Disclaimer : SMEnt & CJESEnt
Main cast : Kim Jaejoong. Jung Yunho.
Gendre : Drama, Romance.
Theme : Winter.
Leght : 1 of 2 [two shoot]
Warning : Tema berat. adegan kekerasan. Penuh typo. Alur berantakan. Bikin sarap kepala jadi tegang. Dan, DON'T LIKE DON'T READ. NO BASH my character in my fic.
Flame jangan tapi kalu konkrit sangat boleh. ^^
Shin SeounRa| Choco Momo
[Sweet Apple]
Presented
An Alternative Universe Fanfiction
White Lies
Story presented by © Sora Yagami
Inspired by © White lies_DBSK
Cast and anything in this story © They self and they parent
If I can only breathe next to you...
Jaejoong menatap jauh kedepan, memperhatikan suasana malam Kota Seoul dipenuhi dengan cahaya dari gedung-gedung pencakar langit dibawah langit tidak berbintang. Dari sini dia bisa melihat segalanya, mobil-mobi yang melintas tidak lebih seperti titik-titik tidak berharga dibawah sana.
Angin berhembus menerbangkan halaian rambutnya dan membelai lembut bulu-bulu halus diwajahnya sambil merapatkan perlahan jaket yang dikenakannya untuk sekedar menghalau rasa dingin.
Namja berwajah cantik itu membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara langkah kaki melintas ruangan.
"Kau mau kemana Yun?"
Yunho memalingkan wajahnya kearah. Menatap tapi tanpa minat. "Sama sekali bukan urusanmu."
Sakit.
Jaejoong menggigit perlahan bibir bagian bawahnya untuk meredam rasa sesak yang menggerogoti perasaannya. Meskpun ini bukan yang pertama kali Yunho bersikap seakan dia hanyalah seorang pengganggu, namun bukan berarti dia terbiasa.
"Tapi Yun, bisakah untuk malam ini saja kau tinggal?" Jaejoong menundukkan kepalanya dalam ketika sepasang mata musang itu berkilat dipenuhi kemarahan.
Ayolah Jae, jangan jadi pengecut. Bentaknya pada diri sendiri.
Jaejoong meremas ujung sweter yang dikenakannya sebelum kemudian kembali memberanikan diri mengucapkan apa yang ada didalam benaknya. "Ku mohon. Hanya untuk malam ini saja."
"Begitu, jadi sekarang kau sudah berani memerintahku." desisnya murka.
Jaejoong terhenyak dan buru-buru menggelengkan kepalanya keras. Sama sekali bukan itu maksudnya. Dia hanya ingin Yunho tinggal dirumah bersamanya malam ini.
"Jawab aku Kim Jaejoong!" nada suara Yunho naik beberapa oktaf hingga membuat seluruh tubuh Jaejoong bergetar karena rasa takut.
Namja itu bahkan hingga tidak berani mengangkat kepalanya hanya untuk sekedar menatap mata yang begitu dipenuhi kemarahan dan kebencian.
Jaejoong hanya diam terpaku ditempatnya berdiri ketika Yunho dengan langkah-langkah panjang berjalan melintasi ruangan dan berdiri menjulang dihadapannya dan kemudian dengan kasar mencengkram bagian depan sweter yang dikenakannya hingga Jaejoong kesulitan bernapas karena hampir tercekik.
"Jangan pernah mencoba menghalangiku. Dasar sialan,"
Yunho menghempaskan cengkramannya hingga Jaejoong terjatuh dilantai sambil terbatuk memegangi dadanya yang terasa sakit.
Rasa sakit ini sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan perlakuan Yunho selama ini padanya.
Jaejoong hanya bisa diam menatap punggung Yunho yang perlahan menghilang ditelan jarak dengan tatapan kosong, namja itu tidak menangis ataupun berusaha menghalangi kepergian Yunho.
Percuma.
Suara pintu yang berdebum tertutup mengakhiri segala percakapan menyakitkan diantara keduanya.
.
.
.
Jaejoong hanya berdiri diam disisi trotoar jalan sambil menggenggam erat sebatang gulali berwarna merah muda.
Dari sini dia bisa melihat segalanya dengan begitu jelas.
