Baekhyun keluar dari ruang operasi dengan kesal. Ia melepas masker serta jubah operasinya dengan kasar lalu membuangnya ke tong sampah terdekatㅡdengan kasar pula.
"Apa-apaan wanita itu?!" umpatnya kesal. "Bagaimana bisa ia ingin melakukan hal yang sudah sangat jelas tak bisa ia lakukan?!" ocehannya menggema ke seluruh koridor. Membuat Luhanㅡteman seperjuangannya yang tadi juga ikut andil dalam opersi yang ia lakukan menghampirinya.
"Kau keren sekali tadi." puji Luhan membuat Baekhyun memutar tubuh kebelakang, mendapati keberadaan pria itu.
"Kau juga." Baekhyun berusaha menampilkan senyumnya. Ia terdiam sebentar, lalu membungkuk, menghadapkan wajah pada perut datar Luhan, "Kau juga keren hari ini." tangannya ia gerakan menepuk pelan perut Luhan.
Luhan terkekeh geli melihat perlakuan temannya itu. Namun ia memilih tak bersuara.
Baekhyun melanjutkan ocehannya, "Lalu bagaimana dengan mommymu ini? Apa ia akan tetap menjadi single mom?"
"Tidak kok!" tangannya ia gerakkan meraih sesuatu didalam sakunya, terlihat cincin berada di genggamannya.
Baekhyun terlihat antusias, "Wah! Apa dia sudah melamarmu?"
Luhan mengangguk, "Kami telah bertukar cincin. Setidaknya ia tidak membuangku setelah ia menanamkan benih begitu saja." ia mengakhiri kalimatnya dengan cengiran khasnya.
Baekhyun tertawa bersama Luhan. Ia tak menyangka bagaimana bisa Luhan berakhir mengandung sedangkan pria itu hampir menghabiskan waktu 24 jam di rumah sakit bersama dirinya. Memikirkan hal itu Baekhyun jadi merinding sendiri. Ia tiba-tiba merasakan wajahnya memanas mengingat Luhan dan kekasihnyaㅡSehun, melakukan hal itu dirumah sakit ini.
Hal yang dipikirkannya hilang begitu saja saat sebuah teriakan dan suara langkah seseorang tengah berlari memasuki pendengarnya.
"Hyuuunggg!" nampak Sehunㅡkekasih Luhan yang dibicarakan tadi berlari ke arahnya dengan wajah merah padam dan napas terengah-engah.
"Oh sayang!" Sehun menyapa Luhan yang menatapnya bingung, namun pria itu selanjutnya tersenyum menanggapi Sehun.
"Hyung, kau bilang ada yang ingin kau bicarakan denganku?" Sehun menepuk bahu Baekhyun, lalu memberi kode dengan kedipan pada Baekhyun membuat Luhan yang hanya mendengar kalimat Sehun tanpa melihat gerak-gerik Sehun yang jelas mencurigakan bertanya.
"Oh, kalian ingin membicarakan apa?" Luhan tampak penasaran.
Sehun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, menatap Baekhyun dengan tatapan yang langsung Baekhyun mengerti. "Ini...perihal pasien! Iya! Karena informasi tentang pasien merupakan hal privasi, maka dari itu aku dan Baekhyun hyung harus membicarakannya berdua saja. Kau tauㅡsebagai sesama dokter." jelasnya cepat namun tetap dengan gaya cengengesannya.
Luhan mengangguk mengerti. Ia yang memang hanya seorang perawatㅡberbeda dengan Sehun dan Baekhyun yang merupakan seorang dokter, tentu tidak bisa ikut campur jika mengenai hal yang menyangkut dengan pasien.
"Kalau begitu aku yang akan pergi." ucapnya. "Sayang? Sampai nanti ya!" Luhan menampakkan senyum manisnya pada Sehun dan melambaikan tangan pada kedua orang itu.
Luhan berlalu, namun Baekhyun dan Sehun ingin memastikan Luhan benar-benar tidak berada pada radarnya maka dari itu mereka memperhatikan Luhan berjalan, hingga berbelok ke arah kanan.
"Apa? Kali ini apa lagi?" Baekhyun menatap Sehun dengan mata melotot. Ia sangat yakin pria dihadapannya ini pasti telah melakukan tindakan bodoh yang lagi-lagi pasti akan melibatkan dirinya.
"Aku menghilangkan cincinku! Astaga, aku yakin aku menyimpannya disaku saat akan melakukan operasi."
Baekhyun semakin terbelalak, "Kau sangat bodoh, Oh Sehun!"
