Characters ;

- Huang Xuxi/Wong Yukhei/Lucas of NCT

- Kim Jungwoo of NCT

Note ; Ini adalah fanfict one-shot NCT Boyslove alias BxB alias Yaoi.

WARNING! Kalau tidak suka, tidak perlu membaca. Kalau suka, terimakasih banyak~

Selamat membaca!

.

Aku, Wong Yukhei, vampire paling tampan di Hongkong.

Aku, Wong Yukhei, tidak ada gadis yang menolak untuk dihisap darahnya oleh diriku.

Aku, Wong Yukhei, memutuskan untuk mengembara ke Korea Selatan, demi menaklukan gadis-gadis Seoul yang terkenal cantik dan mulus.

Aku, Wong Yukhei, sekarang aku...

*intense pause*

Terpesona oleh seorang lelaki, cantik..

.

.

Tidak butuh waktu lama bagi diriku, Wong Yukhei, seorang vampire tampan asal Hongkong, untuk tiba di Korea Selatan. Karena aku, memiliki banyak duit, sehingga aku dapat langsung memesan tiket pesawat untuk menuju ke negeri gingseng tersebut.

Tunggu dulu, kenapa aku tidak berubah menjadi kelelawar saja? Kenapa vampire malah naik pesawat? For your information, yang dapat berubah menjadi kelelawar hanyalah dracula. Aku adalah vampire. Dan lagipula berubah menjadi kelelawar dan terbang dari Hongkong ke Seoul, Korea Selatan, hanya akan membuatmu lelah dan tenggelam di lautan karena kau tidak mampu untuk terbang lagi.

Sesampainya di Seoul, aku tidak membuang banyak waktu dan langsung memutuskan untuk berkeliaran di area Hongdae, karena area tersebut terkenal sebagai tempat nongkrong pemuda-pemudi di Seoul.

Kedua mataku menatap ke penjuru arah, menatap gadis-gadis yang seliweran disekitarku.

"Ah, banyak sekali gadis-gadis yang belum pernah kuhisap darahnya." Kata hati kecilku.

Sepertinya 'liburan' ke Seoul kali ini akan menjadi trip yang sangat berkenang di hidupku.

Eh? Tetapi sebelumnya, kenapa aku berkata kalau banyak sekali gadis-gadis yang belum pernah kuhisap darahnya? Baiklah, aku, Wong Yukhei, akan memberi informasi sedikit untuk para pembaca yang tercinta(h).

Keluargaku merupakan salah satu dari sedikit keluarga yang merupakan keluarga dengan darah vampire.

Ayahku, Ibuku, Adikku, hingga Nenek Moyangku pun merupakan vampire asli. Bukan KW. Bukan yang ngaku-ngaku vampire karena terinspirasi dari film-film barat.

Karena aku terlahir tampan, aku tidak perlu kesulitan untuk mencari mangsa. Para gadis-gadis dengan sukarela akan menunjukkan leher mereka kepadaku. Mereka ikhlas bila aku menghisap darah mereka.

Ah, begitu senangnya terlahir tampan seperti ini.

Dan karena itu pula, saat aku menginjak umur 17 tahun, aku memiliki cita-cita untuk menghisap seluruh darah gadis-gadis di Hongkong. Dua tahun kemudian, cita-cita itupun tercapai.

Dan lagi-lagi, entah mengapa, adikku mengecap diriku sebagai Playboy. Padahal yang kulakukan hanya menghisap darah seluruh gadis di Hongkong.

'Selagi kau ada kelebihan, kau sebaiknya memanfaatkannya.'

Itulah prinsipku. Ketampananku adalah kelebihanku. Sebaiknya dimanfaatkan baik-baik.

Begitulah mengapa, diriku, Wong Yukhei, memutuskan untuk mengembara ke Korea Selatan. Untuk mencari mangsa-mangsa baru. Untuk meng-upgrade statusku dari Playboy menjadi Super-Playboy.

Kembali ke urusanku di Hongdae—

Karena baru pertama kali tiba ditempat ini, aku memutuskan untuk melihat-lihat terlebih dahulu area tersebut. Mengobservasi gadis-gadis yang berkeliaran ditempat ini, agar semua rencanaku dapat berjalan lancar.

