Title: Jealous
Author: dymtae
Genre: romance, fluff,
Rating : PG-15
Length : oneshot
Main cast:
V BTS
Jungkook BTS
"hyung,kau melihat kaus kakiku yang berwarna putih?" teriak Jungkook.
"bukankah ada di lemarimu?" balas Seokjin hyung dari dapur.
"iya, tapi pasangannya tidak ada, Hanya ada sebelah." Jungkook mengacak rambutnya yang kemerahan.
Sebenarnya aku tahu dimana kaus kaki Jungkook berada, tempat sampah. Seingatku, beberapa minggu ke belakang Yoongi hyung pernah meminjam kaus kaki Jungkook secara diam-diam karena kaus kakinya basah semua. aku memang tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi pada kaus kaki Jungkook tapi melihat sikap Yoongi hyung yang gelisah saat Jungkook mengatakan 'kaus kaki warna putih', sepertinya aku sudah bisa menebak nasib kaus kaki itu. Ingat saat Jungkook kehilangan celana dalam warna hitam? Yoongi hyung-lah yang meminjamnya sampai celana dalam itu memiliki lubang di depannya. Kaus kaki itu pasti sudah bernasib sama. Aku beranjak dari tempatku dan pergi ke kamar. Aku membuka setiap bagian lemariku dan mencari-cari kaus kaki putihku, rasanya masih ada. Ini dia.
"ini. pakai saja punyaku." Aku menyodorkan kaus kaki yang masih terbungkus dengan plastic.
"ah terimakasih banyak hyung. Kau penyelamatku." Jungkook memeluk tubuhku dan menepuk-nepuk bagian belakangku. Seketika rona merah menjalar di pipiku membuatku tak mampu berkata-kata. Aku hanya bisa tersenyum seperti orang bodoh. Syukurlah kaus kaki putihku masih ada dan itu baru. Aku sengaja membeli kaus kaki itu untuk kelulusanku tapi karena jadwal promosi kami, aku dan Jimin tidak bisa menghadiri kelulusan kami sendiri. Aku juga tidak mau Jungkook memakai kaus kaki lama saat masa orientasinya.
'hari ini aku akan pergi ke sekolah untuk orientasi. Orangtuaku juga akan berada disana. aku sangat gugup. Aku ingin cepat pergi.' 'hyung akan kelelahan karena aku tapi mereka juga datang bersamaku.'
Aku melihat Jungkook sedang melakukan filming untuk BANGTANTV. Kami memang sedang dalam masa promosi untuk 'Boy In Luv' tapi karena maknae kami harus datang ke sekolah untuk upacara pembukaan masa orientasi, tentu saja kami akan menyempatkan waktu untuk menemaninya. Manager, stylist noona, dan orangtua jungkook juga hadir hari itu.
Setelah selama kurang lebih 30 menit, kami sampai di sekolah Jungkook. sekolah Jungkook sangat besar. Sekolahnya juga terkenal dengan lulusannya yang berhasil menjadi artis besar sekolah disini. Aku bangga karena Jungkook berhasil masuk sekolah ini. yah dia memang golden maknae kami. Sementara Jungkook pergi ke ruang guru dan mengisi beberapa aplikasi, kami menunggunya di sebuah ruangan yang disediakan.
"dimana Jungkook?"
"disebelah sana sebelah sana".
Aku masih belum bisa menemukannya, terlalu banyak anak laki-laki yang berseragam kuning disini.
Jimin merangkul pundakku. "ey kau lihat? Tsk. Anak itu. dia bahkan tidak melihat kearah kita".
"aku bahkan belum menemukannya" aku meregangkan otot leherku untuk menemukannya.
"aish. Itu disana" jimin mengarahkan jari telunjuknya kearah Jungkook.
