End of the Day

Park Jimin x Min Yoongi

Boys Love

.

Standart Disclaimer Appeared

.

BGM: One Direction – End of The Day

Beta Blocker

~oOo~

Di penghujung Desember yang dingin dan diselimuti udara beku, pemuda itu tengah menanti detik pergantian tahun.

Seoul serasa menyempit karena ratusan orang menyemut memenuhi Sungai Han, dengan terompet di tangan dan kepala yang berkali-kali mendongak menanti luncuran kembang api cantik yang akan memperindah langit yang gelap.

Min Yoongi tidak terlalu menyukai hiruk pikuk dan campuran pengap bau keringat lautan menusia yang bergerombol, untuk itulah ia di sini, di balkon teratas rumah mewah si kaya Namjoon.

Pesta tengah berlangsung di ruang tengah kediaman keluarga Kim tersebut, teman-teman Namjoon–yang juga teman-teman baiknya berkumpul untuk sekedar mengobrol ringan, saling olok satu sama lain dan mengejek resolusi tahun depan masing-masing orang, benar-benar tipikal anak muda jaman sekarang.

Oh, dan jangan lupakan kedua orang tua Namjoon yang tengah menyiapkan pesta barbeque dengan Seokjin di halaman belakang, benar-benar waktu yang sempurna, bukan?

Tapi di sinilah Min Yoongi, terduduk diam sendiri di atas lantai, dingin malam seakan menelan tubuhnya bulat-bulat namun baginya tak apa, karena ia menyukai saat-saat di mana hanya ada dirinya dan keheningan.

Matanya yang terpejam terbuka perlahan saat di rasa seseorang tengah memasang mantel dengan asal-asalan di atas pundaknya.

"Hyung…"

"Ah, Jiminie. Apa yang kau lakukan di sini?" Yoongi memperhatikan wajah Jimin sekilas dan nampak ada yang aneh, udara begitu dingin tetapi kenapa tidak ada rona di belah pipinya? Bibirnya pecah dan memutih. "Jim, kau sakit?"

Jimin menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum mempesona. "Sedikit demam?" Jimin menghalau telapak tangan Yoongi yang berusaha meraih dahinya, ia tidak ingin membuatnya khawatir. "Lalu apa yang Hyung lakukan di sini?" Tangannya terangkat membenarkan letak mantel Yoongi "Sendirian?"

"Aku hanya ingin merasakan angin malam akhir tahun." Menutup matanya lagi dan menghirup napas dalam-dalam. Pemuda berambut mint itu takkan pernah tahu, yang lebih muda di sampingnya tengah memperhatikan wajahnya dengan tatapan memuja, matanya berbinar dan kilatan penuh cinta terpampang dengan nyata di sana.

"YO! YOONGI HYUNG! CHIM! LIHAT KE ATAS KEMBANG APINYA AKAN SEGERA MELUNCUR!"

Sontak keduanya terkaget mendengar teriakan serak merusak telinga yang baru saja mereka dengar, suara siapa lagi kalau bukan si bodoh Taehyung yang meneriaki mereka dari bawah.

Jimin adalah orang pertama yang berdiri dan segera meraih pinggiran balkon.

"Oi, tidak perlu berteriak sampai seperti itu, bodoh! Suaramu mengganggu!"

Atensi Jimin kembali lagi pada Yoongi yang masih duduk dan terkekeh, ia maju selangkah dan meraih sebelah tangan Yoongi untuk ia genggam, menariknya dengan lembut penuh kehati-hatian agar Hyungnya dapat berdiri tanpa kesusahan.

"Hyung?"

"Hm?"

"Apa yang kau inginkan tahun depan?"

"Bila aku menulis daftarnya maka tidak akan cukup dalam satu buku, sangat banyak!"

"Begitu ya?" Jimin menunduk sambil tersenyum, detak jantungnya menggila dan bibirnya makin mengering, jemarinya makin mengerat pada pagar besi. "Jika ada orang yang mengungkapakan perasaannya padamu, kau akan bereaksi seperti apa?" Ia berbicara setengah terbata berusaha menyembunyikan kegugupan yang sebenarnya sudah amat kentara di mata Yoongi saat pemuda itu tetap menunduk tanpa mau menatap kedua matanya langsung.

"Aku akan menciumnya sampai pingsan." Yoongi memandang lurus ke depan.

"Ya?" Jimin menoleh dengan cepat, membuat kepala beratnya pening seketika.

"Oh, lihat! Kookie menyalakan kembang apinya!" Yoongi berseru dengan heboh, menunjuk ke arah bawah di mana ia melihat teman-temannya tengah bergerombol mengelilingi kembang api besar.

Jimin sama sekali tidak tertarik, yang ada di kepalanya sekarang hanya pening yang menguasai dan bagaimana cara ia mengungkapkan kekagumannya yang berkembang menjadi perasaan suci dan sakral kepada Hyung-nya itu, ia tidak peduli bagaimana lelaki yang lebih tua itu menyikapi pernyataannya, yang penting Jimin telah mengungkapkan apa yang ia rasakan selama setahun ini, rentang waktu yang sama seperti saat Jimin pertama kali mengenalnya di studio musik milik Hoseok.