Terlihat Sehun tengah mengacak-acak tong sampah khusus disamping pintu ruang operasi. Tong sampah tersebut memang hanya berisi jubah dan masker bekas operasi sekali pakai yang akan dibuang setelah digunakan. Sehun memeriksa setiap jubah yang ada namun tidak menemukan cincin itu dimanapun.
"Ah aku bisa gila!" Sehun berteriak frustasi. Pria itu terduduk di lantai koridor, menunduk dan sesuatu yang tergeletak tepat di samping tong sampah menarik perhatian. Ia mendekat dan itu merupakan benda yang ia cari. "Aku mendapatkannya!" ia meraih cincin itu.
Sehun berdiri, Baekhyun menatapnya sambil berdecih. "Aku hampir saja membunuhmu jika benda itu memang hilang!"
Sehun yang mendapat semprotan dari Baekhyun hanya bisa terkekeh canggung sambil berucap maaf pada pria itu beberapa kali. Namun Baekhyun tidak peduli dan lebih memilih meninggalkan Sehun dengan wajah kesal.
.
.
.
.
.
Raut kesal masih setia terpasang di wajah Baekhyun. Ia memilih kembali keruangan di mana sahabatnya berada. Kyungsoo menoleh mendapati pintu yang di buka kasar oleh Baekhyun, mendapati raut wajah tak mengenakkan itu.
"Ada apa denganmu?" tanya Kyungsoo langsung. Pria itu menyesap kopi instan yang beberapa lalu ia seduh.
"Sehun! Bisa tidak sekali saja tidak membuat aku jantungan?" Baekhyun kesal. Entah mengapa ia kesal pada Sehun hanya karena sebuah cincin yang hampir saja hilang. "Adikmu itu! Ia hampir saja menghilangkan cincin tunangannya bersama Luhan!" adunya pada Kyungsoo yang sekarang hanya menggelengkan kepala tanda tidak mengerti.
Maksudnya, tidak mengerti akan sikap Baekhyun yang berlebihan. Yang akan kehilangan cincin itu kan Sehun, mengapa jadi ia yang terlihat emosi?
"Adikku pantatmu." Kyungsoo menjawab asal. "Dia itu adikmu, bodoh!"
"Ya, Ya sopan sedikit! Aku hyungmu." Baekhyun tidak terima atas kalimat Kyungsoo.
"Hyung pantatku! Sikapmu itu sangat tidak cocok untukmu dipanggil hyung." Kyungsoo mencibir, lalu melanjutkan fokusnya pada data-data pasien yang tertera di komputer.
Baekhyun mengambil duduk tepat dihadapan Kyungsoo, menautkan kedua tangan di meja dan memajukan wajahnya mendekati Kyungsoo. Kyungsoo otomatis mundur, Baekhyun sangat idiot dimatanya.
"Ya, jika dipikir-pikir, bagaimana bisa Luhan hamil seperti itu? Kapan mereka melakukannya?" pertanyaan frontal Baekhyun membuat Kyungsoo sedikit merasa panas. Baekhyun merasakan hal yang sama refleks mundur dan menangkup kedua pipinya, "Omo! Mesum sekali."
Kyungsoo dengan jelas dapat melihat kedua pipi Baekhyun merona. Pria itu menarik kursi nya mendekat lalu tangannya menjulur, mengetuk kepala Baekhyun keras.
"Ya! Mengapa memukulku?" protes Baekhyun tak terima.
"Yang mesum itu pikiranmu. Kau saja yang memikirkan hal kotor. Dimana mereka melakukannya ya terserah mereka." jelas Kyungsoo dengan satu tarikan napas.
"Aku kan hanya penasaran." Baekhyun menjawab namun tangannya sibuk mengelus kepala yang terasa perih setelah Kyungsoo memukulnya tadi.
Baekhyun berdiri, merapikan pakaiannya dan berjalan hendak meninggalkan Kyungsoo. Kyungsoo yang melihat hal itu berteriak memanggil Baekhyun. Baekhyun menoleh malas, wajahnya terlihat semakin masam karena Kyungsoo yang memukulnya tadi.
"Apa?" sautnya malas.
"Kau mau kemana?"
"UGD. Kenapa? Mau ikut? Ayo biar aku lakukan x-ray sekalian pada otakmu." ucapnya sarkastik. Membuat Kyungsoo melempar pena ke arahnya yang untungnya dengan cepat dapat ia hindari dengan berlari lalu menutup pintu dengan kencang.
