Fanfic multichap untuk memperingati SasuSaku FanDay.

Warning: Untuk chapter-chapter selanjutnya bakal ada lemon sejenisnya. Jadi mengapa ini ditaruh di rated M.

Enjoy, minna!

Prolog: Taruhan

Mereka berdua mabuk ketika mereka membuat taruhan itu.

"Forehead, dia telah kembali selama dua tahun—dua tahun yang ganjil dan kau masih tidak melakukan apapun. Tidak satu hal pun. Jika aku tidak sudah punya Shikamaru, aku mau dengannya dalam waktu yang cepat. Mengapa kau tidak melakukan apa-apa?".

Ada bunyi cegukan saat si rambut pirang, bermata biru, kunoichi yang seksi ini mengambil tegukan lain dari sakenya, dan memandang sahabat lamanya (dan ya, sekali rival). Dia melirik gadis di sebelahnya dengan kritis.

"Oh, demi Kami-sama...kau masih jatuh cinta padanya?".

Si rambut merah muda, bermata hijau, kunoichi ramping ini (dia sebelumnya tidak seksi seperti yang lain, tapi meskipun begitu dia punya lekukan yang tajam) terlihat awas dengan pernyataan itu, menimbulkan sebuah cegukan bergiliran. Dia menggelengkan kepalanya dengan tegas.

"Tidak—tentu saja tidak!".

"Kalau begitu buktikan!" teriak di pirang, tantangan bergetar dalam suara mabuknya. "Buktikan itu padaku dalam sembilan hari!".

"Akan aku buktikan!".

"Oke, lalu—bercinta dengannya! Buat dia menginginkanmu! Membutuhkanmu—termasuk mencintaimu!".

"Bagaimana caranya aku bisa membuktikan kalau aku tidak jatuh cinta padanya, Pig?".

Sunyi. Lalu...

"Karena kau akan meninggalkan dia di akhir,".

Sebuah taruhan bodoh. Tolo, taruhan yang tolol.

Dan Haruno Sakura tahu dia tidak akan bisa menariknya kembali.

-o-o-o-o-o-o-o-

Ini bukan tentang harga diri. Dia tahu ini bukan tentang harga diri. Ini hanya ketika dia akhirnya kembali waras, Ino datang ke pintunya, menuntut dia menegakkan kehormatannya dan tidak menarik kembali taruhan—karena jika dia benar-benar berani, hukumannya adalah dia berlari keliling Konoha untuk satu hari penuh.

Telanjang.

Dan kemudian, dari atas semuanya harus polos, dia juga harus berteriak mengakui bahwa dia adalah pecundang.

Dia ingat Gai menantang Kakashi hal yang sama setahun yang lalu, dan untungnya Kakashi yang memenangkannya. Namun gambaran Gai yang kalah berlari keliling Konoha dalam keadaan telanjang masih jelas teringat di pikirannya, dan itu adalah...well, membuatnya mual. Ugh.

Dia tidak akan pernah melakukan hal yang sama.

Mungkin ada solusi untuk dia agar keluar dari masalah ini.

"Dengar, Ino," Sakura memulai, setelah mendapatkan secangkir kopi untuk hari itu (itu cuma untuk meringankan hangover) , "Tentang kemarin malam...mungkin kita—uh—kau tahu...melebih-lebihkan...taruhan itu. Maksudku...".

Ino hanya terdiam—kejadian langka yang membuat Sakura berbicara tak beraturan.

"Maksudku...ini tidak seperti perjanjian yang tepat...kata-kataku cukup menguatkan, bukan? Dan ini lagipula adalah taruhan yang konyol. Ini kekanak-kanakan dan tidak dewasa dan aku yakin kita berdua sudah terlalu dewasa untuk repot mencari tempat tinggal dan sejenisnya, jika kau tahu apa maksudku. Dan aku bersumpah—".

"Aku akan tidur dengan Lee jika aku kalah, Forehead. Atau Gai-sensei. Atau Jiraiya,".

Itu hal yang teramat mengejutkan bahkan untuk diproses Sakura.

Sakura memandang Ino, sebuah tatapan terkejut tercetak di wajahnya. Ino terlihat bertekad, dan sedikit kaget dengan apa yang baru saja dia katakan juga—jelas dia berkata semuanya tanpa berpikir terlebih dulu, benar-benar tanpa berpikir dulu.