Hanya terhalang sebuah kaca pembatas dan jalan yang dipenuhi oleh kendaraan yang berlalu lalang menciptakan suara berdesing yang memengkakan telinga.
Mereka begitu serasi dan sempurna. Seakan memang diciptakan untuk bersama.
Dia ingin menangis.
Tapi air matanya sudah kering, begitupula dengan hatinya.
Dia tidak tahu apakah dia bersedih atau justru malah berbahagia karena pada akhirnya orang yang begitu dia cintai menemukan tambatan hatinya yang sesungguhnya.
Jaejoong tertegun. Seulas senyuman terukir diwajahnya ketika melihat bagaimana Yunho tertawa dengan begitu lepas.
Wajah dipenuhi kebahagiaan yang tidak pernah lagi Yunho tunjukkan apabila bersamanya.
Dia memang telah menyerah sejak lama.
Matanya masih memandang lekat kedua orang yang masih saling mengumbar senyum didalam sebuah restoran tempat dimana dulu Yunho pernah menyatakan cinta padanya.
Tapi itu semua sudah berlalu. Dan masa-masa itu tidak akan pernah kembali lagi.
Dia sudah merelakan cintanya untuk berbahagia bersama dengan yang lain. Yang memang lebih pantas bersanding dengan sosok sempurna Yunho.
Begitu berbeda dengan dirinya yang bukanlah siapa-siapa.
"Happy Aniversary YunnieBear." bisiknya lirih, hampir sepelan angin yang berhembus.
Setelahnya Jaejoong melangkahkan kakinya menjauh. Dia tidak tahu harus pergi kemana dan hanya mengikut kata hatinya dalam melangkah.
Dan disinilah dia.
Menatap layar raksasa disebuah persimpangan besar jalan raya Kota seoul yang selalu nampak ramai meskipun waktu telah menunjukkan hampir tengah malam, menatap dengan tatapan mata hampa pada sebuah pemberitaan mengenai upacara persemian pertunangan antara pewaris tunggal Jung Inc dan penerus nama besar Go.
Jung Yunho dan Go Ahra.
Seharusnya Jaejoong tahu hal ini pasti akan terjadi.
Pada akhirnya Yunho akan benar-benar meninggalkannya sendiri, tetapi dia juga tidak dapat mengingkari bahwa jauh didalam lubuh hatinya yang dia bahagia karena akhirnya Yunho akhirnya tidak akan memandangnya lagi. Setidaknya dia tidak harus merasa ketakutan karena dilanda rasa khawatir.
Mungkin dia memang hanya sedikit sedih.
Mengapa Yunho tidak mengundangnya?
Jaejoong tertawa miris. Memangnya siapa dirinya hingga akan diundangn datang kesebuah perheletan besar yang dilakukan untuk merayakan hari bersatunya dua pasangan dengan status yang begitu terhormat.
.
.
.
Namja bermata doe yang sedang sibuk berkutat dengan apron dan panci itu buru-buru mematikan kompor ketika indera pendengarnya menangkap suara pintu yang dibuka dan berlari menuju kepintu depan.
Itu pasti Yunho.
"Selamat datang." ucapnya girang sambil mengambil jaket hitam yang Yunho serahkan padanya untuk diletakkan ditempat yang seharusnya.
"Kau mau mandi atau makan dulu? Aku akan menyiapkannya." tanya Jaejoong sambil mengekori langkah Yunho.
Yunho menghempaskan tubuhnya diatas sofa sambil melonggarkan dasi yang terasa mencekik leher. Namja bermata musang itu mengalihkan tatapannya memandang Jaejoong yang masih setia berdiri tidak jauh darinya, menunggu jawaban.
Yunho tertegun untuk sesaat. "Ada apa dengan rambutmu?"
Jaejoong meremas kasar bagian belakang kepalanya, terlihat begitu gusar. Jelas sekali kalau namja itu ragu untuk menjawab. "Aku memotongnya. Eumm, sudah terlalu panjang." jawabnya kaku.
Yunho hanya diam memperhatikan. Jaejoong nampak begitu berbeda dengan rambutnya yang dulu panjang sebatas leher dan berwarna hitam sekarang terlihat sangat pendek dengan warna kemerahan.
