Disclaimer : Tite Kubo (久保 帯人)
"Summer (夏)"
Chapter 1
Mata coklat musim gugurnya dengan serius memandang seorang pria paruh baya yang sedang sibuk mempersiapkan berkas-berkas laporan yang menumpuk di meja. "Tou-san, apa pekerjaan tou-san tidak bisa di tunda?" tanyanya polos.
Sang ayah tersenyum dan berjalan menghampiri putra kecilnya, "Tidak bisa Ichigo. Akhir-akhir ini kejahatan di kota Karakura terus meningkat, jadi sudah tugas tou-san sebagai polisi untuk mengatasinya."
"Tapi polisi lain juga masih banyak. Tou-san tidak perlu repot-repot."
Isshin tertawa. "Memang. Tapi tou-san ini kepala kepolisian devisi 5, jadi tou-san harus memberi contoh yang baik untuk bawahan tou-san."
Ichigo merengut. "Lalu bagaimana dengan rencana liburan musim panas kita ke Pantai Karakura? Aku ingin mencari kerang tou-san."
"Ichigo sayang, lain kali kita bisa pergi ke sana. Liburan musim panas Ichi masih lama. Benar kan?" tanya seorang wanita yang sedang berdiri di depan pintu.
"Kaa-chan!" Ichigo menghambur ke pelukan ibunya dan mengangguk pelan.
"Tapi tou-san harus janji setelah pekerjaan tou-san selesai kita pergi ke Pantai Karakura," kata Ichigo sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
Isshin tersenyum kemudian mensejajarkan diri dengan Ichigo dan mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Ichigo yang mungil.
xxx
Ichigo baru saja selesai bermain bola di lapangan. Cuaca siang hari yang begitu terik membuatnya ingin segera pulang dan minum es buatan kaa-chan. Sesekali dihapusnya keringat yang turun dari dahinya.
Langkah Ichigo terhenti di depan sebuah rumah kosong. Di halaman rumah itu terdapat sebuah pohon mangga yang buahnya ranum.
"Kalau aku petik sebuah mangga apa boleh?" Ichigo berkata. Ia sadar takkan ada yang menjawabnya.
Lama ia berpikir dan sesaat kemudian ia tersenyum. "Mungkin boleh."
Ichigo membuka pintu pagar rumah yang tak terkunci dan meletakkan bola yang dibawanya di bawah pohon mangga. Dengan hati-hati, ia mulai memanjat pohon itu.
xxx
"Krek,"
Pintu rumah itu terbuka dan seorang anak perempuan yang berusia 6 tahun keluar dari dalam rumah. Tampak olehnya sebuah bola yang tergeletak di bawah pohon mangga milik ojii-sannya.
Diambilnya bola itu. Kini mata violet besarnya terlihat kebingungan mencari sosok sang pemilik bola.
"Itu bolaku…"
Gadis kecil itu melihat ke atas. Dilihatnya seorang anak laki-laki sebaya dengannya sedang duduk di batang pohon sambil membawa sebuah mangga, berambut orange dan bola mata coklat, kombinasi yang tepat. Anak itu balik memandangnya, dengan tatapan penuh rasa penasaran.
"Kau siapa? Apa yang kau lakukan di situ?" tanyanya.
"Aku Ichigo. Maaf aku hanya ingin minta sebuah mangga. Kau sendiri siapa?"
Gadis kecil itu tertawa dan membuat Ichigo heran. "Apanya yang lucu?"
"Tidak ada. Aku Rukia," jawabnya sambil tersenyum begitu manis. Diletakkannya bola itu kembali ke tanah. "Aku ingin naik ke sana."
"Memang anak perempuan bisa memanjat pohon?" tanya Ichigo heran.
"Tentu saja."
xxx
Terlihat binar keheranan yang tercermin dari kristal coklat milik Ichigo saat melihat gadis kecil itu berhasil memanjat pohon dan duduk di sampingnya.
"Bagaimana bisa?" Ichigo mengerutkan dahinya.
"Ojii-san yang mengajarkannya. Aku suka naik ke tempat tinggi. Kau tahu kenapa?" tanya Rukia.
Ichigo memiringkan sedikit kepalanya. "Kenapa?"
"Aku suka lihat awan dan langit biru. Rasanya sungguh tenang dan damai," Rukia memejamkan mata.
Ichigo sedikit tersipu namun segera ditepisnya. "Rukia, mangga ini boleh kuambil?"
Rukia membuka matanya dan menatap sebuah mangga yang dibawa Ichigo. "Tentu boleh. Ojii-san pasti tidak akan marah."