Sial. Jungkook dikelilingi oleh banyak murid wanita. mereka berbisik-bisik sambil menatap kearah Jungkook namun tidak berani mendekati, mungkin karena ada kami, manager, dan orangtuanya mengawasi diatas sini. Perasaan senangku luntur seketika. Entah kenapa aku jadi cemas Jungkook sekolah disini. Mereka mungkin tidak berani mendekat sekarang, tapi nanti? Anak itu terlalu polos. Bagaimana jika sunbae dan teman sekelasnya tergila-gila padanya dan mengejar Jungkook atau bahkan menguntit Jungkook sepulang sekolah? Perasaanku bercampur-aduk.
Kami tiba di sebuah café untuk makan siang. Turun dari mobil kulihat Jungkook sedang melakukan filming, aku menghampirinya dan merangkulnya. "kami disini untuk jajangmyeon". Anak ini. ia benar-benar ingin makan jajangmyeon dari kemarin. Sebelumnya keinginannya terpenuhi ia pasti akan terus mengatakannya. Ia benar-benar manis dimataku membuatku tanpa sadar menempelkan dahiku ke wajahnya dengan gemas hingga berkali-kali.
"sepertinya Jungkook sedang jatuh cinta" Jimin duduk disampingku dan merebut remot TV dari tanganku. Pernyataannya.. sepertinya ada masalah dengan kupingku.
"m-mworago?" rasanya pendengaranku agak terganggu hari ini.
"maknae kita Jeon Jungkook sedang jatuh cinta" Jimin membisikannya tepat di telingaku. Tunggu. Jatuh cinta? Jungkook? tidak mungkin. Ini tidak boleh terjadi. Aku memeluk lutut. Ada perasaan aneh yang menjalari otak dan tubuhku. Aku terpaku di sofa. Sepertinya aku lupa caranya berkedip. Pikiranku melayang jauh kembali ke masa orientasi Jungkook. Walau sudah cukup lama, aku masih saja mengingat detailnya. Murid wanita cekikikan melihat Jungkook. Mereka memotret, merekam, dan saling berbisik. Kemudian aku pikiranku berkelana pada saat Jungkook tertawa sendiri melihat layar ponselnya. Saat kutanya kenapa ia bilang 'bukan apa-apa, aku sedang chatting dengan teman sekolahku'. Apa yang spesial dari chatting itu hingga membuat Jungkook begitu. Saat itu juga aku mencoba mengintip ponselnya tapi anak itu mengunci ponselnya dengan password yang kukira adalah tanggal ulang tahunnya atau tanggal debut kami. Alhasil aku tak pernah bisa mengintip pesan apa yang dikirim dan siapa yang mengirim.
Bisa kurasakan Jimin mengguncang tubuhku yang membeku. Ia berulang kali memanggilku tapi suaranya terdengar seakan Jimin berada di tempat yang sangat jauh. Pandanganku kabur, semakin kabur dan gelap. Mati listrikkah?
Kudapati diriku terbungkus selimut bergambar one piece - anime favoritku. Keningku ditutupi kain putih basah yang dingin.
"sudah bangun ya?" Jimin tiba-tiba berada di ambang pintu seperti hantu. Ia menghampiriku untuk membantuku duduk.
"kau tiba-tiba pingsan, badanmu juga demam," Jimin mencondongkan badannya mendekatiku. Berbisik ke kupingku dengan tidak sopannya. "setelah kubilang Jungkook jatuh cinta." Aku mendorongnya dengan tiba-tiba hingga membuat pantatnya harus mencium lantai yang dingin. Aku tidak bernaksud kasar tapi kata-katanya membuatku terkejut setangah mati.
"oh ayolah Tae! tidak perlu begitu, semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Kau saja yang terlalu bodoh untuk menyadarinya."
"apa yang kau bicarakan? kau mabuk." Wajahku memanas. Demam ini sepertinya semakin parah. Aku memalingkan wajahku dari Jimin. Aku tak mau Jimin semakin mengolok-olokku karena hal ini. Lagi pula apa yang ia bicarakan. Satu-satunya yang demam disini adalah Park Jimin, bukan aku. Jatuh cinta? Apa maksudnya? Ak-aku hanya agak lelah sehingga aku jatuh sakit. Waktunya saja yang tidak tepat, mungkin Jimin salah paham.
