House of Cards

BTS

HopeKook

.

.

.

.

.

.

Rae Present

.

Tittle : House of Cards

Author : Rae

Genre : Family, M-PREG, Yaoi, BoyXBoy, Hurt, Sad Romance, and Others

Rated : T, G, K

Cast : HopeKook [with Other's]

Length : Chaptered

Summary : "The door of love has opened now with you and our precious"—Jung Hoseok.

Author's Note : kambek with other's HopeKook ff. Intinya ini ff terinspirasi dari judulnya outro HYYH pt.2. Judulnya doang. Disini bakalan ada HopeV, yang diketik dengan ikhlas supaya ff nya jadi, hehe...meskipun nyesek sih sebenarnya. Filenya yang di laptop udah end, jadi tinggal nge-post tiap minggunya. Hehe...

TYPO(s), YAOI, M-PREG, DON'T LIKE DON'T READ, RnR PLEASE ^^

.

.

.

.

.

Ting Tong! Ting Tong!

Suara bel terdengar dari arah pintu pagar sebuah rumah sederhana di pinggiran kota London, ibukota Inggris Raya.

"Iya! Tunggu sebentar!" seorang namja manis tengah menuruni tangga menuju ke pintu depan. Memeriksa intercom rumah yang menampilkan seorang namja tengah tersenyum padanya. Dahi namja manis itu berkerut, mencoba mengingat-ngingat siapa gerangan namja di intercom yang sekarang tengah melambai padanya.

"Hei! Kau tidak ingin membukakan pintu untukku Kook?"

Namja imut bernama asli Jungkook itu membulatkan mata doe-nya dengan lucu. Ia menutup mulutnya sebelum berteriak kaget. Ia berhasil mengingat namja yang berdiri di depan pagar rumahnya.

"Ya Tuhan! Kunpimook?! Bambam?!"

Jungkook segera membuka pintu rumahnya dan berlari ke halaman untuk segera membukakan pagarnya. Oh! Bahkan Jungkook sampai tidak memakai alas kaki saking senangnya ia.

Pintu pagar terbuka. Menampakkan namja di intercom tadi lebih jelas. Di sebelahnya, ia menggandeng seorang bocah laki-laki yang kira-kira berumur lima atau enam tahunan. Namja itu tersenyum cerah. Membuat Jungkook juga ikut tersenyum.

"Hai Kook. Lama tidak berjumpa."

Jungkook membuka pagarnya lebih lebar dan mempersilahkan Bambam beserta bocah kecil itu masuk ke halaman rumahnya.

"Ya Tuhan Bam! Sejak kapan kau ada di London? Bukankah kau tinggal di L.A bersama Mark hyung? Dan apakah pangeran tampan ini putramu?" Jungkook bertanya beruntun tanpa jeda sambil berjalan beriringan dengan Bambam menuju rumahnya.

"Tanyanya satu-satu dong Kook! Aku akan menceritakannya setelah kita duduk di sofa ruang tamumu."

Jungkook terkekeh dan mempersilahkan Bambam masuk dan duduk di ruang tamu. Ia meninggalkan mereka sebentar untuk membuat minuman dan mengambil beberapa camilan di dapur.

"Rumah ini kau sewa atau kau beli Kook?" Bambam bertanya pada Jungkook yang baru saja meletakkan minuman dan makanan di atas meja. Ia sempat mengamati rumah ini sebentar saat Jungkook sedang di dapur tadi.

"Aku membelinya saat sampai disini." Jungkook mendudukkan dirinya di sofa di seberang Bambam.

"Kau membelinya? Apa kau tidak berniat kembali ke Korea dan menetap disana?"

Jungkook tersenyum. "Aku belum memikirkannya. Karena kurasa aku tidak punya alasan untuk tinggal di Korea."

Pandangan Jungkook beralih menatap bocah laki-laki yang duduk anteng di samping Bambam.

