja yang tubuhnya lebih tinggi?"

"Tidak ada masalah sih."

"Bagaimana dengan yeoja yang lebih tua?"

"Saya tidak keberatan. Malah saya ingin berkencan dengan wanita yang lebih tua, yang lebih berpengalaman," jawab Minho sambil mengelus paha Changmin di bawah meja. Bukan sekedar mengelus, tapi tangan Minho menyusup ke balik gaun yang dikenakan Changmin dan mengelus kulit pahanya yang telanjang.
Changmin tidak bisa berkata apa-apa saking kagetnya. Belum menjadi teman kencan saja sudah bersikap pervert.

"Kurang ajar!" bentaknya setelah tersadar dari shock-nya.

.

#7: Choi Siwon

.

Changmin meminum airnya dengan kesal sampai tidak mendengar bel berbunyi. Saatnya namja baru datang lagi. Kali ini namja berlesung pipit yang mengenakan jas warna biru. Tampangnya terlihat baik-baik dan berwibawa. Tapi Changmin tetap saja waspada. Namja itu hanya berdiri sambil tersenyum.

"Eh... silakan duduk, Siwon-ssi."

Changmin seolah tersadar bahwa namja bernama Siwon itu menunggunya dipersilakan duduk. Sopan sekali sehingga membuat Changmin terkesan. Padahal peserta-peserta sebelumnya langsung duduk tanpa dipersilakan.

"Kamsahamnida, Changmin-ssi. Perkenalkan, Choi Siwon imnida." Dia membungkuk sambil memberikan kartu namanya. Desainnya bagus sekali. Berwarna gelap dan ditulis dengan tinta emas.

"Anda bekerja di Choi Industries?" tanya Changmin. Matanya membulat. Dalam benaknya sudah terbayang bagaimana jika dia menjadi pasangan namja di depannya ini. Dia akan sering diajak menghadiri acara-acara perusahaan. Berbagai orang di sana pun akan dikenalnya, mulai dari OB sampai para pejabatnya. Hidupnya tidak akan membosankan seperti sekarang.

"Changmin-ssi bekerja dimana?"

"Saya bekerja sebagai dosen matematika." Changmin menyebutkan nama kampusnya. Siwon benar-benar calon yang potensial. Rasanya Changmin sudah mulai lupa akan insiden dengan Minho sebelum ini.

"Anda dosen? Wah berarti anda pintar dong," puji Siwon sambil tersenyum dan memperlihatkan lesung pipinya.

'Dia benar-benar tahu cara memuji wanita,' kata Changmin dalam hati. "Ah tidak. Hanya kebetulan saja jika saya bekerja di bekas almamater."

Dia sedikit terkejut ketika ada tiga bel dibunyikan di sekitarnya, dan itu bukan bel penanda waktu melainkan bel penentu. Berarti ada tiga pasangan yang menyatakan diri akan berkencan. Peserta lain bertepuk tangan untuk ketiga pasangan, entah siapa pun mereka.

Para konsultan yang dari tadi berdiri di sudut ruangan, kini mendatangi meja-meja peserta yang sudah memutuskan akan berkencan dengan sesama peserta dan mencatat nama-namanya. Mereka sudah tidak boleh lagi mengikuti blind date MIROTIC di masa yang akan datang kecuali jika sudah menyatakan diri berpisah dari pasangannya.

'Aku juga harus berusaha. Changmin fighting!' Dia menyemangati diri sendiri. Pembicaraan mereka berlangsung natural. Jika Changmin bercerita, Siwon mendengarkan. Begitu pula sebaliknya.

"Yorobun, kurang dua menit," terdengar suara konsultan memberi tahu.

Siwon memandang Changmin lekat-lekat. "Jadi Changmin-ssi setuju untuk berkencan denganku?" tanyanya sambil tangannya bersiap hendak membunyikan bel. Changmin menarik napas sejenak lantas mengangguk.

Kriinngg...

Siwon membunyikan bel. Peserta lain bertepuk tangan untuk mereka dan membuat Changmin sedikit malu. Dua orang konsultan namja dengan sigap menuju meja mereka. Seorang konsultan yeoja dengan rambut panjang bergelombang dan tubuh langsing bak model terlihat mengekor di belakang mereka. Tapi kenapa wajah si konsultan yeoja terlihat murka?

Plaakk!

Suara tamparan keras mendarat di pipi Siwon. Kejadian tersebut sangat cepat dan tidak disangka. Changmin dan dua orang konsultan namja sangat terkejut. Suara tamparan itu begitu keras dan terdengar dimana-dimana. Beberapa peserta sampai menghentikan pembicaraan mereka dan melongok ke arah meja Changmin.

"Sialan kau, Siwon! Rupanya kau mencari teman kencan disini!" Yeoja berambut panjang bergelombang mengumpat setelah menampar Siwon.

