A/N: halooo, kali ini author kembali bkin fic misteri-thriller-psychological. terus yang humor mana? fic GakuxLuka yang humor untuk sementara author tunda dulu. oh iya fic kali ini kyknya bakal beraura berat dan gelap. tapi setidaknya author akan mencoba menyelipkan beberapa scene romance untuk sedikit mencairkan suasana tegang yang berat. jujur saja, sebenarnya author juga mikir-mikir lagi mau tetep post fic ini atau enda, soalnya author sendiri kurang yakin fic bertema psychological ini akan menarik buat pembaca. jadi, author butuh dukungan pembaca buat lanjutin fic ini, entah itu dukungan maju atau mundur wkawkkwkw. kalau memang fic ini tidak cocok untuk dilanjutkan maka author akan men-delete nya hehehehehe, jadi jangan sungkan-sungkan memberikan masukan ya:)

Summary: 7 orang murid menerima surat ancaman pembunuhan yang membuat mereka memutuskan untuk tetap tinggal di sekolah selama liburan 8 hari. Mereka mulai terdesak dan mencurigai satu sama lain. Pertanyaannya, apakah monster itu dibuat atau dilahirkan?

Warning: DARK THEME, bacaan psikologikal, eyd amburadul, bacaan berat, nyaris tidak ada humor, typos

Rated : Teen (dark theme)

Disclaimer : I don't own any Vocaloid characters.


Voca Gakuen adalah sekolah terbaik dimana sekolah ini menjadi tempat berkumpulnya murid-murid pintar dengan IQ yang sangat tinggi. Semua itu berkat peraturan sekolah yang sangat ketat, sangat jauh berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya. Di sekolah-sekolah umum, biasanya siswa diperbolehkan untuk melakukan aktivitas lain di luar belajar, tidak bagi pelajar Voca Gakuen. Di benak setiap pelajar Voca Gakuen, yang ada di kepala mereka masing-masng hanyalah kata 'belajar'. Tidak kurang dan tidak lebih. Sungguh menyedihkan memang, tetapi itulah yang membuat sekolah itu menjadi sekolah terbaik.

Kenapa Voca Gakuen disebut sekolahan terbaik? Pertama-tama yang membuat sekolah ini sangat unggul adalah system keamanannya yang luar biasa canggih, hampir di setiap ruangan, entah itu kelas atau asrama putra dan putri semuanya dilengkapi CCTV otomatis yang hanya akan merekam pada saat kamera mendeteksi adanya suatu gerakan. Kedua, bangunan Voca Gakuen ini sangat luas dan lumayan rumit, bangunan arsitektur maupun interiornya sangat bangus dan modern. Ketiga, sekolah ini terletak di perbukitan yang sepi, sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan tanpa hambatan dari luar seperti kebisingan suara kendaraan aau semacamnya.

24 Desember 2012

Hari ini adalah awal dari libur musim dingin kami, sebagian besar siswa yang merasa diri mereka 'terpenjarakan' memilih untuk segera angkat kaki dari asrama sekolah dan pulang ke rumah masing-masing selama liburan. Namun diluar dugaanku, ternyata ada segelintir orang yang memilih untuk menetap di asrama, sama seperti diriku. Ya, dalam liburan musim dingin ali ini, segala sesuatunya akan berubah hanya dalam beberapa hari.

Libur sekolah selama 8 hari ini akan menjadi memori yang tidak akan pernah kami lupakan seumur hidup kami. Aku, dan juga yang lain harus memutar otak kami untuk bertahan hidup dalam permainan yang tak satu pun dari kami sadar telah dimulai. Apa yang akan menimpa kami selanjutnya merupakan awal tragedi di sekolah kami, satu persatu dari kami mungkin akan mati. Bahkan setelah waktunya tiba, tak seorang pun di antara kami yang bisa menemukan jawabannya.

Are monsters made or born?