"justru kauyang mabuk - mabuk cinta Jungkook."
Aku bangkit dari tempat tidurku dan tanpa aba-aba langsung menerjang Jimin. Kini giliran punggungnya yang harus bermesraan dengan lantai. Jimin melawanku dan membalikkan posisi. Kami bergulat layaknya seorang amatir – mengigit dan menggelitik. Aku bersumpah nama Park Jimin akan berakhir hari itu jika saja Jin hyung tidak cepat-cepat datang.
"ya tuhan, kerusuhan macam ini?" spatulanya yang berminyak mengacung di udara. "ya ampun Taehyung, kau kan sedang sakit. Dan jimin, hey! Aku menyuruhmu untuk menjaganya, bukan memperparah keadaannya." Sebelum sempat melakukan pembelaan, Jin hyung lebih dulu menarik telinga kanan Jimin, memaksanya memunguti selimut yang bergelung tak berdosa di lantai yang dingin. Aku duduk di tepian tempat tidur. Di saat-saat seperti ini aku akan bersikap seolah akulah korban yang tak memiliki daya upaya. Kau tahu, Jin hyung selalu luluh padaku. Aku adalah member favoritnya setelah Jungkook tentunya.
"jadi, ada yang bisa menjelaskan?" Jin hyung menyandarkan tubuhnya pada dinding seraya melipat kedua tangan di dada. Ia melirik ke arahku dan Jimin bergantian. Aku salut pada Jin hyung karena bisa mengurus anak-anak seperti aku dan Jimin yang sering membuat banyak masalah. Ia pasti lelah.
"hyung aku-aku tidak salah. Aku hanya bilang kalau dia tidak peka pada perasaannya sendiri. Jelas kalau dia suka pada J-" kuseret Jimin keluar sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. Sudah cukup. Wajah dan telingaku kini semerah tomat masak. Jin hyung menatapku bingung.
"hyung, kau keberatan?" tak repot-repot menjawab, Jin hyung langsung keluar. Kukunci diriku sendirian di kamar. Dari luar, kudengar Jimin dan Jin hyung berdebat soalku. Untunglah Jin hyung mengerti, justru Jimin yang kena marah. Aku turut kasihan padanya tapi, ialah yang memulai pertengkaran.
Kusandarkan tubuhku yang lemah pada pintu kayu yang tertutup rapat. Perkataan Jimin melintasi pikiranku tanpa permisi. Jika dipikir-pikir, perkataan Jimin ada benarnya. Aku memang sudah lama menyukai maknae kami. Bukannya aku tak peka, aku hanya selalu menyangkalnya. Berada satugrup dengan orang yang kau suka tidaklah mudah. Perasaan takut selalui menghantuiku saat memikirkan reaksi Jungkook jika aku mengatakan yang sebenarnya. jikaJungkook menolakku, berada di dekatnya takkan lagisama. Kami akandiliputirasa canggung dan malu. Jadi, kuputuskan untuk memendamnya saja. Kupikir hanya aku yang tahu perasaanku, tapi nyatanya tidak. Orang lain sudah mengetahuinya. Kini tinggal masalah waktu saja Jungkook akan mengetahuinya. Aku berani bertaruh Jimin yang akan mengatakannya pada Jungkook. Tamatlah riwayatku.
Sudah hampir pukul 8 malam. Sejak pagi aku belum mengisi perutku dengan setetes airpun. Rasa lapar dan dahaga menggerogotiku, tapi aku tak bisa turun ke lantai bawah. Aku terlalu marah untuk makan. Sejak tadi Jin hyung,Yoongi hyung, Hoseok hyung, dan Namjoon hyung bergantian mengetuk kamarku, membujukku untuk segera makan. Jungkook...tampaknya ia belum pulang. Ia pergi sekolah hari ini untuk menyusul ketertinggalannya. Di satu sisi aku khawatir, tapi di sisi lain aku lega karena jika ia sudah pulang, tak ada alasan bagiku untuk tidak keluar kamar.