"Bahkan saat hampir tengah malam begini suasana disini masih ramai," Gumamku.

Kalau terlalu ramai, akan terlalu beresiko. Apabila ada lelaki yang melihat, pasti ia akan melapor ke polisi karena ia tidak dapat melakukan apa yang kulakukan. Apa kutunggu saat lumayan sepi saja? Ah—

Sebuah papan iklan besar menarik perhatianku. Aku pun berdecak pelan saat melihat pria yang tengah berpose di papan iklan tersebut. "Aku tidak menyangka ada lelaki setampan dia di negeri ini."

"Cih, dasar orang tampan sialan." Umpatku secara tidak sadar saat melihat lelaki di papan iklan tersebut, yang tengah berpose duduk dengan ekspresi aku-dapat-membuatmu-hamil-online.

Aku berdeham pelan seraya mengusap tengkuk.

Tanpa sadar, hari telah berganti. Jalanan di Hongdae pun semakin sepi dan hanya terlihat sedikit gadis-gadis maupun lelaki yang masih berkeliaran di area tersebut.

Aku tidak bisa menyembunyikan senyum lebarku,

"Baiklah, akan kulakukan sekarang ~ "

Aku memperlambat langkahku dari sebelumnya. Mataku pun semakin tajam dari sebelumnya. Tidak lupa juga diriku memasang radar pendeteksi gadis-gadis perawan yang masih berkeliaran di area Hongdae.

Seorang gadis dengan rambut panjang cokelat almond berjalan melewati diriku, aku memerhatikan gadis tersebut. Ia terlihat cantik, kulitnya putih dan dapat dijamin, bahwa itu juga mulus. Tetapi, bau ini? Bau gadis itu...sedikit aneh. "Ia habis bermain tennis? Kenapa main tennis jam segini?" Pikirku, masih mengendus-endus bau gadis tersebut.

Bukan, Wong Yukhei. Bukan. Deduksimu salah. Ia tidak membawa peralatan tennis.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa,

Gadis tersebut habis zumba. Tetapi belum mandi. Kalau begitu skip, walaupun wajah gadis tersebut adalah tipeku. Cih.

Aku pun mengalihkan pandanganku ke arah gadis lain yang melewatiku. Ia sedikit melirik ke arahku, lalu tersenyum menggoda. Kedua mataku mengikuti gadis itu. Rambutnya sebahu, berwarna pirang, kulitnya sedikit gelap namun itu membuatnya terlihat seksi. Instingku berkata untuk mengikuti dirinya. Tetapi, lagi-lagi, bau gadis itu...

Kenapa ia bau minyak kayu putih? Lagipula memangnya di Korea Selatan ini ada minyak kayu putih? Apakah ia pakai minyak kayu putih karena ia hanya menggunakan tank-top hitam dan celana pendek ketika udaranya sedang dingin seperti ini? Duh, mbak, harusnya pakai baju hangat to, bukannya malah buka-bukaan, kan nanti masuk angin.

Karena terlalu sibuk dengan argumen dikepalaku sendiri, tanpa kusadari, sosok gadis tersebut pun sudah hilang dari radarku.

Aku menghela nafas sedalam-dalamnya.

Sejauh ini, gadis yang berkeliaran di jam-jam seperti ini dapat kukatakan cukup zonk, dan entah mengapa hari ini aku sedikit pilih-pilih mengenai mangsaku. Padahal sebelumnya mau habis zumba, atau ia menggunakan minyak kayu putih, atau bahkan kalau habis ada urusan dengan alam pun akan aku hisap darahnya.

Sekali lagi, aku menghela nafas sedalam-dalamnya.

Aku terduduk disebuah bangku yang berada di jalanan Hongdae, menundukkan kepala lalu memejamkan mata. Kepalaku cukup pusing. Pasti karena aku belum sempat meminum darah pada hari ini dan kemarin-kemarin pun aku belum sempat berburu mangsa karena sibuk mengurusi visa untuk ke Korea.

