Disclaimer: Hetalia Axis Power © Hidekaz Himaruya
Genre: Romance, Hurt/comfort
Warnings: Shounen-ai (PrusUK), AU, human names used, character's death (later chapters), slight language, kemungkinan ada sedikit OOC, very minor OC, bahasa semi-formal, tanda baca (?), don't like, don't read!
By Mint or Quincy Peppermint
*Author sendiri pun bingung, padahal OTP-nya USUK #gaadayangtanya #abaikan
Author's note: Ini fanfic yang udah agak lama saya buat, tapi cuma terabaikan di draft buku notes, males ngetiknya #plak, belom lagi ada sekolah yang ngasih segunung tugas… Barulah pas libur lebaran ini saya ada waktu buat ngetik. =)
Saia tahu kok kalo pairing ini tuh rare banget di fandom-fandom Indo, tapi nurut saia dan Apple Azure-chan (sobat sehati saya di account ini) PrusUK tuh bukan CRACK pairing, berhubung pernah ada Anglo-Prussian Alliance taun 1756-1763…. Di fandom versi English juga lumayan populer kok ni pairing. Tapi maaf-maaf saja ya kalo kalian ga suka =)
Ini cerita terinspirasi berdasarkan pengalaman pribadi, saya yang merasa kasihan pada orang homoseksual, tapi selalu dihina masyarakat (terutama di Indo), emang sih harusnya ga boleh menurut agama, tapi kan kalo misalnya mereka saling suka? Ya mau gimana lagi. Mungkin aja "Love is blind" … Dan Hetalia emang genre sho-ai sih. Tapi bukan berarti saya ga suka sama yang bukan fujoshi, netral kok.
Saya cuma mau menyampaikan itu aja… Hehehe daripada dengerin bacotan saya, mending langsung baca aja deh… Let's start!
Chapter 1(Arthur-centric)
Seperti biasa ia selalu membenci pagi hari terutama pagi hari pada hari-hari sekolah.
Pagi itu Arthur sudah berseragam lengkap dan ia duduk manis di kursi meja makan, ia hanya menerawang ke luar jendela kemudian memikirkan betapa suntuknya sesampai di sekolah nanti yang kegiatannya hanya belajar, ulangan, presentasi, dan hal-hal lainnya. Belum lagi mengingat kenyataan bahwa ia adalah seorang ketua OSIS. Sial
Ia menoleh ke arah samping kanannya, didapatinya seseorang sedang berjalan dan menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepadanya.
"Tuan muda Arthur, sudah saatnya Anda berangkat ke sekolah," ucap salah satu pelayan di kediaman Kirkland. Ia menghela nafas, lalu memundurkan kursinya. Kakinya beranjak meninggalkan ruang makan.
Mungkin saja pelayan sialan itu mengusir keberadaanku dengan menyuruhku bergegas pergi ke sekolah… Atau— Ah! Mulai lagi kebiasaanku berpikit negatif, lagipula mengapa aku sebegitu melankolisnya?
Setelah ia sempat berpikir macam-macam, Arthur kemudian meraih tasnya dan melesat keluar rumah.
Sepanjang perjalanannya ke sekolah, Arthur terus berjalan sambil menunduk, terus menatap kerikil yang sejak tadi ia tendang-tendang. Sejak tadi pagi ia memang tidak semangat pergi ke sekolah. Hasratnya ingin sekali membawa dirinya sendiri kembali pulang ke rumah. 'Hari ini aku benar-benar merasa ingin bersantai di teras kamarku saja, atau minum teh sambil membaca novel' pikirnya, namun tak lama ia merasa terkejut karena pundaknya ditepuk oleh seseorang secara mendadak.
"Arthur…!" seseorang meneriakkan namanya, sambil orang itu melingkarkan lengannya di leher Arthur. Sejenak, Arthur memperhatikannya lekat-lekat .Penampilan orang itu sangat kontras dengannya. Pakaian seragam sekolahnya sederhana. Rambut putih-perak pendek yang acak-acakan dan sepasang mata merah darah yang bersinar penuh semangat. Gilbert.