Lubang kunci pintuku tiba-tiba mengeluarkan bunyi-bunyi. Tampaknya seseorang di luar sedang mencoba membuka pintu dengan kawat atau semacamnya seperti dalam film-film aksi. Aku berdiri di depan pintu –menunggu. Kukira mereka takkan berhasil, tapi nyatanya..
"teman baikku, Kim Taehyung. Terkejut?" Ya aku terkejut kau ternyata bisa melakukan trik seperti itu Jimin. Kudorong badannya dengan paksa.
"hey bung aku hanya ingin berbaikan." protesnya.
"jangan ada yang menggangguku! Aku sedang ingin sendiri"
Aku mendorong kuat-kuat pintu kamar sehingga menimbulkan bunyi 'Bak' yang cukup keras. Aku yakin semua orang diluar pasti kaget dengan perubahan sikapku yang tiba-tiba. Aku duduk di tepian tempat tidur dan mengambil sebuah bantal. Aku meremas, meninju, bahkan mencekik bantal itu untuk melampiaskan segala kekesalanku. Kuhempaskan tubuhku di atas tempat tidur. Aku menimbang-nimbangalasan apa yang akan kusampaikan jika Jimin memberitahu Jungkook soal masalah ini. Aku memukul-mukul kepalaku prustasi. Kenapa aku bisa jatuh pingsan saat Jimin menceitakan soal Jungkook jatuh cinta? Apakah aku cemburu? Hey kenapa cemburu itu menyakitkan. Aku sampai pingsan karenanya, bodoh. Kim Taehyung kau bodoh dan lemah.
'tuk tuk tuk' pintu kamarku kembali diketuk. Mereka benar-benar gigih. Seharusnya member grupku sudah mendapatkan penghargaan "grup dengan tingkat kegigihan paling tinggi"karena ini. Bosan aku menanggapinya, kuabaikan saja.
'tuk tuk tuk' Sudah kubilang mereka sangat gigih.
"sudah kubilang aku tidak lapar."
"hyung, ini aku." Sahut sebuah suara dari balik pintu. Suara yang tak pernah bosan kudengar. Suara yang selalu menjadi candu bagi diriku. Suara yang tak pernah luput dari ingatanku, Jeon Jungkook. Untuk sesaat jantungku lupa caranya berdetak. Aku gelagapan. Aku bangkitdari tempat tidur, melihat penampilanku di cermin kalau-kalau aku terlihat berantakan. Ya walaupun kenyataannya memang iya.
"hyung?" aku telah berada di depan pintu tapi bimbang apakah harus membukanya atau tidak. Tanganku bergetar hebat dan berkeringat, cepat-cepat kulapkan pada celanaku. Kutarik napas dalam-dalam untuk menghilangkan kegugupan yang melanda. Perlahan, kuputar kunci searah jarum jam. Terbuka.
"hyung, kau baik-baik saja? Kudengar kau sakit." Jungkook memburu masuk ke dalam kamar. Raut panik terpancar jelas di wajahnya, aku jadi merasa bersalah. Ia menyentuh keningku, memeriksa suhu tubuhku. Semburat kemerahan kembali menghiasi wajahku, tapi kali ini tak ada hubungannya dengan demam.
"kau demam." Ia menuntunku untuk berbaring di tempat tidur, aku tak menolak.
"tunggu sebentar." Jungkook berlari ke lantai bawah. Beberapa menit kemudian ia kembali dengan nampan berisi sebuah cangkir dan beberapa cupcake.
"tadi Jimin hyung menelpon, jad-"
"J-Jimin me-menelponmu?"
"eung. Dia bilang kau pingsan. Aku jadi tak tenang di sekolah, jadi ketika pulang aku mampir ke toko kue dan membeli cupcake ini." Tak ada hubungan antara pingsan dengan cupcake, kuduga ia membelinya karena ia suka cupcake. Anak ini memang suka apapun yang terbuat dari tepung.
