Dicintai seseorang namun tidak pernah bisa mencintainya, karena aku telah mencintai seseorang yang darinya aku tidak pernah mendapatkan cinta…
This is my destiny,
Kuchiki Rukia.
.
.
Bleach © Tite Kubo
My Destiny © Achika Yue
Pairing : IchiRuki
Rate: M
Genre: Romance, Hurt/Comfort
.
.
.
"Nghh…" lenguh seorang pria berambut orange yang terganggu tidurnya karena cahaya matahari mulai menyeruak masuk melewati celah-celah jendela kamar serta menembus tirai tpis yang menghalaunya. Kamar bernuansa putih itu tertata dengan rapih, dihiasi sebuah ranjang berukuran king size, lemari dan beberapa prabot lainnya yang tidak bisa dibilang murah. Jam bulat berwarna jingga yang menempel di dinding kamar bercat putih itu telah menunjukan pukul sembilan.
Pria itu mengusap matanya dengan punggung tangannya lalu mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memulihkan pandangannya sehabis tertidur. Ia lalu mendudukkan dirinya dengan tiang ranjang sebagai sandarannya. Kepalanya menoleh kesebelah kiri tempat tidurnya yang terisi oleh sesosok wanita berambut ungu berkulit gelap yang masih terlelap di sebelahnya. Tidak ingin membangunkan si wanita, pria itu beranjak perlahan ke kamar mandi, tidak lupa ia memungut pakaiannya terlebih dahulu yang teronggok begitu saja di lantai karena 'permainan' yang dilakukannya dengan wanita di sebelahnya semalam.
Selang beberapa menit si pria berambut orange yang bernama lengkap Kurosaki Ichigo keluar dengan bertelanjang dada hanya memakai celana pendek hitamnya. Matanya menatap wanita berambut ungu yang sebelumnya masih terlelap, kini memandang kearahnya sambil memegangi selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
"Kau bangun lebih pagi Ichigo?" tanya wanita berambut ungu itu yang masih memandang ke arahnya.
"Hn, aku ada janji dengan Rukia." jawab Ichigo datar, ia lalu melangkah menuju lemari untuk mengambil pakaian.
Tiba–tiba ada tangan halus yang memeluknya dari belakang. Rupa–rupanya si wanita berambut ungu itu yang tengah memeluknya.
"Kau mandilah! Sudah siang, Yoruichi." titah Ichigo pada kekasih yang tengah memeluknya tanpa menoleh ke belakang.
Yoruichi terkekeh lalu berkata. "Kau sudah pintar menyuruhku hm," ujarnya sambil mencolek dagu Ichigo. Ichigo lalu membalikan tubuhnya dan mengecup bibir Yoruichi sekilas." Aku sedang buru-buru, jadi maaf sepertinya aku tidak bisa mengantarmu," kata Ichigo memandang wanita yang terlihat lebih tua darinya ini.
"Baiklah, kau pergi saja duluan. Aku tidak apa–apa. Aku mandi dulu ya, dah…" balas Yoruichi lalu melenggang ke arah kamar mandi.
Setelah berganti pakaian Ichigo segera meninggalakn rumahnya, ia tidak perlu menunggu sampai Yoruichi selesai mandi karena ia sudah bilang padanya akan segera pergi. Setelah mengeluarkan mobil ferari merah miliknya dari garasi rumahnya, Ichigo bergegas menuju tempat ia akan menemui sahabatnya sejak SMU. Rukia, Kuchiki Rukia adalah sahabat Ichigo sejak mereka duduk di bangku SMU. Hari ini Ichigo berjanji akan pergi bersama Rukia untuk menjenguk Inou Orihime yang telah melahirkan buah cintanya dengan Ishida Uryuu.
Pasangan Inou Orihime dan Ishida Uryuu serta Ashido Kano adalah sahabat Ichigo dan Rukia, mereka berlima adalah sahabat baik sejak di SMU.
Mobil ichigo kini melaju cepat menuju ke sebuah taman yang berada persis di tengah kota Karakura. Ichigo memijat keningnya dengan sebelah tangan kirinya, berusaha mengusir pusing yang menderanya, ia merasa ia benar-benar harus mengatur jadwalnya dengan baik, kadang ia merasa tidak sanggup dengan segudang kegiatan hingga beberapa persoalan yang harus ia hadapi, dari mulai pekerjaanya yang padat, keluarga, hingga soal percintaan.
