AMERICANO
Author: cyukie
Main Cast: Luhan (GS), Sehun
Other Cast: Park Chanyeol, Byun Baekhyun (GS), Kim Jongin, Do Kyungsoo (GS), etc
Rated: T
Length: Chaptered
Pair: HunHan
Warning: GS, Typo(s), OOC, DLDR
Disclaimer: This story is mine, don't copy paste
.
.
"Aku pergi dulu ya!"
"Kau pasti akan bekerja lagi. Jangan pulang larut malam lagi seperti kemarin! Si bodoh ini selalu saja memaksakan diri," ujarnya dengan wajah tertekuk.
"Hei ayolah~ Aku sudah terbiasa seperti ini. Jangan terlalu mencemaskanku. Kau sangat menggemaskan jika sedang kesal seperti itu," godaku.
"Berhenti menggodaku seperti itu! Aku pulang dulu. Sampai jumpa."
"Baiklah, sampai jumpa," ucapku sembari melambaikan tangan.
Aku menatap punggungnya yang perlahan mulai menjauh meninggalkanku. Dia adalah Do Kyungsoo. Gadis cantik dengan rambut sebahu yang sangat menggemaskan. Sudah dua tahun terakhir ini kami menjadi sangat dekat. Kami selalu bersama saat di sekolah -bahkan ke toilet juga bersama.
Aku berjalan gontai menuju cafe tempatku bekerja. Menendang bebatuan kecil, dan menggiringnya hingga ke penghujung jalan. Sesekali menghela napas karena merasa sangat lelah.
Sesampainya di sana, aku segera mengganti pakaianku dan mulai bekerja. Di sini, aku adalah seorang pelayan. Tugasku mengantarkan setiap pesanan dari meja ke meja. Gajiku pun cukup untuk membiayai kebutuhan hidupku. Aku harus benar-benar pandai mengatur keuanganku. Kalau tidak, bisa-bisa aku hanya dapat makan dengan mie instan saja. Menyedihkan.
"Luhan-ah, ada seorang pria yang mencarimu. Di meja nomer tujuh," ujar salah seorang pegawai wanita yang usianya 5 tahun di atasku.
"Hei, dia sangat tampan dan juga tinggi. Siapa dia? Kau harus memperkenalkannya padaku," imbuhnya dengan nada berbisik.
"Baiklah terima kasih."
"Hei! Kau dengar kataku tidak?! Kau harus memperkenalkannya padaku," bentaknya.
"Ingatlah usiamu, eonni!" ledekku. Aku pun berjalan meninggalkannya.
Setelah tiba di meja nomer tujuh, aku sedikit terkejut dengan seseorang yang tengah duduk di sana. Park Chanyeol. Dia adalah salah satu temanku. Kami menjadi dekat karena Sehun yang memperkenalkan aku dengan Chanyeol dan teman-temannya.
"Chanyeol-ah, ada apa datang kemari?" tanyaku.
"Ah, aku hanya ingin mengunjungimu karena sedang tidak ada kegiatan lain. Duduklah. Mari kita berbincang sebentar."
"Tapi bagaimana dengan pekerjaanku?"
"Ayolah, sebentar saja. Setelah itu kau bisa melanjutkan pekerjaanmu," pintanya.
"Baiklah."
.
.
Setelah berbincang beberapa saat, aku pun bergegas melanjutkan pekerjaanku. Meninggalkan Chanyeol seorang diri. Sesekali aku mencuri pandang padanya. Dia sedang melihat keluar jendela. Entah apa yang diperhatikannya sedari tadi.
Setelah pekerjaanku selesai, aku pun bersiap untuk segera pulang.
"Eonni, aku pulang dulu ya~"
"Iya. Hati-hati di jalan."
Aku menutup pintu cafe, dan hendak berjalan pulang. Belum sempat mengambil langkah, aku terkejut melihat Chanyeol -dan mobilnya parkir di depan cafe. Apa yang sedang dia lakukan di sini?
"Luhan-ah, mari kuantar pulang," ajaknya.
"Tapi-" belum sempat melanjutkan, Chanyeol sudah memotong ucapanku.
"Aku sedang bosan di dorm. Mari kuantar pulang. Kau pasti sangat kelelahan." Dia menarik lengan kiriku dan menuntunku menuju mobilnya.
Selama di perjalanan, kami hanya diam tanpa sepatah kata pun. Hanya butuh beberapa menit, kami pun telah sampai di depan rumahku. Aku membuka pintu mobil dan segera turun.
"Chanyeol-ah, terima kasih banyak telah mengantarku pulang. Dan maaf jika merepotkan," ucapku sembari membungkukkan badan.
"Tidak sama sekali. Sampai jumpa."
Mobilnya perlahan menjauh di tengah gelapnya malam.
.
.
Kurebahkan tubuhku di kasur dengan ukuran yang cukup besar ini. Rasanya sangat lelah setelah seharian beraktifitas. Kurasa aku benar-benar butuh istirahat saat ini.
Aku harus tidur dengan nyenyak malam ini, batinku.
Baru beberapa saat memejamkan mata, ponselku yang kuletakkan tak jauh dariku, berdering. Sepertinya ada panggilan yang masuk.
Sial, manusia macam apa yang berani mengganggu tidurku ini.
Kuangkat panggilan itu dengan malas."Yeobo-"
"Hei, ada apa menelponku malam-malam begini? Mengganggu saja," ucapku kesal.
"Aish, si bodoh ini. Aku baru saja ingin mengucapkan halo dan kau segera memotongnya," ujar seseorang dari seberang telpon.
"Tunggu. Apa kau Sehun?"
