Rate: T
OC: Eclaire Vainilla
Credit: One Piece © Eiichiro Oda
Bab 1
Hari ini Doflamingo ulangtahun, tetapi Eclaire tidak tahu apa yang harus ia berikan kepada Shichibukai itu selain kue ulangtahun. Sesungguhnya, ia tidak mau terlalu perduli kepadanya tetapi bagaimana pun juga pria itu telah menyelamatkannya dari Human Auction House. Jika bukan karena 'kebaikan hati' pria jangkung itu, mungkin saat ini Eclaire sudah menjadi budak dari pria hidung belang atau mungkin parahnya ia jatuh ke tangan Tenryuubito.
Eclaire mendesah. Kebaikan hati? Sungguhkah Doflamingo baik hati? Selama empat tahun ia menjadi anak buahnya, ia dapat melihat seperti apa Doflamingo. Pria itu selalu tersenyum, walau apa pun yang terjadi. Awalnya, Eclaire berpikir bahwa Doflamingo menganggap segala sesuatu sebagai lelucon dan tidak penting. Tetapi tidak, pendapat itu amatlah salah. Lelucon tetaplah lelucon, hal penting tetaplah hal penting. Bagaimana tidak? Doflamingo pernah marah besar ketika mengetahui Bellamy telah membuat Jolly Rogernya tercoreng karena kebodohannya, dan memutuskan untuk memberi pelajaran kepada pria pemakan buah spring spring itu. Tidak tahu bagaimana nasibnya sekarang, entah sudah tewas atau masih hidup. Inilah hal pertama yang Eclaire pelajari: jangan membuat Doflamingo marah. Hal kedua yang ia pelajari: ketika Doflamingo marah, wajahnya tetap tersenyum tetapi urat di dahinya pasti menjadi tegang.
Kedua mata violet Eclaire menatap kue vanilla yang telah selesai ia buat setengah jam lalu, ia berpikir ingin memberikan kue hasil buatannya kepada Doflamingo. Tetapi ia tidak yakin kalau pria berambut pirang itu akan memakannya, tahun lalu saja kue vanilla buatannya diberikan kepada Baby Five. Ugh, kalau mengingat kejadian itu, darah Eclaire mulai naik ke kepala. Setiap kue vanilla yang ia buatkan untuk Doflamingo, tidak pernah dimakannya. Padahal dulu dia sendiri yang mengatakan bahwa dirinya sangat menginginkan vanilla untuk ulangtahunnya! Jangankan dimakan, disentuh saja tidak olehnya! Ya, hanya kue vanilla buatannya saja! Monet pernah membuatkan kue vanilla untuk Doflamingo, dan pria itu memakannya dengan lahap! Padahal siapa pun bisa merasakan kalau kue buatan harpy itu rasanya sangatlah aneh, bahkan Law pun wajahnya sampai pucat karena memaksakan diri menelan kue itu.
"Dasar pria hidung belang!" umpat Eclaire kesal. Ya, ini hal ketiga yang ia pelajari mengenai Doflamingo. Pria yang selalu mengenakan kacamata hitam itu adalah seorang hidung belang! Ia selalu dikelilingi oleh wanita-wanita cantik, dan para wanita itu selalu memanggil Doflamingo dengan manja. "Menjijikan." Tubuhnya mulai bergetar hebat akibat menahan kesal yang semakin menjadi-jadi di dalam dirinya.
Eclaire meletakkan tangan kanannya ke wajahnya yang tirus, dan kedua matanya tertutup rapat "Kenapa juga aku harus marah?" gumamnya berusaha menenangkan diri, walau tangan kirinya masih mengepal kencang. Ia kembali menatap kue vanilla di hadapannya. "Aku berikan saja kue ini kepada orang lain." Ia mengambil kue vanilla itu dan berjalan keluar dari dapur.