Baekhyun berjalan melewati koridor dengan tenang. Setelah menjahili Kyungsoo tadi, moodnya kemudian berangsur membaik. Ia berjalan sambil sembari tersenyum, menyapa beberapa penjenguk yang sedang duduk di kursi yang memang disediakan didepan setiap ruang rawat.
Ia sampai di UGD. Lagi-lagi mendapati Luhan yang ada disana. Sedang memeriksa seorang pasien dengan tangan kanan yang memegang data dan sesekali memeriksa data tersebut. Baekhyun mengambil langkah mendekati dan baru sadar akan wajah Luhan yang sedikit bingung.
"Ada apa?" Baekhyun bertanya memastikan. Luhan hanya menggeleng.
"Tidak ada. Ia hanya menolak untuk ku periksa." adunya pelan.
Baekhyun menatap seseorang yang ada didepannya dengan Luhan sekarang. Terlihat seorang anak remaja, sekitar umur 16 tahun sedang membuang muka dan menutup wajahnya dengan lekukan lengan yang sengaja menutupi matanya.
Penampilannya terlihat urakan, entahlah. Baekhyun berfikir anak itu baru saja terlibat dalam sebuah perkelahian, melihat lengannya berdarah begitu pula dengan sudut bibirnya. Baekhyun bergerak menyentuh lengan anak itu, namun yang ia dapatkan tidak ada. Anak itu sama sekali tak bergerak.
"Kau harus diperiksa. Jika tidak seluruh lukamu bisa infeksi." Baekhyun mencoba bersabar. Dalam hati meyakinkan diri agar tidak emosi menghadapi pasien yang ia yakin akan sangat payah menanganinya.
"Kau tidak dengar aku?" dengan terpaksa Baekhyun menarik lengan anak itu yang memang sedari tadi menutupi matanya. Anak itu menoleh tak suka. Menatap Baekhyun seakan Baekhyun baru saja mengganggu kegiatan yang paling ia senangi.
"Aku tidak mau." tiga kata. Hanya tiga kata dan Baekhyun menghela napas lelah. Anak dihadapannya ini sangat keras kepala.
"Mau tidak mau aku akan tetap memeriksamu. Kau berada di areaku. Jadi kau wajib mengikuti semua peraturanku." Baekhyun memberi keputusan final. Ia meraih alat berbentuk senter kecil disakunya dan meraih dagu anak itu dengan sedikit kasar. Membuat anak itu meringis namun Baekhyun mengabaikannya. Biarlah anak itu merasakan sedikit 'pelajaran' darinya.
Baekhyun mengarahkan senter tersebut kepada kedua onyx mata remaja didepannya. Lalu menyimpan kembali benda tersebut di saku.
Fokus Baekhyun jatuh pada bibir milik remaja itu. Ia kembali meraih dagunya dan meneliti luka di sudut bibir. "Siapa yang menghajarmu?" Baekhyun bertanya. Namun jenis pertanyaan yang menuntut. Ia membutuhkan jawaban saat itu juga.
"Jujur atau aku akan menelpon polisi." ancamnya.
Tanpa disangka, anak itu dengan cepat menangkal, "Jangan!"
"Maka dari itu jujur padaku."
Anak dihadapannya tampak menimang, sebelum terpaksa membeberkan semua. "Aku hampir saja di rampok saat pulang sekolah. Mereka menginginkan dompetku dan tentu saja aku tidak memberikannya. Maka dari itu mereka menghajarku."
Baekhyun meneliti pakaian yang dikenakan remaja itu, memang masih mengenakan seragam sekolah. Pria itu berdecak kesal. Masih ada saja jaman sekarang yang tega merampok anak sekolahan?
"Luhan, luka yang ia alami tidak begitu parah, kau bisa menanganinya kan?" Luhan mengangguk. "Bagus. Dan sehabis itu bawa ia untuk melakukan x-ray. Aku takut jika organ dalamnya mengalami masalah."
Luhan mulai menjalankan tugasnya dengan baik. Luhan juga berusaha membangun percakapan antara ia dan remaja lelaki itu. Sedangkan Baekhyun, mengambil alih pemasangan infus. Ia tidak memiliki pertemuan khusus dengan pasien lain.
"Kau masih sekolah?" Baekhyun mencoba membangun suasana dengan mengambil langkah berbicara dengan anak itu. Anak itu mengangguk, enggan menjawab dengan suara.
"Siapa namamu?" Tanya Baekhyun.
"Park Jisung."
"Usia?"
"16."
"Bisa aku minta data orang tuamu?" Baekhyun melanjutkan, "Maksudku, nomor telepon yang bisa dihubungi."