Ha. Khas Ino.

Namun bagaimanapun menggiurkannya, itu sebenarnya tidaklah cukup. Sakura menghela napas.

"Maaf, Ino, tapi—".

"Dan aku akan berlari keliling dengan telanjang juga. Selama dua hari. Dengan tanda 'mesum' terlukis di seluruh tubuhku. Dan berteriak 'Sakura adalah yang terbaik' dari dalam diriku,"

Dan di sinilah. Kunci ajaib itu.

Panggil dia gila, tapi entah mengapa dia tidak bisa melawannya.

Oke, jadi mungkin ini tentang harga diri. Sial.

Bodoh. Harga diri yang bodoh.

Namun siapa yang tidak ingin sahabat baiknya-tapi-kadang-masih-rival untuk mempunyai dosis dari obat nakalnya sendiri?

Ino berhak mendapatkannya.

Saat si kunoichi pirang pergi hari itu, dengan perjanjian disetujui jabatan tangan yang kuat (dia tidak berjanji dengan Ino untuk tidur dengan beberapa pria itu lagi, karena itu keterlaluan, dan dia tahu Shikamaru akan merasa sakit jika dia mengetahui pacarnyalah yang mengusulkan hal itu), Sakura dengan santai duduk di kursi nyaman yang ada di dapurnya, memandangi pola yang ada pada meja kayu tua di depannya. Menunggu cangkir kopi keduanya masak. Membiarkan waktu berjalan.

Dan tentu saja, berpikir tentang bodohnya dia tadi. Ya, tadi itu harga diri.

Namun bagaimana caranya kau memenangkan taruhan yang sangat mustahil?

Ini bukan tentang bagian-meninggalkan-dia yang menjadi sebuah masalah—tidak, tentu saja tidak. Dia telah jujur pada Ino ketika dia berkata dia tidak mencintainya lagi. Dia tidak pernah. Itu hanya kegilaan masa lalu yang telah mati bertahun-tahun lamanya. Tapi untuk meninggalkan dia...well, dia adalah Tuan Tak Berperasa. Ini tidak akan cukup mengganggunya atau sejenis itu.

Masalahnya adalah hal lain.

Bagaimana bisa dia membuat Sasuke menginginkannya—membutuhkannya—mencintainya, jika sampai sekarang, dia bahkan tidak menyadari seberapa berharga dirinya? Atau lebih buruk, memperlakukannya dengan sama seperti yang lain?

Bagi dia, Sakura hanyalah kawan—mungkin seseorang yang bisa dengan mudah tergantikan. Satu hal yang penting bagi dia adalah latihan yang dilakukan, persahabatannya dengan Naruto, dan membuktikan bahwa dia berharga untuk disambut kembali sebagai ninja Konoha sekali lagi.

Sakura bukan apa-apa untuknya. Dan dia punya pembelajaran yang panjang untuk menerima itu.

Saat 'bukan apa-apa' datang ke pikirannya yang biasanya cerdas, taktis dalam menyusun siasat, Sakura membiarkan waktu berlalu lebih lama, dan membawa pikirannya menerawang. Berpikir, hingga dia merasa otaknya mengantuk lagi. Sampai kepalanya jatuh ke atas meja, dan matanya hampir sepenuhnya siap untuk menutup.

Hingga tiba-tiba, dia ingat satu hal tentang Sasuke. Dan satu hal yang jenisnya selalu, selalu diinginkan. Dibutuhkan.

Dengan sentakan, Sakura seketika menjadi waspada sekali lagi, jawaban akhirnya terproses di pikirannya.

Dia adalah laki-laki.

Dan laki-laki membutuhkan seks.

Dan ketika kau berpikir tentang ini, seks yang hebat membuatmu menginginkan lebih. Menginginkan lebih yang membuatmu butuh.

Dan membutuhkan mungkin membuatmu...mencintai.

Itu kesimpulan yang panjang, tapi itu terjadi. Itu benar, tidak ada yang bisa menyangkalnya.

Mata Sakura melebar bersamaan dengan saat dia benar menyadari apa yang dia harus lakukan. Persis apa yang dibutuhkan.