Sesampainya di Taman Kota, Ichigo memarkir mobilnya dan segera turun sambil melihat ke sekeliling taman, berusaha mencari gadis yang berjanji akan bertemu dengannya di tempat ini. Setelah tengok sana–sini matanya menangkap sesosok gadis mungil beramabut gelap yang duduk sendirian di sebuah bangku disudut Taman. Tidak ingin membuang waktu Ichigo segera menghampirinya.
"Ehmm… sudah lama menunggu Midget," sapa Ichigo dengan seringaian yang membuat ia semakin terlihat tampan.
Mendengar sesorang menyapa dengan sebutan yang paling ia kenal begitu pula suara berat khasnya, gadis bermata indah ini menolehkan kepalanya memandang kearah Ichigo yang berdiri di sisi kanan bangku yang ia duduki.
"Kenapa kau selalu terlambat Jeruk, kau tahu aku menunggumu sudah hampir satu jam, baka!" sahut gadis berambut gelap dengan mata violet indahnya―Kuchiki Rukia―geram pada sahabat orange di hadapannya.
"Gomen, aku semalam pulang cukup larut dan... Yoruichi ikut menginap di rumahku." terang Ichigo berusaha membela diri
"Yoruichi, kekasihmu itu?" tanya Rukia lirih ia menatap pria berambut orange yang menganggukkan kepalanya dan tengah tersenyum canggung padanya.
Tatapan Rukia tiba - tiba kosong ia seperti tidak berada dalam raganya sendiri, namun mata violet indahnya masih tetap menatap Ichigo intens. Hingga Ichigo harus menyadarkannya.
"Rukia..? Hei! Kau tidak apa–apa?" Ichigo melambaikan tangannya dan menautkan alisnya membentuk sebuah kerutan diantara kedua alisnya, ia meneliti Rukia dari ujung kaki hingga rambutnya, seolah–olah mencari sesuatu yang janggal pada tubuh gadis keturuan Kuchiki ini. "Kau terlihat kurang baik, kurasa." lanjutnya kemudian.
"Ehhh? Tidak, aku tidak apa–apa." sahutnya kalem.
"Baiklah ayo! Sebaiknya kita segera berangkat." ujar Ichigo yang menyadarkan Rukia kalau mereka harus segera pergi menuju tempat yang seharusnya segera mereka datangi.
Hujan turun mengguyur kota Karakura, suhu udara juga semakin dingin sehingga membuat orang–orang malas berkeliaran diluar rumah. Embun melekat pada permukaan kaca mobil yang saat ini ditumpangi kedua insan manusia berbeda gender ini. Rukia menugusap kaca jendela penumpang yang berada di sebelah pengemudi, matanya mengawasi jalanan yang terlihat cukup sepi karena hujan yang deras mengguyur bumi.
"Ichigo…" Rukia memalingkan wajahnya memandang kearah Ichigo yang duduk di jok pengemudi disebelahnya
"Hm?" sahut Ichigo
"Aku ingin bertanya sesuatu, boleh?" tanya Rukia sedikit sungkan.
Ichigo menoleh sepintas kearah Rukia lalu berkata "Katakanlah!" kemudian Ichigo kembali berkonsentrasi pada jalanan karena ia tengah mengemudi dijalanan yang licin karena hujan sehingga ia harus lebih berhati - hati.
"Apa kau tidak terganggu dengan hubungan kau dengan kekasihmu itu, maksudku... kau tahu kan bagaimana statusnya?" tanya Rukia lagi, nadanya terdengar hati-hati berusaha untuk tidak membuat orang yang diajukan pertanyaan tersinggung.
"Hn, aku tahu. Tapi sejauh ini aku masih merasa nyaman dan tidak terganggu." jawab Ichigo yang masih berkutat dengan kemudinya.
"Tapi bagaimana dengan suami dan anaknya Ichigo, apa kau tidak pernah memikirkan perasaan mereka jika tahu apa yang kau perbuat dengan… kekasihmu itu." Rukia berusaha berbicara tenang namun ia sulit sekali menutupi perasaanya yang begitu menyiksa.