Gakupo's POV

Namaku Gakupo Kamui, murid tahun kedua yang dijadikan role model murid teladan di sekolah. Pada liburan kali ini aku memutuskan untuk tidak pulang dan lebih memilih menetap di sekolah. Dari kejauhan aku dapat melihat bus-bus yang mulai berangkat satu persatu melintasi gerbang dan meninggalkan sekolah. Setelah gerbang benar-benar tertutup rapat, aku beranjak masuk ke dalam bangunan karena angin beserta salju yang turun semakin kencang, udara jadi semakin jauh lebih dingin dari beberapa hari sebelumnya.

Jadi seperti inikah rasanya berjalan-jalan di dalam sekolah yang sangat sepi? Sekolah ini bagaikan villa pribadi saja dengan suasana yang seperti ini. Aku tentu bisa memakluminya, kami semua tidak diperbolehkan pulang kecuali pada libur 8 hari ini. Tidak hanya sampai di situ, kegiatan yang kami lakukan selama berada di sekolah hanya belajar, belajar dan belajar. Jarang sekali kami melakukan kegiatan diluar itu. Oleh karena itu kami hanya punya lapangan indoor serba guna, hanya digunakan ketika ada pelajaran PE saja.

Koridor panjang yang menghubungkan sekolah dengan asrama putra kini hanya aku saja yang berjalan melaluinya. Sepanjang koridor dipajang beberapa foto siswa-siswa teladan yang nilai-nilainya tidak pernah di bawah 95, entah itu alumni atau bukan. Apakah di sana ada fotoku? Ha, tentu saja tidak. walaupun aku bisa dibilang sangat pintar tapi aku tidak se jenius itu. Tapi salah seorang yang fotonya terpajang di sana, tahun ini juga memutuskan untuk menetap di sekolah.

Aku mengamatinya tanpa ekspresi, sama seperti orang yang ada di foto yang kulihat sekarang, wajahnya begitu datar tanpa ekspresi. Tak lama setelah itu aku kembali melanjutkan perjalananku menuju kamarku sendiri.

Aku segera menutup pintu dan menguncinya. Sebenarnya ada satu hal yang membuatku memutuskan untuk tidak pulang. Sesuatu yang menurutku sangat janggal dan aku ingin menginvestigasinya hingga tuntas. Meja belajarku segera kuhampiri, lalu aku membuka laci paling atas, menarik keluar beberapa barang yang menumpuk di dalamnya hingga aku melihat objek yang kucari.

Sebuah amplop hitam, tanpa nama pengirim maupun ditujukan kepada siapa. Beberapa hari yang lalu aku menemukannya diselipkan tepat di bawah pintu kamar, siapa saja bisa meletakkan atau menjatuhkannya begitu saja, tetapi kalau sampai diselipkan sudah jelas kepada siapa surat ini ditujukan. Merasa masih sulit percaya, aku membuka kembali amplop hitam itu dan menarik 1 lembar surat yang juga berwarna hitam sembari duduk di kursi. Ini adalah ketiga kalinya aku membaca ulang surat itu, surat misterius yang tidak kumengerti kenapa ditujukan padaku. Isi surat itu begitu sederhana, hampir seperti puisi cinta yang tak terbalas, hanya saja di akhir isi surat itulah yang membuatku semakin bertanya-tanya setiap aku membacanya.

Kali ini aku terus memandanginya, dari atas sampai bawah, dan aku masih saja tidak mengerti apa maksudnya. Isi surat ini hanya terdiri dari beberapa rentet baris kalimat yang dicetak dengan tinta warna putih. Aku memutar-mutar, memeriksa segala sudut kertas, lalu menerawangkannya pada lampu belajarku yang menyala dengan terang, hasilnya? Nihil.

"Bagi 7 siswa bodoh yang memilih untuk menetap di sekolah selama liburan 8 hari ini diharapkan untuk segera melapor ke cafeteria sekolah. Saya ulangi, bagi 7 siswa bodoh yang memlih untuk menetap di sekolah selama liburan 8 hari ini diharapkan untuk segera melapor ke cafeteria sekolah segera."