"Putramu? Siapa namanya?"

Bambam menatap bocah laki-laki disampingnya yang sedang menatap sekeliling rumah sejak ia duduk disana.

"Iya. Namanya Dennis. Dennis Tuan." Bambam mengusap sayang surai hitam kecoklatan bocah laki-laki bernama Dennis itu.

"Ya Tuhan~~ dia tampan sekali Bam~~ mirip Mark hyung ya" Jungkook tertawa melihat bocah tampan dihadapannya.

"Dennis," Bambam memanggil. Dennis menoleh dan memandang ibunya penuh tanya.

"Beri salam pada bibi Jungkook." Dennis mengikuti arah tangan ibunya yang menunjuk Jungkook. Kemudian Dennis turun dari sofa dan kembali menatap ibunya.

"Mom, aku harus memberi salam dalam bahasa apa?" tanyanya dalam bahasa inggris.

"Bibi Jungkook bisa bahasa Korea." Kemudian Dennis mengangguk dan kembali menghadap Jungkook. Ia membungkuk sopan dan berucap.

"Annyeonghaseo, Dennis Tuan imnida. Bangapseumnida bibi~"

"Ne~ Nice to meet you too Dennis~" Jungkook mengusap sayang surai Dennis yang membuat Dennis tersenyum dan kembali duduk disamping ibunya.

"Oh iya Bam, ngomong-ngomong ngapain kau ada di London? Dan bagaimana kau tahu rumahku?"

Bambam tertawa sebentar dan berdehem. "Mudah saja." Bambam memberi jeda. "Aku dan Mark Hyung sedang berlibur di sini sebelum ke Korea minggu depan. Dan kebetulan kau bilang jika kau tinggal di London pada saat kita berkirim email beberapa tahun yang lalu. Jadi aku sekalian mencari dimana kau tinggal pada pengurus daerah dan...yah...aku menemukanmu friends." Lanjutnya.

"Daebak! Jadi kau akan berkunjung ke Korea?"

Bambam mengangguk. "Mungkin aku akan menetap disana. Ayah mertuaku memberikan satu perusahannya yang ada di Korea pada Mark hyung. Jadi kemungkinan besar kami akan menetap di Korea."

"Seandainya aku juga bisa kembali tinggal di sana Bam...aku merindukan ibuku.." mata Jungkook menerawang ke belakang Bambam. Dimana potret keluarga besar Kim bertengger diatas perapian kecil.

"Kenapa kau tidak kembali saja Kook? Ibumu dan keluargamu juga pasti merindukanmu."

Jungkook kembali menatap Bambam. Ia tersenyum miris.

"Tidak. Jungho mungkin tidak akan suka jika kuajak ke Korea."

"Jungho?"

Dahi Bambam berkerut mendengar nama asing yang disebut sahabat sejak SMP-nya itu.

"Mom aku pulang~~"

Ketiganya serempak menoleh kearah pintu depan yang dibuka oleh seorang namja cilik seumuran dengan Dennis. Namja itu memakai seragam sekolah dasar dan tas biru tua di punggungnya. Ia tengah membelakangi mereka karena menutup pintu. Dan saat ia berbalik...

"Oh! Ada tamu!"

Mata Bambam terbelalak. Ia tidak asing dengan wajah tampan nan manis bocah itu.

"Jungho, sini sayang." Jungkook mengisyaratkan bocah itu untuk mendekat dan duduk disampingnya.

"Mom, mereka siapa?" bocah itu berbisik pada Jungkook.

"Perkenalkan sayang. Ini bibi Bambam, teman sekolah Mommy dan ini Dennis, putranya. Ayo beri salam. Bibi Bambam bisa bahasa korea kok." Bocah itu mengangguk kemudian membungkuk.

"Halo bibi. Namaku Jung-Ho. Salam kenal."

Bambam tersenyum. Ia sadar akan sesuatu.