Tapi, ada yang berbeda.
Secara keseluruhan Jaejoong mungkin memang nampak sama, namun ada sesuatu yang sepertinya telah berubah.
"Jadi, apakah kau ingin mandi lebih dulu?"
Pertanyaan Jaejoong membawa Yunho kembali dari lamunannya. "Ya."
Jaejoong mengangguk dan kemudian segera beranjak kekamar mandi untuk menyiapkan air hangat agar Yunho bisa mandi.
Ada yang aneh. Kenapa Jaejoong tidak menanyakan kemana saja dia pergi selama dua bulan ini hingga sama sekali tidak memberi kabar.
Memang, setelah acara pertunangannya dengan kekasih resminya Go Ahra dua bulan yang lalu dia seakan telah benar-benar lupa bahwa Jaejoong masih selalu menunggunya pulang.
Dia aku dia memang telah jahat karena menelantarkan namja yang dengan tulus mencintainya.
Tetapi apa yang bisa dia katakan, waktu lima tahun sama sekali bukan waktu yang singkat untuk membangun sebuah keyakinan diri bahwa dia lah yang dicintai.
Hanya saja Yunho salah, lebih tepatnya telah membuat keputusan yang sangat salah. Setelah lima tahun bersama dia justru tidak dapat merasakan apapun lagi terhadap Jaejoong, rasanya begitu hampa dan kosong.
Hubungan mereka begitu datar dengan Jaejoong yang penurut dan itu membuat rasa bosan muncul dihatinya.
Hambar.
Dan entah kenapa dia menemukan gairah yang sesungguhnya dalam sebuah hubungan saat bersama dengan Ahra, kekasihnya yang ternyata memang telah semenjak lama dijodohkan dengan dirinya.
Tetapi dia juga tidak akan mungkin bisa meninggalkan Jaejoong begitu saja. Namja itu begitu rapuh dan telah bergantung pada dirinya sejak lama.
Kasihan. Yah, hanya satu kata itulah yang mendasari mengapa hingga sekarang dia tidak mengakhiri hubungan mereka sejak lama.
Sejak dua tahun yang lalu.
.
.
.
Setelah menyegarkan diri dikamar mandi dan mengganti pakaiannya dengan baju bersih, Yunho merasa lebih segar.
Namja itu mendudukan dirinya diruang makan dan hanya diam memperhatikan Jaejoong yang sedang menyiapkan segala sesuatu untuk dirinya.
Ini mungkin hanya perasaannya saja, tetapi Jaejoong terlihat sangat pucat dengan titik-titik keringat menghiasi keningnya padahal ini telah memasuki musim dingin. Tubuhnya begitu kurus terbalut sweter tebal berwarna abu-abu sehingga banyak tulang yang terlihat agak menonjol dengan pipi yang sangat tirus.
"Kau baik-baik saja?" pertanyaan bernada penuh kekhawatiran itu meluncur begitu saja dari tenggorokannya.
Jaejoong memandang Yunho sesaat dengan tatapan takjub. Dia benar-benar tidak menyangka Yunho menanyakan kondisinya meskipun sebenarnya dia sudah berusaha sebisa mungkin agar Yunho tidak menyinggung perihal yang satu ini.
Jaejoong cepat-cepat menggeleng sebelum kemudian menyerahkan mangkuk berisi nasi kepada Yunho dan duduk diam sambil menundukkan kepalanya menatap sumpit yang berada di hadapan nya.
"Gwenchana Yun. Aku baik-baik saja."
.
.
.
Sesekali sudut mata Yunho melirik kearah jam yang tergantung didinding ruang tamu. Hanya suara detak jam dan televisi yang menyiarkan acara memasak melingkupi keadaan.
Sekarang sudah hampir pukul sembilan malam tetapi Jaejoong bahkan masih belum kembali setelah berpamitan untuk pergi membeli beberapa bahan makanan di supermarket yang buka 24 jam, yang terletak beberapa blok dari kawasan apartmen tempat tinggal mereka.
Dan ini sudah empat jam sejak namja itu pergi. Dia sudah kelaparan.
