Granblue Fantasy © Cygames

Lucifer x Sandalphon

Sandalphon rindu kopi rasa lumpur buatan Lucifer.

Tanpa sadar Sandalphon akan tersenyum tipis saat kedua kakinya menapaki jalan setapak dengan bunga lavender yang tumbuh di kedua sisinya. Tangkai lavender itu berayun-ayun seolah menyapa sosok pemuda berambut cokelat. Sandalphon ingat, dulu saat ia dan Lucifer masih anak-anak, Lucifer selalu membawanya ke bukit ini untuk bermain kejar-kejaran, petak umpet, atau sekadar berbaring di atas rerumputan sambil memandang awan.

Lucifer pernah berkata, jika suatu hari nanti ia sudah tiada, ia ingin terlahir kembali sebagai sosok malaikat. Sandalphon mencemooh. Rasanya seperti mendengarkan dongeng. Lagipula, aneh rasanya mendengar Lucifer yang saat itu masih bocah bicara tentang kematian.

"Kau suka kopi buatanku? Bagaimana rasanya?"

Lucifer bertanya tanpa memedulikan ekspresi Sandalphon yang tak terlukiskan. Pemuda itu seperti menahan sesuatu. Seperti ingin memuntahkan cairan kental yang telah melewati kerongkongannya, namun ternyata tidak. Sandalphon meminum kopi buatannya hingga tandas, menyisakan bercak kecokelatan di dasar gelas.

"Ughh—rasanya pahit seperti lumpur!" Sandalphon blak-blakan.

Lucifer terdiam, kemudian tersenyum kikuk. "Yah, kurasa aku harus belajar lagi. Kau bilang rasanya seperti lumpur tapi kau menghabiskannya. Mencoba sok kuat?"

Sandalphon memalingkan wajahnya yang merona sesaat. "Kau sudah susah payah membuatnya. Kalau aku membuangnya kau akan memukulku."

Lucifer mengacak helaian cokelat Sandalphon penuh sayang. "Kau tahu aku tak suka menggunakan kekerasan. Terima kasih telah jujur. Lain kali aku akan membuatnya lebih enak."

Keringat sebesar biji jagung menghiasi kening Sandalphon. Pemuda itu menyingkirkan sebagian poninya yang menghalangi pandangan.

Sudah bertahun-tahun ia tak mengunjungi tempat ini. Bukit penuh kenangan yang menjadi saksi Sandalphon dan Lucifer menghabiskan waktu bersama. Sedikit banyak perubahan yang ditangkap iris gelap Sandalphon. Pepohonan tumbuh semakin rapat dan rimbun. Lavender tumbuh liar nyaris menutupi jalan. Agak ke dalam, padang poppies terbentang. Sandalphon tak ingat.

Sandalphon terus melangkah tanpa memedulikan tanah kering yang semakin menempel di dasar sepatunya. Ia tiba di sebuah tanah lapang dengan bebatuan besar yang tersebar di berbagai sudut. Aroma wangi lavender sejak tadi memenuhi indera penciumannya.

Beberapa langkah dari tempatnya berpijak, batu-batu kecil disusun menjadi sebuah tumpukan dengan puncak yang mengerucut.

Itu kuburan Lucifer.

"Kapan kau akan terlahir kembali sebagai malaikat, heh? Dasar pembual."

END