"Nah Jungho, naik dan ganti bajumu ya. Lalu ajak Dennis bermain dikamarmu."

Bocah bernama Jungho itu mengangguk mendengar perintah ibunya.

"Dennis, ikutlah keatas bersama Jungho. Disana ada banyak mainannya."

Dennis mengangguk dan mengikuti Jungho menaiki tangga menuju lantai dua.

"Kook, dia-maksudku Jungho, dia putramu?"

Jungkook mengangguk sambil tersenyum manis.

"Dengan..."

Jungkook kembali mengangguk. Ia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan Bambam.

"Jadi, ini alasan kau tidak ingin ke Korea? Anakmu?"

Jungkook kembali mengangguk.

"Mereka begitu mirip ya Bam..." Mata Jungkook kembali menerawang ke belakang Bambam. Kali ini bukan ke potret keluarga Kim lagi, melainkan ke sebuah figora ganda yang lebih kecil. Yang menampilkan gambar seorang namja tampan disatu sisi dan namja kecil yang masih memakai seragam taman kanak-kanak disisi lainnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Bambam pulang dari rumah Jungkook saat jam sudah menunjukkan pukul lima sore, setelah Mark menelepon memintanya untuk kembali ke hotel. Kini Jungkook baru saja selesai mandi dan tengah menyiapkan makan malam. Jungho sedang duduk di depan televisi sembari menikmati kartun favoritenya. Tiba-tiba saja telepon rumah mereka berdering. Membuat Jungho mengalihkan fokusnya dari televisi.

"Mom ada telepon!" Jungho memanggil ibunya. Tak lama kemudian muncul Jungkook dari dapur dengan apron merah yang masih dipakainya.

"Halo?" Jungkook mengangkat teleponnya.

"..."

"Si-siapa ya?"

Jungho menoleh menatap ibunya saat ia mendengar suara ibunya sedikit bergetar.

"Ma-maaf..anda salah orang!"

Klek.

Gagang telepon itu diletakkan kembali pada tempatnya dengan keras oleh Jungkook. Kemudian Jungkook menumpukkan tangannya pada meja dan menutu matanya. Ia menghela nafas berkali-kali.

"Mom, siapa yang menelepon?"

Jungkook menatap Jungho dengan senyuman. "Bukan siapa-siapa. Hanya orang salah sambung."

Jungho mengangguk. Ia tidak mau ambil pusing dan kembali fokus pada televisi.

"Makan malam sebentar lagi siap. Jangan tertidur." Jungho kembali mengangguk guna mengiyakan perkataan sang ibu.

Tak butuh waktu yang lama bagi Jungkook untuk dapat menghidangakan nasi beserta lauk-pauk dan minumannya di atas meja makan untuk ia dan putranya. Ia sudah selesai memasak dan apron merah kesayangannya pun sudah ia tanggalkan.

"Jungho! Ayo makan sayang~~!"

Terdengar derap kaki yang berlari yang didiringi dengan sosok bocah tampan yang mulai mendudukkan tubuhnya didepan Jungkook.

"Sup jamur? Wow!" Jungkook tersenyum mendapati mata anak semata wayangnya penuh binar menatap hidangan dihadapannya.

"Makanlah."

Tanpa menunggu perintah yang kedua kalinya, Jungho mengambil sendok dan mulai menyuapkan nasi beserta sup itu kedalam mulut kecilnya. Sementara Jungkook, ia tengah memandangi putranya dengan tangan yang menopang kepalanya.

"Jungho, Mommy mau bertanya. Boleh?"

Jungho mengangguk. Ia tidak bisa menjawab ibunya dengan perkataan karena mulutnya penuh dengan makanan.

"Jungho mau pergi ke Korea?"

Jungho diam. Ia menghentikan aktivitasnya. Mengunyah sisa makanan yang ada di mulutnya, menelannya dan meminum minumannya. Kemudian ia mendongak menatap Jungkook.

