.

.

.


Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

Tittle : Tidak Bisakah? © Naiichan

Warning : OOC, Gaje, Typo


.

.

.


Chapter 1


.

.

.


Tokyo Senior High School, 2012

Jari-jarinya memerah karna membawa buku-buku berat itu sedari tadi. Tiba-tiba ia merasakan saku celananya bergetar. Dengan emosi ia membanting buku-buku berat itu ke lantai hingga menimbulkan suara berdebam yang cukup keras.

"Moshimoshi?" Katanya dengan suara ketus. Ia masih kesal sekali. Kemaren ia terpergok Kurenai-sensei sedang mengobrol ria dengan Ino. Jadi, ia dihukum merangkum sejarang zaman Edo sedangkan si Pig itu entah kenapa tidak ikut dihukum.

Kalau bukan karna Ino yang menakut-nakuti cerita tentang perpustakaan laknat itu, ia tak akan mau susah-susah membawa buku-buku sejarah ini ke kelasnya. Tapi berhubung di perpustakaan tak ada batang hidung seorang pun, ia jadi terbayang cerita mistis itu, lalu memutuskan untuk mengerjakannya dikelas saja.

"Maaf, aku mengganggu ya?" Tanya suara di sebrang sana. Sakura mengambil nafas panjang untuk menangkan emosinya lalu menjawab

"Tidak, Hinata. Ada apa menelfon pagi-pagi begini?" Katanya dengan suara seceria mungkin. Ia lalu mengangkat tangan kirinya, melihat ke arah jam tangannya untuk memastikan apa ini memang masih pagi sekali. 06.00

"Maaf, aku mungkin tidak bisa membantumu merangkum pagi ini." Sakura terbelalak. Apa? Tapi bukankah Hinata sudah berjanji. Mana bisa ia mengerjakan nya sendirian dengan otak pas pas an seperti ini. Meski hanya merangkum, tapi ia malas membaca buku-buku tebal seperti ini.

"Dan.. kalau boleh, apa Sakura mau memberitahu Kakashi-sensei kalau hari ini aku tidak masuk?"

"Memang nya kau kenapa, Hinata ?" Kali ini nadanya terdengar sedikit khawatir.

"Aku demam, Sakura. Jadi, apa kau mau?" Sakura meninbang nimbang permintaan Hinata. Bukan karna apa, tapi ulangan IPA nya kemaren jeblok dan akhir-akhir ini ia mencoba menghindari kakashi-sensei karna malas mendengar kan ceramah singkat tapi menyakitkan itu. Kakashi memang suka berbicara pedas.

"Tapi.." Ia memutar bola matanya, berusaha mencari ide. "Tapi Hinata, kita kan beda kelas." Katanya. Ia dan Hinata memang beda kelas. Ia kelas 2-3 sedangkan Hinata 2-1. Pembagian kelas di sekolah mereka menggunakan nilai. Jadi, kelas 2-1 merupakan kelas anak-anak jenius, kelas 2-2 merupakan kelas anak-anak pintar, kelas 2-3 merupakan kelas anak-anak yang memiliki kemampuan otak rata-rata, sedangkan 2-4 dan 2-5 merupakan kelas dengan anak-anak yang memiliki kemampuan rata-rata samapi dibawah rata-rata.

"Tolong ya, Sakura. Aku tidak bisa menghubungi temanku yang lain." Bohong. Bukan karna tidak bisa dihubungi tapi ia rasa Hinata belum mencoba. Ia merupakan gadis yang pendiam dan pemalu. Dan rata-rata anak kelas 2-1 memiliki sifat yang sama dengan Hinata. Jadi jangan heran Hinata tidak mendapat teman disana. Sedangkan Sakura merupakan teman SMP Hinata.

Sakura mendesah "Ya sudah, tidak apa-apa. Istirahat yang cukup ya, Hinata. Maaf, aku hari ini tidak bisa menjenguk karna hari ini ada ekskul dance. Tidak apa-apa ya?." Katanya lagi

"Tidak apa-apa. Arigatou Sakura. Maaf, merepotkan."