Yunho menghela napas kesal. Apa sekarang dia mulai mengkhawatirkan namja bermata doe itu, terutama kalau mengingat pucatnya wajah Jaejoong sebelum dia pergi untuk berpamitan.
Pikiran-pikiran buruk mulai berseliweran dikepalanya. Apa mungkin Jaejoong pingsan disuatu tempat? Atau mungkin lebih buruk daripada itu, Jaejoong mengalami kecelakaan?
Yunho harus menampar dirinya sendiri untuk menghentikan banyaknya pikiran buruk yang bergemuruh dibenaknya. Jaejoong pasti baik-baik saja dan akan segera sampai dirumah sebentar lagi.
Tidak tahan, Yunho memutuskan untuk mencari Jaejoong.
Namja berma musang itu baru saja akan melangkahkan kakinya memasuki mobil ketika sudut matanya mengkap keberadaan Jaejoong yang sedang berbicara dengan seseorang yang tidak pernah dikenalnya. Mereka berdua terlihat sangat akrab dengan Jaejoong yang sesekali tertawa sambil menutupi mulutnya, kebiasaan namja itu ketika sedang tersipu.
Siapa namja yang telah mengantakan Jaejoong pulang? Yunho mendengar dirinya sendiri berbisik.
Tidak sabar, Yunho dengan sengaja menghempaskan pintu mobil yang sedari tadi digenggammnya hingga tertutup dengan suara bedebum keras dan segera saja hal itu menyita perhatiaan kedua namja yang sedang sibuk bercengkrama.
"Yunho?" seru Jaejoong, namja itu terlihat agak bingung.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" desisnya tajam ketika namja tampan pewaris Jung Inc itu telah berada tepat dihadapannya.
Matanya menatap penuh kemarahan ke arah Jaejoong yang hanya bisa menundukkan kepalanya. Entah kenapa sekarang dia merasa seperti kekasih yang kepergok berselingkuh dengan namja lain meskipun sebenarnya dia dan Yihan hanyalah sekedar teman biasa.
"Jawab kalau seseorang bebicara padamu." tegur Yunho tajam.
Jaejoong menggigit pelan bibir bagian bawahnya sebelum menjawab. "Dia Yihan, kebetulan kami bertemu dan dia mengantarkanku."
Yunho sama sekali tidak menghiraukan penjelsan Jaejoong dan mengalihkan tatapannya pada namja yang masih berdiri diam disamping Jaejoong. "Siapa kau?"
"Perkenalkan, aku Wang Yihan." namja bernama Yihan itu mengulurkan tangannya kearah Yunho tetapi hanya disambut dengan tatapan penuh kebencian dari Yunho.
Tahun namja itu sama sekali tidak bermasuk menyambut uluran tangan darinya, Yihan menarik kembali jemarinya dan memasukannya kedalam saku celana.
"Jangan pernah menemui Jaejoong lagi." desisnya tajam sebelum kemudian menarik kasar Jaejoong menjauh darinya.
Yihan hanya diam melihat bagaimana saat Yunho menyerat Jaejoong keluar dari area parkir. Namja cantik itu masih sempat memalingkan kepala menatapnya dengan pandangan meminta maaf sebelum kemudian benar-benar menghilang ditelan jarak.
.
.
.
Yunho melemparkan tubuh ringkih Jaejoong hingga terjatuh membentur meja rias dan menyebabkan semua barang yang ada diatasnya berjatuhan mencipatkan suara yang terasa mengganggu.
Dengan kasar, direnggutnya bagian belakang kepala Jaejoong dan memaksa namja itu mendongak menatapnya sambil menahan sakit.
Kulit kepanya terasa mati rasa.
"Dasar kau jalang tidak tahu diri. Jadi itu yang kau lakukan, berselingkuh dibelakangku." teriakan penuh kemarahan Yunho menggelegar keseluruh penjuru ruangan.
Jaejoong berontak berusaha melepaskan diri dan membuat Yunho justru malah semakin mengengetatkan cengkramannya. "Ampun Yun. Kami hanya berteman."
Yunho menggeram. "Omong kosong."
Jaejoong menggeleng keras, berusaha melepaskan jemari Yunho yang bertengger dikpalanya sebagai reaksi pertama atas rasa sakit yang mendera dikepalanya. Beberapa helai rambutnya bahkan hingga tercabut paksa.