"Korea? Dimana itu Mom? Jauh ya?" Jungho bertanya dengan polosnya, mengundang senyuman dari Jungkook.

"Iya. Jauh."

Jungho terlihat menerawang.

"Apa kita bisa bertemu Daddy jika kita kesana?"

Jungkook terlihat menimbang, jawaban apa yang sekiranya pantas.

"Eumm..mungkin saja iya."

Jungho tidak menjawab, ia kembali memakan makanannya sampai habis. Kemudian ia beranjak dari duduknya.

"Aku selesai."

"Jungho.." Jungho berhenti saat panggilan ibunya menyela.

"Kenapa tidak jawab?"

Jungho masih diam. Diam-diam ia melirik potret namja tampan tepat disebelah potret dirinya saat masih di taman kanak-kanak.

"Jungho tidak ingin Mommy menangis jika kita bertemu Daddy."

Kemudian Jungho berjalan menaiki tangga menuju ke kamarnya. Meninggalkan Jungkook yang serasa seperti di tampar pelan oleh kenyataan. Mungkinkah Jungho takut dengan ayahnya, sekarang?

.

.

.

.

Jungho menutup pintu kamarnya dengan tergesa. Ia berjalan cepat menuju tempat tidurnya dan menenggelamkan wajahnya di balik bantal. Bahunya bergetar hebat dan isakannya terdengar tersendat-sendat.

"Hiks...Jungho rindu Daddy...hiks hiks..."

"Daddy...hiks..hiks.."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jungkook memasuki kamar Jungho dengan langkah pelan. Ia mendekati ranjang di pojokan dimana putranya sudah terlelap dengan posisi tengkurap. Jungkook membenarkan posisi Jungho dan menyelimutinya sampai dada. Ia menunduk dan mengecup pelan kening Jungho.

"Hyung, Jungho merindukanmu..." Jungkook mengusap bekas air mata kering di pipi Jungho.

"Ia ingin melihatmu, bertemu denganmu, menyapamu. Tapi dia tidak ingin melihatku menangis jika kita bertemu nanti." Kini Jungkook mengusap surai hitam legam anaknya.

"Hyung, dia masih terlalu kecil untuk mengerti masalah kita. Jungho masih terlalu kecil untuk dihadapkan dengan situasi ini."

Jungkook menghela nafas. Ia menggenggam telapak tangan Jungho dan mengusap gelang dengan tulisan 'HOPE' pada liontinnya yang melingkari pergelangan tangan Jungho.

"Kuharap Jungho masih punya kesempatan untuk memanggilmu...

.

.

.

...ayah..."

.

.

.

.

.

.

Pagi ini kota London diguyur hujan deras. Membuat kebanyakan orang malas untuk keluar rumah atau sekedar beranjak dari tempat tidurnya yang hangat. Jungkook memasuki kamar putranya dan memeluk putranya dari belakang. Membiarkan tubuhnya memenuhi ranjang kecil sang putra.

"Mom~~ menyingkirlah~" suara serak khas bangun tidur Jungho sedikit teredam suara hujan diluar sana. Tangannya berusaha melepaskan lengan Jungkook yang memeluknya posesive.

"Hei tampan! Ini sudah siang, ayo bangun." Jungkook mulai menciumi pipi Jungho dengan gemas. Mengundang erangan malas dari sang empunya.

"Ayolah Mom~~ Jungho masih mengantuk~~"

Jungkook terkekeh dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Jungho, ayo ke Korea."

Jungho mendadak bangun dan memandang ibunya dengan mata melotot horor. Namun ibunya hanya tiduran dengan senyum manis di kedua sudut bibirnya.

"Mom? Kau bercanda kan?"

Jungkook bangun dan menggeleng. Ia merapikan rambut Jungho yang berantakan. Kemudian ia menaruh tangannya di kedua pundak Jungho.

"Jungho ingin ketemu Daddy kan?" Jungho mengangguk.