"Sudah, tidak apa-apa. Yasudah, jaa"

Sakura mendesah panjang setelah menutup telfonnya. Ia ingin menelfon Ino, meminta nya berangkat lebih pagi dan membantunya merangkum atau paling tidak membantunya mengangkat buku-buku tebal ini ke atas, kekelasnya. Ia menunduk dalam, mengamati ponselnya, mengamati deretan kontak, mungkin saja salah satu temannya yang lain bisa dimintai bantuan.

"Kau butuh bantuan, nona?" Tiba-tiba terdengar suara berat. Lantas Sakura langsung mendongakkan kepalanya dan mendapati manik mata hitam kelam itu menatapnya tajam. Manik emerald Sakura mengerjap beberapa kali, seolah berusaha mengembalikan kesadarannya.

"Oh, aku siswa baru disini." Katanya, menyadari tatapan bingung Sakura, ia lalu mengulurkan tangan, ingin memperkenalkan diri.

Lantas Sakura langsung berdiri, dan membetulkan roknya, salah tingkah. Ia berdehem sebentar, kerongkongannya rasanya kering sekali. Lalu diulurkan tangannya "Sakura. Haruno Sakura. Kau?"

Pemuda itu tersenyum, dan gadis itu tiba-tiba lupa bagaimana caranya bernafas. Mungkin ia bisa ambruk seketika bila pemuda didepannya ini tidak mengenggam tangannya. Dan Sakura juga tidak bisa memasang senyum yang biasanya, seakan ia lupa akan segala hal yang biasa ia lakukan. Ini gila, batin Sakura.

"Nama ku.. Uchiha.. "

"Bodoh." Terdengar suara berat di belakang mereka, sontak kedua nya langsung menoleh dan mendapati seorang lelaki tengah menatap keduanya bosan. Tangan kanannya menggenggam handphone, dan sebuah tas ransel. Pemuda itu juga memakai seragam yang sama dengan dirinya. Tapi Sakura juga belum pernah melihat muka nya, anak baru lagi, mungkin?

"Bisa tidak, kau cepat sedikit?" Tanya nya, air mukanya datar, menampakkan kalau sang pemilik suara adalah orang yang angkuh.

Pemuda di depan Sakura mendesah, jengkel. "Kau ini, selalu tidak sabaran. Kau duluan saja." Katanya, belum melepaskan genggaman tangannya dari Sakura.

"Tidak mau." Katanya tegas, seakan itu merupakan keputusan final. Pemuda itu sepertinya bukan tipe orang yang ingin dibantah, tapi suka memerintah. Bertambah lagi minus penilaian sikap dari Haruno Sakura untuk pemuda itu.

"Aku juga tidak mau." Ucap pemuda yang tengah mengganggam tangan Sakura.

"Ck. Nona, bisa tidak ku pinjam teman ku? Kau sangat membutuhkannya?" Tanya nya dengan nada sinis. Ya, sinis, bertambah lagi minus pada diri pemuda itu.

"Hei, nona? Kau tidak bisu, bukan?" Dan satu lagi, menjengkelkan. Lengkap sudah sifat jeleknya. Pemuda didepan Sakura juga ikut mengangkat alis melihat Sakura yang tetap bergeming.

Seakan baru sadar dari lamunannya, Sakura menoleh menatap kearah pemuda didepannya, ia mengangguk lemah. "Tak apa, Uchiha-san."

"Benar tak apa? Ku bantu bawa deh." Katanya. Tanpa minta persetujuan Sakura, ia sudah menmunguti buku-buku yang tercecer itu. "Tidak usah, uchiha-san. Nanti aku merepotkan." Kata Sakura lantas mencegah Uchiha itu memunguti buku-buku perpustakaan.

"Kau itu menyebalkan." Ia mendesah jengkel "Yasudah, aku kekelas dulu." Kata pemuda yang sedari tadi tidak dianggap keberadaannya, ia sudah berjalan melewati mereka, menuju ke tangga, menuju kelasnya.

Pemuda bermarga Uchiha itu tidak menggubris temannya yang sudah berlalu meninggalkannya dengan Sakura di koridor, lantas ia menoleh ke Sakura yang membantunya memberesi buku-buku yang tercecer.