"Pagi-pagi sudah lesu, setidaknya cerialah sedikit!" lanjutnya. Ya, orang itu adalah Gilbert Beilschmidt, teman sekelasnya, dan juga teman yang sudah lama ia kenal. Namun hari ini entah kenapa tiba-tiba tadi ia muncul di belakangnya. Dasar aneh…
"Ee..enak saja! Aku tidak lesu tahu! Hanya sedang berpikir!" seru Arthur sambil menaikkan pundaknya. Wajahnya memerah, ia jadi terlihat salah tingkah.
Gilbert tertawa melihat reaksinya itu. "Haha, tidak usah bohong padaku yang awesome ini! Yaah pokoknya jangan berjalan sambil menunduk begitu dong, jelek sekali tahu! Tidak awesome!" Gilbert berkata cengar-cengir. Arthur hanya mendengus kesal dan membuang muka, namun Gilbert tetap tersenyum meski ia selalu jutek, lalu dengan entengnya ia menarik telapak tangan Arthur.
"Ayo! Nanti kita terlambat masuk kelas! Aku rasa Sang Pangeran Ketua OSIS tidak boleh terlambat, bukan~~? " ejek Gilbert, seringai terkembang di wajahnya.
Arthur yang syok tangannya tiba-tiba ditarik, jadi tidak bisa membalas ejekan lelaki itu, ia hanya pasrah dan memandangi tangannya dan tangan Gilbert yang saling bertautan sembari ia menundukan wajahnya yang terasa panas.
Berkat melihat senyumanmu yang cerah seperti cahaya matahari pagi dan senantiasa menerangi hatiku yang suram ini, mustahil bagiku untuk tidak merasa senang.
"SELAMAT PAGI SEMUANYA! The awesome Gilbert has arrived!" teriak Gilbert saat mendobrak masuk pintu kelas mereka sambil tetap menarik-narik tangan Arthur. Kelas itu bisa dibilang luas dan bergaya English Victorian Style. Ruangan kelas mereka sudah lumayan penuh dengan murid-murid, pantas saja, sebentar lagi bel masuk akan segera berdering.
"Eeerr… Pa… pagi," Arthur memberi salam dengan ogah-ogahan. Bagaimana tidak, seisi kelas langsung mengarahkan pandangannya ke arah dua pemuda itu, tentu saja karena suara Gilbert yang kelewat keras dan kedua tangan mereka yang menggenggam satu sama lain
Tatapan ke-24 murid-murid sekelasnya dingin, mata mereka memandang tajam, serta sinis terhadap Gilbert dan Arthur. Ya, setidaknya begitulah yang terdapat di benak Arthur. Gilbert? Dia terlalu sibuk menikmati hidup sehingga tidak mempedulikan tatapan orang-orang yang tidak begitu penting baginya itu.
"Eeeh…. Gilbert," panggil Arthur pada Gilbert, yang tengah menuntunnya ke meja tempat Arthur biasanya duduk. "Ya? Apa?" katanya, mata merah darahnya memandang mata hijau Arthur. Arthur menghindari kontak mata dengannya, mengalihkan pandangannya, sebelum memberi jawaban.
"…. Tidak, tidak ada apa-apa," jawab Arthur lirih sambil melepaskan genggaman tangan mereka dengan perlahan. Kini terdapat jarak di antara kedua tangan mereka.
Tolong hentikan sorotan mata seperti tadi….. Itu amat membuat hatiku terasa sesak.
Pukul 11.05, pelajaran fisika. Arthur menyimak penjelasan guru dengan serius, tangannya juga cekatan mencatat poin-poin penting dari materi yang sedang dibahas oleh guru fisikanya itu. Arthur memang rajin dan ia merupakan murid teladan, tak heran ia selalu menjadi juara umum di sekolah, hal inilah yang secara otomatis membuatnya menduduki jabatan ketua OSIS.
Tiba-tiba ia teringat akan Gilbert, ia menoleh diam-diam ke barisan tempat duduk belakang dan mendapati Gilbert yang sedang tertidur pulas. Arthur tersenyum, "Dasar bodoh," ia mengalihkan pandangannya ke papan tulis lagi. Pikiran Arthur kembali melayang, membayangkan tatapan tidak menyenangkan tadi yang dilontarkan oleh seluruh teman-teman sekelasnya. 'Apa ada yang salah?' pikirnya. Sungguh tidak baik apabila dirinya dibenci oleh seluruh murid…
Bukan, sebenarnya….. apa maksud tatapan mereka?