"Tapi-"

"Semua akan baik-baik saja sayang. Mommy akan baik-baik saja selama Jungho tetap bersama Mommy." Jungkook tersenyum.

Jungho menunduk dan tangannya saling menggenggam satu sama lain. Bibir bawahnya ia gigit karena gugup.

"Mom, Jungho takut.." suara husky-nya terdengar lirih.

"Jungho takut Daddy, Mom..."

Sekali lagi Jungkook merasa tertampar oleh kenyataan. Petir diluar sana seolah mengejeknya saat ini.

"Apakah Daddy Jungho baik seperti yang Mommy bilang? Apa Daddynya Jungho seperti Daddynya Dennis? Apakah Daddynya Jungho seperti Daddynya teman-teman Jungho?"

Jungho kini mendongak menatap Jungkook. Matanya sudah berembun. Dan setelahnya ia mulai sesenggukan. Jungkook tidak tega melihat kondisi putranya yang begitu rapuh. Lantas ia segera memeluk pangeran kecilnya itu kedalam sebuah pelukan hangat.

"Jungho takut Mom...hiks hiks..."

Jungkook mengeratkan pelukannya. Mengusap surai hitam didadanya itu dengan sayang.

"Kalau Jungho takut, kita bisa melihat daddy dari jauh. Bagaimana?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jungkook meraih ponselnya yang berada di nakas. Menatap nomor asing yang terus berada di ID pemanggil ponselnya. Dengan ragu, Jungkook menggeser ikon hijau di layarnya.

"H-halo..."

"Jungkook?" suara di seberang sana terdengar tercekat.

"I-iya. Ini aku hyung." Jungkook semakin erat menggenggam ponselnya.

"Jungkook? Kim Jungkook?"

"I-iya hyung."

"Kookie? Adikku?" suara diseberang sana terdengar bergetar.

Jungkook mengangguk dan sedikit menggigit bibirnya untuk meredam tangis.

"Jiwon hyung. Hiks...apa kabar?"

"Aku baik. Bagaimana keadaanmu? Kenapa kemarin memutuskan panggilanku?" suara di sana terdengar parau. Jungkook tahu orang itu menangis.

"Maaf hyung. A-aku hanya terlalu terkejut." Jungkook sedikit menarik nafasnya.

"Ayo bertemu Kook. Aku di London sekarang."

Jungkook tertegun. Jiwon di London?

"Hyung di London? Ngapain?" suara Jungkook sudah terdengar lancar sekarang.

"Aku sedang merayakan ulang tahun keponakanmu."

Jungkook terkejut. Keponakan?

"Jadi Hyung sekeluarga disini?"

"Iya. Aku, istriku, dan putriku."

"Syukurlah. Tapi, hyung benar ingin bertemu denganku?"

"Tentu saja. Aku merindukanmu tahu! Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu."

Jungkook diam sejenak. Menimang-nimang apakah ia menyetujui ajakan kakaknya atau tidak.

"Bagaimana Kook?"

Terdengar helaan nafas dari Jungkook. "Baiklah Hyung, ayo kita bertemu. Akan kukirimkan alamatnya nanti."

"Benarkah? Akhirnya aku akan bertemu dengan adikku yang super manja ini." Terdengar kekehan di seberang. Mengundang tawa kecil dari Jungkook.

"Aku tutup ya Hyung."

"Ne."

Telepon terputus. Jungkook menghela nafas dan tersenyum. Mungkin sudah saatnya ia memulai hidup barunya. Melukis kembali kenangan masa lalu bersama keluarganya yang sempat terputus. Dan mungkin, kakaknya akan jadi sosok yang baik untuk Jungho. Ia akan mengajak Jungho bertemu kakaknya besok.

.

.

.

.

.

.

.tBc

.

.

Heheheeh...review please readers-deull. Saranghaeyo :3 :3

#nggakbisaberkata-kata.

#rae

Gamsha``^^