"Aku tidak hapal."
"Kau tidak membawa ponsel?"
Remaja bernama Jisung itu membelalakan mata, "Ah bawa! Maaf aku lupa." ucapnya dengan sedikit cengiran khas remaja.
Baekhyun berdecak. Namun bukan kesal, melainkan merasa gemas dengan bocah di hadapannya ini.
Mengapa ia mengatakan bocah? Karena memang usianya yang jauh dari usia Baekhyun. Baekhyun berusia 33 sedangkan anak itu 16. Sungguh selisih yang lumayan. Seharusnya pun anak itu bisa memanggilnya samchon. Namun Baekhyun langsung menepis pemikiran itu. Ia tidak mau di anggap terlalu tua.
"Aku tidak yakin Ayah dan Ibu akan mengangkat panggilanku, maka dari itu aku menghubungi hyung." ucap Jisung.
"Kau mempunyai hyung?" Baekhyun penasaran.
Jisung mengangguk, "Sebenarnya tidak pantas di panggil hyung sih. Karena usianya yang sudah lebih dari kepala tiga itu." ia terkekeh.
Baekhyun memperhatikan Jisung. Sikap dingin diawal tadi yang sempat remaja itu tunjukkan entah menghilang kemana. Digantikan dengan pribadi yang hangat dan sedikit suka bicara.
"Hyung!" seruan Jisung juga singgah di pendengaran Baekhyun.
Ia memang sudah sedari tadi menyelesaikan kegiatannya memasangkan infus, namun entah kenapa kakinya enggan melangkah meninggalkan anak itu, sedangkan Luhan sudah sedari tadi menghilang dari pandangannya.
Baekhyun memperhatikan Jisung yang sedang fokus pada ponselnya, berbicara dengan seseorang yang Baekhyun yakin merupakan hyung anak itu.
"Ia akan tiba dalam 10 menit." Jisung berbicara pada Baekhyun.
Baekhyun mengangguk, lalu meraih salah satu kursi yang tersimpan di kolong brangkar. "Aku akan menemanimu."
Jisung menyetujui. 5 menit pertama mereka lewati dengan mengobrol satu sama lain, namun didominasi oleh celotehan Jisung yang selalu bertanya tentang Baekhyun sedangkan pria itu menanggapi tak kalah semangatnya dengan remaja itu.
Remaja itu banyak menanyakan perihal dirinya. Tentang nama, tentang ia dulu bersekolah dimana, atau tentang mengapa Baekhyun memilih menjadi dokter dan berujur menanyakan usia yang membuat Jisung membelalakan mata mendengar jawaban terakhir dari Baekhyun.
"Kau pasti bercanda!" Jisung berteriakㅡnamun tak terlalu nyaring, tak percaya.
"Untuk apa bercanda? Tidak ada untungnya bagiku." Baekhyun berujar santai.
"Aku mengira kau berusia 25! Hyung wahhh kau awet muda!" Jisung menganga tak percaya. Baekhyun gemas, membawa tangannya mengusak surai Jisung pelan. Mengacak rambut pirang anak itu.
"Banyak yang bilang begitu. Jadi aku tak terlalu terkejut." Baekhyun sedikit membanggakan diri.
Memang, mukanya terlalu imut untuk pria seusianya. Ia lebih cocok kembali ke masa SMA dengan wajah menggemaskan seperti itu.
"Aku ingin awet muda seperti hyung." bocah sekali Jisung ini, batin Baekhyun.
"Tidak bisa." dengan cepat Baekhyun menjawab.
"Kenapa?"
"Karena hanya aku yang bisa awet muda."
Baekhyun tertawa melihat raut wajah Jisung yang terlihat kesal sekarang. Jisung hendak kembali beradu argumen dengan Baekhyun jika ponselnya tidak saja berbunyi.
"Ini hyung." ucapnya bermaksud meminta izin pada Baekhyun untuk mengangkat panggilan hyungnya.
Baekhyun tidak bermaksud mengganggu Jisung yang harusnya beristirahat. Namun entah mengapa ia enggan meninggalkan anak itu. Pribadi Jisung yang hangat membuat Baekhyun merasa nyaman berbicara padanya. Meskipun usia mereka terpaut jauh, namun Jisung merupakan seseorang yang enak di ajak bicara.