"Sudahlah. Dimana kelasmu?" Kini ia sudah berdiri dan menampakkan senyumnya.

"Kelas 2-3."

"Oh, kau kelas 2? Aku juga. Baiklah, ayo." Katanya lantas menuju ke tangga, menuju ke kelas 2-3.

Kelas 1 memang berada di lantai paling atas, lantai tiga. Lalu kelas 2 berada di lantai dua, dan lantai ke satu diisi dengan beberapa lab bahasa inggris, lab komputer, dan lab ipa, Sementara itu, kelas tiga ada di gedung yang berbeda yang berukuran lebih kecil, letaknya ada di sebelah kiri gedung kelas 1 dan 2. Didepan kedua gedung itu ada sebuah lapangan sepak bola outdoor dengan ukuran yang sebenarnya. Lalu di depannya lagi ada sebuah gedung besar yang berisi aula, lapangan bola basket indoor, lapangan tenis, serta gimnasium. Ada sebuah taman di dekat kantin, bentuknya memanjang, di sebelah kirinya, tidak terlalu besar tapi cukup hijau. Sedangkan kantinnya ada di sebelah kiri ketiga gedung dan lapangan itu. Konoha Senior High School memang besar sekali, tentu saja karna sekolah tersebut merupakan sekolah terfavorit di Konoha.

"Hei, kenapa melamun?" Tanya pemuda itu yang berbalik memandang Sakura. Gadis itu belum beranjak dari tempatnya berdiri. Sakura segera tersadar lalu mengikuti uchiha itu di belakang, dan tanpa sadar ia bergumam sendiri "Tampan."


.

.

.


Kantin Konoha Senior High School

Dua pemuda itu berjalan beriringan. Satunya menggenggam ipod di tangan kiri. Tampak ia sedang mendengarkan lagu karna terlihat headset yang dibiarkannya menjuntai kebawah, sementara tangan kanannya daritadi sibuk memencet-mencet hp nya. Pemuda yang satunya lagi memasukkan kedua tangannya ke dalam saku sambil sesekali menebarkan senyum pada siapapun yang menyapanya, kenal atau tidak kenal, semuanya ia tebari senyum.

"Bisakah kau tak usah tebar pesona? Aku muak." Kata salah satu pemuda.

"Kenapa, huh? Kau cemburu?" Tanya satunya lagi. Ia lalu tergelak ketika mendapati temannya memandangnya dengan pandangan jijik. Segera ia menghentikan tawanya saat melihat muka temannya yang makin masam.

"Bercanda. Tentu saja aku masih normal." Katanya lantas menepuk-nepuk bahu temannya. Mereka berdua kini tengah duduk di salah satu bangku kantin, menunggu pesanan mereka datang.

"Hai, kau ini. Jangan maniak gadget begitu. Aku berbicara dari tadi tidak kau dengarkan ya?" Tanyanya nya sambil mendesis, kesal.

"Tentu saja dengar. Lagipula, ini tidak kunyalakan musiknya. Ini hanya sebagai kamuflase agar aku bisa beralasan karna aku malas membalas sapaan gadis-gadis genit itu." Katanya. Lalu pesanan mereka datang, dua piring beef burger ukuran besar, sepiring kentang, segelas besar jus tomat dan es teh.

"Hei, Sasuke, aku jadi curiga padamu. Jangan-jangan kau benar homo ya?"

Pemuda yang dipanggil Sasuke mengernyit, ia menatap temannya itu sambil mengangkat alis. Ia sedang malas berbicara hari ini.

"Kau selalu bersama ku dan kau tidak pernah membalas perhatian gadis-gadis itu. Aku jadi curiga." Katanya lagi tidak memperdulikan tatapan tajam Sasuke.

"Bodoh. Kau kan sepupuku. Aku juga murid baru disini. Lagipula, aku juga sudah punya perempuan yang kusukai kok." Jawabnya dengan ketus. Ia lalu mengambil beef burgernya dan memakannya dengan malas. Ia tidak selera makan hari ini.