"dan ini hot chocolate kesukaanmu. Aku yang membuatnya sendiri." Jungkook nyengir, menampakan gigi kelincinya yang lucu. Aku menatapnya kagum. Anak ini begitu perhatian padaku, tapi aku ragu perhatian yang dimaksudkannya sama denganku.
"terimakasih tapi aku tidak lapar." Aku bersumpah imejku hancur saat itu juga. Tepat saat aku mengatakan aku tak lapar, perutku justru tak bisa diajak kompromi. Di hadapan orang yang kusukai, perutku menggeram dengan tidak hormatnya. Bisa kulihat Jungkook menahan tawanya.
"kalaupun tidak lapar, setidaknya kau harus mencicipinya karena aku sudah susah payah membelinya." Jungkook menyodorkan sebuah cupcake ke depan mulutku. Tanpa segan, aku langsung melahapnya.
"maaf karena sudah merepotkan." Kepalaku tertunduk malu.
Jungkook tak mengeluarkan sepatah katapun. Aku tak mengerti kenapa, jadi kuangkat kepalaku menghadapnya. Jungkook masih disana, memandangiku seraya tersenyum.
"hyung, sebenarnya aku sudah tahu." Aku menghentikan kegiatan menyantap cupcake-ku.
"m-maksudmu?"
"aku sudah tahu kau menyukaiku, sejak dulu." Kini giliran Jungkook yang menundukan kepalanya. Tenggorokanku menjadi sekering padang pasir, kuraih hot chocolate buatan Jungkook dan meneguknya. Tanganku bergetar saat menyimpan kembali cangkit hot chocolate ke nampan. Aku hendak membuka mulutku tapi terpotong oleh Jungkook.
"aku tahu karena-" aku mengantisipasi jawaban Jungkook dengan seksama. Jungkook mengangkat kepalanya, menatapku tepat di mata.
"karena aku juga merasakan hal yang sama, hyung." Rasanya jantungku lagi-lagi lupa cara berdetak. Ribuan kata tercekat dalam tenggorokan. Perutku mual, rasanya aku ingin memuntahkan kembali isi perutku. Ingin kutampar wajahku keras-keras, tapi tubuhku membeku bak mendapat kutukan medusa. Apa yang baru saja dikatakan Jungkook tidak mungkin nyata. Bangunlah Kim Taehyung!
"aku sungguh-sungguh hyung. Ini bukan mimpi." Seolah membaca pikiranku, Jungkook menjawab segala pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku. Ia meraih kedua tanganku, menggenggamnya.
"awalnya aku juga ragu apa kau menyukaiku, tapi Jimin hyung dan yang lainnya terus meyakinkanku dan memberikan bukti-bukti tentang semua ini. Jujur, sampai sekarang aku masih ragu karena kau tidak pernah mengatakan apa-apa tentang ini, tentang kita. Butuh waktu yang cukup lama untukku berani mengatakan hal ini. Tapi aku sudah berani sekarang, dan aku mengatakan hal yang sebenarnya padamu. Aku-aku ingin kau jujur padaku tentang perasaanmu hyung."
Ini bukan pertama kalinya aku mendapat pengakuan cinta. Tapi kali ini berbeda, aku tak mampu berkata-kata, ini karena orang yang menyatakan perasaannya padaku adalah Jungkook, orang telah sejak lama kusukai. Wajahku tidak bisa lebih merah lagi. Suhu badanku terus meningkat seperti akan meledak. Dengan susah payah kuucapkan sepatah kata yang harusnya kuucapkan lebih dulu padanya.
"a-a-aku aku j-juga me-me-menyukaimu"
Jungkook mencondongkan badannya mendekati Taehyung, mengecup bibirnya yang hangat dan lembut. Tak berlangsung lama, Jungkook menarik dirinya. Tersenyum manis, menampakkan kedua gigi kelincinya. Jika diingat-ingat lagi, Jungkook hanya tersenyum seperti itu saat bersamanya.