Ia Rukia, sudah cukup bersabar membiarkan Ichigo berpacaran dengan Yoruichi seorang direktur wanita yang sukses berusia 36 tahun yang juga atasan Ichigo dengan usia jelas–jelas berbeda sepuluh tahun dari Ichigo. Dan yang paling parahnya Yoruichi masih berstatus sebagai istri orang, bahkan ia telah mempunyai seorang anak. Demi Tuhan! Ichigo pria yang tampan dan sukses namun seleranya pada wanita sungguh tidak biasa. Pacar–pacar sebelumnya tidak kalah heboh. Riruka seorang model majalah dewasa yang sering tampil panas, dan yang sebelumnya Neliel janda muda yang―tidak memiliki anak―terkenal glamour dan hoby hura-hura.
Rukia tahu sangat tahu Ichigo hanya bersenang–senang dengan kekasih–kekeasihnya, ia hanya ingin sekedar bersenang – senang itu yang akan dikatakan Ichigo tiap kali Rukia bertanya mengapa memilih perempuan-perempuan seperti itu sebagai kekasihnya. Setiap kali Ayahnya―Kurosaki Isshin―menyuruhnya untuk mencari istri ia akan langsung mengelak, dan Rukia berani bertaruh kekasih–kekasihnya itu tidak akan ia jadikan sebagai istrinya. Sebejat apapun Ichigo untuk urusan perempuan yang akan jadi Ibu dari anak–anaknya ia tidak akan memilih sembarangan. Namun di masa mudanya ia merasa ingin memuaskan diri dengan bersenang–senang terlebih dahulu, egois memang, tapi itu pemikirannya.
Untuk memilih pacar Ichigo bukan orang yang sulit, selama ia cocok dan ia menyukainya dan juga tidak membatasi atau mengatur dirinya ia akan menerima wanita itu bagaimanapun kondisinya. Apalagi dengan tawaran dapat bersenang–senang dengan saling memberikan kebebasan. Ichigo akan dengan senang hati menerimanya.
"Sudahlah itu urusanku, kau tidak perlu menghawatirkan aku. Aku tahu maksudmu, tapi aku bukan anak kecil lagi aku bisa mengatur kehidupanku sendiri, Rukia." Jawab Ichigo santai, matanya masih menatap jalanan yang terhampar di hadapannya.
Seketika itu pula cahaya dari sepasang mata violet itu meredup.
xxxxxx
"Ah kalian sudah datang, mari masuk!" Orihime tersenyum pada dua orang tamunya yang berbeda gender dan warna rambut itu. Dan kemudian mempersilahkan kedua tamunya untuk masuk dan duduk di ruang tamu keluarga mereka. Ruangan yang berbentuk persegi ini dihiasi dua buah sofa beserta mejanya dengan vas cantik diatasnya lalu terdapat beberapa pajangan seperti lukisan dan guci serta sebuah foto berukuran seukuran dengan lukisan berbingkai emas, menampilkan seorang gadis bermabut coklat terang dan seoarng pria berkacamata berambut hitam.
"Kalian hanya berdua? Dimana Ashido? Biasanya kalian selalu bertiga." tanya Ishida yang muncul dari dalam kediamannya. Ia menggendong seorang bayi perempuan berambut hitam yang tengah menggeliat-geliat dipelukannya.
"Wah Hime dia lucu sekali!" Ujar Rukia yang berseru riang melihat sesosok bayi mungil yang tengah di gendong Ishida.
"Ah Rukia-chan bisa saja." sahut Orihime malu-malu karena putrinya Ishida Aihara dipuji oleh Rukia.
"Oh ya… Ashido menitipkan pesan padaku, katanya ia benar-benar minta maaf tidak bisa datang bersama kami kemari, karena Ibunya di Tokyo sedang sakit, jadi sejak kemarin ia sudah terbang ke Tokyo." Terang Rukia yang kini sudah menghampiri bayi mungil yang masih berada di dekapan sang ayah.
Dengan dipandu sang pemilik rumah dua tamu keluarga kecil ini, menuju ke ruang tengah kediaman keluarga Ishida.
"Umh… omong-omong bagaimana kabar kalian?" tanya Orihime yang sekarang sudah duduk berdampingan dengan Ishida. Sedangkan Rukia duduk sambil menggendong Aihara dan bersebelahan dengan Ichigo.
"Aku masih sibuk mengajar di Universitas Karakura, rasanya cukup melelahkan, tapi aku suka menjalaninya." jawab Rukia yang masih sibuk bermain dengan si kecil Aihara.
"Kalau kau Ichigo?" tanya Ishida pada Ichigo yang memperhatikan Rukia dan Aihara disebelahnya.