Pemuda yang duduk didepannya tersedak, dengan cepat ia mengambil tissue dan mengelap bibir nya yang basah "Benarkah? Siapa gadis itu?" Katanya dengan antusias.

"Bukan urusanmu." Jawab Sasuke ketus, ia lalu melanjutkan memakan beef burgernya, tangan kirinya tetap memencet-mencet hp nya, malas.

Ia mendengus, lalu mendecih kesal. Ia selalu menceritakan semuanya terhadap Sasuke, dari kecil hingga sekarang. Meski Sasuke tidak pernah banyak berkomentar, tapi Sasuke selalu memberinya solusi, atau hanya sekedar mendengarnya mengomel. Baginya itu sudah cukup. Baginya sudah cukup, ada yang mau menjadi pendengarnya dan peduli padanya. Mereka "Meskipun kau otouto ku, tapi kau selalu menindasku seperti ini, Sasuke." Katanya masih dengan perasaan jengkel.

"Itu salahmu sendiri, Sai."


.

.

.


Rumah Hinata , 15 Januari 2012

Naruto menatap Hinata dengan geram. Sementara Hinata sedari tadi hanya menunduk pasrah, tidak berani melihat wajah pemuda itu. Jika Naruto sedang marah, ia jadi menakutkan sekali. Naruto jarang marah, hampir tidak pernah malah.

Naruto lagi-lagi mendesah menatap Hinata yang menunduk, badanya agak bergetar. Hinata daritadi diam, tidak menjawab pertanyaan yang sedari tadi Naruto katakan. "Hinata, kau sebenarnya dari tadi mendengarkanku atau tidak?" Tanyanya sekali lagi.

Hinata mendongak sekilas lalu menunduk lagi "Go-gomen Naruto-kun... Gomen." Ucapnya sekali lagi. Bukannya menjawab pertanyaan Naruto, tapi daritadi Hinata meminta maaf terus. Itu yang membuat Naruto kesal. Apalagi Hinata tidak memperhatikan Naruto sedari tadi karna sibuk mengetik-ketik di atas keyboard nya.

Beberapa menit sebelumnya

Mereka kini duduk bersila dibalkon dengan beralaskan matras tipis. Bukan balkon kamar Hinata, tentu saja, karna Neji bisa-bisa menghajar Naruto kalau-kalau berani masuk ke kamar adiknya itu. Mereka kini ada di balkon depan perpustakaan rumah Hinata. Hinata duduk bersila sambil memandangi laptopnya sementara Naruto tidur-tiduran di matras itu.

Naruto duduk, mensejajarkan posisinya dengan Hinata, bahunya sudah tidak terlalu terasa pegal sekarang. "Aku tidak tahu kenapa tapi hari ini aku bawaannya ingin marah-marah saja." Naruto berhenti sejenak "Mungkin karna kau tidak masuk kali ya?" Naruto lanntas melirik Hinata, penasaran dengan reaksi gadisnya itu. Objek pandangan Naruto kini sedang senyum-senyum sendiri sambil memandangi laptopnya.

Entah Naruto sadar atau tidak, Hinata dari tadi tidak mendengarnya, dan senyum itu bukan karna dampak dari godaannya, melainkan karna benda mati dihadapan Hinata. Sebuah laptop. Tapi yang jelas, Naruto tetap melanjutkan ceritanya.

"Sampai-sampai Gaara yang tidak banyak komentar dan tidak mau peduli dengan apapun itu mengataiku begini 'Kau sedang PMS ya, Naruto? Daritadi uring-uringan terus.' " Kata Naruto sambil menirukan nada suara Gaara yang terkesan dingin. Hinata masih senyum-senyum sendiri.

Hinata sedari tadi belum berkomentar dengan ceritanya, biasanya gadis itu akan mengutarakan semacam komentar seperti 'Ah, benarkah Naruto-kun?' , 'Oh, begitu' , atau dengan nada antusias berkata 'Lalu, lalu? Bagaimana? Ah, aku menyesal tidak masuk hari ini.' , atau menceramahinya dengan terbata-bata 'a.. ano. Naruto-kun tidak boleh begitu." Atau paling tidak gadis itu akan bersemu merah jika Naruto sedang menggodanya. Tapi kini gadis itu hanya tersenyum sambil memandangi laptopnya. Naruto mulai jengkel. Tapi ia tetap meneruskan sesi curhatnya.