Kedua kaki Eclaire yang mengenakan sepatu kets melangkah dengan mantap melewati lorong sebuah mansion besar dan mewah, nama tempat ini adalah Dressrosa, terletak di New World. Tempat ini adalah basis bagi Doflamingo dan anak buahnya. Dulu ketika pertama kali sampai di tempat ini, kedua mulut Eclaire sampai menganga dan tubuhnya merinding akibat takjub. Ia tidak pernah menyangka bahwa bajak laut bisa memiliki tempat tinggal yang teramat mewah seperti ini, tetapi sesungguhnya Doflamingo bisa memiliki kekayaan yang luar biasa ini bukan hasil menjarah di lautan. Pria itu memiliki berbagai pekerjaan sampingan, salah satunya adalah makelar bawah tanah dengan nama panggilan Joker.
Perlahan kedua langkah kaki Eclaire yang lebar-lebar dan sangat cepat, berubah menjadi pendek-pendek dan lambat. Amarah di dalam dirinya mulai menyusut, ia teringat bagaimana Doflamingo membantu dirinya. Setelah Doflamingo menyelamatkan dirinya dari Human Auction House, ia memberikannya tempat tinggal dan juga pekerjaan. Bahkan dirinya sudah bukan budak lagi, tetapi bawahan Doflamingo. Sejak kecil, Eclaire ingin menjadi seorang pastry chef. Doflamingo mengabulkannya dengan menjadikannya pastry chef di Dressrosa, bahkan mempromosikan kue-kuenya ke berbagai pulau di Grand Line. Banyak orang memuji keahliannya dalam membuat kue, namun entah mengapa hal itu tidak memuaskan hatinya karena masih ada satu orang yang belum pernah memuji kue vanilla buatannya. Ya, masih ada satu orang! Eclaire kembali melangkahkan kakinya dengan langkah lebar-lebar dan cepat. Ia kembali melewati lorong-lorong mansion yang kini sedang dibersihkan dan juga didekorasi oleh para pelayan untuk pesta nanti malam, pesta ulangtahun Donquixote Doflamingo.
Sekarang ini jam delapan pagi. Doflamingo masih berada di kamarnya pada jam ini, maka Eclaire segera melangkah ke kamar pria itu. Langkahnya terhenti ketika sampai di depan sebuah pintu ganda berukuran besar, nafasnya tersengal akibat berjalan cepat dengan emosi yang menggebu-gebu di dalam tubuhnya yang setinggi 166 cm. Tanpa perduli akan nafasnya yang tersengal, ia segera menggedor pintu tersebut dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang kue vanilla yang ia buat.
"Doflamingo-sama! Doflamingo-sama!" panggil Eclaire. "Aku ingin bicara! Doflamingo-sama! Doflamingo-sama!"
Setelah beberapa saat menggedor, akhirnya ada jawaban dari dalam kamar. "masuklah," ujar sebuah suara yang sangat berat.
Eclaire pun membuka pintu dan melangkah masuk, wajahnya menunjukkan rasa ingin tahu yang bercampur dengan amarah. Namun mendadak langkah kakinya terhenti di ambang pintu, mulutnya setengah menganga dan semburat merah muncul di pipi hingga telinganya. Kedua matanya terpaku menatap Doflamingo yang saat ini bertelanjang dada dengan celana panjang bercorak zebra, sepertinya pria itu baru saja selesai mandi karena rambutnya yang cepak masih sedikit basah. Sebagai seorang pria, tubuh Doflamingo tergolong keren. Perutnya six pack dan lengannya berotot, dan kulitnya yang berwarna kecoklatan membuatnya terlihat seksi.
Doflamingo menoleh. Sesungguhnya ia menoleh dengan sangat cepat, tetapi Eclaire merasa kalau pria itu seperti bergerak dalam gerakan slow motion. Hal mengejutkan kembali dilihat oleh Eclaire, Doflamingo tidak mengenakan kacamata hitamnya! Ini pertama kalinya gadis berambut hitam sebahu itu melihat mata Doflamingo, matanya itu biru bagaikan batu safir.
"Indah sekali…" ujar Eclaire terpana.
Bibir Doflamingo yang pada mulanya tidak tersenyum, kini mulai tersenyum, walau lebih tepat jika disebut menyeringai. "Ada apa?" tanyanya.