Mereka tersenyum berpandangan. Violet dipertemukan dengan kristal cokelat yang begitu bening.
xxx
Seperti yang dijanjikan tou-sannya tiga hari yang lalu, sekarang Ichigo sedang berada di Pantai Karakura. Ia jongkok dan menggali pasir pantai dengan semangat. Berharap ia dapat menemukan kerang yang banyak.
Setengah jam telah berlalu. Ichigo mulai bosan. Seberapa dalam pun ia menggali pasir itu, ia belum menemukan kerang yang dicarinya.
"Kalau tahu begini aku tidak mau ke pantai," pikirnya sebal.
Kristal coklat milik Ichigo mulai mengamati keadaan sekelilingnya. Terlihat beberapa orang yang tak dikenalnya sedang berenang ataupun membangun benteng pasir. Ichigo juga melihat tou-san dan kaa-channya sedang duduk di pinggir pantai. Ia tersenyum dan berjanji tidak akan mengganggu mereka untuk saat ini.
Tatapannya terhenti pada seorang gadis kecil yang memakai topi pantai. Ichigo tersenyum lebar. Diambilnya ember kecil yang ada di sampingnya dan berlari menghampiri gadis itu.
"Rukia…" panggilnya.
Gadis kecil itu menoleh dan tersenyum lebar. "Ichigo. Kita betemu lagi ya…"
Ichigo mengangguk cepat dan duduk di samping Rukia. "Apa yang kau lakukan? Mencari kerang ?"
Rukia mengangguk dan memandangi Ichigo. Sesaat kemudian ia sadar, "Wajahmu kenapa ditekuk begitu? Ada masalah?"
Ichigo menghela nafas. "Dari tadi aku menggali pasir tapi tak menemukan satu buah kerang pun. Kau juga begitu?"
Rukia tertawa kecil dan mengambil ember yang ada di sampingnya.
"Wah, banyak sekali kerang yang kau dapat," kata Ichigo setengah tak percaya. "Jangan-jangan kau beli di toko ikan?"
Rukia cemberut. "Mencari kerang itu ada caranya."
"Benarkah. Lalu bagaimana caranya?" tanya Ichigo antusias.
"Kalau kita garuk pasir tepi laut perlahan dengan garpu, begitu ombak datang beberapa saat kemudian. Lihat kerang mengapung dari dalam pasir kan?" Rukia tersenyum lebar.
"Kau benar. Bagaimana bisa tahu?" tanyanya heran.
"Ojii-san yang mengajarkannya."
"Ojii-sanmu pandai sekali. Aku jadi ingin tahu seperti apa orangnya" kata Ichigo.
"Itu di sana" Rukia menunjuk seorang kakek berjenggot panjang yang sedang duduk di bawah pohon.
Ichigo terpana. "Jenggotnya panjang sekali"
"Aku juga berpikiran begitu."
Mereka berdua tertawa. Satu lagi kenangan yang dibuncahkan oleh waktu.
xxx
Takdir. Kata itu bersifat mutlak, absolut dan tidak bisa dirubah. Bagaimanapun seseorang berusaha mencegahnya hal itu akan sia-sia…
.
.
.
"Prang"
Suara benda terjatuh membuat Rukia terbangun dan mengucek matanya. 'Apa yang dilakukan ojii-san malam-malam begini?'
"Krieek"
Rukia membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Suasana di luar kamar begitu gelap. 'Tumben ojii-san mematikan lampu' pikirnya.
Dirabanya dinding yang ada didekatnya. Tangan mungilnya mencoba mencari tombol lampu dan menghentikan kegelapan yang masih menyelimuti rumah ini.
"Ketemu," ucapnya senang saat mendapati tombol lampu yang teraba oleh telapak tangannya.
Ceklik. Lampu menyala dan seketika itu pula mata violetnya membulat sempurna. Rukia melihat Yamamoto ojii-san disekap oleh dua orang tak dikenal.
"Kalian siapa?" tanya Rukia polos.
Salah satu dari laki-laki itu tersenyum dan berjalan mendekatinya. "Kau Rukia?" tanyanya.
Rukia mengangguk dan membuat laki-laki itu menyeringai kemenangan. "Percuma saja kau menutupi keberadaan cucumu. Aku sudah menemukannya."
Wajah Yamamoto terlihat tegang. Kalau saja dia tidak disekap begini, dia pasti akan menyuruh Rukia lari menjauhi tempat itu.