"Hn, aku masih seperti dulu mengurusi kegiatanku di Soul Society Corp." jawab Ichigo lalu meraih minuman diatas meja kemudian menenggak minuman yang sejak tadi disuguhkan padanya.
"Tidak ingin mengikuti jejak ayahmu Ichigo?" tanya Ishida lagi menatap lurus Ichigo dibalik kacamata bening miliknya.
Ichigo meletakan minuman yang dipegangnya ketempat nya semula. "Aku tidak berminat pindah jalur, aku masih menyukai pekerjaanku yang sekarang." sambungnya setelah menelan teh hijau yang baru saja masuk kemulutnya beberapa saat yang lalu.
"Lalu kapan kalian menyusul kami? Maksudku kalian kan tahu berapa umur kalian. Kurasa sudah pantas." Orihime membuka suaranya lagi, bertanya pada kedua sahabatnya yang masih betah melajang.
"Aku belum memikirkannya." jawab Ichigo cepat
"Astaga! Kau sudah 26 tahun Ichigo, masa kau sama sekali belum memikirkannya, ini kan soal masa depanmu, sampai kapan kau akan main-main terus?" sahut Ishida sambil membenarkan letak kacamatanya.
"Mau bagaimana lagi, toh aku masih merasa nyaman dengan keadaanku yang seperti ini." timpal Ichigo dengan ekspresi datar.
Ishida hanya memutar matanya bosan dan mengelengkan kepalanya mendengar jawaban Ichigo yang tetap saja belum berubah.
"Kalau Rukia-chan bagaimana?" tanya Orihime yang mulai mengalihkan objek dari Ichigo ke Rukia.
Rukia yang sedari tadi asyik bermain dengan Aihara, mendongakan kepalanya menatap Orihime dengan ekspresi yang sulit diartikan. Hening sejenak. Rukia masih menatap Orihime namun ia seperti sedang berpikir keras.
"Entahlah, aku dan dia... belum memikirkan kearah sana." jawab Rukia lirih lalu menundukan kembali wajahnya menatap Aihara yang berada digendongannya. Rukia berharap dengan begini semoga sahabat-sahabatnya yang berada disitu, tidak melihat raut gelisah diwajahnya saat ini.
"Hhh kalian ini masih saja seperti ini, usia tidak akan menunggu sampai kalian berubah lho!" ucap Ishida yang lebih cocok disebut sindiran.
"Daripada kalian berbicara seperti itu lebih baik kalian berdoa saja untuk kami agar dapat yang terbaik," ujar Ichigo cepat menanggapi kata-kata Ishida." Lagipula Kurasa mereka berdua yang lebih dulu menikah daripada aku, jadi tidak usah mencemaskanku." lanjut Ichigo enteng.
DEG
Sakit. Dada Rukia terasa sakit, sesak, seperti terhimpit diruangan yang sempit. Udara disekelilingnya terasa menghilang entah kemana. Ia menunduk dalam, kata-kata Ichigo terasa menusuk hatinya telak. Tapi Rukia merasa tidak pantas untuk membiarkan perasaan aneh yang membuat ia sungguh tidak nyaman, Rukia berharap ia bisa segera lari dari pembicaraan ini.
xxxxxx
"Sudah sampai," ucap Ichigo saat ia telah berhenti disebuah Mansion megah yang bertuliskan 'Kuchiki' di papan yang berada tepat didepannya.
"Arigato, kau sudah mengantarku," sahut Rukia yang sedang melepas sabuk pengamannya.
"Sudahlah jangan begitu, seperti tidak pernah merepotkanku saja." kekeh Ichigo yang memperhatikan Rukia sedikit kesulitan melepas sabuk pengamannya.
"Cih, kalau merasa repot kenapa bersikeras mengantarku, jeruk!" balas Rukia sambil menjulurkan lidahnya pada Ichigo. Ichigo masih terkekeh ia sudah menjulurkan tangannya ingin membantu melepas sabuk pengaman yang sepertinya terpasang terlalu kuat, namun tidak lama terdengar suara ponsel Ichigo berbunyi, dengan gesit Ichigo segera menjawab panggilan telponnya.
"Aku masih dijalan, kau dimana?", "Baiklah aku akan segera kesana, tunggu aku! Hn, aku juga mencintaimu."