Suara berat Doflamingo membangunkan Eclaire dari lamunannya, dan ia pun mulai gelagapan. "Ahhh… ummm…" Mendadak ia merasa lidahnya menjadi sangat kelu, dan otaknya menjadi kosong sehingga tidak tahu harus berkata apa. Jantungnya pun berdebar tidak karuan.
Doflamingo menyeringai, dan kedua kakinya melangkah mendekati Eclaire. Ia tidak memerlukan langkah yang banyak, karena kakinya sangatlah panjang. Doflamingo memiliki tinggi sekitar 305 cm. Ketika ia sampai di dekat Eclaire, tangan kanannya terangkat dan menutup pintu yang masih sedikit terbuka di belakang gadis mungil itu. Ia membungkukan badannya yang teramat jangkung, dan mendekatkan wajahnya pada Eclaire.
Eclaire menatap Doflamingo dengan gugup, ia tidak pernah sedekat ini dengan pria itu sebelumnya. Jantungnya terasa seperti mau melompat keluar dari dadanya, nafasnya menjadi sangat sesak. Penciuman tajamnya dapat mendeteksi aroma vanilla bercampur mint dari tubuh Doflamingo, dan itu adalah aroma yang sangat menggoda bagi Eclaire. Rasanya, ia menjadi seperti es krim yang berada di bawah terik matahari, meleleh.
"Ada apa, Claire-chan?"
Kedua mata Eclaire bergetar dan begitupula dengan tubuhnya, entah mengapa kue vanilla yang sedari tadi ia pegang kini terasa sangat berat. Dengan sekuat tenaga, ia mengangkat kue vanilla dengan kedua tangannya. "I-ini kue vanilla buatanku," jawabnya pelan. "Se-selamat ulangtahun, Doflamingo-sama."
Seringai masih terus menghiasi wajah Doflamingo. "Vainilla?" tanyanya dan kedua mata safirnya menatap kue di kedua tangan Eclaire. Kemudian, ia meraih kue tersebut dengan tangan kanannya dan berlalu dari hadapan gadis berusia dua puluh satu tahun itu.
Eclaire menatap heran Doflamingo, di dalam hatinya muncul sebuah harapan bahwa akhirnya pria itu mau memakan kue buatannya. "Doflamingo-sama?" ujarnya.
Doflamingo meletakan kue vanilla ke atas sebuah coffee table, kemudian tangan kanannya mengambil sebuah kemeja putih di sofa dan memakainya tanpa mengancingnya. Setelah itu, ia pun duduk di atas sofa besar berwarna pink. Matanya yang kini sudah memakai kacamata hitam menatap Eclaire yang masih berdiri di ambang pintu kamar dengan wajah tersipu-sipu. "Apakah yang ada di dalam benakmu?" godanya dengan suara bassnya, hal itu membuat Eclaire merinding. "Wajahmu memerah."
Tubuh Eclaire mematung di tempatnya berdiri, wajahnya masih tetap tersipu tetapi kedua matanya mengerjap. Ia seperti sedang berusaha mencerna apa yang diucapkan oleh Doflamingo dan mendadak ia tersadar bahwa Doflamingo menuduhnya memikirkan hal-hal yang mesum. "… e-enak saja!" jeritnya. "Aku tidak berpikir seperti itu!"
"Fufufufufu, berfikir seperti apa?" pancing Doflamingo.
"Aaa… aaa…" Eclaire terdiam, wajahnya kini memerah padam. "Cih!" Ia memalingkan wajah dengan kesal.
Doflamingo memperhatikan Claire yang kini salah tingkah. "Fufufufufu, Claire-chan," panggilnya.
Dengan wajah ditekuk, Eclaire menoleh. "Apa?!" tanyanya ketus.
"Kamu tentu tahu bahwa malam ini aku mengadakan Birthday Ball, dan semua aku undang untuk datang."
"Lalu?"
"Kau harus jalankan tugasmu dengan baik sebagai pastry chef."