"Seharusnya aku menghisap darah dari pramugari-pramugari saat dipesawat tadi. Lagipula mereka tidak berhenti-hentinya menatap dan menggodaku."

Maka dari itu ada yang mengatakan bahwa penyesalan selalu datang belakangan.

Tiba-tiba, hidungku mencium bau mawar yang kuat. Aku mendongak dan mendapati seseorang berjalan melewati diriku. Rambutnya pendek, berwarna cokelat gelap. Kulitnya putih, seputih salju. Lengkuk tubuhnya terlihat sangat menggoda, walaupun ia mengenakan sebuah hoodie ungu dan celana jeans hitam yang cukup ketat. Dari belakang ia terlihat cantik, sangat cantik. Apalagi kalau dilihat dari depan, pasti 'sangat'nya menjadi double hingga triple.

Ini dia!

Perjalanan jauhku menuju negeri gingseng ini karena aku ditakdirkan untuk menghisap darah dari gadis seperti dia!

Tanpa babibu apalagi ibu-ibu, aku segera bangkit dari bangku dan mengejar gadis tersebut. Aku pun meraih pundaknya ketika ia sudah berada didepan mataku.

"Tunggu!" Ucapku.

Ia menoleh, sebuah cahaya silau memancar dari wajah cantiknya.

"Aduh mataku!" — Jeritku dalam hati.

"Ya?" Ia terlihat kebingungan. Ah! Suaranya—suaranya itu, merdu sekali sampai dapat dipastikan 100% bahwa aku tidak akan bosan mendengarkan suara merdu gadis ini!

"Namamu Mawar ya? Habis kamu memiliki harum seperti mawar, wajahmu juga."

Gadis tersebut seketika menatapku datar.

"Maaf, lupakan. A—anu, aku baru pertama kali ke daerah ini, kamu bisa menunjukkan aku hotel yang berada didekat sini?"

Ia pun terlihat ragu-ragu, dan terlihat berfikir sejenak. "Um..." Bibir merahnya sedikit terbuka,

"Aku tahu yang berada di ujung jalan ini, um... tetapi aku tidak tahu harga menginapnya berapa.." Ucapnya pelan. Entah mengapa pipi gadis ini memerah. Membuat keimutannya meningkat 10000%.

"O, Oh! Begitu. Bisakah kamu mengantarkan aku ke sana?"

Ah, gadis ini. Lugu sekali sepertinya. Apakah aku bisa menuntunnya ke jalan yang sesat malam ini dan menghisap darahnya?

Ia sedikit terkejut, kemudian menganggukan kepala, ragu-ragu. "Tentu, mungkin saja, bisa."

"Em, tetapi kamu terlihat tidak nyaman." Sanggahku ketika memerhatikan ekspresi khawatirnya. Ia pun seketika panik dan menggelengkan kepala. "T, tidak! Apakah aku terlihat seperti itu?"

Aku menganggukan kepala. Gadis tersebut terlihat sedih. "Maafkan aku, aku tidak terbiasa berbicara dengan orang yang baru aku temui..."

Ia menundukkan kepala lalu memainkan kedua telunjuk jarinya. Entah mengapa ada beberapa anak panah menusuk hatiku yang haus akan hasrat wanita. Ah! Keimutannya bertambah 1000000% karena ia terlihat begitu menggemaskan!

Saat aku sedang sibuk menghayati cuteness overload dari gadis ini, suara merdunya membangunkanku dari alam kubur.

"Kalau begitu aku antar sekarang?"

"O, oke."

.

.

Aku menghela nafas singkat.

Aku menjadi ragu untuk menghisap darah gadis ini.

Ah! Ada apa dengan vampire playboy dari Hongkong ini! Kenapa aku malah jadi ragu-ragu!

Aku mengacak rambut frustasi. Tanpa kusadari, gadis tersebut melirikku heran.

"Um, kamu tidak apa-apa?" Tanyanya. Malaikatku! Baik sekali dirinya.

"Aku tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, namamu siapa?" Aku bertanya balik, entah mengapa, ia membuang muka. "N, namaku.. Kim Jungwoo." Ia berkata pelan.

