Ketika bunga-bunga berguguran kala musim panas menyambut hemisphere utara.

Tampak seorang laki-laki dengan usia yang sudah matang, menghadiri sesi wawancara antara pihak militer dengan para jurnalis. Pria itu berambut pirang agak kecokelat-cokelatan, dengan satu notes dan topi fedora yang menutupi kepalanya. Pakaiannya jas kulit berwarna cokelat dipadu dengan vest berwarna abu-abu agak gelap dan kemeja putih. Celana panjangnya juga senada dengan kemejanya. Ia tampak menunduk ketika para juru bicara berbicara mengenai tetek-bengek informasi.

Ia sedikit mundur untuk memberi ruang kepada jurnalis lain untuk mengambil gambar. Bersama dengan partnernya, si perempuan berambut cokelat digulung layaknya pramugari era sekarang, ia menukar catatannya. Sambil mengonfirmasi informasi yang mereka dapatkan dari sesi itu, mereka lalu mundur, meminta diri kepada para security untuk mempersilakannya keluar.

Ketika keluar dari area Gerbang Brandenburg, pria ini lantas melepas topinya; memperlihatkan wajah yang sedikit asing bagi orang Kaukasia.

"Haruskah kita pergi?" tanyanya kepada si partnernya.

"Tentu saja, George." jawab perempuan itu melenggang pergi seraya menggotong kamera jadulnya.

Pria itu lantas mencuri pandang gerbang tersebut. Mata cokelatnya tampak memancarkan rasa misteri yang kentara.

"Ninmu kanryou." ujarnya sangat pelan; dengan menatap lekat patung yang terletak paling atas dari gerbang tersebut.

.

.

.

Joker Game ~ Encounter

© Himomo Senohara (is now Sakurasakakihara-P)

Disclaimer : I own nothing but this plot :UUU

Warning : AU banget. Aneh. Pokoknya macam2. Kali aja ada rant dari author :UUU ((((MIYO Y U DED AF WHY))))

A/N : Haeeee akhirnya kepicu buat balik wwww ((salahkanlah Joker Game :UUUU)) fik yang sebelumnya mau diedit sih, pake software ga enak macam Kingston, gusti /3 okei dokei, hepi reading 3

.

.

.

[Jepang, setelah Perang Dunia II]

Kini, kantor itu sedikit lebih sepi.

Bukan, bukan karena anggotanya sudah menghilang pergi ke barkah. Ingat, mereka ini bukan sembarang orang. Sekali senggol berarti kalian sudah habis di mata mereka.

Tetapi lebih... Ke penungguan?

Pada kantin kantor tersebut, tampak beberapa orang yang sedang memakan sambil bermain. Yang lebih mengagetkan; Letnan Kolonel Yuuki sampai ikut duduk di meja bundar, ikut bermain Joker Game. Entah bosan atau sudah tak punya pekerjaan lagi. Di sana tampak Tazaki, Sakuma, Fukumoto, dan Amari bermain serius. Empat versus satu. Empat mata-mata versus spy master. Entah keajaiban macam apa yang akan muncul dalam permainan tersebut.

"Raise." ujar Yuuki, dan kemudian dilanjutkannya, "Royal flush."

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH!" jerit keempat mata-mata kesal. Sayangnya, di dalam hati. Takut nanti didamprat oleh sang spy master.

"Kalian masih awam. Latihan yang benar!" perintah Yuuki sambil menenggak satu whisky yang diambilnya dari lemari pada ruang masak di seberang meja tersebut.

Amari lalu mengumpulkan sisa-sisa kartunya sambil bertanya ke sang atasannya, "Eh Yuuki-san, yang lain mana? Apakah mereka masih dalam tugas? Ini 'kan sudah paska redanya Perang Dunia, seharusnya kita juga sudah memulai duluan tugas kita..."

Yuuki menggeleng kepalanya seraya menaruh kembali gelasnya yang habis diminum, "Masih ada gejala-gejala perang yang tersisa. Kita harus pastikan seluruh kondisi dunia ini aman sentosa, sehingga kita dapat memulai kembali tugas kotor ini. Aku dengar kondisi intel di Asia Tenggara buruk; masih berlanjut perangnya. Memang secara teknis seharusnya sudah berhenti, tetapi ini baru pernyataan saja. Belum termasuk aksi-aksi setelahnya; pemulihan kembali."

Jitsui lalu menyelanya sambil membaca buku sesekali, "Kudengar Jerman sudah pulih cukup cepat dibanding kita. Aku menaruh kecurigaan kepada Jerman."