Tepat bagaimana caranya dia akan menang dari taruhan ini.

Dia akan berusaha untuk menggoda Sasuke.

Si Tuan Es.

Dan dia hanya punya sembilan hari untuk melakukannya.

-o-o-o-o-o-o-o-

"Neh...Teme?".

Hening.

"Fansgirlsmu sedang mengikutimu lagi,".

Masih hening. Kemudian...

"...Aku tahu, Dobe,".

Ada sebuah dehaman, lalu si mata biru menatap tajam—yang tentu saja si mata onyx yang menerima mengabaikannya, seperti yang selalu dia lakukan. Uzumaki Naruto menghela napas, menggaruk kepalanya.

"Tidak bisakah kau menemukan cara untuk menghilangkan mereka, Teme?".

"Mereka akan tetap datang kembali, Dobe,".

"Tidak jika ada rencana yang bagus," desak Naruto. Dia mengerling ke belakang secara hati-hati, dan hampir meringis saat melihat mata penuh cinta memburu tiap langkah mereka.

Dan dengan penuh kasih sayang meneriakkan nama yang paling menjengkelkan di dunia (setidaknya itu pendapat Naruto).

"Sasuke-kun, ku mohon berkencanlah denganku—".

"Sasuke-kun, kau sangat tampan! Kau adalah yang terbaik!".

"Sasuke-kun, jangan kuatir! Aku masih mencintaimu, meskipun setelah kau pergi!".

"Sasuke-kun, mengapa kau tidak kembali ke tempatku dan dan melakukan beberapa aktivitas cinta...".

"Sasuke-kun, MENIKAHLAH DENGANKU!".

Mereka tetap berdatangan. Tidak peduli itu pengakuan malu-malu, atau yang berani—atau yang bagian seduktif yang kadang mendekati...well, kotor. Ini semua yang Naruto bisa lakukan untuk tidak menutupi kedua telinganya dan berteriak balik kepada mereka semua—dia mencoba sebelumnya, dan itu tidak bekerja dengan baik.

Mungkin hal lain bisa.

"Neh, Teme...kita butuh menemukanmu seorang gadis,".

Alis raven gelap itu mengangkat karena pernyataan itu. "Dobe...itu gila. Dan aku pikir kita mencoba untuk menghindari mereka,".

Naruto melambaikan tangannya dengan tidak sabar, tidak peduli lagi terkejut karena si Uchiha sebenarnya berkata paling banyak dalam satu kalimat. Kejadian langka, ya—namun itulah yang ada dalam pendapatnya, lebih penting urusan untuk mempertimbangkannya pada saat itu.

Seperti fakta bahwa Teme adalah seorang yang brengsek, dan sungguh tidak sebaiknya punya sebegitu banyak perempuan yang tunduk di kakinya.

Che.

Dan mereka betul mengesalkan, untuk dikatakan setidaknya.

"Aku tidak bermaksud seperti itu! Apa yang aku maksud tadi...kita butuh untuk menemukanmu seorang non-fangirl untuk menghilangkan sekumpulan perempuan itu. Pacar pura-pura. Kau tahu, untuk membasmi mereka, agar mereka tahu bahwa kau...sudah ada yang punya,".

Saat pikirannya terkumpul, mata biru itu melebar. Berkilauan.

Lalu dia menyeringai, menunjukkan kelicikan, hampir dengan gigi-gigi tajam.

"Dan aku tahu persis siapa yang akan cocok untuk itu,".

Seringainya melebar, secara meyakinkan sampai telinganya. Bersamaan dengan mata onyx yang menatap, Cuma satu pikiran yang memasuki otak Uchiha Sasuke.

Ini bukanlah seringai yang bisa dipercaya.

-o-o-o-o-o-o-o-

A/N: 1.3k words. Akhirnya aku come back tapi tidak janji buat melanjutkan cerita yang dulu. Karena masih sibuk dan butuh banyak latihan, akhirnya aku kerja sama sama author lain buat translate-in ficnya dia. Kalian bisa liat dengan judul yang sama untuk dibaca english versionnya. Keren kok ~ Tapi kalau mau nunggu indonesian versionnya, aku usahain buat update paling cepat dua minggu atau paling lama satu bulan (semoga bisa). Sincerely, thanks for all viewers and readers ^o^