"Siapa? Kim Jeno?"

"Bukan, Kim Jungwoo."

"Oh, Kim Jungwoo."

Jungwoo terdiam, tidak berkata apapun setelah itu. Aku kembali mengacak rambut.

Apa yang harus kulakukan agar tidak mengheningkan cipta seperti ini? Dan lagi-lagi kenapa aku bertingkah seperti abege yang sedang melakukan PDKT! Sadarkan dirimu Wong Yukhei, sadarkan! Kau ini vampire tampan! Kau ini vampire paling tampan se-Hongkong! Kau ini playboy! Aku bukan mau PDKT! Tapi mau menghisap darah Jungwoo!

"Anu, kita sudah sampai."

Ucapan Jungwoo menyadarkanku dari alam kubur (lagi).

"Oh? Oh! Sudah sampai! Maaf aku tidak sadar! Terimakasih sudah mengantarkanku ke sini. Kalau begitu bagaimana jika aku traktir makan di hotel ini? Yuk!" Aku menarik tangan Jungwoo tanpa memperdulikan ekspresi panik di wajahnya.

Smooth, Wong Yukhei.

Tetapi, apakah ini dapat dikatakan smooth? Biasanya para gadis menawarkan diri mereka sendiri tanpa perlu kutarik tangannya.

Tetapi, kalau tidak kutarik (atau mungkin memaksa?) seperti ini, pastinya ia akan menolak ajakanku.

"T—tunggu! Tidak perlu sampai men-traktir makanan. Lagipula aku sudah kenyang." Ucap Jungwoo, tetapi aku hanya tersenyum kecil ke arahnya.

Saat sudah sampai di lobby, aku meminta Jungwoo untuk menunggu sebentar selagi aku memesan sebuah kamar di hotel tersebut.

"—Kalau begitu kamar tuan Yukhei berada di lantai 11 no. 207."

.

.

"Kenapa kita malah ke kamarmu bukannya ke restaurant di hotel ini?" Jungwoo terlihat kebingungan saat aku membawa dirinya ke kamar milikku. Lagi-lagi aku hanya tersenyum kecil dan mendekatkan bibirku ke telinga Jungwoo. "Kan bisa pakai room service." Bisikku.

"Oh iya." Katanya kemudian. Astaga, gadis ini... benar-benar lugu sekali!

Mati-matian aku menahan senyum lebarku.

"Kamu kenapa? Kenapa tubuhmu seperti, bergetar?" Tanya Jungwoo, aku segera menggelengkan kepala.

Kami berdua masuk ke kamar. Jungwoo berjalan ke arah jendela kamar dan aku meletakkan tas ransel yang kubawa sedari tadi di sebuah sofa. Saat ia hendak berkata sesuatu, aku segera menariknya dan mendorong tubuh ramping Jungwoo ke atas ranjang.

Aku segera naik ke atas tubuhnya, dan mengunci kedua tangannya dengan tangan kiriku.

Ia terlihat ketakutan dan berusaha melawan, tetapi semua itu hanya sia-sia.

"Apa yang kamu lakukan?!" Pekiknya.

Aku menjilat bibirku sekilas, "Bukannya sudah jelas?"

Jungwoo mengerutkan dahi, "A—apa? Kamu ingin mencari partner untuk latihan Judo?"

Rasanya aku ingin tenggelam di Samudera Hindia karena kepolosan makhluk ini.

Aku tersenyum, lalu mengusap wajah Jungwoo pelan. "Bukan itu tentunya."

Lalu perlahan, jemariku turun ke leher putih Jungwoo, merabanya perlahan. Membuat gadis tersebut sedikit mendesah. "T, tunggu! Itu geli tau!"

Mendengar desahan Jungwoo, membuat adik kecilku yang sedari tadi terlelap mengucapkan kata Hello..

Tanpa berpikir panjang, aku membuka paksa hoodie ungu Jungwoo,

Dan betapa terkejutnya diriku saat melihat tubuh Jungwoo.

Keringat dingin seketika bercucuran dari wajahku, dan dapat dipastikan keringat tersebut dapat membanjiri kamar ini.