Hanya bisa menangis, terisak pasrah saat Yunho dengan beringas membanting tubuhnya hingga terlemparkan keatas tempat tidur. Memberunggut paksa dan membalikkan tubuhnya hingga telentang.
Marah bercampur rasa frustasi, iblis telah menguasi Yunho sepenuhnya hingga bahkan tidak mampu mendapatkan setitik rasa kasihan melihat betapa mengenaskannya keadaan namja yang tidak berdaya didalam kuasanya.
Kemarahan didalam dirinya berteriak penuh kepuasaan ketika kemudian Yunho melompat kearah Jaejoong, menahan pergelangan tangan namja itu dibawah kedua kakinya dan kemudian mengarahkan kepalan tangannya melayang sekuat tenaga menghantam pelipis namja yang sudah tidak berdaya itu.
Berkali-kali hingga api yang membakar dibenaknya benar-benar padam.
Suana seketika menjadi hening dari teriakan, hanya suara deru napasnya yang berpacu cepat mendominasi keadaan.
Saat itulah dia sadar, Jaejoong telah terbaring diam dibawah himpitan tubuhnya dengan kondisi mengenaskan. Seluruh wajah namja itu berhiaskan lebam kebiruan dengan banyak lumuran darah hingga membasahi sweter putih yang dikenakannya.
Yunho mulai panik.
Apa yang telah dia lakukan? Bagaimana mungkin dia bisa sampai kehilangan kendali hanya karena melihat Jaejoong berbicara akrab dengan orang lain.
Kali ini jantungnya berdetak begitu cepat dengan cara yang menyakitkan.
"Jae" Yunho beberapa kali menepuk pipi Jaejoong agar namja itu mendapatkan kesadarannya kembali.
Tetapi nihil.
.
.
.
Yunho mengerutkan keningnya dalam ketika membaca tes kesehatan atas nama Kim Jaejoong.
Seluruh saraf ditubuhnya menegang ketika pria paruh baya yang berprofesi sebagai dokter spesial penyakit dalam itu mulai membuka mulutnya untuk berbicara.
"Jaejoong sudah berhenti meminum obatnya sejak dua tahun yang lalu."
Entah kenapa Yunho merasakan lidahnya kelu. "Dia tidak pernah mengatakan apapun."
Dokter yang masih terlihat begitu tampan diusia yang bisa dibilang sudah tidak muda lagi itu memberikan Yunho tatapan penuh pengertian. "Jaejoong selalu sendirian saat kemari. Karena itu aku terkejut saat kau mengantarkannya."
Namja bermata musang itu meremas kertas yang ada digenggaman tangannya hingga hancur tidak berbentuk. Gusar. "Mungkin ada kesalahan." suaranya terdengar begitu putus asa.
Bolehkan dia berharap bahwa semua ini hanyalah kebohongan. Mengapa rasanya begitu sakit saat mengetahui Jaejoong akan segera meninggalkannya.
"Berapa lama lagi?"
Dokter itu menatap Yunho dengan, entahlah, kasihan mungkin. "Tidak akan lama. Satu atau dua bulan."
Rasanya seperti seluruh langit berserta isinya runtuh dan menimpanya. Bukankah ini yang dia inginkan, Jaejoong pergi jauh dari kehidupannya? Lalu mengapa dia merasa begitu hampa.
"Apakah sama sekali tidak ada cara?" tanyanya putus asa.
Dokter paruh baya itu memberikan senyum kecil penuh dukungan. "Selalu ada cara , kita bisa segera melakukan kemoterapi."
Yunho menarik napas untuk mengendalikan rasa sesak yang menggelayuti perasaannya. "Seberapa besar keberhasilannya?"
"Tidak lebih dari 27%"
"Bagaimana dengan transplatasi?"
Pria paruh baya itu menatap Yunho sesaat sebelum kemudian mendesah berat. "Sulit, kami masih belum bisa mendapatkan donor yang cocok. Resus negatif sangat langka di Asia."
To be continued!
Tolong bantu aku mengkoreksi kesalahan dalam fic ini, dengan tidak hanya sekedar memberikan kata lanjut...