Berbeda jika ia berbicara dengan Sehun, Luhan ataupun Kyungsoo. Baekhyun biasanya berbincang dengan mereka seputar pekerjaan, karena memang bekerja di rumah sakit yang sama. Namun di luar itu, mungkin mereka akan membahas hal lain. Namun tidak seperti apa yang telah ia lakukan dengan Jisung tadi. Ia dan Jisung berbicara beberapa hal acak, tanpa memikirkan topik pembicaraan terlebih dahulu. Berbeda jika ia bicara pada sahabat-sahabatnya.
Baekhyun merasa nyaman bersama Jisung. Ia sudah menganggap Jisung seperti adik sendiri, karena memang ia tidak memiliki adik.
Kehadiran seseorang diantara mereka menyadarkan Baekhyun. Pria tinggi kelebihan kalsium tertangkap oleh penglihatannya. Bola matanya sedikit besar, sangat kontras dengan Jisung yang memiliki mata tipe bola sabit jika tersenyum. Telinga pria itu juga sedikit unik, karena ukuran yang berbeda dari telinga kebanyakan. Dan juga, kulitnya yang sedikit lebih gelap dari Jisung juga terlihat mencolok. Terlihat jelas dari punggung tangannya. Pria itu memakai jas jadi Baekhyun hanya bisa melihat punggung tangannya.
"Ya anak nakal! Kau berkelahi lagi hah?" pria dihadapannya ini tampak memarahi Jisung. Namun Jisung sedikitpun tak menampilkan raut wajah takut.
"Apa? Aku dihajar! Kenapa juga aku harus berkelahi? Tidak ada gunanya." Jisung mendengus.
"Kau memang tak sopan padaku, ya!" sentak pria itu.
Baekhyun memperhatikan pria dihadapannya ini memarahi Jisung. Namun Jisung terlihat memberi perlawanan dengan cara menjawab semua amarah pria itu dengan jawaban yang menjengkelkan.
"Berhenti. Kalian membuat keributan." Baekhyun berusaha melerai kedua kaka beradik ajaib dihadapannya saat ini. "Kalian mengganggu ketenangan pasien lainnya."
Pria dihadapannya seperti tersadar, lalu membalikkan badan. Menatap Baekhyun dengan bingung.
"Siapa bocah ini?" kalimat pria itu yang sedang bertanya pada Jisung membuat Baekhyun membelalakan mata.
"Maaf, apa kau baru saja mengataiku bocah?" Baekhyun menyela.
Pria itu menoleh, menatap Baekhyun yang tengah menatapnya terengah. "Bukannya kau memang seorang bocah?"
"Apa?"
"Apa? Kenapa? Apa aku salah?"
Pria tidak punya sopan santun, Baekhyun membatin.
Baekhyun hendak mengeluarkan makian khasnya yang hanya ia keluarkan untuk orang-orang tertentu, namun sekarang ia tak peduli, ia akan melayangkan makian itu pada pria dihadapannya kini.
Namun sebelum ia mengambil tindakan, Jisung telah menyelanya lebih dulu.
"Hyung, Baekhyun hyung bukan bocah!" protes Jisung. "Ia dokter yang tadi memeriksaku." jelasnya.
Jisung menatap Baekhyun, hendak mengenalkan hyungnya dengan Baekhyun. "Baekhyun hyung, perkenalkan ini hyungku, Park Chanyeol." Jisung memperkenalkan mereka. Chanyeol hanya diam dan Baekhyun membuang muka.
Pria itu sudah tidak ingin berkenalan. Padahal sebelum Chanyeol datang tadi, Baekhyun telah memantapkan hati untuk dapat berkenalan dengan hyungnya Jisung ini.
Namun mendapati dirinya dikatai bocah oleh Chanyeol membuat suasana hatinya memburuk. Ingin rasanya ia mengubur Chanyeol hidup-hidup.
Baekhyun itu anti jika dibilang bocah. Memang sih wajahnya yang imut dan kemerahan itu membuat ia terlihat lebih muda dari biasanya. Namun di katai bocah, bukankah itu sedikit keterlaluan?
Dulu pernah, seorang teman dari masa SMA nya, Jung Jaehyun, tak sengaja bertemu dengan dirinya di sebuah pusat perbelanjaan. Waktu itu Baekhyun memang hanya tampak menggunakan hoodie kebesaran dan jeans hitam biasa di tambah topi, membuatnya lebih terlihat seperti seorang siswa SMA dibandingkan seseorang bergelar sarjana.
Waktu itu Baekhyun tidak sengaja menabrak Jaehyun yang memang sedang membawa nampan berisi pesanan makanannya disalah satu restoran yang sama dengan Baekhyun. Baekhyun yang terlihat terburu-buru karena waktu itu ia memiliki janji dengan seseorang, dan ia sudah terlambat, tak sengaja menabrak Jaehyun hingga seluruh makanan yang Jaehyun bawa tumpah mengotori bajunya.