Dia,

Dia,

Dia,

TEPOS DAN TIDAK MENGGUNAKAN BEHA!

Aku mengaga lebar, benar-benar lebar. Dapat dipastikan kalau aku mengalahkan kudanil ketika binatang tersebut menganga lebar.

Tanpa sadar, tanganku meraba selangkangan Jungwoo, membuat dirinya terkejut dan berusaha menendang diriku. "Apa yang kamu lakukan! Kenapa tanganmu berada disitu! Hey—!"

Aku tidak memperdulikan teriakan Jungwoo. Yang ada dipikiranku saat ini,

Duh,

Duh,

Duh,

KERAS, BRO. ADA YANG MENONJOL.

Setelah berpikir cukup panjang, hingga membuat Jungwoo kelelahan karena tidak dapat melawan diriku yang kuat ini, aku mengucapkan beberapa kata yang membuat Jungwoo, kali ini, menganga lebar.

"Kamu laki-laki?"

Mungkin buat Jungwoo, itu adalah pertanyaan terbodoh yang pernah ia dengar selama ini. Tetapi untukku, tidak. Itu adalah sebuah pertanyaan untuk kepastian. Aku butuh kepastian.

"K, kamu bodoh ya! Tentu saja aku adalah laki-laki!" Jawabnya, setengah menangis. Entah mengapa wajah itu membuatk hatiku dag-dig-dug-ser.

Astaga. Wong Yukhei, apakah karena dirimu ini tidak mendapatkan belaian gadis akhir-akhir ini akhirnya kau menjadi belok? Mengira seorang lelaki adalah seorang gadis? Kau sudah kehilangan sentuhanmu, Wong Yukhei. Kau mempermalukan gelar vampire playboy tampan se-Hongkongmu itu.

Apa kata adikmu kalau mengetahui ini? Kau dibutakan kecantikan dari seorang laki-laki!

"Kenapa kamu diam saja? Katakan sesuatu!" Teriakan Jungwoo menyadarkanku dari alam kubur (lagi).

"Ah, maaf." Aku segera melepaskan tanganku. Jungwoo segera menarik dirinya dan tersudut di dinding. Ia menatapku ketakutan. Aku menelan ludah gugup. "Maaf, aku tidak tahu kalau kamu laki-laki." Ucapku. Jungwoo memejamkan mata seraya menggeleng cepat. "Pantas saja kamu membawaku ke kamar bukan membawaku ke restaurant!"

Aku menghela nafas, lalu tersenyum. Aku mendekat ke arah Jungwoo, mengusap wajahnya kembali. Ah, kulitnya benar-benar mulus...

Ia sedikit terkejut ketika tangan dinginku menyentuh wajahnya. Perlahan ia membuka kedua matanya, dan mata kami pun bertemu.

"Kedua iris matamu, berwarna merah darah. Matamu indah sekali."

Aku menyerngitkan dahi. Sempat-sempatnya ia mengatakan hal seperti itu pada situasi ini, padahal ia tadi ketakutan.

Aku terkekeh pelan, membuat Jungwoo bingung.

"Aku ini vampire. Kamu percaya tidak?"

"Apakah kamu hanya menggunakan sebuah lensa dan mengada-ngada?"

Rasanya aku ingin terjun bebas ke sebuah jurang.

Aku menjatuhkan kepalaku ke bahu Jungwoo. Ia tidak melawan sedikitpun tetapi tidak berkata-kata. Aku menarik nafas, "Jangan samakan aku dengan para penggemar film Senja itu. aku tidak mengada-ngada, kamu ingin sebuah bukti?"

Terdapat sebuah jeda sebelum ia menjawab pertanyaanku, "Tentu, tapi, bukti apa yang akan kamu perlihatkan kepadaku?" Suara Jungwoo terdengar lebih tenang dari sebelumnya. Aku sedikit lega.

"Berjanjilah kepadaku agar kamu tidak lari dariku."

Tanganku merangkul pinggang ramping Jungwoo—tubuhku sedikit menghimpit tubuhnya sehingga jarak kami semakin dekat.