"Kirkland!" gurunya berseru dengan wajah kesal.
Arthur terkejut, buku tulisnya terjatuh dari mejanya."Iy…ya Sir?" jawabnya terbata-bata. Pria separuh baya itu menghela nafas, lalu melanjutkan kalimatnya. "Kau, ketua OSIS, sekarang juga dipanggil ke ruang guru! Apa kamu tidak mendengar pengumuman dari speaker barusan?"
Arthur sedikit terbengong untuk sejenak, merasa agak keheranan. Bisa-bisanya pikirannya membuat ia jauh dari kenyataan. Ia langsung meraih bukunya dan meletakkannya di atas meja, ia melangkah keluar pintu kelas, sambil mulutnya menggumamkan kata "permisi," sebelum menutup pintu rapat-rapat. Gurunya hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku salah seorang muridnya itu, sesudah itu ia melanjutkan kegiatan belajar kembali.
Bodoh, apa-apaan sih, acara sekolah kan masih lama, kenapa harus diurus sekarang?
Pemuda berambut pirang dan bermata hijau itu berjalan di koridor sekolah menuju ke kelasnya, sementara pikirannya mengumpat-umpat guru dan wakil kepala sekolah yang baru saja ditemuinya tadi. Di tangan kirinya terdapat map dan dokumen rencana penyelenggaraan acara –yang tidak terlalu penting menurutnya—di sekolahnya.
Sesampainya di depan kelas, Arthur memutar kenop pintu kelas dan mendorongnya hingga terbuka, lalu berjalan masuk. "Permisi Sir-" kalimat Arthur terputus begitu mendapati bahwa tidak ada guru maupun teman-temannya yang sedang mengajar dan belajar seperti biasanya di kelas. 'Sepertinya sedang praktek di laboratorium,' pikirnya. Ia mambanting dokumen tadi ke mejanya sambil mendengus kesal, setelah itu mengambil catatan dan alat tulis untuk segera bersiap-siap menyusul yang lainnya ke laboratorium.
"Ggrrrrkkkhhh….."
Arthur terbelalak dan menoleh ke sumber suara, rupanya Gilbert yang masih di alam mimpi dan tengah tertidur bersandar di kursinya. "Gilbert…. Kenapa kau masih enak-enakan tidur disini, git?" katanya sambil menghampiri Glbert. Ia berdiri di samping Gilbert, memandangi wajahnya. Tiba-tiba saja wajah Arthur memerah.
Sial, ia terlihat makin tampan sewaktu sedang tidur…. Ah! Mikir apa aku ini?
Namun Arthur tidak bisa menahan diri, jari-jari pucatnya menyusuri rambut putih keperakan Gilbert, mengelus-elus kepalanya dengan lembut.
"Hmm… Kesesese…. Nekat juga kau Arthur…" Gilbert membuka kedua matanya dan tersenyum nakal ke arah Arthur. Arthur yang kaget dan malu setengah mati langsung merubah telapak tangannya menjadi kepalan tangan yang meninju kepala Gilbert. "Wh…what? YOU GIT!" serunya, padahal wajahnya merah tidak karuan. "Se..sejak kapan kau terbangun?" lanjutnya. Arthur menyilangkan tangannya di depan dada.
"Ouch… Barusan," Gilbert mengaduh, tangannya mengusap bagian kepala yang sakit., lalu melanjutkan kalimatnya, "Tidak masalah kok Artie, aku ini memang terlalu awesome sehingga kau pun tertarik…! Kesesesese…!". Arthur menghela nafas, "Ayo, kita juga ke laboratorium sekarang," ujarnya. Gilbert menolak, "Tidak mauuu!" sambil menarik lengan kiri Arthur, dan mendudukkannya di kursi sebelah dirinya berada. "HEY!" seru Arthur.
Pemuda bermata merah itu tersenyum puas melihat Arthur duduk tepat disebelahnya. Diam-diam, Arthur turut tersenyum kecil, merasa senang mengetahui bahwa dirinya begitu dekat dengan Gilbert.