Suara panggilan yang berasal dari speaker yang dipasang di ujung kamarku itu membuyarkan aktivitas menelitiku seketika. Ketika melihat jam yang terpajang di dinding, aku baru sadar sekarang sudah jam makan malam. Aku segera memasukkan kembali surat itu kedalam amplopnya dan membiarkannya tergeletak begitu saja di atas meja.


Normal POV

Di ruang cafeteria sekolah, hanya ada seorang siswa disana yang sedang menyiapkan makan malam sambil menghiasi meja makan dengan serbet-serbet dan gelas-gelas wine yang masih kosong. Pemuda itu mendorong kereta penyajian sambil sesekali meletakkan piring, garpu dan sendok hampir di setiap sudut meja. Samar-samar si pemuda mendengar suara langkah kaki yang begitu pelan, namun karena suasana sekitarnya sangat hening maka mudah sekali baginya untuk mendengar suara langkah kaki itu. Sang pemuda menoleh kebelakang sebelum ia sempat meletakkan kedua gelas yang ia genggam di kedua tangannya dan mendapati seorang gadis berambut pink panjang berjalan mendekatinya.

"Oh, Megurine-san." Lalu si pemuda kembali terdiam, tidak tahu harus melanjutkan bicara apa ketika ia memandang gadis itu hanya diam saja melihatnya. "Eumm, Sensei memintaku untuk mengatur semua ini."

Si gadis yang bernama Luka Megurine itu hanya diam saja, tidak berniat membalas ucapan sang pemuda walau hanya sepatah kata. Suasana kembali hening, dari ujung penglihatannya ia dapat melihat sang pemuda di hadapannya mengalihkan pandangan menuju subjek yang berada di belakangnya. Spontan gadis itu juga ikut menoleh ke belakang.

Gakupo berjalan dengan santainya melintasi mereka berdua menuju meja makan tanpa menoleh sedikitpun ke arah orang-orang yang dilintasinya. Gakupo memilih tempat duduk di ujung meja sisi kiri, sedangkan Luka memilih tempat duduk tepat di hadapan Gakupo. Walaupun duduk mereka berseberangan, mereka berdua menolak untuk saling melihat satu sama lain.

"Whoaa, mari kita lihat murid-murid yang memutuskan untuk menetap di sekolah pada malam natal tahun ini, kita mendapati si role model murid teladan, Gakupo Kamui yang sangat diinginkan oleh beberapa orang tua untuk dijadikan menantu mereka." Kata salah seorang pemuda berambut biru yang baru saja tiba di cafeteria sambil merekam suasana sekitarnya dengan handy cam miliknya. Pemuda yang bernama Kaito Shion itu segera memalingkan handy cam nya menghadap Luka lalu kembali melanjutkan komentarnya. "Oh, ternyata sang diva sekolah juga memutuskan untuk menetap di sekolah, Yap, Luka Megurine."

Tindakan Kaito yang layaknya seorang reporter itu hanya dibalas dengan tatapan tajam Luka yang menyiratkan betapa tidak sukanya dia diperlakuan seperti itu. Kaito menyadarinya sehingga secara perlahan-lahan ia memalingkan kameranya menuju sang pemuda yang menata meja makan seorang diri tadi.

"Hemm, lalu siapa kau?" Kaito meng-zoom kameranya supaya dapat membaca label nama yang terpajang di dada kanan pemuda itu dengan baik. "Kagamine Len, kau murid baru itu?"

Si pemuda yang merasa namanya disebut mengangguk ringan sambil mengamati 2 orang lain yang memasuki ruangan secara bersamaan. Tentu saja para pendatang baru itu juga tidak luput dari rekaman kamera Kaito.

"Whoaa, si jenius Honne Dell juga memutuskan untuk tinggal di sini. Dan..oh- si malaikat Rin juga! Liburan kali ini pasti akan sangat menyenangkan!"

Sekalipun begitu, para pendatang baru juga sama diamnya dengan mereka yang sudah duduk di tempat pilihan masing-masing. Tak satupun dari mereka saling mengobrol atau semacamnya, sesuatu yang sangat jarang terjadi se pendiam apapun seorang individu. Mereka seolah-olah tidak terusik dengan keheningan cafeteria dan justru malah menikmatinya. Malam natal yang dingin dan sepi.