Jaehyun langsung memarahinya tanpa memandang wajahnya lebih dulu dan mengatai dirinya bocah yang kehilangan orangtua. Berbagai macam ocehan Jaehyun yang mengatainya bocah membuat Baekhyun mengambil keputusan menendang tulang kering Jaehyun hingga teman lamanya itu jatuh terduduk. Namun hal itu juga menjadi keuntungan karena Baekhyun bisa melihat wajah Jaehyun dan langsung mengenalinya saat itu juga.
Berulang kali Jaehyun mengucapkan kata maaf pada Baekhyun yang telah di makinya dan begitupun juga dengan Baekhyun. Mereka berdua saling meminta masf satu sama lain, membuat mereka terlihat konyol. Namun setelahnya mereka tertawa bersama dan berakhir makan bersama pula. Karena seseorang yang memiliki janji dengan Baekhyun saat itu memutuskan untuk membatalkan janji mereka karena Baekhyun yang sangat terlambat.
"Kau seorang dokter? Ah maafkan aku. Aku kira kau teman satu sekolah Jisung." Chanyeol berusaha meminta maaf. Tangannya ia bawa menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.
Baekhyun masih setia membuang muka. Namun tepukan halus di bahu menyadarkannya. Itu Sehun dengan wajah pucat yang memang alami miliknya ditambah lagi pucat yang muncul karena bisa Baekhyun pastikan sesuatu telah terjadi.
"Apa? Ada apa?" Baekhyun terkejut lantas langsung menanyai Sehun apa yang terjadi. Sehun hanya diam, pria itu gugup.
Sehun mengatakan jika ada pasien darurat yang baru saja tiba dengan luka tembak di bahu. Baekhyun bukan main terkejut. Ia memang pernah menangani kasus luka tembak, maka dari itu Sehun langsung mencari keberadaan Baekhyun untuk segera menangani pasien itu.
Dilihat dari Sehun yang memucat, Baekhyun meraih bahu hoobae nya itu dan mengusap pelan. Berusaha menenangkan. Ini kali pertama Sehun menghadapi pasien luka tembak. Sehun baru beberapa tahun ini menjadi dokter, tentu ia sedikit terkejut mendapati pasien yang seperti itu.
Baekhyun berlalu, tanpa pamit menuju ruang operasi, meninggalkan Jisung dan Chanyeol yang masih terdiam ditempat. Tidak mengerti percakapan antara kedua dokter dihadapan mereka.
.
.
.
.
.
Terberkatilah ingatan Baekhyun tentang bagaimana ia harus mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuh manusia. Dulu, saat ia ditugaskan di medan perang, tentu tak jarang ia mendapatkan pasien yang mengalami luka tembak saat peperangan. Dan ia merupakan salah satu domter yang ditugaskan disana, mau tak mau harus menangani mereka.
Namun berbeda hari ini, tiga peluru harus ia keluarkan. Bisa kalian bayangkan seorang manusia memiliki tiga peluru sekaligus yang bersarang ditubuhnya? Baekhyun yang melihat langsung saja merinding setengah mati.
Untunglah Baekhyun ini berpengalaman, melebihi Sehun. Sehun memang mendampinginya menjalankan operasi pada pasien itu. Namun yang bertugas untuk mengeluarkan peluru tetap saja Baekhyun. Sehun mengambil alih untuk menjahit luka di beberapa bagian tubuh, juga luka bekas peluru yang telah di keluarkan itu bersarang.
Baekhyun sekarang terduduk di meja kafetaria. Dengan sekaelng cola dingin yang baru saja ia dapatkan. Ia merebahkan kepala di meja. Dengan pipi kanan menempel pada permukaan meja kaca yang dingin. Keringat ditubuhnya perlahan menghilang, berterimakasihlah pada AC di kafetaria yang bekerja dengan baik.
"Wah, itu kali pertamaku melihat luka tembak secara langsung." Sehun datang dengan nampan berisi makanan, meletakkan nampan tersebut di meja lalu duduk berhadapan dengan Baekhyun.
Baekhyun diam tak menanggapi. Sedangkan Sehun mulai menyambar sumpitnya dan sedikit demi sedikit memasukan makanan ke dalam mulutnya. Ia sangat lapar setelah berperang di ruang operasi tadi.
