Joker Game © Yanagi Koji
saya tidak mengambil keuntungan materiil apa pun dari menulis fanfiksi ini.
.
Jingga
post-canon. drabble. hatajitsu/jitsuhata.
i. teras
Jujur saja, kalau ditanya musim apa yang paling dibencinya, Hatano tidak akan ragu untuk menjawab dengan tegas; musim panas—bonus satu decakan kesal kalau masih kurang jelas.
Musim gugur terasa pas, udaranya sejuk tapi belum membekukan, dan daun-daun jatuh sewarna matahari terbenam yang menenangkan. Musim dingin terkadang agak menjengkelkan, tapi itu artinya ia punya alasan tambahan untuk menempeli Jitsui terus-terusan, bergulung berdua dengan kaki yang tenggelam di bawah kotatsu dan jeruk-jeruk segar yang dikupas di atas meja. Musim semi sering membawa gerimis yang tiba-tiba, tapi siapa yang tidak suka cara bunga sakura mekar dan berguguran? Momen favoritnya adalah ketika mereka berjalan-jalan di taman dan kelopak merah muda turun bagai hujan, hinggap di rambut serta pundak Jitsui dan membuatnya terlihat secantik malaikat. (Meskipun Hatano tidak pernah melihat malaikat, dan kalaupun surga memang ada, ia tidak merasa dirinya nanti akan pergi ke sana.)
Tapi musim panas itu sumber dari segala bala. Mungkin tidak seburuk itu di kota besar lainnya, tapi di sini, sebuah daerah berukuran sedang yang agak terlalu dekat dengan laut untuk minimal jarak yang disukai Hatano, segalanya panas dan lengket dan mencekik. Musim hujan lewat dan jamur muncul di mana-mana, menimbulkan bercak-bercak menjijikan di kamar mandi serta dapur. Hatano memandangnya dengan hina setiap kali melihat mereka, tapi tetap terlalu malas juga untuk menyikat jadi dibiarkannya begitu saja.
Ia melemparkan futon ke palang jemuran dan menimbang-nimbang apakah harus memasang jepitan, tapi kemudian hanya menepuk-nepuknya pelan sebelum kembali ke teras. Di sana Jitsui duduk bersandar ke tiang yang menyangga atap, membaca buku ditemani suara furin[1] yang berdenting-denting nyaring setiap kali diembus angin. Di sekitar kakinya yang dilipat dalam posisi sila tersebar buku-buku lain, yang tidak pernah membuat Hatano tertarik tapi selau berhasil menyita berjam-jam perhatian Jitsui.
Hatano menjatuhkan diri di sebelahnya, berbaring telentang di lantai papan teras. Ia berpikir untuk tidur siang sebentar, tapi kemudian bergeser (dan menggeser buku-buku) hingga kepalanya berada di pangkuan Jitsui. Lelaki itu mengintip ke bawah dari lembaran bukunya, tersenyum tipis meskipun kegiatannya sedang diganggu.
"Hatano," ujarnya lembut. Begitu cara Jitsui memanggilnya selama hampir dua tahun terakhir, tanpa honorifik, tanpa kesan yang membuat mereka seperti dua orang yang berjarak. Memang seharusnya seperti itu, mengingat mereka datang ke kota kecil itu mengaku sebagai kakak-beradik Morishima; Jitsui adalah Kunio dan dirinya Ryousuke.
"Kenapa kau hobi sekali menghabiskan waktumu dengan kertas-kertas?"
"Karena kertas-kertas menceritakan sesuatu," balas Jitsui tenang, "beda dengan tidur siang."
"Mimpiku juga penuh cerita lho."
"Argumen ditolak, Hatano." Jitsui terkekeh. Ia sebenarnya lebih suka melihat lelaki muda itu begitu, penuh senyum lebar yang mencapai matanya, bukan lengkungan bibir palsu dengan pandangan yang mengancam. Dari mereka semua, Jitsui memang yang paling mahir mempertahankan wajah manisnya dalam situasi apa pun, meski kata-katanya bisa saja penuh racun dan dirinya di dalam sedang berkobar-kobar. Lelaki itu selalu tenang serta sopan, dan seandainya saja mereka tidak dilatih bersama sebagai mata-mata, mungkin Hatano sudah mengira ia adalah tipe orang yang bahkan tidak menyakiti lalat. Tapi semua itu sudah lewat—lewat hampir dua tahun yang lalu, ketika Jepang kalah perang dan agensi kehilangan fungsi. Semua anggota D-Agency yang tersisa tersebar, mengambil nama baru, dan menghilangkan jejak.
Sekarang haya ada Jitsui yang tersenyum sungguh-sungguh, bukan yang sangup mematahkan lengan orang hanya dengan satu gerakan atau mengintimidasi dengan lirikan.
"Kalau aku," Hatano merentangakan kedua lengan ke atas agar tangannya bisa memegang pipi Jitsui, "ditolak juga, tidak?"
Lelaki itu menempatkan jemari di pergelangan tangan Hatano, dengan hati-hati, penuh sayang, menolehkan kepalanya sedikit hingga ia bisa mendaratkan ciuman-ciuman kecil di pangkal telapak tangannya. "Tergantung Hatano punya cerita apa."
[1] Bel angin, biasanya terbuat dari kaca/keramik/logam/bahan lain, sering dipasang kala musim panas.
trivia: warna yang di-assign ke hatano di merchandise official joker game itu jingga ;v;
trivia (2): sebenernya pas awal nulis ini, saya cuma mau curcol soal ngeselinnya musim panas terus tiba-tiba malah berubah jadi agak serius, haha /dibuang