"Hyung…"

"Hm?"

"Aku mencintaim–" Jimin tidak melanjutkan kelimatnya karena Yoongi berteriak heboh saat kembang api pertama tahun baru meluncur dan meledak di atas kepala mereka, ia tertawa dan menyuruh teman-temannya untuk menyalakan yang lain.

Jimin sadar dan hanya menggaruk tengkuknya canggung, ia yakin Hyung-nya itu tidak mendengarkan ucapannya barusan karena suara berisik kembang api yang meletup-letup.

Saat Jimin meraih kembali tangan Yoongi untuk menariknya turun dan bergabung ia merasakan tarikan lain yang berlawanan. Yoongi menarik Jimin hingga pemuda itu berdiri tegap di hadapannya, jemarinya menjulur ke atas dahi Jimin dan merasakan perbedaan suhu yang mencolok.

"Kau sakit." Yoongi mengangkat tangannya yang lain saat ia tahu Jimin hendak menyela ucapannya.

"Aku tahu kau akan melarangku melakukan ini dengan dalih aku akan tertular demam.." Jimin mengernyit tak mengerti. "..kau tahu aku orang yang berpegang teguh pada prinsip dan kata-kataku."

Yoongi meletakkan kedua telapak tangannya masing-masing pada belah pipi Jimin, menariknya mendekat seraya ia juga melangkah maju, saat bibir mereka hanya berjarak dua tiga sentimeter Yoongi menghentikan pergerakannya.

"Karena aku juga mencintaimu, Jimin."

Pening kembali menguasai kepala Jimin dan entah mengapa semakin lama semakin berat, yang ia ingat adalah Yoongi yang tiba-tiba menciumnya tepat di bibir, matanya yang terpejam menikmati lekuk bibir yang dingin, sorakan dan tepuk tangan teman-temannya yang menyaksikan adegan romantis di atas balkon, juga suara kembang api memekakkan telinga di atas kepala mereka.

Selebihnya, Jimin jatuh tak sadarkan diri.

~oOo~

"Hey, jagoan!"

"Ibu?" Jimin tersadar dengan perasaan membuncah yang aneh dan juga nuansa asing. Matanya mengerjap bingung melihat Ibunya tengah memotong sebuah apel di sampingnya di ruangan yang sama sekali tidak ia kenali, warna cat hijau muda dan aroma uap herbal yang menyeruak kemana-mana.

"Ini rumah sakit, anak nakal. Bukankah ibumu ini telah memperingatkanmu untuk berisitirahat selama kau demam kemarin? Teruslah membantah perkataan ibu dan kau akan terus-menerus terbangun di sini."

"Aish, aku minta maaf, Ibu, dan jangan menyumpahiku yang tidak-tidak." Jimin jadi kesal sendiri dibuatnya.

"Untung saja pacarmu itu tanggap."

"Eh, pacar?" Jimin mengerjap bingung seraya meraih potongan apel yang disodorkan padanya.

"Pemuda yang berambut hijau itu kan, Min Yoongi."

Pacar katanya? Jadi yang semalam terjadi bukan mimpi?

Terdengar suara ketukan pintu dan atensi semua orang beralih pada daun pintu yang perlahan terbuka, seseorang dengan surai kehijauan perlahan masuk dan membungkuk sopan ke arah Ibu Jimin.

"Jim, Ibu sudah berjanji menjagamu bergantian dengan Yoongi, berarti sekarang saatnya ibu pulang ke rumah dan beristirahat."

"A–apa?" Jimin menyalak gugup, Ibunya pasti sengaja meninggalkannya berdua dengan Yoongi.

Ibunya tak membalas apapun, hanya berkedip genit lalu mencium kening putra kesayangannya itu.

Setelah ibunya berlalu, tidak ada kata lain yang bisa Jimin rasakan selain kecanggungan. Ia masih menerawang dan menerka-nerka kejadian semalam, saat ia menyatakan perasaannya dan Yoongi yang tiba-tiba menciumnya. Jimin pikir semua itu hanya mimpi yang tercipta karena alam bawah sadarnya menginginkannya seperti itu.

Ia hampir memuntahkan apel yang ia telan sebelumnya saat epidermis kulitnya menerima sebuah kecupan singkat.

"Hyung!"

"Apa? Kau terus melamun, aku memanggilmu sedari tadi dan kau tidak menyahut. Aku kesal jadi ya kucium saja pipimu."

"Aish!" Jimin pura-pura kesal dan menolak menatap Yoongi yang duduk di sebelah ranjangnya, sebenarnya ia juga ingin menutupi rona bodoh dan kegugupannya di depan lelaki yang lebih tua.

END.

Lagi suka banget sm End of the Day nya 1D.

Udah itu aja ~

Menerima kritik dan saran membangun.

Review?