"Lalu tadi kurenai sensei menghukumku karena aku membentaknya." Naruto sekali lagi melirik Hinata. Ia berasumsi gadis itu pasti sudah menunduk lantas menceramahinya dengan terbata-bata, tapi kali ini yang terlihat sebaliknya. Justru gadis itu sedang menahan tawa sambil terus mengetikkan sesuatu. Naruto lalu membalikkan laptop Hinata dengan paksa ke arahnya, dan mendapati layar laptop tersebut tengah memunculkan aplikasi Yahoo Massanger. Ternyata sedari tadi Hinata sedang berchating ria dengan seseorang.

"Jadi daritadi kau tidak mendengarku, Hinata?" Tanya Naruto sambil memandang Hinata geram. Tangannya terkepal, tanda menahan emosi. Hinata menunduk semakin dalam "Gomen, Naruto-kun, gomen.."

"Kau tadi mendengarku atau tidak, Hinata? Apa yang tadi tengah kubicarakan?" Tanyanya lagi. Sementara Hinata hanya diam dan menunduk semakin dalam.

Flashback end

"Jangan berchating lagi. Atau kita hanya sampai disini." Kata-kata itu tiba-tiba muncul dari mulut Naruto. Sementara Hinata mendongak, terperangah dengan kata-kata itu. Secepat itukah, hubungan mereka berakhir?

"Gomen Naruto-kun." Ia meminta maaf lagi. Bening-bening kristal sudah menggantung di pelupuk matanya. Kepalanya yang tadi sudah tidak pening kini bertambah pening. Naruto mendesah lagi.

"Kenapa kau tidak mendengarku? Ini sudah lebih dari sekali Hinata. Hargailah orang berbicara" Oh ya, Hinata memang sudah beberapa kali terpergok Naruto sedang berchatting ria sementara Naruto sendiri sedang mengadakan sesi curhatnya. Bedanya, pemuda itu tidak pernah marah seperti ini. Atau mungkin memang Hinata sendiri yang sudah keterlaluan?

Naruto lalu menunjuk laptop Hinata dan mengangkat satu alis "Lebih penting dia daripada aku, hah?" Tanya Naruto. Hinata menggeleng lemah, bahunya terguncang, gadis itu kini sedang terisak. Untung saja Neji, tousannya, dan Hanabi tidak dirumah, kalau tidak, entahlah apa yang akan terjadi dengan pemuda dihadapannya ini karna berani membentak Hinata.

"Apa lebih penting dia yang maya, ketimbang aku yang jelas-jelas nyata?" Katanya, memperjelas pertanyaannya. Hinata menggeleng makin keras lantas berkata pelan

"Ti-tidak. Aku.. a-aku mencintai Naruto-kun." Pernyataan cinta lagi. Memang, yang menyatakan cinta duluan adalah Hinata sementara Naruto waktu itu hanya tersenyum sambil memeluknya. Lalu mereka resmi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

"Jangan pernah berhubungan lagi dengannya." Kata-kata Naruto terdengar seperti sebuah perintah, bukan permintaan. Hinata mendongak lalu menggeleng lagi "Tapi dia.." Lantas Hinata menunduk lagi karna tidak berani melihat mata Naruto yang sedang marah "A-ano.. dia teman dunia ma-mayaku dari sejak kaa-san meninggal."

"Naruto-kun tidak tahu kan, a-aku saat itu sangat kesepian sekali. Ti-tiba-tiba saja, Tenten-chan mengenalkanku dengan jejaring sosial di dunia maya. Da-dan a-aku bertemu dengannya. Di-dia selalu baik padaku."

"Berarti kita berakhir." Naruto menatap Hinata masih dengan pandangan marah. Hinata tersentak, apa begitu marahnya pemuda ini padanya?