"A... anda siapa?" tanya Changmin. Dia mengira bahwa yeoja ini adalah salah satu konsultan yang sedang bertugas, ternyata bukan. Mana ada konsultan menampar peserta blind date? Changmin memandang Siwon. "Siwon-ssi, dia siapa?"

Siwon yang masih kaget karena habis ditampar tidak bisa berkata apa-apa. Tampaknya dia terlalu shock oleh kehadiran yeoja bertubuh langsing tersebut. Belum lagi tamparan di pipinya sangat keras dan mungkin terasa sakit. "A... a..." Hanya itu yang keluar dari bibirnya. Dia tadi yang terlihat berwibawa sekarang terlihat ketakutan seperti anak kecil yang ketahuan mencuri permen.

Yeoja itu yang menjawab untuk Siwon. "Aku Kim Heechul, tunangan tuan Choi Siwon yang terhormat," serunya dengan lantang seolah ingin didengar seluruh penjuru restoran.

Niatnya memang kesampaian. "Ooh~" Beberapa konsultan yang ada di situ terkesiap, tidak menyangka bahwa salah satu klien mereka ternyata telah mempunyai tunangan. Semua peserta sekarang benar-benar menghentikan obrolannya dan memilih melihat aksi yang terjadi di meja nomor lima.

"Chu... chullie... Please... Kita selesaikan ini di rumah..." Siwon memohon kepada tunangannya dengan wajah ketakutan. Dia sudah tidak lagi memperhatikan Changmin yang terkejut dan membelalak.

"Diam kau Wonnie!" bentak Heechul. Dia melanjutkan omongannya. "Kami dijodohkan oleh orang tua dan sudah bertunangan. Perusahaan milik orang tuanya..." jemarinya yang lentik menuding tepat di depan wajah Siwon, "...hampir bangkrut sehingga membutuhkan suntikan dana segar." Heechul berhenti berbicara tapi semua sudah mengerti apa maksudnya. Siwon dan Heecul bertunangan karena alasan ekonomis. Wajah Siwon sekarang sudah seperti kepiting rebus saking merahnya. Bahkan di bawah cahaya lampu restoran pun Changmin bisa melihatnya. Gumaman terdengar di sana sini. Meja nomor lima benar-benar menjadi tontonan seluruh peserta blind date.

"Kalau kau tidak mau menikah denganku, akan kupastikan orang tuamu kelaparan dan kedinginan di jalan. Ayo pulang!" Heechul memberi ultimatum dengan sadis dan menarik lengan Siwon dengan paksa dan Siwion terpaksa menurutinya karena terlanjur malu seseorang sudah membongkar kedoknya.

Setelah kedua orang itu pergi dari restoran, konsultan memberikan pengumuman bahwa Siwon didiskualifikasi dari daftar biro jodoh. Semua konsultan membungkuk dan meminta maaf kepada para peserta. "Kami mohon maaf atas insiden ini. Insiden ini terjadi di luar kuasa kami. Mohon semua peserta meneruskan kegiatan yang sudah berjalan dari tadi."

Changmin duduk dengan gemetar di kursinya. Berbagai macam kejadian dalam waktu hampir satu setengah jam terakhir. Ada apa sih dengan peserta bernama Choi malam ini? Yang pertama berwajah sadis, yang kedua pervert, peserta ketiga malah sudah punya tunangan tapi nekat mencari jodoh lagi.

'Bagaimana aku bisa mendapat jodoh kalau begini?' Changmin menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya, terlalu kaget dengan rentetan kejadian malam ini.

"Changmin-ssi?" Suara konsultan yeoja menembus pendengarannya. Dia berdiri di depan meja Changmin dengan membawa buku agenda. "Anda tidak apa-apa?" Dia mengangsurkan segelas air yang langsung disambar Changmin dan diteguk isinya dengan cepat. Setelah minum rasanya dia bisa bernapas dengan lebih baik.

"Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit shock saya rasa."

"Apakah anda ingin meneruskan giliran anda?" tanya konsultan tersebut dengan hati-hati.

Kepala Changmin menggeleng-geleng. "Tidak, tidak. Saya rasa saya akan pulang saja. Hari Senin saya akan menghubungi Dara-ssi."

Changmin menuju ke parkiran hotel ditemani oleh konsultan tersebut. Di dalam mobil, Changmin tidak henti-hentinya terisak. Karena suasana hatinya masih dilingkupi kesedihan, dia merasa sangat low malam ini. Rasanya seluruh dunia memusuhinya. Tidak mendukungnya dalam memperoleh jodoh. Ketika Changmin sudah merasa cocok, ada saja halangannya. Nichkhun ingin mengajaknya tinggal di luar negeri, Donghae keberatan mempunyai pasangan yang tubuhnya lebih tinggi, dan Siwon malah sudah bertunangan.