Arthur memecah kesunyian dengan bertanya, "Memang kamu selelah itu ya, sampai selalu ketiduran di tengah-tengah pelajaran?" Gilbert berpikir sejenak, sebelum menjawab, "Yah, begitulah, aku harus semalaman bekerja di berbagai toko barang-barang dagangan itu…" tukasnya lirih, sambil menguap. Sejenak Arthur merasa tidak enak karena telah bertanya seperti itu, tetapi ia tiba-tiba kaget mengetahui bahwa Gilbert yang tadinya duduk di sebelah kirinya, kini merebahkan dirinya di atas pangkuannya. Gilbert menguap untuk kesekian kalinya.
"He..Hey! Apa-apaan kau ini…?" Arthur protes, meskipun wajahnya serasa terbakar. "Aaarrrggh, aku letih sekali, tahu. Biarkan aku yang awesome ini begini sebentar…"
Lagi-lagi Arthur pasrah, ia mengusap kepala Gilbert, tepatnya di tempat ia meninjunya tadi, "Maaf…" ucapnya pelan. "Hehehe, tak apa! Kau memang imut sekali ketika sedang marah, apalagi tersipu!" sahut Gilbert, yang diikuti dengan serentetan tawanya yang aneh. Mau tidak mau, Arthur harus menahan hasrat untuk tidak menjitak kepala yang ada di pangkuannya itu. Anggap sajalah ucapan Gilbert tadi adalah sebuah pujian baginya…
Ya benar, Gilbert adalah seorang yatim-piatu yang kini tinggal sendirian. Terpaksa ia harus mencari nafkah untuk biaya hidup sehari-hari. Padahal ia sendiri masih sekolah, sudah terbebani begitu. Beda sekali denganku yang hidup serba enak… Namun sepertinya aku tidak pernah bersyu—
"KYAAAAA!"
Terkejut, spontan Arthur mendongak, dan mendapati seorang siswi yang satu kelas dengannya berdiri di dekat pintu masuk. Raut wajahnya terlihat amat ketakutan, bagaikan sehabis melihat hantu, dan anehnya gadis itu menjerit ketika melihat Arthur dan Gilbert. Tepatnya saat Gilbert berada di pangkuan Arthur.
Gilbert hanya mengerang kecil dan masih bertahan di posisinya, sedangkan Arthur, matanya melotot, keringat dingin mulai mengalir di wajahnya, dadanya pun berdebar kencang, benar-benar serasa ditusuk ratusan tombak. Ia kehabisan kata-kata. Bahkan tidak ada suara barang sedikitpun yang keluar dari mulutnya. Benar-benar ketakutan…
Murid-murid yang lain mulai memasuki ruangan kelas itu sambil terheran-heran melihat siswi yang berteriak tadi, kini seakan mematung.
"Ada apa berteri- ?" seorang murid menjatuhkan bukunya sehingga buku-buku itu berserakan di lantai, tepat setelah ia menyaksikan pemandangan yang membuat siswi tadi terkejut setengah mati, yaitu Gilbert dan Arthur yang terlalu 'dekat' di hadapannya.
Murid yang lainnya hanya menatap lekat-lekat mereka berdua, tetapi bagi Arthur, tatapan itu bukanlah tatapan biasa, melainkan tatapan yang penuh dengan rasa jijik, aneh, takut, dan juga kebencian.
"A..ak…aku…" Arthur berusaha melontarkan sebuah kalimat penjelasan, namun sia-sia, lidahnya terasa kelu, mulutnya senantiasa terkatup rapat. "Menjijikan," ujar salah seorang murid laki-laki, sambil mendelik ke arah Arthur.
Sebuah kata yang diucapkan tadi seakan membuatnya tertusuk. Arthur menarik tangannya dari rambut Gilbert, ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Mengahadapi seluruh anggota kelasnya, yang tak terkecuali menatapnya dengan tatapan yang seolah-olah ia dan Gilbert adalah makhluk kotor, yang tidak pantas berada di muka bumi ini.