Hinata mendongak, memberanikan diri memandang kedalam mata safire itu "A-apa.. pe-perasaan Naruto-kun se-sedangkal itu padaku?" Tanyanya lagi. Ia meremas ujung bajunya dengan kuat, takut kalau jawaban itu adalah 'ya'. Tapi ternyata Naruto hanya diam. Hinata meneguk ludahnya, ia tidak siap dengan semua ini. Ia tidak siap, sungguh.

"Jangan membolak-balik pertanyaanku Hinata. Apa dia yang maya lebih penting dari aku yang nyata?" Naruto mengulang pertanyaannya lagi. Hinata lantas menjawab pelan "Tidak"

"Kalau begitu, apa susahnya? Kau kan, sudah punya aku." Kata Naruto, pandangannya kini sedikit melunak. Lantas Naruto menggenggam tangan Hinata. Hinata kini sudah berhenti terisak lalu ia mengangguk samar. Dan seketika itu Naruto memeluknya.

Entah kenapa dada Hinata kini sesak. Meninggalkan teman lama yang notabene sahabat kita bukan merupakan hal yang mudah. Tidak bertegur sapa beberapa hari saja rasanya sudah ada yang asing. Apalagi ini yang untuk selamanya? Ia tahu, sangat tau kalau sahabatnya itu maya, Hinata juga tidak pernah bertemu dengannya. Tapi toh dia selalu ada buat Hinata, mau mendengar keluh kesah Hinata, menghibur Hinata sesekali dan kadang membuat Hinata kesal karna komentar-komentarnya yang menjengkelkan.

Semenjak kaasan nya meninggal, Hinata menutup diri dari sosial, dan dalam satu tahun, ia hanya dapat menumpahkan kesedihannya lewat teman dunia mayanya. Apa salah bila ia beranggapan kalau temannya itu sangat penting, hampir sama pentingnya dengan Naruto?


.

.

.


To Be Continued


.

.

.


Woah, senang banget dengan review nya.

Arigatou Gozaimasu buat semuanya, silent reader maupun yang sudah me-review.

Ano, maaf kalau fict rombakan ini malah mengecewakan ._.V

Balasan review :

Sebelumnya, maaf saya ga nanggapin Valeria Lucifer-san. Karna saya liat di bebrapa review di beberapa fict favorit saya, dia selalu nge-flame ._.a

Tapi tetep. Arigatou, sudah mau me-review, Valeria Lucifer-san ^_^

Stop For a comment : Arigatou senpai ! ^_^

Miss Kurama Chan : SasuHina kok senpai. Arigatou Gozaimasu ! ^_^

Rosecchi : Gomen, membingungkan ya, aghn -_-v Sudah dirombak ulang. Silahkan kalau mau baca rombakannya.

Arigatou Gozaimasu !^_^

Minori Hikaru : Hehe , membingungkan ya? Gomen -_,-v Arigatou, minori-senpai ^_^

Ryu : Iya, itu Sai. Maaf ya membingungkan. Sudah dirombak ulang. Silahkan kalau mau membaca rombakannya. Arigatou , senpai ^_^

Kaka : Pair nya... Rahasia :p *sok rahasia* *ditimpukin* Gomen, membingungkan. Sudah dirombak, silahkan kalau mau membaca rombakannya ^_^ Arigatou !

Penelopi : SasuHina , senpai ^_^ Arigatou ! ^_^

Ryuk : Ah, maaf TT_TT review mu menyayat hati, senpai. Tapi ga papa lah. Sudah dirombak ulang, senpai. Silahkan kalau mau membaca rombakannya ^_^ Arigatou Gozaimasu, senpai ^_^

Permanent : Wah :O Saya sebenarnya juga ga suka sakura lo senpai ._.V Tapi Arigatou ya sudah menyempatkan membaca dan mereview pict gaje ini ^_^

Jy : Ah, begitu ya? :\ Gomen, tapi sudah dirombak ulang kok . Silahkan kalau mau membaca rombakannya. Arigatou ^_^

Gece : Rahasia :p *sok misterius* Saran diterima. Arigatou , senpai ^_^

Kertas Biru : Oh ya? :O Wah, mungkin pacarnya senpai takut dicuekin hehe :p Arigatou Gozaimasu ! ^_^