"Aku tak menyangka akan menemukan pasien luka tembak di korea." cetusnya lagi. "Hyung, korea sudah tidak aman! Ayo kita pindah negara saja hyung!" kalimat ngelantur Sehun keluarkan. Membuat Baekhyun mendengus kesal.
Berapa umur Sehun ini? 10 tahun? 15 tahun? Bahkan tetangga di apartemennya yang masih bocah saja tidak memiliki pemikiran bocah seperti Sehun.
Baekhyun mengangkat kepalanya. Tangan ia gerakkan untuk meraih kaleng dihadapannya dan meneguk minuman dingin itu sekali banyak.
"Diamlah. Aku sedang tak ingin bicara." jawabnya tanpa minat.
Sehun hanya mengendikkan bahu tak peduli. Ia melanjutkan makanannya. Sedangkan Baekhyun sekarang menumpukan dagu ditelapak tangan kirinya.
Pikirannya menerawang. Sedikit benar tentang apa yang di katakan Sehun. Ini korea, mengapa bisa pria itu mendapatkan luka tembak?
Namun hal yang menjadi pokok pikirannya bukan itu. Namun pria bernama Park Chanyeol yang telah mengatainya bocah. Ia menaruh dendam dan ingin sekali rasanya menaeik telinga Chanyeol yang sedikit unik dimatanya itu.
Ia tau ia dengan tidak sopannya meninggalkan Jisung yang sedang memperkenalkan dirinya dan hyung kurang ajarnya itu di UGD secara tiba-tiba. Baekhyun memandang jam yang ada di salah satu pilar kafetaria, pukul 2: 45 siang. Itu dimana sudah 2 jam ia meninggalkan mereka di UGD. Batin Baekhyun mengatakan pasti Jisung telah di bawa pulang. Dan itu membuat Baekhyun sedikit murung. Pasalnya anak itu telah berhasil mencuri hatinya. Bukan secara artian ia jatuh cinta pada anak itu. Ayolah, Baekhyun bukan pedofil.
Ia hanya senang mendapatkan setidaknya seorang teman bicara seperti Jisung. Walaupun Jisung hanya seorang bocah, namun apa yang ia bicarakan terlihat dapat diterima dengan baik oleh anak itu.
Sudahlah, Baekhyun pasrah. Mungkin jika berjodoh ia akan bertemu dengan Jisung lagi. Entah kapan ia tak tau. Biarlah waktu yang mempertemukan mereka.
"Hyung!" Sehun menggoyang bahu Baekhyun. Oh ia melamun ternyata.
Sehun telah menghabiskan makanannya tanpa sisa, begitu pula dengan minumnya. Baekhyun tertegun, selama itukah ia melamun?
"Apa yang kau pikiran huh?"
"Hm?" wajah bingung Baekhyun semakin meyakinkan Sehun jika sunbae nya itu melamun.
"Kau menghabiskan waktu sekitar 7 menit untuk melamun." Sehun melihat jamnya. "Apa yang kau pikirkan?"
Baekhyun menggeleng cepat, 'Tidak ada. Aku hanya merasa kesal pada seseorang." ucapnya jujur.
"Siapa? Apa ada yang mengataimu bocah lagi?"
Sehun selalu tau penyebab kekesalan yang timbul didiri Baekhyun. Berteman sejak masa perkuliahan membuat ia mengerti seluk beluk Baekhyun. Sudah hampir 7 tahun Sehun berteman dengan sunbae nya itu, tentu ia mengerti apa salah hal yang sering membuat Baekhyun kesal.
"Salah satu pasienku memiliki hyung. Ia ingun mengenalkanku pada hyungnya. Dan kau tau apa kalimat pertama yang hyungnya itu keluarkan saat ia melihatku?" ocehnya panjang lebar. Sehun menggeleng menjawab pertanyaan diakhir kalimat Baekhyun.
"Ia berkata 'siapa bocah ini?' sambil menatap remeh kearahku!" jelasnya menggebu. Kaleng kosong ditangannya ia remukkan hingga tak berbentuk. Membuat Sehun meneguk air ludahnya payah. "Lihat saja. Aku ingin sekali menyuntik mati pria itu!" ujarnya menyuarakan niatnya yang sangat konyol bagi Sehun.
"Hyung!" Sehun dengan cepat menimpali. "Kau tidak bisa menyalah gunakan ilmu yang kita miliki hyung. Kita bisa di tahan."