"Dengar-dengar sih, Freemason." jawabnya mengatur kembali koin-koinnya.

Freemason...!

Seketika keempat mata-mata itu terkesiap kaget. Tentu saja mereka tahu tentang itu; tidak, mereka sudah jauh-jauh menyelidikinya. Semua daftar nama juga sudah ditangan. Masalahnya, negara yang harusnya menjadi lawan Freemason itu masa' sudah bangkit secepat itu, jelas pasti ada udang dibalik batu. Amari lalu ber-ooo ria dan menanyainya lagi, "Berarti Kaminaga dan yang lain tugasnya hanya untuk 'bersih-bersih'?"

Diluar dugaan, Yuuki menggeleng kepalanya sekali lagi, menyangkalnya, "Tidak. Mereka masih ada pekerjaan di permukaan. Gamou juga kusuruh mengurusi tugas yang satunya lagi; begini-begini dia masih menjabat posisi lumayan penting di Kemiliteran."

"Kalau Sakuma-san?" Tanya Jitsui melirik Sakuma.

"Dia 'kan, diusir. Aku yang mungut, jadi tak ada masalah. Sebenarnya sih, Sakuma-san sudah sejak lama di-blacklist dari Kemiliteran Jepang usai aku memboyongnya dimari. Biasa, ekor cicak (*). Sebenarnya, aku berencana menambah double spy dengan Kemiliteran, tetapi karena Sakuma sudah telanjur di-blacklist, jadi apa boleh buat." jawab Yuuki membantu Amari mengumpulkan sisa-sisa kartu di meja.

Ekor cicak, ya... Perumpamaan itu sungguh tepat baginya. Mau tidak mau, Sakuma harus mengakui perumpamaan itu; dia sudah lama dibuang oleh atasannya; sebagai bentuk pelampiasan oleh badan tersebut. Sejak terbongkarnya kasus Kemiliteran yang gagal mengendus microfilm pada si mata-mata asal Amerika itu, sang atasannya memutuskan untuk membuang orang itu dan memilih untuk berlagak seolah tidak ada apa-apa. Mengesalkan memang; mau tidak mau Sakuma harus beradaptasi dengan pekerjaan 'baru'nya tersebut.

"Kasihan, ya." Entah benar-benar berempati atau mengejek.

"Jitsui, diamlah. Aku tidak mau dikasihani dengan suara seperti itu." Sakuma membungkamnya; hanya berbekal kata-kata, ingatkan bahwa ia sudah berada dalam lingkungan mata-mata. Sekali berbuat salah habislah dia dimata Yuuki.

Tazaki lalu tersenyum tipis; sesekali bermain sulap ketika menerima deretan kartu jatahnya, "Jarang-jarang kita bisa berkumpul dengan tubuh utuh. Yah, tidak sabar rasanya untuk kembali bekerja. Rasanya duduk-duduk manis di sini sudah cukup membuatku bosan."

"Benar." Jitsui mengamini ucapan si pesulap itu, "Aku masih ingin update informasi. Apapun itu."

"Bersabarlah."

Cooo. Coooo.

Seekor burung merpati kecil terbang menghampiri jendela tempat mereka berada. Tazaki yang menyadari sosok burung kecilnya, lalu meminta diri untuk menghampiri si kecil tersebut. Lantas ia membuka jendela yang sedari tadi tertutup, dan menyambut si burung itu dengan kasih sayang. Ia lalu memberinya snack... Hingga ia menyadari bahwa di kaki kanan burung itu terdapat suatu gulungan misterius tersebut.

... Apa ini? Seingatku tak pernah aku meminta anak ini untuk mengirimkan pesan... Tunggu.

Ia lalu membuka gulungan itu, dan mengambil sepucuk kertas. Tampaknya kertas itu membungkus sebuah microfilm berukurang sangat kecil; setinggi dua belas point dari huruf tulisan. Ia lalu menutup pintu jendelanya dan berbalik duduk seraya membaca selembaran misterius tersebut.

Kode ini... Otak jenius Tazaki mengolah informasi tersebut, dan ia tiba-tiba menyadari sesuatu; ekspresinya seketika berubah.

Ini...!

"Ada apa, Tazaki?" Terusik dengan ekspresi abnormal muridnya tersebut, Yuuki menatap dingin.

"Ada pesan dari seseorang." jawab Tazaki sedikit lirik, melanjutkannya, "... Dia selamat."

"Siapa?"

Tazaki lalu menaruh gulungan itu, dan menekankannya sekali lagi, "... Siapa lagi kalau bukan Miyoshi-kun...?"

.

.

.

[To be Continued]