"Apa-apaan kau ini. Kau bahkan tidak mengenal suaraku?" Sial suaranya memekikkan telingaku.
"Ternyata benar kau Sehun. Ada apa menelponku malam-malam begini?" tanyaku heran.
"Aku sedang berada di cafe biasa. Datanglah. Ada yang ingin kubicarakan."
"Baiklah, tunggu aku selama 15 menit." Aku segera memutus panggilan telepon dan beranjak dari kasur.
Oh Sehun namanya. Dia sahabatku sejak kecil. Kami dibesarkan di lingkungan yang sama, menghabiskan masa kecil bersama, dan tumbuh bersama. Namun setelah ayah dan ibuku meninggal, aku memutuskan untuk pindah di sini. Karna daerah ini letaknya cukup strategis untukku. Dekat dengan sekolah, cafe tempatku bekerja, juga cafe yang biasa aku dan Sehun datangi. Namun sangat disayangkan karna aku tidak bisa satu sekolah dengannya. Sekolah itu memerlukan biaya yang cukup mahal. Karna itu, aku memutuskan untuk pindah ke sekolah dengan biaya yang lebih murah. Tapi untungnya sekolah kami berdekatan. Kami jadi tetap bisa mengobrol dan pulang bersama -walau arah rumah kami berbeda.
Biasanya Sehun akan memintaku untuk bertemu saat dia sedang memiliki masalah. Dan aku pun begitu. Entah masalah apalagi yang kali ini akan dia ceritakan padaku.
Aku memilih mantel yang dapat menghangatkan tubuhku. Karna kurasa diluar sangatlah dingin. Setelah merasa cukup hangat, aku bergegas menuju cafe yang Sehun maksud. Jarak dari rumahku ke cafe tidaklah jauh. Karena itu, aku memutuskan untuk berjalan kaki saja. Aku berjalan gontai sambil menikmati pemandangan disekitar jalan yang sangat memukau. Angin malam berhembus hingga terasa menusuk tulangku. Musim dingin memang seringkali membuatku kewalahan seperti ini.
Droptop Cafe, gumamku sembari melihat tulisan yang terpampang cukup besar diatas pintu masuk.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, aku sudah sampai di cafe yang Sehun maksud ini.
Dekorasi cafe yang cozy dan artistik serta suasana yang menyenangkan, tidak salah kalau tempat ini sering menjadi tempat untuk kami bertemu dan menceritakan tentang kehidupan kami masing-masing. Terkadang hanya sekedar berbincang tentang masa kecil kami, bernostalgia dengan masa dimana semuanya masih tampak menyenangkan tanpa ada masalah yang membebani. Namun tidak pernah sekali pun Sehun, ataupun aku, membahas tentang orang yang kami sukai. Entahlah, kurasa itu bukanlah topik yang bagus untuk kami bicarakan.
"Luhan-ah!" Aku menoleh ke arah suara itu berasal.
"Sini!" ia melambaikan tangan dan memberikan senyuman manis yang sangat kusukai. Aku bergegas menghampirinya dan segera duduk tepat dihadapannya.
"Mian.. Sudah lama menunggu ya?" tanyaku ragu.
"Tidak juga. Kau ingin pesan apa?" sepertinya ia sudah tau apa yang akan aku pesan.
"Aku ingin segelas americano hangat."
"Haha.. sudah kuduga kau akan memesan yang satu itu. Kau selalu saja memesan americano hangat di saat musim dingin seperti ini," ucapnya meledek.
"Yak! Kau bodoh atau bagaimana? Mana mungkin di musim dingin seperti ini aku memesan minuman yang dingin. Dasar gila." Kurasa aku ingin mencabik manusia dengan otak separuh ini.
"Ya kau kan bisa saja memesan minuman hangat lain seperti espresso ataupun latte."
"Jangan banyak protes. Nikmati saja pesananmu."
"Kau terlihat payah sekali saat musim dingin seperti ini Luhan-ah."
"Diam kau!"
"Haha.. baiklah."
Manusia dengan otak separuh ini selalu saja membuatku naik pitam. Dia sangat menjengkelkan. Tapi disaat yang sama, sikapnya itu membuatku gemas. Ah sial, apa-apaan aku ini.
"Sehunie, ini serius. Apa yang ingin kau bicarakan?" Aku merendahkan nada bicaraku. Sedikit lebih lembut.
"Ya seperti yang kau tau, akhir-akhir ini aku sibuk sekali dengan persiapan debutku bersama teman-teman." Nada bicaranya terdengar seperti orang yang sedang putus asa.
"Aku tau itu pasti sangat melelahkan. Tapi bukankah memang itu yang kau inginkan? Debut bersama grupmu, menjadi terkenal, dan memiliki banyak penggemar."
"Itu memang benar," ucapnya.
"Lalu, apa masalahnya?" ujarku. Dari dulu dia memang tidak berubah. Masih tetap sama. Sulit untuk dimengerti.
"Kau tau, apa yang terjadi ketika seseorang akan memulai debutnya?" aku menggeleng. Dia menghela napas dan mulai melanjutkan ucapannya.
"Dia harus membersihkan semua hal yang dapat 'mengganggu' karirnya kelak."
"Apa maksudmu? Memangnya apa yang dapat mengganggu karirmu?" tanyaku tak mengerti.
"Kita," ujarnya lirih.
.
.
TBC
A/N: Annyeong~ new author here~ ini pertama kali aku publish ff di ffn. Sebelumnya aku udah coba publish ff ini diwattpad, tapi gaada responT.T /slap. Ini juga ff pertamaku'-')/ dan masih banyak kekurangannya. Jadi, aku harap kalian dapat memberiku kritik dan saran di kolom review~