Sehun bodoh! Baekhyun memaki dalam hati. Astaga, pria didepannya ini sangat tak cocok dengan label 'ayah' yang akan disandangnya sebentar lagi. Jika ia benar-benar pintar, tentu ia tau jika Baekhyun tak serius dengan ucapannya. Sungguh Baekhyun ingin sekali meneriaki Sehun makian bodoh di depan wajahnya yang pucat itu. Namun sayangnya ia harus menjaga image nya melihat kafetaria yang ramai oleh beberapa perawat maupun dokter, dan juga beberapa penjenguk.
"Kau saja yang aku suntik mati jika begitu! Menyebalkan!" ia bangkit. Meninggalkan Sehun yang masih bingung mengapa jadi dirinya yang disalahkan.
Baekhyun itu memang aneh. Ia sangat mudah kesal seperti remaja perempuan yang sedang datang bulan. Sensitif, cengeng, mudah marah dan kesal. Ia tak tau mengapa sifat itu ia miliki. Mungkin itu merupakan hormon alaminya yang merupakan seorang carrier. Tentu saja.
Ia pria lajang. Sepanjang hidupnya tak pernah berhubungan dengan siapapun. Maksudnya, berhubungan khusus. Seperti menjalin hubungan dengan orang lain layaknya sepasang kekasih.
Baekhyun sadar jika dirinya sekarang sudah tidak bisa di katakan muda. Ia berusia 33. Dan kebanyakan pada usia itu sudah banyak orang yang menikah. Bahkan telah memiliki anak.
Namun pemikiran untuk menikah sangat jauh dari otaknya. Yang ia pikirkan hanya berkarir, berkarir dan berkarir.
Di umur 20, ia memulai studinya dengan menjadi mahasiswa kedokteran di universitas seoul. Salah satu universitas terbaik di korea selatan. Menjadi dokter merupakan cita-citanya sedari kecil.
Ia menjalani studinya dengan baik dan dengan cepat menyelesaikan studinya itu. Di usianya yang ke 25, ia telah menyandang gelar dokter dinamanya. Dan di usia 27, juga telah menyelesaikan masa magangnya di rumah sakit. Lalu dilanjutkan dengan menjadi dokter tetap di usia 28 hingga sekarang. Dan itu semua merupakan apa yang telah ia inginkan kan? Cita-cita yang dari dulu ia inginkan sekarang menjadi kenyataan. Ia telah meyakinkan diri bahwa ia bahagia sekarang.
Namun anehnya, diusianya yang sudah berkepala tiga, ia tentu sadar bahwa masih ada suatu hal yang belum ia lakukan.
Berhubungan. Menikah. Dan memiliki anak. Itu tidak pernah ia bayangkan sekalipun pada masa-masa studinya.
Bahkan untuk sekedar berhubungan seks saja, Baekhyun tidak pernah. Lalu ia terpikiran tentang Sehun dan Luhan. Mereka masih berpacaran, belum menikah. Dan Luhan sekarang tengah mengandung anak Sehun. Itu berarti mereka berdua sering melakukan seks, kan?
Baekhyun bergidik ngeri memikirkannya. Tak terasa dengan pikirannya itu, kakinya telah sampai dimana ruangannya dan Kyungsoo berada. Ia memang mendapatkan ruangan yang sama dengan Kyungsoo. Dan ketika membuka pintu, ia mendapati Kyungsoo disana.
Baekhyun tak menyapanya, justru ia malah menuju lemari yang menyimpan baju gantinya dan berlalu menuju kamar mandi. Ia mengganti baju seragam biru laut khas rumah sakit dengan jeans hitam dan kemeja biru langit kebesaran. Tentu saja dalamnya dilapisi kaos putih. Ia tidak suka mengumbar aurat.
"Kyung, jamku sudah habis. Aku akan pulang." jelasnya pada Kyungsoo yang masih sibuk dengan komputernya. Sepertinya pria itu masih memiliki beberapa pekerjaan. Tampak Kyungsoo seperti tak menyadari kehadirannya.
Baekhyun menyandang ranselnyaㅡiya, ia memang masih menggunakan ransel bahkan pergi kerja seperti ini. Terlihat lebih kasual saja menurutnya.
Sekali lagi ia pamit pada Kyungsoo dan hanya mendapat anggukan serta lambaian tangan dari pria itu, namun mata bulat milik Kyungsoo masih saja terfokus pada komputer. Baekhyun mendengus kesal. Menggumamkan kata menyebalkan untuk Kyungsoo sebelum pamit dan mendapatkan seruan tak suka dari Kyungsoo.
"Aku mendengarmu!"
.
.
.
.
.
Hallo, ini karya pertama yang aku buat. selamat membaca dan semoga tidak mengecewakan! :)