Urat di dahi Eclaire mulai tegang, darahnya kembali naik ke kepala. Ia kesal karena Doflamingo mengingatkannya akan tugasnya sebagai pastry chef, seolah Shichibukai itu meremehkan kemampuannya sebagai pastry chef padahal dia sudah berkali-kali membuatkan kue untuk setiap acara pesta yang diadakan olehnya. Tetapi Eclaire berusaha menahan diri untuk tidak membentak Doflamingo, salah-salah nanti kaptennya itu marah kepadanya.
Eclaire menghela nafas berat. "Baik, Doflamingo-sama," ujarnya seraya membungkuk layaknya seorang koki di restoran mewah, kemudian ia kembali berdiri tegak. "Apakah ada pesan lainnya?" tanyanya.
"Itu untukmu." Doflamingo menunjuk ke sebuah kotak berwarna pink yang tergeletak di atas coffee table. "Malam ini kamu harus memakainya."
Dengan perlahan Eclaire berjalan mendekati coffee table, meraih kotak berwarna pink tersebut dan membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah gaun berwarna putih, dengan sepatu hak tinggi dengan tali berwarna hitam. Terdapat sebuah kotak kecil berwarna pink di sudut kotak, itu adalah sebuah kotak untuk kalung. Umumnya, para wanita akan senang mendapatkan hadiah seperti itu tetapi tidak dengan Eclaire.
"Apa maksud Anda memberikan saya gaun ini, Doflamingo-sama?!" akhirnya, ia membentak juga. "Apakah Anda ingin menghina saya?!"
"Fufufufu, tidak seperti itu, Claire-chan," jawab Doflamingo dengan tenang. "Aku ingin kau datang ke Birthday Ball nanti malam dengan gaun itu. Aku ingin melihatmu mengenakan gaun. Kau itu sangat cantik, Claire-chan, dan aku ingin semua orang melihatnya."
Wajah Eclaire kembali memerah padam dan jantungnya berdebar-debar, ia sampai tidak tahu harus berkata apa. Di satu sisi ia keberatan dengan permintaan Doflamingo untuk mengenakan gaun ke pesta nanti malam, tetapi di satu sisi pria itu memuji dirinya cantik. Sebuah pujian yang tidak pernah ia terima selama ini.
"Sudah, sudah." Doflamingo menggerakan tangan kanan dan beberapa jarinya. "Kembalilah bekerja."
"Doflamingo-sama!" protes Eclaire yang kini tidak dapat berbuat apa-apa, karena tubuhnya sepenuhnya dikendalikan oleh Doflamingo. Kedua kakinya mulai melangkah menuju pintu kamar tanpa dikehendakinya, tangan kanannya pun memegang pegangan pintu dan membukanya. "Hentikan, Doflamingo-sama! Aku tidak mau mengenakan gaun!" protesnya lagi tetapi pria flamboyan itu tidak menggubrisnya.
Entah disengaja atau tidak, leher dan kepala Eclaire bebas dari kendali Doflamingo. Ia sempat menoleh kesal kepada atasannya itu, namun rasa kesal itu berganti menjadi keterkejutan. Bagaimana tidak? Sesaat sebelum kakinya sepenuhnya membawa dirinya keluar dari kamar tanpa dikehendaki, ia sempat melihat Doflamingo sedang memakan kue vanilla buatannya dengan tangan kiri. Sesampainya di depan pintu, tubuh Eclaire berbalik menghadap pintu dan tangan kanannya bergerak menutup pintu kamar. Tepat ketika pintu kamar tertutup, kendali Doflamingo terhadap dirinya pun hilang. Namun Eclaire tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri, matanya menatap pintu berwarna coklat tua di hadapannya. Ia tidak dapat menyangkal, hatinya merasa bahagia ketika melihat Doflamingo memakan kue vanilla buatannya. Bahkan jauh lebih senang ketimbang ketika mendengar Law memuji kue buatannya sangatlah lezat. Perlahan bibirnya tersenyum senang, dan ia pun berpaling pergi seraya memeluk hadiah pemberian Doflamingo padanya.
Bersambung…
Catatan: Vainilla adalah nama lain dari vanilla.