Setelah Ichigo mengakhiri perbincangannya dengan seseorang ditelpon tadi, Ichigo yang merasa masih ada seseorang yang berada didalam mobilnya bersama dengan dirinya menoleh kesebelah. dan ternyata Rukia sudah bisa melepas sabuk pengamannya.
"Ah Ruki―"
"Aku pulang, sekali lagi arigatou," ucap Rukia cepat memotong kata-kata Ichigo.
Ichigo bengong melihat tingkah Rukia yang tiba-tiba berubah dingin dan keluar dari mobilnya dengan membanting pintu mobil keras-keras. Jika saja Ichigo tidak ingat Rukia adalah sahabatnya sudah barang tentu Ichigo akan sewot karena pintu mobil kesayangannya sudah dibanting seenaknya. Dan tanpa kata-kata lagi Ichigo sudah melihat Rukia masuk gerbang rumahnya tanpa menoleh sediktpun padanya.
Tanpa Ichigo sadari dibalik gerbang itu berdiri perempuan mungil yang menatapnya sendu,
Tanpa Ichigo sadari mata violet itu masih setia mengawasinya hingga ia melesat jauh meninggalkannya,
Tanpa Ichigo sadari cairan bening itu mulai menganak sungai dan jatuh seperti hati sang pemiliknya yang jatuh karenanya di dasar yang dalam tak terlihat.
Mansion Kuchiki yang klasik namun tetap terbilang mewah, berdiri kokoh dengan sang tuan rumah berdarah bangsawan yang mendiaminya. Kuchiki Rukia merupakan salah satu tuan rumah di mansion itu, setelah Kuchiki Ginrei, Kuchiki Byakuya, dan Kuchiki Hisana. Rukia melangkah menapaki lorong belakang mansion menuju kamarnya, ia berjalan memutar, untuk menghindari bertemu dengan kakek ataupun kakaknya.
Setelah diantar Ichigo sampai rumahnya, Rukia enggan bertemu dengan siapapun khususnya kakek dan kakaknya. Ia ingin segera sampai ke kamarnya dan segera menuju ke alam mimpi karena bertemu dengan Ichigo hari ini sukses merusak moodnya saat ini. Biasanya jika sedang stress Rukia lebih memilih untuk tidur, sejenak menghilangkan penat dan mengistirahatkan kerja otak yang terus diperas untuk berpikir mengenai berbagai masalah yang dihadapinya.
Drrrtt Drrrtt
Ketika ia sudah merebahkan tubuhnya, dan kelopak matanya akan segera menutup, tiba-tiba terdengar bunyi ponselnya yang ia taruh di meja samping ranjangnya. Rukia sudah menutup kepalanya dengan bantal, namun suara getaran dari benda putih kotak yang beradu dengan meja kayu itu semakin nyaring. Dengan bersungut-sungut rukia bangkit dan meraih ponselnya serta menekan tombol hijau tanpa melihat siapa si penelpon.
"Halo?" Rukia segera buka suara.
"Ah Rukia, kau sedang apa?" sebuah suara riang berceloteh menyahut sapaan Rukia. Rukia tidak langsung menjawab ia sedikit tersentak karena menyadari siapa yang telah menelponnya dan mengganggu istirahatnya.
"Aku... baru saja sampai, tadi aku dari rumah Hime dan Ishida." jawab Rukia setelah beberapa detik terdiam.
"Wah sayang sekali aku tidak bisa ikut menamanimu, maaf." sesal orang yang yang berada di sebrang telpon Rukia.
"Tidak apa-apa, apa urusan mu di sana sudah selesai?" tanya Rukia yang sudah bisa menguasi diri.
"Minggu depan aku pulang, aku ingin segera kembali ke Karakura."
"Hmm."
"Sudah dulu, nanti aku kabari lagi, aku sangat merindukanmu."
"Hn, aku... juga." Rukia berkata lirih, ia menatap ponselnya yang sudah tertera call ended. Dilemparnya ponsel lipat berwarna putih itu di tempat tidur di sebelahnya asal-asalan, Rukia menjambak rambutnya frustasi tak lama terdengar isak tangis pilu dari kamar bernuansa ungu dengan wangi lavender yang menguar di sekitarnya.
.
TBC
.
Saya ini newbi di fandom ini, sedikit puny ide jadi coba-coba buat di upload aja deh heheh, maaf kalo ceritanya jelek, gaje, typo bertebaran, kesalahan EYD, OOC dst. Jadi minta pendapatnya yah, ni fic keep or delete?
So RnR please minna^^