Memalukan, menjijikan, kotor, rendahan, tidak tahu malu,
Serentetan kata-kata dan bisikan dari teman-teman sekelasnya itulah yang membuat Arthur lemas, perasaannya campur aduk, ia tidak bisa berpikir jernih lagi.
"Kirkland, aku tidak menyangka ternyata kau sebegitu rendahnya!" seorang siswa berkacamata berkata demikian, sambil menyilangkan kedua lengannya. Begitu Arthur mendengar kalimat itu tadi, tanpa sadar, ia secara kasar mendorong Gilbert menjauh darinya, untungnya Gilbert tidak terjatuh, karena tangan kirinya dengan sigap menopang berat badannya. Sekejap, Arthur melotot, sedikit merasa kaget akan sikapnya terhadap Gilbert barusan. Ia menatap Gilbert yang balik menatapnya dengan sedikit kesal dan bingung.
Matanya melotot ketakutan, dan tubuhnya berdiri kaku. Tidak tahan rasanya berada di situ.
Seketika, Arthur menenteng tasnya dan berlari menuju pintu keluar kelas, melewati kerumunan murid yang serentak mundur, seakan sengaja memberinya jalan untuk pergi. Arthur sedikit terkejut melihat sikap teman-temannya itu terhadapnya, ia mati-matian menghindari tatapan mereka.
Murid-murid itu tak henti-hentinya menatap sinis ia yang yang berlari dari belakang hingga sosoknya tak terlihat lagi. Hilang. Karena ia ingin sesegera mungkin meninggalkan tempat itu.
BRAAAKK!
Seluruh pandangan beralih ke arah pintu masuk ruang utama bagian depan yang tiba-tiba terbuka.
"Tu…tuan muda? Ijinkan saya bertanya, mengapa anda sudah kembali dari sekolah anda pada waktu yang tidak seharusnya sekarang?" tanya si kepala pelayan dengan wajah keheranan melihat majikannya yang membuat kaget seisi rumah dengan kepulangannya itu.
"Diam! Bukan urusanmu," hardiknya kesal, tanpa melihat ke arah wajah si pemberi pertanyaan.
Ia mendobrak masuk pintu ivory kamarnya, lalu berjalan terhuyung dan merangkak naik ke atas tempat tidur, sebelum membenamkan wajahnya ke sebuah bantal.
Mereka semua…. Kini menganggapku menjijikan… Brengsek… memang apa salahnya bila aku berdekatan dengan Gilbert? Aku hanya memangkunya bukan? Tolong hentikan pandangan seperti itu!
Pikiran dan bayang-bayang itu terus terlintas di benaknya. Arthur meremas bantalnya erat-erat, menancapkan jari jemarinya, serta berharap kekesalannya akan hilang apabila dilampiaskan terhadap benda mati seperti itu. Percuma saja, setelah dipikir-pikir, ia yang bodoh karena tiba-tiba saja tadi mendorong kepala Gilbert hingga hampir terjatuh. Padahal jelas-jelas lelaki itu tidak bersalah. Aaaarrrggh bodohnya ia.
Sebaiknya, besok aku…. Minta maaf pada Gilbert.
TO BE CONTINUED
Phew~
Selese juga ni chapter 1! Saia paling males ngetik! #plak
Arthur rada OOC ya? Huaa maaf, ini semua biar cocok ama ceritanya *maksa*. Kok kayaknya ceritanya mellow banget yah? Maafkan daku lagi *pundung*. Sejauh ini konfliknya belom terlalu banyak, ntar di chapter-chapter selanjutnya bakal nambah banyaak lagi. Maaf lagi, saia tidak bermaksud untuk menyindir minna-san sekalian yang kebetulan pembenci sho-ai. Tidak maksud macam-macam ato ngajak perang Fujodanshi vs Homophobes kok!
Btw, ntar bakal dipublish juga fanfic bikinan kembaran saia, yaitu Apple-Azure-chan! (alias "Apple"), kalo saia Quincy Peppermint (alias "Mint"), jadi gabungan kami berdua gitu loh *wink* #ga nanya! *dibalang bangku*
Thanks a lot buat yang udah bacaaa! *kasih senyuman* *muntah semua*
Review please! Trust me, it won't hurt at all guys! It helps me to improve…