'Kenapa sulit sekali mencari jodoh?' keluhnya dalam hati sambil tetap terisak.

Setengah jam kemudian dia sudah merasa tenang meski tangannya masih sedikit gemetar. Air matanya pun sudah mengering. Dia mengambil kaca dan memeriksa penampilannya. 'Aku terlihat seperti wanita murahan,' batinnya ketika melihat maskaranya luntur. Dihapusnya sisa maskara yang belepotan di bawah mata dan sekitarnya. Changmin tidak ada rencana kemana-mana setelah ini. Dia ingin langsung pulang ke apartemen. Meski demikian, dia tidak ingin membuat resiko tetangga apartemennya ketakutan ketika melihat wajahnya dengan make up yang berantakan. Setelah melihat di kaca bahwa riasannya tidak belepotan lagi, dia bersiap-siap pulang. Changmin minum air mineral lalu menyalakan mesin mobil. Dia menarik napas beberapa kali lalu berlalu dari hotel.

Hujan mulai turun sepanjang perjalanan. Tidak deras tapi juga cukup membuat basah bumi. Di sekitar Changmin lampu bangunan berkelap kelip. Restoran atau cafe yang dilewatinya penuh dengan pasangan yang sedang berkencan. Sebelum hujan pun jalanan sudah penuh sesak oleh manusia. Changmin merasa sendiri di tengah keramaian lalu lintas di sekelilingnya. Tanpa sadar Changmin menyetir tidak pada jalur pulang menuju rumahnya. Ketika tersadar, dia sudah berada sepuluh kilo dari apartemennya.

'Pabbo... pabbo... pabbo... Changmin pabbo...' Dia mengomeli dirinya sendiri. 'Kenapa bisa sampai tersesat. Ini pasti gara-gara sibuk melamun.'

Changmin memutar kemudi dan kembali ke jalur semula lalu berbelok. Sialnya, daerah ini sepi. Hampir tidak ada rumah atau bangunan apa pun. Di sisi kanan kiri jalan hanya ada tumbuh-tumbuhan. Changmin mengeluh dalam hati. Dalam sehari dia terkena kesialan berturut-turut. Dia berjanji tidak akan mengulangi kebodohan macam ini lagi.

Sebuah cahaya beberapa meter di depan segera menarik perhatiannya. Cahaya itu berasal dari halte bus. Ada seseorang yang sedang berteduh disana. Changmin bersorak dalam hati. Mungkin dia bisa bertanya padanya. Ketika mendekat, Changmin melihat seorang namja dengan tas cargo (?) besar, seperti yang biasa dibawa orang-orang ketika pulang wajib militer. Namja itu mengenakan mantel panjang. Wajahnya yang kecil seolah tenggelam dalam mantelnya. Changmin membuka kaca jendela dan melihat keluar.

Entah kenapa, dia seolah terhipnotis ketika mereka berdua bertatap mata. Namja itu mempunyai mata musang dan sorot matanya tajam.

"Butuh tumpangan?" tanya Changmin setengah berteriak.

.
~ TBC ~

.


.

April-18-2013

.
Changmin akhir-akhir ini centil abis (-_-) Jadinya gini deh, FF HoMin GS pun lahir (?)

Susah membayangkan Changmin dengan rambut panjang? Search saja pic Changmin di debut film Jepang-nya "Fly To The Gold." Pic crossdressing itu bukan editan atau fan made tapi beneran si Changmin pake wig dan baju cewek. Dia berperan sebagai mata-mata di film itu

Saya bikin FF disini untuk asyik-asyikan saja. Jika ingin berkomentar, gunakan bahasa yang baik ^_^ Jika kurang puas, silakan bikin FF sendiri, chara sendiri, jalan cerita sendiri. Jangan berbuat onar di "rumah" saya.
Untuk anda yang selalu berpikiran positif seperti saya, semoga bisa menerima FF ini.
Jangan lupa baca juga cerita saya yang lain:

- "Love Me, Love Me Not" (MinJae, yaoi, BL, 18+)
- "See You On The Other Side" (YunJae, genderswitch, 18+)
- "Yunnie! Marry Me!" (YunJae, yaoi, BL, 21+)

Mulanya ini mau saya bikin one shot aja, tapi kok jadinya SANGAT panjang, sepanjang milik (?) Yun appa. Karena itu saya pecah jadi two shots aja deh.
Chapter 1 saja panjangnya 8000-an kata. Karena itu memberi reviews sangat dianjurkan sebagai upah untuk kerja keras author :)

Terima kasih.

-Nina-

Twitter: ninanutter (NO FOLLOWBACK but I do reply mentions)
Tumblr: ninanutter116