Kaito hendak merekam siswa terakhir yang masih beranjak menuruni tangga menuju ruang cafeteria, tetapi begitu ia menyadari siapa orangnya, niatan untuk merekam lebih lanjut segera diurungkannya. Kaito kemudian mematikan handy cam nya yang hampir low bat dan segera memilih tempat duduk yang masih kosong sambil mendengus kesal.

Pendatang terakhir itu adalah Miku Hatsune, gadis periang yang paling suka mengerjai teman-temannya, bertindak kasar dan egois sesuka hatinya. Tidak banyak orang yang menyukai Miku, atau lebih tepatnya tidak ada. Karena Miku selalu bertindak semena-mena dan gegabah. Gadis itu menghampiri meja makan lalu duduk di kursi kosong yang tersedia sambil memasang tampang sinis yang senantiasa menghiasi wajah imutnya.

"Hooo, ternyata Bakaito juga memilih untk tetap di sini rupanya. Kenapa? Takut dijadikan budak oleh orang tuamu jika kau pulang?" seperti itulah kata-kata yang dengan mudahnya meluncur begitu saja dari mulut Miku. Entah Kaito tersinggung atau tidak, Miku tidak dan tidak akan pernah mau peduli.

"Diamlah, troublemaker! Tidak ada yang memintamu berkomentar." Jawab Kaito tidak kalah ketus karena jengkel.

Suasana menjadi semakin tegang, namun sebelum ketegangan itu semakin menjadi-jadi, Hakuo-sensei telah datang lebih dulu dan mencairkan suasana segera.

"Hah kalian berdua ini, sampai kapan kalian mau terus-terusan seperti ini? Sudah-sudah, jangan lanjutkan pertengkaran kalian! aku menyuruh kalian kemari supaya kita bisa merayakan malam natal bersama. Mari kita mulai acara makan-makannya."

Setelah itu Hakuo-sensei mengeluarkan botol wine yang ia sembunyikan di balik mantel tebalnya lalu tersenyum tipis. "Malam ini spesial aku akan menjamu kalian minum wine, tapi jangan bilang siapa-siapa atau aku akan berada di dalam masalah besar." Lalu ia menuangkan isi botol itu satu persatu ke dalam setiap gelas kosong yang ada. Dan setelah selesai, ia hanya meletakkan botol itu begitu saja lalu duduk di kursi kosong yang tersisa. "Bersulang!"

Tanpa ambil pusing acara makan segera berlangsung. Selama acara makan malam mayoritas dari mereka memilih untuk diam dan mendengarkan cerita Hakuo-sensei, hanya Kaito atau Miku saja yang sesekali menimpali cerita Hakuo-sensei.

"Ngomong-ngomong, apa kalian tahu apa sebabnya aku harus menemani kalian di sekolah ini?"

Tak seorang pun mejawab.

"Hmm, sepertinya tidak ada yang tahu ya. Baiklah, beberapa tahun yang lalu ada seorang siswi yang memutuskan untuk menetap di sini. Sepanjang liburan ia tetap belajar, belajar dan belajar. Hingga hal yang tak terduga terjadi padanya," suasana yang pada awalnya terasa hangat kini menjadi sangat intens. Rata-rata dari mereka menghentikan aktivitas mereka dan menoleh melihat Hakuo-sensei, menandakan mereka penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Dell dan Gakupo tidak menggubrisnya dan tetap melanjutkan menyantap steak mereka. "Saat itu ia hendak istirahat sambil minum kopi di ruang santai. Sepanjang berjalan dari kamarnya ia terus menggumamkan lagu natal. Sayangnya gadis itu kurang hati-hati ketika menuruni tangga luar sehingga ia terselip dan jatuh terguling dari tangga. Karena tidak ada seorang pun untuk menolongnya, gadis itu kemudian meninggal karena gegar otak berat yang dideritanya, tubuhnya membeku tertimbun salju sepanjang liburan."