"Rukia manis, kau mirip sekali dengan ibumu? Bagaimana kalau aku akan mempertemukanmu dengan orang tua kandungmu? Kau ingin sekali bertemu dengan mereka bukan?" tanya seorang laki-laki yang mempunyai bola mata berwarna biru muda itu. Ia yakin gadis kecil dihadapannya akan mengangguk dan menjawab ya. Dengan begitu ia akan dapat meluruskan rencananya.
Namun harapan itu salah besar. Rukia menggeleng dengan yakin. "Aku tidak mau bertemu dengan mereka. Sejak kecil mereka tidak pernah mencariku."
"Hahahaha" terdengar gelak tawa dari seorang laki-laki yang menyekap Yamamoto.
"Kenapa kau malah menertawai temanmu sendiri?" gerutunya.
"Kau sungguh tidak berbakat dalam merayu anak kecil. Biar aku yang mencobanya."
Laki-laki itu beranjak menjauh dari tempat Yamamoto dan mendekati Rukia. "Kau tahu ojii-sanmu sedang sakit? Dan hanya kami yang mempunyai obat untuk menyembuhkannya."
Terlihat binar kecemasan dan ketakutan dari kristal violet milik Rukia. "Benarkah itu? Lalu aku harus bagaimana?"
Laki-laki itu tersenyum simpul dan mengagumi kecerdasan gadis kecil yang ada dihadapannya.
"Aku akan memberikan obat itu, asal kau mau membantuku. Bagaimana?"
Rukia mengangguk perlahan.
"Nah, bagus. Ayo kita segera pergi dari sini. Rumah ini akan terbakar. Hei jangan lupa bawa Yamamoto," kata laki-laki itu sambil menggenggam tangan mungil Rukia.
"Baiklah," ujar temannya dengan nada terpaksa.
xxx
Suara sirine mobil pemadam kebakaran membuat Ichigo terbangun dari tidur nyenyaknya. Matanya yang masih setengah terpejam itu melirik jam berbentuk singa yang ada di meja di samping tempat tidurnya. Pukul 02.00. Ia segera melompat dari tempat tidur dan berlari keluar kamar.
"Kaa-chan" teriaknya sambil menuruni tangga.
"Lho, Ichigo terbangun ya?" tanya sesosok cantik yang sedang berdiri di samping pintu pagar rumah mereka.
"Kaa-chan, tadi aku mendengar suara sirine mobil pemadam kebakaran. Memang rumah siapa yang terbakar?"
Sang ibu mengelus rambut orange milik Ichigo. "Rumah yang ada di ujung gang. Kau pernah dapat mangga dari sana. Sekarang tou-san sedang ada di tempat kejadian. Ikut membantu memadamkan api dengan warga yang lain."
Kristal coklat itu membulat sempurna. Jantungnya berdegup kencang. 'Bagaimana dengan Rukia?' pikirnya cemas.
"Ichigo kau mau kemana sayang?' teriak Masaki saat melihat Ichigo berlari menuju rumah di ujung jalan yang terbakar.
Ichigo tak peduli dengan teriakan kaa-channya. Ia juga tak peduli kaki telanjangnya yang menginjak aspal dan beberapa kerikil. Yang dapat Ichigo lakukan saat ini adalah berlari. Terus berlari menuju rumah yang ada di ujung gang. Keringatnya mengucur dari dahinya. 'Rukia, aku yakin kau tidak apa-apa. Kau gadis kecil yang pintar dan kuat yang pernah aku kenal selama ini. Oh…Kami-sama tolong lindungi dia' guman Ichigo. Ia benar-benar berharap Rukia akan baik-baik saja, karena bagaimanapun juga Ichigo telah menganggap Rukia sebagai bagian penting dalam hidupnya.
"Tou-san" panggil Ichigo ketika melihat ayahnya yang sedang mengambil air untuk membantu memadamkan api.
"Lho, Ichigo kenapa kau ada di sini?" tanyanya kaget.
"Tou-san, bagaimana keadaan orang yang menghuni rumah itu?" tanya Ichigo.
Isshin menggeleng dan terlihat sedih. "Belum ada yang tahu dengan keadaan mereka. Api yang membakar rumah ini terlalu besar, sulit untuk keluar apalagi jika sudah terjebak di dalam api."
Ichigo menggeleng. Entah kenapa tiba-tiba tangisnya pecah. "RUKIAAAAAA" teriaknya dengan suara yang lebih parau. Ichigo berusaha mendekati rumah itu namun dicegah oleh Masaki yang tiba-tiba datang.
"Kaa-chan, Ru..kia" kata Ichigo terputus-putus. Tangisannya semakin keras dan dia mempererat pelukannya pada Masaki yang berusaha untuk menenangkannya.
-TBC-