Kepalaku yang sebelumnya berada dibahu lelaki tersebut, perlahan mendekat ke arah lehernya. Wajahku mendekat ke lehernya. Leher putih ini, benar-benar menggoda.

Aku mengecup leher Jungwoo sekilas, membuat lelaki tersebut memekik kaget.

Kemudian menjilatnya perlahan, Jungwoo yang menyadari hal tersebut berusaha mendorongku untuk menjauh. "A, apa yang kamu—!"

Aku tidak dapat mendengar suara Jungwoo lagi. Suara merdu Jungwoo.

Aku hanya berfokus pada leher menggoda yang berada didepan mataku.

Tangan kiriku segera meraih kedua tangan Jungwoo yang sedari tadi mendorong kedua bahuku.

Tangan kiriku menahan kedua tangan mungilnya di atas kepala Jungwoo, sedangkan tangan kananku sibuk meraba-raba bagian belakang Jungwoo.

"Kalau begitu, selamat makan." Aku membuka mulut, mengarahkan kedua taring tajamku ke leher putih Jungwoo. Ia berteriak ketika merasakan sensasi darah yang terhisap oleh diriku.

Aku menghisap, lalu menjilatnya, kemudian mengecupnya dan kembali menghisap.

"Darahmu ini, enak sekali." Aku mendekatkan bibirku ke kuping Jungwoo, mengecupnya, lalu kembali menghisap darah di lehernya.

Pantas saja ia memiliki bau seperti mawar. Darahnya ini terasa manis. Begitu lezat.

Tanpa disadari, Jungwoo mengeluarkan desahan yang membuatku tersadar dan menatap wajahnya. "Terasa sakit?"

Aku menatapnya, ia menatap diriku. Ia pun menggeleng. "T, tidak. Hanya aneh." Ia tersenyum samar. Aku melepaskan genggamanku lalu memeluk tubuhnya.

"Apakah kamu sudah percaya? Kalau aku memang vampire?" Aku bertanya kembali, Jungwoo tertawa kecil. Ia menepuk punggungku pelan. "Aku percaya, aku percaya. Kamu ini seperti anak kecil saja ya."

Aku menenggelamkan wajahku di leher Jungwoo, kembali menjilat bekas luka gigitan yang aku tinggalkan di leher tersebut, tetapi kali ini Jungwoo tidak melawan. Ia hanya terdiam.

Tidak mendapatkan perlawanan, aku merasa heran.

"Ada apa? Tumben tidak melawan. " Aku mendongak, ia menggembungkan pipi, "Kalau aku melawan tidak ada gunanya."

Aku terkekeh, lalu menariknya untuk duduk dipangkuanku.

"Kamu sudah punya pacar?" Tanyaku.

"Belum."

"Kalau begitu mau jadi pacarku?" Tanyaku lagi.

"Kamu homo?"

"Tidak, aku sebenarnya tadi sempat perang batin, tentang—apakah aku harus meninggalkan gelar vampire tampan playboy-ku atau tetap mempertahankannya."

"Gelar itu tidak terdengar keren." Ia tertawa, aku mengecup ujung hidung Jungwoo.

"Kalau begitu, mau jadi pacarku?"

Jungwoo terlihat berpikir sebentar, kemudian ia menganggukan kepala.

"Mempunyai pacar vampire sepertinya terdengar lebih keren daripada gelar playboy-mu."

Aku tersenyum lebar, lalu mencium bibir merah milik Jungwoo. Lelaki itu pun ikut tersenyum seraya mengalungkan kedua tangannya di leher milikku.

.

.

"Ngomong-ngomong, namamu siapa?"

Pertanyaan Jungwoo ini,

Rasanya membuatku ingin terjun bebas ke jurang saja.

.

.

The End.

[ Halo! ーーヽ(*'▽)ノ Bagaimana dengan fanfiction one-shotnya? Garing ya? Maafkan saya kalau garing ya TT Tapi, tapi! Kalau para pembaca menyukai cerita ini, jangan lupa untuk memberikan review ya! Terimakasih banyak! (⁼̴̀ .̫ ⁼̴́ )✧ ]