Miku tersenyum sinis mendengarnya. "Siapa suruh dia belajar saat liburan? Kau tahu, belajar saat liburan itu ada kutukannya. Kurasa gadis itu adalah salah satu korbannya."

"Tch, kutukan 'dilarang belajar saat liburan'? bukannya itu hanya karanganmu saja? Kau kan pemalas."

"Memangnya kau sendiri tidak?"

"Kau ini-"

"Sudah-sudah. Aku bercerita bukan untuk membuat kalian berdua berdebat lagi. Aku hanya menceritakan alasan kenapa harus ada guru yang mendampingi apabila ada murid yang memutuskan untuk tidak pulang. Hanya itu saja."

Baik Kaito dan Miku sama-sama buang muka. Tampak sekali rasa kebencian mereka semakin bertumbuh subur. Gakupo terdiam sejenak sebelum akhirnya ia meletakkan garpunya.

"Kau dengar itu?"

"Suara apa? Aku tidak mendengar apa-apa." Timpal Kaito merasa tidak mendengar suara apapun.

"Hee, bukankah kau tuli? Makanya kau menggunakan alat Bantu pendengaran itu." Sahut Miku penuh sindiran. Senyum Kaito hilang dalam sekejap, digantikan dengan tatapan penuh amarah yang mati-matian ia tahan.

"Suara bel." Kata Gakupo pelan. "Seseorang menekan bel gerbang sekolah."

Hakuo-sensei segera berdiri dan mengikhlaskan diri untuk pergi mengecek siapa yang membunyikan bel malam-malam begitu. Namun beberapa siswa laki-laki, termasuk Gakupo, memutuskan untuk ikut bersama Hakuo-sensei.

Tumpukan salju di luar begitu tebal. Salju yang turun juga semakin lebat, mereka harus cepat-cepat mengecek gerbang sekolah dan kembali masuk ke dalam sebelum mereka membeku di luar sana. Gedung sekolah dan gerbangnya terpisah oleh jalanan yang kini menjadi hamparan salju putih yang sangat luas. Mereka mengecek gerbang, tidak ada siapa-siapa di sana. Aneh.

"Lalu siapa yang membunyikan bel tadi?" kata Hakuo-sensei sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, kebingungan.

"Sensei, lihat!" sahut Len cepat begitu ia menemukan sesosok yang terkapar di atas hamparan salju putih di luar gerbang. Sosok itu terlihat begitu tak berdaya, terlihat seperti tertidur, hanya saja…

"Sensei, dia terluka!"

Bercak-bercak merah yang mewarnai salju di sekitarnya itulah yang membedakannya dari orang yang tertidur di atas salju.


Aku terus memikirkannya. Sejak kapan semua itu dimulai?

Kau mengotoriku, membuatku tampak menyedihkan

Kau membuatku menjadi monster di ujung ruangan

Kau mendiamkanku

Kau mempermainkan harapan-harapan palsuku

Kau mengambil satu-satunya yang kumiliki dan meletakkannya di lehermu

Aku mengulurkan tanganku dan kau melepaskan

Kau menghapusku dari pandanganmu

Dan yang terakhir, kau mengambil posisiku

Selamat Natal dan Tahun Baru

Setelah delapan hari, berjalanlah menyusuri pohon Zelkova

Di bawah menara jam kau akan menemukan seseorang mati

Di malam Natal, aku mengutukmu


To be Continued


A/N: jadi gimana buat first chap ini? cukup menarik? kalau iya nanti author lanjutan lagi hehehe. ngomong2 sbnrnya author terinspirasi dari 1 drama, tapi author agak kurang puas karena romancenya yg sangat minim walopun ada potensi romance. maka jadilah author bikin fic ini, dengan harapan bisa menyelipkan beberapa romance. author mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya buat readers yang mau membaca fic gaje ini _ tolong bantu beri author masukan supaya author tau harus berbuat apa di chap selanjutnya, hehehehe :)